Ternyata itu adalah alamat sebuah apartemen super mewah yang di dalamnya memiliki sebuah kolam renang indoor dengan atap kaca yang sangat tinggi. Ada barisan pohon palem lengkap dengan koral layaknya di pantai sungguhan. Kimmy bahkan hampir lupa jika dirinya sedang berdiri di salah satu lantai sebuah gedung pencakar langit yang sebagian sisinya menghadap ke pusat kota.
Kimmy masih berdiri di ambang pintu setelah mengikuti instruksi pelayan yang menjemputnya dari lobby.
Trista Murai baru saja keluar dari kolam renang, melenggang santai berjalan dengan tubuh basahnya yang hanya memakai celana pendek menggantung rendah di pinggang.
Tentu Kimmy masih syok karena tidak mengira bakal melihat pria yang masih begitu basah dan nyaris bugil.
Tristan menyambar handuk dari punggung kursi berjemur di tepi kolam renang, melilitkan ke pinggangnya yang ramping dan bertekstur sebelum kemudian berjalan dengan begitu percaya diri menghampiri Kimmy. Kimy masih berdiri kaku seperti patung marmer yang sedang menahan napas agar tidak retak atau hancur. Kimmy merasa mentalnya benar-benar bisa runtuh jika dihadapkan dengan mahluk seperti ini.
"Aku tidak tahu kau sudah datang, " suara pria itu terdengar berat lebih seperti aksen orang Inggris dengan kombinasi lebih santai, karena dia bisa sangat terus terang memperhatikan Kimmy mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Meski kali ini Kimmy merasa pakaiannya sudah cukup sopan tapi ternyata dia tetap merasa tidak percaya diri jika diperhatikan sedetail itu oleh seorang pria.
"Maaf, apa aku datang di waktu yang tidak tepat? " tanya Kimmy, coba menyembunyikan kegugupannya.
Walaupun Kimmy sudah pernah bertemu Tristan Murai sebelumnya, tapi dia tidak pernah menyangka bakal melihat mahluk itu saat sedang nyaris bugil seperti ini.
"Sebaiknya kita bicara di tempat yang lebih privat."
Tristan menjentikkan jarinya memberi isyrat pada salah seorang pelayannya untuk mengantar Kimmy.
"Mari, Nona," kata pria paruh baya itu dengan sangat sopan.
Kimmy segera berjalan mengikutinya dengan perasaan lega, karena jujur saja dia tidak sanggup jika harus lebih lama lagi menyaksikan pria yang belum berpakaian.
Pria itu mengajaknya naik ke lantai dua yang sebagian sisi depannya juga masih menghadap ke arah kolam renang, jadi Kimmy bisa melihat jika Tristan sudah tidak berada di sana.
Ada sebuah sofa besar melengkung yang menghadap ke dinding kaca di mana puncak- puncak pohon palem nampak rendah di depannya. Pelayan Tristan menyuruh Kimmy untuk menunggu di sana.
"Terima kasih," kata Kimmy pada pelayan itu sebelum dia pergi.
Sambil menunggu Kimmy mulai memperhatikan ruangan luas tersebut. Selai luas ruanga itu juga sangat bersih dan rapi, didominasi oleh warna putih dan abu-abu lembut hampir biru seperti langit yang sangat pucat di siang hari. Kimmy mendongak ke langit-langit kaca yang tinggi, sepertinya masih ada satu lantai lagi di atasnya. Kimmy hanya tidak menyangka manusia membangun tempat seperti ini di atas sebuah gedung pencakar langit di tengah kota yang sudah nyaris sesak tanpa ruang.
Tidak berapa lama pelayan yang tadi kembali dan meminta Kimmy mengikutinya lagi. Kimmy segera berjalan mengikutinya tanpa bertanya. Ada sebuah lift yang membawa mereka ke lantai berikutnya. Kimmy masih mengekor melewati lorong luas berlapis karpet tebal dengan beberapa pintu di masing-masing sisinya.
Ternyata dia dipersilahkan masuk ke sebuah ruangan di mana Tristan Murai sudah menunggunya di sana. Pria itu duduk di sebuah sofa berukuran sedang, dekat dengan jendela besar yang sebagian tirainya sudah di buka.
Tristan Murai terlihat sangat tenang, dan tampan, hampir seperti yang terakhir Kimmy lihat malam itu. Kali ini rambutnya masih setengah basah, nampak beberapa helai yang agak panjang jatuh berayun di dahinya. Dia masih diam dan Kimmy juga tidak terlalu berani memperhatikan pria itu terlalu lama.
Kimmy coba melihat ke sekeliling, dan baru saat itu dia sadar jika dirinya sedang berada di sebuah kamar, kamar yang sangat besar dan bersama seorang Tristan Murai. Kimmy buru-buru menoleh ke belakang dan ternyata pintu di belakangnya juga sudah kembali tertutup.
Kimmy kembali melihat ke arah Tristan yang masih begitu santai dan hanya memperhatikan dirinya yang masih berdiri canggung di depan pintu. Jujur saja tiba-tiba Kimmy jadi merinding, atau dia hanya kelewat paranoid setelah tadi melihat pria itu di kolam renang. Faktanya Kimmy masih belum bisa membuang memori kotor itu meskipun kali ini Tristan sudah berpakaian lengkap.
"Hanif yang mengirimmu kemari? " suaranya terdengar datar dan tenang.
"Ya," Kimmy mengangguk.
Kimmy hanya tidak menyangka jika kemudian Tristan bangkit dan berjalan menghampirinya.
"Dia menyuruhku datang untuk wawancara," kata Kimmy sebelum pria itu benar-benar mendekat dan tiba-tiba Kimmy ingin melangkah mundur.
"Aku tidak yakin dia mengatakan itu padamu." Tristan mengernyitkan dahinya seperti tidak percaya seolah menyuruh Kimmy agar mengingat kembali baik-baik jika mungkin dia salah ingat.
"Apa maksud, Anda?"
"Dia mengirimmu kemari untukku."
Tristan Murai sudah berdiri tepat di depannya dan sedang menyentuh kulit leher Kimmy mengunakan punggung tangannya dengan lembut seperti buaian.
"Dia menawarkanmu di ranjangku sebagai imbalan karena aku sudah memberinya promosi jabatan. "
"Mustahil! " Kali ini Kimmy benar-benar melangkah mundur. Meskipun tidak percaya ia tetap harus waspada karena instingnya memberitahukan seperti itu.
Tristan hanya mengedikkan bahu dan justru terlihat santai menanggapinya.
"Dia sendiri yang menawarkanmu ke padaku, aku tidak pernah meminta wanita," senyumnya terlihat meremehkan.
"Itu tidak mungkin! " tolak Kimmy.
Kimmy sama sekali tidak percaya karena bagaimanapun dia bukan baru mengenal tunangannya satu atau dua tahu. Jadi saat itu Kimmy masih yakin jika tidak mungkin pria yang sudah di cintainya seumur hidup itu tega berbuat demikian hanya untuk sebuah jabatan.
Walaupun Kimmy tahu jika Hanif adalah pria yang memiliki ambisi dan akan melakukan apapun demi tujuannya tapi tetap tidak mungkin dia tega menjualnya pada Tristan Murai.
"Kami akan menikah, tahun depan," kata Kimmy.
Kali ini Tristan yang melangkah mundur untuk memperhatikan Kimmy dengan lebih seksama.
"Kupikir kalian sudah cukup dewasa untuk membahas perkara seperti ini, sebelum mengirimmu padaku."
"Aku masih tidak percaya bang Hanif tega berbuat seperti itu!" Kimmy masih menggeleng karena sama sekali tidak ingin mempercayai apapun yang di katakan Tristan Murai yang sangat tidak masuk akal.
"Kau pikir aku akan memberinya promosi semudah itu tanpa imbalan apa-apa yang coba dia tawarkan padaku? " Tristan balik bertanya dengan nada sinis dan sedikit mengejek.
Kimmy masih menggeleng dan mundur sampai tiba-tiba punggungnya sudah membentur dinding. Kimmy benar-benar masih tidak ingin percaya jika pria yang sangat dicintainya itu tega berbuat seperti ini padanya.
"Dia juga memohon agar aku memberi pekerjaan untukmu, " tambah Tristan.
"Mustahil, dia tidak mungkin berbuat seperti itu!" Kimmy terus menggeleng bersama benih air mata yang mulai menggenang di sudut matanya.
"Dia hanya menawarkanmu untuk satu hari satu malam." _____"Sebenarnya itu bukan masalah, kau cukup menemaniku sampai aku selesai dan kau boleh pergi, dia juga akan tetap menikahimu."
{Cerita ini adalah karya asli dari penulis 'jemyadam' jika menemukan karya ini di manapun dengan nama penulis lain tolong bantuanya untuk melaporkan ke penulis melalui Instagrm 'jemyadam8' / F*B jemyadam. Dukungan pembaca sangat berarti bagai kami untuk terus bisa berkarya}
Baru kali ini Kimmy benar-benar menangis. Dia tidak percaya tunanganya tega berbuat seperti ini, karena seorang Tristan Murai juga tidak mungkin sedang berbohong. Dia bisa mendapatkan wanita manapun tanpa perlu repot-repot mengarang kebohongan macam ini. Apa lagi hanya untuk wanita seperti dirinya. Tristan coba meraih Kimmy dan menghapus air matanya tapi Kimy buru-buru menolak dengan berinsut menjauh. "Aku mau pulang, " kata Kimmy saat memberanikan diri untuk menatap Tristan yang ternyata hanya menggeleng. "Sepertinya tidak bisa, " kata pria itu dan Kimmy pun segera menepis tangannya, karena tiba-tiba merasa jijik. "Aku tidak mau dan aku punya hak untuk menolak! " tegas Kimmy dengan gigi bergetar. Kimmy tidak peduli jika telah dikhianatin oleh tunangannya sendiri dan itu masih terlalu menyakitkan untuk benar-benar dia pikirkan sekarang. Tapi yang Kimmy tahu dirinya tetap wanita yang bebas baik bang Hanif ataupun Tristan, mere
Tidak butuh waktu lama bagi Tristan untuk ikut menelanjangi dirinya. Awalnya Kimmy menolak untuk menatapnya tapi rasanya mustahil karena makhluk itu ada di depan mata dan belum-belum Kimmy sudah takut membayangkan apa yang akan diperbuat pria itu terhadap dirinya. Biasanya para wanita akan langsung merentangkan diri di hadapan seorang Tristan Murai dengan suka rela, tapi wanitanya kali ini sepertinya masih agak malu-malu. "Jangan malu untuk menatapku! " Tristan mengangkat dagu Kimmy agar gadis itu mau menatapnya. Kimmy tahu jika Tristan Murai adalah pria yang luar biasa, hanya saja dia tidak menyangka jika bakal membiarkan pria itu merangkak di atas tubuhnya. Sudah sangat terlambat untuk merasa takut atau malu karena mustahil untuk bisa menghentikan seorang pria dalam kondisi seperti ini. Siap atau tidak siap Kimmy harus mau menghadapinya. Tristan memberi Kimmy ciuman yang cukup dalam mengunakan lidahnya yang basah dan panas, s
Sepulang dari makan malam Kimmy hanya menyapa ayah dan ibunya sambil lalu meskipun ibunya sempat memanggil untuk ikut bergabung duduk di sofa. Kimmy hanya ingin segera masuk ke kamarnya untuk menelpon Tristan Murai, dia ingat masih menyimpan kartu nama yang diberikan pria itu dan masih menyimpan benda itu di dalam tasnya. Setelah menumpah isi tasnya karena tidak sabar, Kimmy langsung menyambar benda tipis berwarna hitam mengkilat tersebut dan memasukkan beberapa digit angka kedalam ponselnya. Saat Tristan memaksanya untuk menyimpan kartu nama tersebut kemarin, sebenarnya Kimmy sudah berencana akan langsung membuangnya ke tong sampah begitu Tristan tidak melihatnya. Karena itu Kimmy tidak percaya jika kali ini justru dirinya sendiri yang menghubungi pria itu lebih dulu. Panggilannya langsung diangkat saat deringa
Ini adalah hari ke dua Kimmy bekerja, dia berangkat pagi seperti kemarin. Tapi sepertinya kali ini dia kalah pagi dengan Jacline. Kimmy langsung berjalan menghampiri kubikelnya. "Tristan jadi akan pulang hari ini dan akan langsung ke kantor," kata Jacline sembari sibuk mengetik. "Dia tidak akan suka jika kita terlambat menyiapkan semua keperluannya." Tentu Jacline tahu semua jadwal kegiatan Tristan karena memang itu pekerjaannya, yaitu mengatur date line dan semua jadwal pertemuannya dengan klien. Sementara Kimmy bertugas untuk membantunya reservasi tempat, mengurus semua keperluan rapat dan semua akomodasi kegiatan Tristan di luar kantor. "Dia akan bertemu klien setelah jam makan siang, dan akan makan malam bersama Pamela sekitar jam delapan malam. Aku sudah mengirim alamat ke E-mail-mu sebaiknya segera hubungi hotel dan restonya untuk reservasi. Kimmy mendengarkan rentetan penjelasan Jacline yang sudah seperti petasan tahun baru Ci
Sesampainya di rumah, kebetulan rumah sedang sepi. Kimmy lega karena tidak perlu menjawab pertanyaan atau berbohong pada siapapun, dia langsung masuk ke kamar dan menjatuhkan dirinya sejenak di atas tempat tidur sambil memandangi langit kamar dan berpikir.Mustahil, Kimmy benar-benar sudah tidak ingin lagi bertemu Tristan, apa lagi bekerja untuknya. Sudah cukup bagi Kimmy. Seharusnya sekarang dia lega karena ini sudah berakhir, tapi kenapa rasanya tetap ada yang tidak benar?Karena masih saja gelisah akhirnya Kimmy kembali bangkit untuk berjalan ke kamar mandi. Setelah mandi untuk membersihkan tubuhnya yang serasa semakin menjijikkan dan tetap terasa kotor meskipun sudah ia gosok dan ia cuci berulang-ulang akhirnya Kimmy menyerah. Dia terduduk di atas penutup toilet cukup lama untuk berpikir namun tetap tidak juga membuatnya lega.Bagaimana Kimmy bisa mengusir semua bayangan kotor itu dari kepalanya. Kimmy bi
Rasanya seperti habis membuat perjanjian dengan iblis. Kimmy masih menggosok-gosok bulu kuduk di lengannya yang merinding jika mengingat kembali apa yang telah dia janjikan kepada Tristan Murai.Mereka masih duduk saling berhadapan di masing-masing sisi ujung sofa yang melengkung. Tristan nampak tenang dengan kejelianya membaca ekspresi lawan bicaranya. Awalnya Kimmy terlihat canggung dan takut-takut tapi wanita itu jelas sedang berusaha memberanikan diri, dan masih cukup mengejutkan bagi Tristan karen ternyata Kimmy masih berani menyeret dirinya kemari."Apa saja? " tanya Tristan dan Kimmy kembali mengangguk."Ya, akan kulakukan apa saja untukmu asal kau bisa mengembalikan keperawananku seperti semula."Trista kembali menghela nafas dalam dan menghembuskanya perlahan berharap untuk tidak terlalu senang dulu dengan umpan yang di tawarkan wanita itu."Ingat kau sen
Ternyata hanya berdiam diri di rumah juga sangat membosankan. Kimmy kembali memperhatikan buket bungan kirimanTristan yang masih ter onggok di sudut kamar dan saat itu juga kebetulan tiba-tiba terdengar suara kling dari pesan masuk di ponselnya. Ponsel tersebut berkedip sejenak dan uncul nama Tristan dengan nama belakang yang sudah Kimmy ganti dengn mozi setan.Meski tidak mau mengakui jika dia penasaran dengan tujuan Tristan mengirim bungan tak berguna sebanyak itu, tapi nyatanya Kimmy memang buru-buru ingin membukanya.[apa tidak boleh aku membayangkan kau berbaring di atas tumpukan bunga tersebut]Sambil mengumpat dalam hati Kimmy benar-benar menyesal sudah membuka pesan manusia terkutuk itu. Entah apa yang sedang ada di otaknya, bisa jadi dia sedang mabuk di antara paha seorang wanita sambil mengetik pesan. Entah mimpi buruk apa lagi sampai Kimmy kembali membuat janji dengan mahluk seperti itu. Kimmy melempar ponselnya ke atas kasur dan sama sekali tidak berniat untuk membalasnya
Setelah selesai berpakaian Kimmy segara turun untuk sarapan. Ibunya sudah menunggu di meja makan menyiapkan mangkuk dan minuman hangat."Sudah, Bu. Aku bisa melakukannya sendiri," sepertinya hari ini dirinya sedikit di manja."Tidak apa-apa, ayo cepat kemari," panggil ibunya karena Kimmy masih berhenti di anak tangga."Ibu tidak tahu sampai kapan masih bisa memanjakanmu seperti ini.""Kenapa ibu bicara seperti itu?" Kimmy langsung mendongak ibunya."Tadi Hannif membahas masalah pernikahan dengan ayahmu.""Oh...," Kimmy masih terkejut meskipun semalam mereka sudah membahasnya."Tiba-tiba putri kecil ibu sudah akan di bawa pergi oleh seorang pria." Sebagai anak tunggal Kimmy memang dibesarkan penuh kasih sayang dan jarang lepas dari orang tuanya."Memang apa yang dikatakan bang Hanif pada ayah?""Apa dia belum bicara apa-apa padamu?""Dia bilang nanti malam akan menelpon.""Kalian sudah saling dewasa dan kami sebagai orang tua hanya menyerahkan keputusan pada kalian berdua. Ibu percaya H
Hanif, Kimmy, dan Tristan duduk di beranda sambil menyaksikan anak-anak yang sibuk bermain dengan kuda poni. Al juga sudah lama tidak bertemu Sofia, nampaknya mereka juga sudah sangat rindu hingga sepertinya belum mau berpisah ketika Hanif hendak mengajak putrinya untuk pulang. "Menginaplah, Bang, mereka sudah lama tidak bertemu biarkan lebih puas bermain dulu." Tristan juga menawarkan kamar tamu yang dekat dengan kamar putranya di lantai dua, karena Al juga merengek ingin tidur bersama bang Hanif. Dulu Kimmy memang sering membiarkan putranya menginap di tempat Bang Hanif jika dirinya sedang bepergian untuk pekerjaannya. Meski bukan darah dagingnya sendiri tapi Hanif tetap menyayangi Al seperti putranya dan bocah laki-laki itu juga sudah biasa bermanja-manja padanya sejak bayi. Bang Hanif akhirnya setuju untuk kembali ke hotelnya beso
Menjelang akhir musim semi udara malam terasa semakin hangat, bercinta bisa menjadi kegiatan yang semakin menyenangkan karena mereka tidak perlu merasa khawatir bakal menggigil kedinginan meskipun tidur tanpa pakaian sampai pagi. Tristan sengaja membuka semua pintu balkon dan membiarkan udara malam ikut masuk menemani mereka berdua bergelung dalam gairah. Kimmy sudah terasa begitu lembut dan manis, menyambut dengan antusias setiap sentuhannya dengan begitu menyenangkan. Lenguhan rendahnya terlalu menggoda untuk di abaikan, Tristan tahu di mana wanita itu paling suka untuk di sentuh dan di manjakan. Tristan kembali menekan pinggul Kimmy yang sedikit terangkat karena sama-sama sedang tidak sabar ingin segera diselesaikan."Sabar, Sayang." Tristan baru saja hendak memasukinya ketika tiba-tiba Kimmy menjentikkan jari menyuruhnya untuk berhenti.
Sudah hampir tengah malam ketika hujan akhirnya reda, Kimmy dan Tristan sampai harus mengendap-ngendap masuk kerumah mereka sediri seperti pencuri yang takut tertangkap basah. Tristan membawa Kimmy melewati tangga putar dari samping menara ruang kerja kakeknya. Dari situ ada lorong sempit yang akan berujung pada pintu darurat dari kamarnya. Bahkan Kimmy sendiri tidak tahu jika ada pintu keluar lain dari kamar mereka. Karena jarang di lewati jadi lorongnya gelap tanpa penerangan dan agak berdebu. Belum apa-apa Kimmy sudah terbersin-bersin dan membuat Tristan menciumnya kemudian tertawa."Jangan berisik nanti kita ketahuan" seolah mereka berdua benar-benar remaja nakal yang sedang menyusup keluar dari kamar.Kimmy terbersin lagi dan Tristan menciumnya sekali lagi sebelum buru -buru menarik Kimmy melewati lorong.
"Siapa Arneta Seymour?" tanya Tristan pada Philippe yang baru duduk di depannya. "Maaf Tuan, apa maksud Anda?" Kelihatanya Phillippe langsung panik dengan pertanyaan mengejutkan tersebut, apa lagi dengan cara Tristan menatapnya kali ini. Mereka sedang berada di ruang kerja tuan Murai yang pastinya Tristan juga tidak sedang main-main sampai sengaja memanggilnya kemari. "Wanita yang dimakamkan tepat di sebelah kakekku." "Dia putri Sharlote," gugup Phillippe. "Apa hubungannya dengan kakekku?" Tristan tidak bodoh dan tahu jika kakeknya tidak akan menempatkan orang sembarangan di sebelahnya. Philippe merasa jika dirinya semak
Sudah lewat tengah hari ketika mereka semua tiba di Tuscany dan langsung menuju rumah keluarga Murai. Kedua orangtua Kimmy sepertinya juga nampak terkagum-kagum dengan keindahan perbukitan dan ladang-ladang anggur yang mereka lihat di sepanjang perjalanan tadi. Al juga tidak berhenti berceloteh sendiri sambil bernyanyi-nyanyi riang. Kimmy lega karena putranya tidak rewel, karena ini merupakan perjalanan jauh pertama baginya."Nanti akan kuajak berkeliling perkebunan dan gudang anggur," bisik Tristan pada putranya yang mengintip dari jendela.Tristan memiliki warisan perkebunan yang sangat luas dan sebuah rumah penghasil anggur ternama yang sekarang di kelola oleh beberapa teman kepercayaan kakeknya. Karena Tristan sendiri sudah tidak memiliki waktu untuk mengurus semua itu.Begitu mereka sampai para pengurus rumah berbaris menyambut mereka di halaman. Tristan memperkenalkan mereka satu-persatu karena sudah menganggap mereka semua layaknya keluarga. BibiSha
Hari masih pagi ketika keributan kembali terjadi. Philippe datang ke rumah Kimmy bersama seorang pria bersetelan rapi yang katanya petugas KUA. Baru kemarin Tristan membahas perkara pernikahan dan tentu saja Kimmy tidak menyangka Tristan serius dengan ucapannya tentang menyuruh Philippe."Tristan ini pernikahan kenapa kau tidak bicara dulu denganku?" protes Kimmy."Sepertinya aku sudah bicara padamu kemari."Kimmy langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Ya, tapi..." tiba-tiba Kimmy jadi tidak bisa melanjutkan kata-katanya sangking keterlaluannya pria itu.Umumnya orang memang akan ribet jika membahas pernikahan tidak seperti Tristan Murai yang cuma hanya seperti sekedar membahas liburan di akhir pekan. Tapi masalahnya dari dul
Tidak biasanya Kimmy pulang tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Ibu Kimmy masih berdiri di tengah pintu menyaksikan putrinya pulang bersama Tristan yang sedang menggendong cucu laki-lakinya.Tristan menurunkan Al dari gendongannya untuk menghampiri ibu Kimmy dan memeluknya lebih dulu karena ternyata Tristan juga rindu dengan seorang ibu.Sebelumnya Kimmy juga sudah menceritakan semuanya pada Tristan termasuk mengenai orang tuanya yang juga sudah tahu mengenai Al sebagai darah dagingnya. Walaupun sebagai orang tua mereka tetap kecewa tapi mereka juga menghargai keputusan Kimmy dan percaya jika putri mereka akan bertanggung jawab dengan semua kesalahannya. Mereka hanya tidak menyangka jika Kimmy akan pulang dengan membawa Tristan bersamanya."Maafkan aku, Ibu."Ibu Kimmy hanya bisa balas memeluk pemuda itu dengan haru. "Setiap kali aku melihat cucuku rasanya aku juga bisa melihat dirimu ada di sana."Rasanya memang sudah lama sekali mereka tid
Sebenarnya Hanif tidak menyangka jika tiba-tiba Kimmy akan menciumnya lagi setelah sekian lama. Entah sudah berapa lama, walau ternyata ia sama sekali belum lupa seperti apa rasanya. Bibir Kimmy masih semanis yang ia ingat dulu, dulu sekali saat mereka sering seperti ini, mencuri waktu untuk sekedar berdua. Hanif juga suka menyenangkannya karena Kimmy adalah tipe gadis yang suka penasaran dengan hal baru dan tidak pernah gentar untuk mencoba walaupun kadang agak sembrono untuk menggodanya sebagai seorang pria. Tapi Hanif yakin sekarang Kimmy sudah lebih dewasa untuk tidak bertindak impulsif seperti dulu lagi. Karena itu walaupun kemarin saat mereka tinggal bersama pun sebenarnya Hanif tidak berani membayangkannya. Kadang dia hanya miris tiap kali melihat kamar yang telah mereka siapkan berdua harus terkunci rapat meskipun setiap hari mereka tinggal bersama.Jujur saja Hanif juga sempat terbawa suasana dan menanggapi ciuman Kimmy walau dia tahu jika sebenarnya wanita itu hanya
Setelah Pamela pergi rasanya Tristan masih saja merasa sangat bersalah karena telah menyakiti wanita itu. Tristan memang tidak bisa mencegah dirinya untuk tetap menginginkan Kimmy meskipun dia tahu seharusnya ia tidak boleh seperti itu.Kesehatan Pam memang mulai menurun sejak Tristan semakin acuh dan sibuk dengan perasaannya sendiri. Padahal mereka sudah berjanji untuk selalu bersama dan tidak akan membiarkan siapapun berada di antara mereka.Tristan sadar jika dirinya sendirilah yang telah menjadi pengkhianatnya. Walaupun sebelumnya Tristan juga biasa tidur dengan banyak wanita tapi dirinya mengakui jika tidak pernah ada yang ia tempatkan di dalam hatinya seperti Kimmy. Dan di situlah letak pengkhianatan yang diakuinya. Penghianatan yang tidak dapat dia cegah ataupun ia tolak. Mungkin jadi inilah karmanya sekarang. S