Beranda / Romansa / BENIH PRESDIR LUMPUH / Bab 18 Menarik Pinggangnya

Share

Bab 18 Menarik Pinggangnya

Penulis: Simbaradiffa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-17 00:17:46

Fiona yang takut dan panik karena tidak mau terlambat, dia tanpa sengaja mendorong seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam lift.

"Aduh! Apa yang kau lakukan?" seru wanita itu marah.

Wanita itu mengenakan pakaian yang lebih formal dari pelamar kerja lainnya, karena dia seorang karyawan tetap di kantor William, dan Fiona tidak menyadarinya.

"Berani-beraninya kau mendorongku!" ucapnya dengan nada sinis.

Fiona dengan cepat membela diri, "Kami semua sudah menunggu lama, kau baru datang dan langsung masuk begitu saja!" protes Fiona.

“Apa kau tidak tahu siapa aku? Dibandingkan kalian aku lebih lama bekerja disini!”

“Aku tidak peduli kamu senior atau bukan, tapi kita harus mematuhi aturan.” Fiona dengan percaya diri membicarakan tentang peraturan untuk membela dirinya.

Dua orang wanita yang ada di samping Fiona, tiba-tiba mendorong Fiona dengan kasar, hingga jatuh ke lantai dan salah satu lututnya terluka.

Wanita yang didorong Fiona sebelumnya tersenyum puas, melihat ada orang yang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
puji amriani
up lebih banyak lagi kak semangat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 19 Merayu

    Dengan penuh semangat Fiona menyetir mobilnya menuju kantor William. Di kursi sampingnya, tergeletak sebuah bekal makanan yang telah dibuatnya susah payah. Fiona tersenyum sendiri saat memandang bekal tersebut, membayangkan betapa terkesannya William nanti ketika mencicipi masakannya. Dan dia pun mempermudahnya untuk menjadi asistennya, tanpa harus berulang kali melakukan wawancara. Fiona berharap, dengan cara ini, dia bisa mempermudah dirinya bekerja di kantor tersebut dan membalas dendam pada wanita yang menolaknya kemarin. Rasa malu dan harga diri Fiona terasa terinjak-injak, dan dia tidak bisa membiarkan hal itu berlalu begitu saja.Setibanya di kantor William, Fiona merasa aneh ketika melihat beberapa orang menatapnya dengan tatapan heran. Dia menepis keanehan mereka dan berjalan cepat menuju meja resepsionis. "Saya datang untuk menemui William Stefanus Thene. Apakah dia ada di ruangannya?" tanyanya dengan penuh percaya diri.Resepsionis tampak sedikit terkejut namun langsung me

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 20 Pelukan Gadis Itu

    Saat air mata masih mengalir, Fiona merasakan kehadiran seseorang yang memperhatikannya. Dia mencoba mendongak dan melihat ke kanan dan kiri sampai dia terkejut mendapati William yang berada di luar gerbang rumahnya sambil duduk di dalam mobil, menatap ke arahnya dengan tajam. Fiona menarik napas, mencoba menenangkan dirinya. Dia tidak ingin terlihat lemah dihadapan William. Fiona mengusap air matanya dengan cepat, meskipun tahu bahwa William pasti sudah melihatnya menangis. Tanpa berkata apa pun, dia bangkit dan berjalan menuju mobil William yang berhenti tak jauh dari depan rumahnya. Fiona tidak menyangka jika William akan mencarinya. Ada rasa senang yang membuat perasaannya sedikit membaik. Dia segera berjalan ke arah mobil William, seakan semua terlihat baik-baik saja. Begitu masuk ke dalam mobil, suasana di dalam terasa sunyi. Hingga akhirnya, William memecah keheningan dengan nada datar."Kau ingin melarikan diri?" tanya William tiba-tiba.Fiona menoleh, menatap wajah William

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-20
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 21 Berada di atas Pangkuannya

    Adel yang telah mendengar bisikan Fiona sedikit meragukannya. “Fiona apa rencana ini akan berhasil? Dan, bagaimana jika kita dikeluarkan dari sekolah ini, karena rencanamu sedikit kelewatan.”“Apanya yang sedikit ke lawatan? Menurutku itu masih batas wajar, kita hanya mengurungnya di gudang sekolah bukan menjualnya pada pria hidung belang,” ujar Maya yang terlihat sangat setuju dengan rencana Fiona. Setelah sejenak merasa ragi, Adel akhirnya setuju dengan rencana Fiona. Setelah jam sekolah selesai, saat para siswa sudah mulai pulang, Fiona, Adel, dan Maya masih berada di sekolah. Dengan langkah hati-hati, mereka mengamati gerak-gerik Juwita dari kejauhan. Mereka melihat Juwita yang baru saja keluar dari kelasnya, memastikan dia sendirian. Mereka menunggu hingga Juwita terpisah dari kerumunan teman-temannya dan tidak ada yang memperhatikannya.Saat Juwita hendak ke ruangan OSIS–Sintia yang di suruh Maya untuk memberitahu Juwita, bahwa seseorang telah memberikannya surat dan juga seb

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-23
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 22 Telah Melakukan

    William membiarkan Fiona dengan posisi yang jelas membuatnya tidak nyaman.Sejenak, William menatap Fiona yang terlihat sangat rapuh. Dalam kebingungan William ingin memindahkan Fiona ke tempat tidur, tapi dengan keadaannya yang lumpuh, hal itu membuatnya merasa kesal. Ada keinginan yang tiba-tiba tubuh di hatinya. Dia tidak ingin meminta bantuan siapa pun, namun dia sendiri kesulitan.Saat William tengah berpikir, tiba-tiba Fiona membuka matanya sedikit, menatapnya dengan pandangan sayu. "William, aku ingin bicara," ucap Fiona dengan suara pelan namun terdengar jelas.William menghela napas, mendengus ringan. Sejak tadi Fiona mengatakan ingin berbicara padanya."Apa yang ingin kau bicarakan?" tanyanya dengan nada serius, sedikit penasaran dengan apa yang hendak diungkapkan oleh gadis di depannya itu.Fiona terdiam sejenak, lalu tersenyum seperti gadis bodoh dan menjawab, "William, setelah aku pikir-pikir aku hanya ingin mengatakan, kenapa kamu tampan sekali?"Kata-kata Fiona membua

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 23 Mendesah

    William mendesah pelan, dia terlihat tidak senang. “Ya, kau mabuk. Dan tentu saja ada urusannya denganku, kau telah membuat kekacauan,” jelasnya dengan nada dingin. "Sekarang kau malah menuduhku macam-macam?""Tapi … kita tidur bersama begitu dekat! Kau memelukku erat! Apa yang terjadi di antara kita?" Wajahnya semakin memerah karena malu.William mendengus, matanya menatap Fiona tajam. "Kau benar-benar tidak sadar dengan apa yang terjadi semalam? Atau sedang berpura-pura,” tanyanya tegas lalu kembali berkata. "Aku ini pria lumpuh. Apa yang bisa kulakukan padamu? Malah kau yang semalam bersikap seenaknya padaku. Bahkan kau lebih liar dari seekor kucing.” Fiona menelan ludah, merasa terpojok."Aku–liar? Apa maksudmu?" tanyanya dengan bingung. "Lihat ini." William menunjuk lehernya, memperlihatkan tanda merah yang sedikit samar, tidak terlalu jelas seperti semalam.Mata Fiona membelalak lebar. “William, lehermu?” Suara yang terdengar terkejut , tidak percaya dengan apa yang dilihatnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 24 Luka di sudut bibirnya

    Pak Herman melangkah maju, napasnya memburu. Dia tiba-tiba mengayunkan tangannya dan memukul Fiona dengan keras, membuatnya terjatuh ke lantai. Pak Herman merasa tidak terima dengan perkataan Fiona yang mendadak berubah dan tidak takut padanya. “Shit!” umpat Fiona pelan.“Fiona … “ Adel dan Maya begitu terkejut secara bersamaan memanggil nama Fiona yang terjatuh, mereka mencoba untuk membangunkannya. Maya, kini tidak tinggal diam karena Pak Herman telah bermain kasar pada mereka. Dia berdiri tegak dan berkata, "Pak, ini semua salah Juwita! Dia yang memulai masalah dengan kami! Jadi, Anda tidak bisa menyalahkan kami sepenuhnya dan bersikap kasar pada kami!"Tapi kata-kata itu justru membuat kemarahan Pak Herman memuncak. Wajahnya berubah semakin gelap, dan dengan cepat, dia melayangkan tamparan keras pada Maya. *PLAK!* Maya terhuyung, membuat kepala membentur tembok begitu keras. Tubuhnya tiba-tiba jatuh dan terkulai lemas, matanya perlahan-lahan menutup tak sadarkan diri.“Maya …”

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 25 Kemarahan

    Selama perjalanan, hanya ada keheningan di antara mereka. Max beberapa kali melirik Fiona melalui kaca spion.Setelah beberapa saat mereka sampai di rumah. Fiona membuka pintu mobil tanpa sepatah kata pun pada Max, lalu berjalan masuk ke rumah dengan langkah gontai. Max memandangnya sejenak sebelum akhirnya menghela napas panjang, karena sebentar lagi dia harus pulang ke kantor William dan menjelaskan apa yang terjadi pada Fiona. Di kantor, Max duduk dengan sedikit tegang dan bingung untuk menyusun kata-kata yang harus disampaikan nya pada William yang kini menatapnya dengan penuh pertanyaan. Setelah kejadian di rumah sakit dan menyaksikan wajah Fiona yang penuh dengan beberapa luka, Max tahu ini bukan masalah yang spele, meskipun William terlihat tenang, namun dia tidak akan tinggal diam jika sesuatu terjadi pada orang-orang terdekatnya terutama istrinya itu. William memang terkadang tidak memperdulikannya, tetapi Max cukup yakin jika tuannya itu telah tertarik pada gadis seperti

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 26 Peluk Aku

    William memajukan rodanya agar lebih dekat dengan Fiona yang masih berbaring di ranjang. “Kau demam. Aku akan panggil dokter.”Namun, sebelum dia bisa bergerak untuk mengambil ponsel, tangan lemah Fiona meraih lengan William. "Jangan ... jangan panggil dokter," ucapnya lirih.William terdiam, "Kau harus diperiksa. Agar besok bisa pergi melamar kerja ke kantorku lagi.”Wajah Fiona seketika cemberut dengan perkataan William yang kembali mengulang perkataannya. “Maksudku, agar kau cepat sembuh, jadi kau harus diperiksa.” Fiona menggeleng lemah, masih memegang lengan William yang terasa hangat bagi Fiona. "Aku tidak butuh dokter. Aku ... aku hanya ingin kau di sini."William mengernyit, tak mengerti. "Apa maksudmu?"Fiona menarik napas pelan. “Peluk aku, William… Aku kedinginan.” Kata-kata itu membuat William tertegun. Permintaan Fiona yang membuat William merasa tak percaya. "Aku akan memanggil dokter dulu, selain demam wajahmu begitu hancur seperti orang yang habis di pukuli," kata Wi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06

Bab terbaru

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 51 Sudah Tidak Waras

    William, yang duduk di seberangnya, hanya menoleh dengan wajah yang tetap datar. Wanita yang mengaduh itu adalah orang yang beberapa kali Fiona lihat bersama William. Namun, bukannya merasa bersalah, Fiona malah mendengus kecil, menahan senyumnya, lalu pergi begitu saja tanpa berkata sepatah kata pun.Wanita itu, Aileen Eveline, menatap punggung Fiona yang semakin menjauh dengan tatapan tajam. Ia kemudian beralih menatap William yang tetap tenang di tempatnya.“Kau lihat?” ujar Aileen dengan nada kesal. “Istri kecilmu itu benar-benar tidak tahu sopan santun.”William hanya mengangkat bahu sedikit dan menjawab dengan dingin, “Dia hanya seorang gadis muda.”Aileen mendengus sinis mendengar jawaban itu. “Memangnya aku tidak muda? Aku juga masih muda, William,” protesnya sambil melipat tangan di depan dada.William menatapnya. “Memangnya siapa yang bilang kau sudah tua?” jawabnya dengan nada santai.Aileen belum sempat berbicara, William kembali berkata “Lebih baik kau segera pulang.”Na

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 50 Duduk Di Atas Ranjang

    Setelah beberapa saat berdansa dengan Alvaro, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Fiona melepaskan tangannya dari genggaman Alvaro dan berjalan menjauh. Alvaro tampak bingung dan mencoba memanggilnya, tetapi Fiona tidak peduli. Ia terus melangkah meninggalkan keramaian dan menuju pintu keluar.Begitu sampai di rumah, Fiona langsung masuk ke kamarnya, membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan baju tidur yang nyaman, Fiona merebahkan tubuhnya di atas ranjang.Namun, belum sempat ia memejamkan mata, suara pintu yang terbuka menarik perhatiannya. Fiona menoleh dan mendapati William masuk ke dalam kamar. Pria itu tampak lelah, tetapi ekspresinya tetap datar seperti biasa.“Kau baru pulang?” tanya Fiona sambil duduk di atas ranjang.William hanya mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Keesokan paginya, Fiona bangun dengan tubuh yang masih terasa lelah. Ia mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan, lalu berjalan keluar kamar untuk mengambil air minum. Air di kamarnya tela

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 49 Apakah Kita Berjodoh

    Keesokan harinya, Alvaro kembali mencoba mendekati Fiona. Ia menunggunya di parkiran, berharap bisa berbicara dengannya. Namun, Fiona memilih tempat parkiran yang sedikit jauh dari Alvaro dan dengan tergesa-gesa dia berlari menjauh, tidak ingin berbicara dengan Alvaro. Alvaro sama sekali belum menyerah, meski kemarin dia sudah dibuat kecewa oleh gadis itu.“Aku tidak akan menyerah, sampai berhasil mendapatkannya,” gumam Alvaro pada dirinya sendiri.Saat jam pelajaran terakhir, Fiona sedang berjalan sendirian menuju ruang peralatan olahraga, Alvaro berhasil mengejarnya.“Fiona, tolong dengarkan aku,” ucap Alvaro, berdiri di hadapannya.Fiona berhenti, menatapnya dengan ekspresi. “Aku sudah bilang, aku tidak ingin bicara denganmu,” lanjut berkata. “Sekarang minggir.”“Aku tidak akan pergi sampai kau memaafkanku,” kata Alvaro. “Aku tahu aku salah, dan aku menyesal. Tapi aku tidak bisa membiarkan semuanya berakhir seperti ini.”Fiona terdiam sejenak. “Aku butuh waktu, Alvaro,” kata Fiona

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 48 Hukuman Untukmu

    William menekan sebuah tombol interkom yang terhubung dengan bawahan kantornya. “Ambilkan satu set pakaian kantor untuk istriku,” perintah William dengan nada tenang.Perkataan itu membuat Fiona sedikit tersenyum geli. Namun, ia segera kembali berkata, “William, kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa menyuruhku datang ke sini?”“Kemari,” ucap William, menyuruh Fiona mendekat, mengabaikan perkataan Fiona. Tanpa ragu, Fiona berjalan mendekatinya. Namun, begitu sampai di hadapan William, ia mengaduh kesakitan.“William! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau mencubit perutku?” serunya sambil memegang bagian perutnya yang sebagian terbuka.“Itu hukuman untukmu,” jawab William santai.“Hukuman? Untuk apa?” Fiona menatapnya bingung. “Aku sudah terbiasa memakai pakaian seperti ini. Lagipula, apa salahnya?”“Mulai sekarang, kau tidak boleh berpakaian yang memperlihatkan perutmu,” ucap William dengan nada tegas.Fiona mengernyit. “Astaga, sejak kapan kau menjadi posesif seperti ini?”William terdi

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 47 Memaksanya

    Alvaro sempat terkejut dengan tindakan Fiona yang tiba-tiba. “Fiona, ada apa?” tanya Alvaro, bingung.Fiona melepaskan tangannya. Ia menatap mata Alvaro dengan sedikit mendongak. “Aku ingin mengakhiri hubungan pura-pura kita,” ucapnya pelan. Lagi pula rumor tentangnya sudah tenggelam, jadi tidak ada salahnya jika ia mengakhiri hubungannya secara tiba-tiba.Alvaro tampak terkejut. “Kenapa mendadak? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?”Fiona menggeleng. “Kau tidak melakukan kesalahan apa pun, Alvaro. Aku hanya merasa hubungan ini sudah cukup. Aku tidak bisa terus berpura-pura seperti ini. Terima kasih untuk segalanya, tapi aku ingin kita berhenti di sini saja.” Fiona berbalik hendak pergi, tetapi suara Alvaro menghentikan langkahnya. “Aku tidak mau mengakhiri hubungan ini, Fiona.”Fiona menoleh, bingung. “Apa maksudmu?”Alvaro menarik napas dalam-dalam. “Aku tidak ingin hubungan ini berakhir sebagai pura-pura. Aku ingin hubungan kita menjadi serius. Aku benar-benar menyukaimu, Fiona.

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 46 Kau Tetap Istriku

    Mata Fiona membulat. Di saat ia ingin menarik wajahnya kembali, William menahan tengkuknya dengan lembut, lalu membalas ciuman itu. Detak jantung keduanya kini benar-benar tak beraturan.Setelah beberapa saat, Fiona langsung menarik diri seketika. Wajahnya kini bagai tomat matang.“Kau menyebalkan, William!” serunya sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan. William tertawa, suara tawanya yang jarang terdengar. “Aku hanya memastikan kau menaati aturan.”Fiona mendengus kesal, tetapi hatinya tidak bisa berbohong. Ada sesuatu dalam dirinya yang tak bisa dijelaskan semenjak kepulangan William membuat perasaannya bergejolak. Sikap dinginnya masih sama, tetapi di balik itu, Fiona merasa ada kelembutan yang jarang ia lihat.Dengan wajah merah dan napas yang masih belum stabil, Fiona menatap papan permainan itu dengan tatapan tajam. “William, aku tidak ingin bermain ini lagi. Aku akan tidur,” ucap Fiona, mencoba mencari alasan.William mengangguk setuju. “Ya, sebaiknya kau tidur.”Fiona

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 45 Tidak Sengaja Mencium Bibirnya

    Setelah puas memakan buah anggur dari pohonnya, Fiona kembali ke kamarnya.William kembali tenggelam dalam pekerjaannya, sibuk dengan berkas-berkas yang tertata di atas meja. Sementara itu, Fiona duduk di atas ranjang, sesekali melirik ke arah William. Begitu pula William, meski hanya sekilas. Tak ada percakapan di antara mereka.Fiona mulai merasa jenuh. Seharian berada di dalam kamar membuatnya resah. Tiba-tiba, suara notifikasi pesan dari ponsel yang ada di atas nakas menarik perhatiannya. Fiona segera mengambil ponselnya dan membuka pesan tersebut.William, yang sedang fokus pada pekerjaannya, sempat melirik ke arah Fiona sebelum kembali menatap berkas di depannya.Fiona membuka layar ponsel dan menemukan pesan dari Alvaro yang mengajaknya bertemu nanti malam. Namun, bukannya membalas pesan itu, Fiona memilih mengabaikannya. Ia justru membuka kontak Max dan mengirim pesan singkat: "Belikan aku mainan ular tangga. Aku butuh sekarang juga."Beberapa jam kemudian, suara ketukan terde

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 44 Duduk Diatas Pangkuannya

    Saat pagi hari, Fiona terbangun dengan perasaan aneh. Tangan kanannya secara refleks meraba kasur di sebelahnya, yang terasa dingin dan kosong. Mata Fiona perlahan terbuka, mencari sosok William yang semalam menemaninya. Namun, kamar itu tampak sepi. Fiona segera bangun dari tidurnya. Ia menggigit bibirnya pelan, mencoba memahami apa yang terjadi.“Apa tadi malam aku hanya mimpi?” gumamnya pelan.Namun, pintu kamar tiba-tiba terbuka. William masuk dengan kursi roda, membawa mangkuk berisi bubur di tangannya. Matanya menatap Fiona sekilas, sebelum menghentikan kursi rodanya di samping ranjang.Wajah Fiona langsung memerah. Ternyata semalam bukanlah mimpi. William benar-benar ada di hadapannya.“Kau sudah bangun,” ujar William singkat. Ia meletakkan mangkuk bubur di meja dekat ranjang, lalu menatap Fiona dengan ekspresi datar—seolah di antara mereka tidak terjadi apapun tadi malam.Fiona mengerutkan dahi, lalu menggeleng pelan. “Aku tidak ingin makan ... kecuali kau menyuapiku,” katanya

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 43 Sebuah Ciuman Lembut

    Fiona masih duduk di kursinya, terengah-engah. Rasa nyeri di kepalanya membuatnya pusing, tetapi ia tetap sadar. Melalui kaca depan yang pecah sebagian, ia melihat asap mengepul dari kap mesin mobilnya. Tangan Fiona meraba ponselnya di kursi penumpang, lalu mengarahkan kamera ke bagian depan mobil yang ringsek.Dengan jari yang gemetar, dia memotret mobilnya dan tersenyum miris. Fiona membuka pesan di ponselnya dan menemukan kontak William. Meski tahu nomor itu sudah lama tidak aktif, namun tetap mengirimkan foto tersebut. Setelah mengirim pesan itu, Fiona merasa tubuhnya semakin lemah. Pandangannya semakin buram, dan rasa sakit di kepalanya semakin tak tertahankan. Akhirnya, dirinya tenggelam dalam kegelapan.Di rumah sakit, Fiona terbaring lemah dengan perban melilit kepalanya. Wajahnya pucat, tetapi napasnya stabil. Max, yang duduk di kursi tunggu di luar kamar, menatap lantai dengan ekspresi cemas.Satu jam yang lalu, ia menerima telepon dari anak buahnya tentang kecelakaan Fio

DMCA.com Protection Status