Sudah dari awal ingin memulai pembicaraan sebenarnya dia ragu untuk menyampaikan pertanyaan itu, dan sekarang gegara pertanyaan balik dari lawan bicaranya semakin membuat Medina menyesal mengapa dia mengabaikan keraguan beberapa menit yang lalu dengan tetap bertanya, walhasil sekarang Ansel bisa menebaknya. Lantas, kini Medina bisa menjawab apa? Berbohong? Atau malah memberikan kejujuran yang sempurna dengan mengisahkan segala-galanya? Medina tidak ingin benar-benar jujur, ntahlah, mungkin juga bisa dikatakan tidak siap, terlebih lagi jika jujurnya kepada Ansel, Medina juga tidak tahu dia seperti merasa tak tega. Namun, cerita Medina setengahnya sudah tertebak oleh pria itu, jika Medina tidak menceritakan yang sejujurnya Ansel memiliki celah untuk salah paham. Sebab kebohongan atas suatu fakta bisa meninggalkan luka selamanya. Tetapi juga Medina pernah mendengar dari bundanya yang juga mendengar dari seorang pengacara yang namanya pernah disebutkan bunda nya sayangnya Medina tidak m
Dokter Ya'qub menikahi saya? Tidak mungkin suara itu dari laki-laki, suara feminim nya saja terdengar kental sekali pastinya dari perempuan. Tubuh Nayyara ambruk ke lantai dingin rumah sakit bersamaan dengan akalnya yang meyakini bahwasanya kalimat barusan yang dia dengar dilontarkan di luar ruangan adalah dari perempuan. Apakah itu dari calon istri Ya'qub yang dulu? tanya Nayyara dalam hati. "Baby Yara, kamu kenapa?"Arthan si mantan Nayyara ternyata masih sama, masih sentiasa memanggil dirinya dengan panggilan kesayangan mereka ketika masih pacaran yakni baby Yara, dan Nayyara biasanya membalasnya dengan pangggilan baby Arthan. Memang tidak ada juga alasan yang sepertinya bisa mengubah Arthan yang dulu menjadi Arthan yang sekarang. Gelengan kepala Nayyara tampilkan sebagai jawaban, dia pun juga berujar bertanya, "Memangnya baby Yara ini tampak kenapa?""Kamu tampak rapuh."Deg... Apa aku rapuh? tanya Nayyara kepada dirinya sendiri di dalam hatinya. Tapi karena apa? Kenapa juga
Allahu akbarr... Allahu akbarr... Lafaz azan terdengar begitu merdu di telinga Ya'qub, ada rasa rindu di dalam hatinya untuk mengumandangkan kalimat pujian kepada Sang Khaliq, seakan-akan sudah begitu lama rasanya dia tidak beribadah kepadaNya. Sebagai pria dewasa di rumahnya, Ya'qub cukup sering mengumandangkan azan, bahkan terkadang menjadi imam bergantian dengan Yusuf di rumah mereka. Ada tenang di dalam hati Ya'qub tiap kali mendengar nama Allah, baik itu di dalam azan, zikir, ataupun tahlil. Pria itu sedang mencoba mengingat-ingat dia serasa melupakan sesuatu. Apa ya? Astaghfirullah! pekik Ya'qub di dalam hatinya. Dia baru teringat suatu hal, Ya'qub lupa melaksanakan sholat isya dan maghrib tadi malam. Ya Allah, astagfirullah! Pantas saja sejak tadi masalah dan kisah tidak menyenangkan terus menerus ia dapatkan dan tidak kunjung juga diberikan kelonggaran, ternyata karena dia sendiri yang lalai dari Tuhannya. Beruntungnya Allah menegurnya dengan ditimpa masalah begini, sehingg
"Apasih mau lo?!" tanya pria berambut ikal berwarna hitam itu tidak kalah ngegas. "Gue tidak memiliki hak untuk mau terhadap sesuatu! Sebab segala kemauan ada di kepemilikan lo seluruhnya! Tidak tersisa sedikit pun celah untuk gue!" "Lo mau nikah? Mau melakukan apa pun tidak harus bilang ke gue! Kenapa? Karena itu kemauan lo yang mana tidak perlu bahkan mungkin tidak boleh gue tahu apalagi ikut campur di dalamnya!" sambung gadis itu. Mendengar kalimat itu Ya'qub di buat kebingungan, salah paham apa lagi gadis ini? batinnya bertanya-tanya. Di tambah lagi beberapa detik setelah itu terdengar isak tangis yang sangat pelan dari sang gadis, posisi kepalanya yang sangat menunduk bahkan kedua tangannya yang menutupi wajah membuat Ya'qub sama sekali tidak melihat apakah gadis itu benar menangis atau tidak. Namun, Ya'qub akhirnya bisa yakin bahwa gadis itu menangis adalah dengan bahunya yang bergetar. Ada perasaan berat di hati Ya'qub atas situasi begini, entah dia merasa berat karena ha
Apa Ya'qub akan baper jika Nayyara ungkapkan bahwa orang terakhir yang ia ingat sebelum kehilangan kesadaran adalah dirinya? Hemm, Nayyara cukup penasaran, coba saja deh. "Doyam.""Hah?" heran Ya'qub tidak mengerti. "Lo nyaut?" heran balik Nayyara, ia kira hah yang dikatakan Ya'qub tadi adalah dengan maksud sahutan atas panggilannya. Wajah datar ditampakkan Ya'qub, membuat Nayyara paham pria itu tidak ingin memberikan jawaban, dan tampaknya tidak suka mendengar Nayyara berbasa-basi begini. "Bukan Arthan, tapi doyam," ungkap Nayyara jujur tetapi tidak menjelaskan, berharap Ya'qub langsung saja paham tidak meminta penjelasan lebih darinya. "Makan."Mobil berhenti berbarengan dengan Ya'qub mengucapkan satu kata barusan. Sama sekali tidak memberikan balasan atas kalimatnya sang istri. Nayyara mengira Ya'qub tidak peduli dan sama sekali tidak memikirkan maksud dalam kalimatnya. Tetapi nyatanya tanpa sepengetahuan Nayyara, di bibir Ya'qub terukir senyuman tipis, amat sangat tipis dan
Langkah kaki gadis yang kakinya terbalut sandal slop berwarna jingga itu terlihat gontai, tak ada binar semangat apalagi bahagia di manik matanya. Pandangannya pun terus menerus tertuju ke lantai, enggan menatap ke arah mana pun takut bertemu tatap dengan orang lain dan nantinya di salah artikan oleh mereka, dengan mungkin bisa saja orang-orang berpikiran gadis itu tidak sudi menatap mereka karena tatapan tidak moodnya ini. "Astaghfirullahalazim," lirih nya begitu tersadar tidak seharusnya pikirannya kosong seperti tadi. Sebenarnya tidak benar-benar kosong, hanya saja setiap ia kepikiran sesuatu dia berusaha mengesampingkan nya. "Medina? Kita harus bicara."Kedua bahu si empu nama tersentak kaget mendengar kalimat barusan, yang mana di telinganya terdengar begitu dekat dan nyaring. Dengan tindakan cepat dan tatapan waspada pun Medina menolehkan kepalanya ke belakang. Seorang pria berkulit kecoklatan, hidung yang mancung, dan di bawah hidungnya ada kumis yang cukup tebal, wajah sepe
Kernyitan penuh keheranan ditampilkan gadis berambut coklat sepunggung yang sampai kini terurai agak berantakan itu. "Santai kali, doyam! Muka lo sangatlah tegang, ubah itu, buruan! Anyhow, gue lebih suka muka datar dan dingin lo ketimbang muka tegang ini!" ujarnya berusaha santai, padahal dia juga sedikit merasa gugup dan tidak elak merasa deg-degan, tetapi tidak sampai tegang seperti pria di sampingnya ini yang tidak lain adalah suaminya sendiri. Atas kalimatnya Nayyara itu Ya'qub nyaris saja masih terdiam, tetapi atas teguran di kalimat itu jugalah dia dengan segera mengubah ekspresinya menjadi datar kembali. "Apa mau lo?" tanyanya, menanyakan alasan mengapa Nayyara memegang tangannya, yang mana sampai saat ini masih saja di pegang oleh gadis itu. Kan Ya'qub jadi deg-degan gitu loh? Eh, gak boleh gak boleh, Ya'qub harus selalu kalem dan beku. "Ah iya iya iya." Nayyara baru teringat sesuatu, ia melepaskan tangannya yang tadinya menyentuh punggung tangan Ya'qub dan menggaruk belaka
Beda dengan Ya'qub berkata serta bertindak santai, istrinya malah panik setelah mendengar kata kupu-kupu. Sontak saja gadis itu menolehkan kepalanya ke arah belakangnya, matanya langsung di suguhkan dengan melihat kedua sayap berwarna kekuningan yang bergerak-gerak mengepak milik dari seekor binatang yang tidak pernah ia sukai, itulah kupu-kupu. Sebenarnya tidak semata-mata itu yang ia lihat, melainkan juga ada tangan kekar Ya'qub yang berkulit putih bersih yang tengah mendekat dengan gerakan mengusir ke arah kupu-kupu itu. Namun, fokus Nayyara tertuju hanya kepada binatang yang berasal dari ulat kemudian berubah jadi kepompong baru tampil dengan nama kupu-kupu itu karena ketidaksukaannya kepadanya. Mata Nayyara tadinya hanya menatap waspada kepada kupu-kupu itu, ia hanya sedang menunggu apakah tindakan Ya'qub untuk mengusir binatang itu berhasil dengan maunya sang kupu-kupu pergi dari kaca mobil Ya'qub. Namun, mata Nayyara dibuat semakin membelalak tatkala kupu-kupu itu beranjak dar