Perasaan bersalah Auden memuncak saat gadis bodoh itu sakit.
Ayla sengaja menyiksa diri dengan tidak makan sama sekali, dia selalu terbangun di tiap tidur malamnya dan memimpikan hal yang sama. Mimpi buruk!
Kepala Ayla terus terbayang malam sial itu, bagaimana kalau majikannya kembali masuk ke kamarnya dan memperkosanya? Bagaimana kalau dia hamil?
Tubuhnya kian kurus dan tak terurus.
Sekarang, dia selalu memastikan di pintu kamar selalu dikunci. Gadis itu meremas bed cover, menahan rasa mual dan juga pusing berat yang menderanya.
Sandra memberinya waktu untuk beristirahat.
___Mi Amor: Sayang, Ayla sakit. Apa perlu kita bawa ke dokter?
Auden hanya membaca pesan tersebut dalam diam.
Tadinya dia tidak ingin peduli pada gadis miskin itu, tapi sepertinya sakitnya dia ada hubungan dengan kejadian malam itu, apakah gadis itu trauma?
Sebagai lelaki yang sudah diajarkan untuk bertanggung jawab, Auden merasa dia harus bertanggung jawab pada gadis bodoh itu.
Menutup mata sebentar, memutar bangku miliknya.
"Fuck!" desis Auden sambil menyugar rambutnya.
Mungkin saat istirahat jam makan siang dia akan kembali ke rumah dan menanyakan gadis tersebut, sebagai bentuk kepedulian majikan pada pembantunya. Sepertinya Ayla tidak membuka mulutnya pasal malam kejadian itu, bagus.
Auden memang harus membungkam mulutnya.
Pria itu masih memijit kepalanya, kepalanya ikut berperang banyak hal.
___Sandra adalah seorang aktris yang sangat sibuk. Wajah blasteran alami yang didapat membuat dia selalu kebanjiran job dengan jadwal yang sangat sibuk, hal itu yang membuat dia selalu mengusahakan weekend masak pada sangat suami.
Makan siang kali ini Auden berencana untuk bertemu sang istri, makan bersama dan mengantarkan pembantu itu ke dokter.
Takut-takut gadis bodoh itu mati jika tidak ada yang peduli padanya, walau Ayla dengan senang hati mati detik ini.
Pria itu terus terdiam sambil menyetir, sebenarnya perasaan bersalah lebih besar daripada rasa tak peduli, tapi Auden selalu bersikap normal di depan istrinya.
Ayla adalah kesayangan orang tuanya dan juga mertuanya. Entah dipungut dari mana, tapi saat menikah mereka memang sudah membawa gadis itu bersama.
Dia pendiam, tak banyak menuntut banyak hal.
Auden menepuk pelan kemudi Mengikuti irama musik seronok yang diputar walau hati dan kepalanya terus ribut.
Butuh dua puluh menit sampai di tempat sang istri, terlihat banyak sekali alat keperluan syuting.
Biasanya Sandra akan duduk di sana kursi kebesaran sambil latihan teks miliknya.
Saat melihat sang istri sedang didandani Auden tak kuasa menahan senyumannya. Betapa dia sangat mencintai wanita ini, sejak jakunnya mulai tumbuh Auden sudah jatuh cinta pada Sandra.
Satu-satunya wanita paling cantik yang pernah dia temui.
Rambut panjang Sandra dipakaikan wig berwarna hitam, rambut asli Sandra adalah cokelat keemasan.
Memutar-mutar kunci mobil Auden terus berjalan mendekat.
"Mi Amor."
Keduanya berciuman dan Sandra kembali fokus dengan orang-orang di sekelilingnya yang sedang permak dirinya.
"Kamu sudah makan siang?"
"Belum," jawab Sandra sambil memberi senyuman tulus.
"Aku makan dulu, ya." Sandra berpamitan pada berapa penata rias setelah didandan.
Keduanya berjalan bergandengan, memeluk lengan suaminya dengan sayang.
"I need some time, just the two of us. I want to kiss, lean on your chest, sit on your lap, breastfeed, suck your dick, lick your ear. Hug you for a long time," bisik Sandra sensual.
Auden berbalik sambil menyipitkan matanya dan mencolek hidung sang istri dengan mesra.
"Kamu akan mendapatkan itu, Sayang. Hanya untukmu, aku hanya milikmu," balas Auden tak kalah mesra.
Detik berikutnya pria itu terdiam merasa begitu terpukul dengan apa yang terjadi beberapa minggu belakangan walau itu tanpa sengaja.
Semoga gadis bodoh itu tidak mengadu macam-macam.
Auden dan Sandra berjalan mencari tempat makan terdekat.
Masih menggenggam tangan sang istri hangat, pria ini tak ingin kehilangan cinta pertamanya. Sandra adalah pusat dunianya, ada perasaan bersalah yang masih bercokol di hati Auden seandainya Sandra tahu kejadian malam petaka itu.
Auden menyampir rambut panjang sang istri yang sehalus sutra dan menciumnya lama, dia sangat suka dengan wangi tubuh istrinya.
Kedua pasangan suami istri itu memilih restauran di dekat lokasi syuting Sandra, tempat yang lumayan cozy dan juga tidak rame.
Musik berdentum menyambut keduanya. Auden mengalihkan perhatian ke samping restauran uang terdapat kolam renang dengan banyak bunga berwarna-warni. Benar-benar tempat yang nyaman, walau mereka tak bisa berlama-lama di sini.
Sandra memesan menu Smoky Smoke Sandwich with Mayo and Vegan Cheese, dia bukan vegan dan juga tidak sedang diet, alasannya ini adalah makanan tidak ribet karena dia sudah berdandan, sedangkan Auden memilih makanan berat nasi goreng kebuli dengan konsep Timur Tengah.
"Jadi, kamu ada waktu buat kita antarkan anak itu ke dokter?" tanya Auden.
Selain makan siang bersama, dia memang berencana membawa ke dokter bersama istrinya, sebenarnya Auden tak peduli pada gadis miskin itu, walau perasaan bersalah terus menghantui dirinya.
"Tengok nanti, ya. Sekarang semuanya memang lagi makan siang." Auden mengangguk.
Dari dulu, dia selalu mendukung karier sang istri, Sandra juga sangat menghormati suaminya. Apa pun project yang dia kerjakan harus mendapat persetujuan suaminya, jika Auden tidak setuju maka penawaran job tidak diambil. Auden adalah partner, manager pribadi, dan segalanya.
Sandra selalu mendapat peran antagonis cocok dengan karakternya yang tegas, ini juga alasan yang membuat Auden tergila-gila pada sang istri karena dia bukan wanita manja yang menye-menye, Sandra sangat mandiri, bisa berdiri di kakinya.
"Kasian juga Ayla itu, Sayang. Jadi, selesai periksa dari dokter mungkin kita bisa kasih dia cuti satu bulan," usul Sandra, Auden mengangguk. Dia selalu menyerahkan sepenuhnya urusan rumah tangga pada sang istri.
Auden menyeka bekas saos di sudut bibir istrinya, Sandra tersenyum dan mengecup bibir suaminya sebelum melanjutkan makan.
Pernikahan mereka sudah berjalan selama lima tahun, dan keduanya selalu kompak hingga kini. Tidak pernah diterpa isu miring karena bagi keduanya keutuhan rumah tangga adalah yang utama.
Selesai makan, Auden kembali mengantarkan sang istri ke lokasi syuting, jika belum pada jadwalnya Sandra bisa izin sebentar untuk menemani suaminya mengantarkan pembantu mereka ke dokter.
"Moar lebih khawatir pada Ayla itu."
Moar Beatrix adalah Ibu Sandra, wanita paruh baya itu yang memungut Ayla entah di mana, hal itu yang membuat dirinya menganggap Ayla anak sendiri.
"Ya, segera ini ke dokter."
Sang ibu mertua sudah merecoki sedari tadi agar membawa Ayla segera ke dokter, dirinya sedang berada di luar negri. Menghabiskan masa tua dengan keliling dunia, bersama sang suami, Frans.
Sandra tidak mendapatkan izin karena sudah take.
Akhirnya Auden menyetir sendiri dan akan mengantarkan Ayla ke dokter.
Kenapa mereka begitu peduli, walau gadis itu hanya pembantu? Semua karena perintah mutlak nyonya besar.
___Tak ada tempat mengadu.
Ayla merasa dunianya berhenti sekarang, tak ada yang peduli padanya jika detik ini dirinya mati. Gadis itu menutup mulut menahan tangisan yang sudah ke berapa.
Jika air matanya ditampung sudah bisa membentuk anak sungai untuk kehidupan para buaya. Benar-benar tak punya siapa pun di dunia ini.
Sebagai orang miskin yang tak punya kekuasaan hanya bisa meratapi nasib.
Ayla memegang perutnya yang terasa melilit karena dia sengaja tidak pernah menyentuh makanan. Sengaja untuk mengakhiri hidupnya detik ini, walau rasanya susah untuk mati.
Trauma itu masih membekas hingga kini, tergambar dengan jelas saat milik lelaki itu merangsak dengan paksa miliknya yang membuat seluruh tubuhnya gemetaran jika mengingat hal itu.
Tidak ada kerabat, tidak ada orang tua, tidak punya kekasih, dia hanya sebatang kara.
Ayla sudah tak ingat lagi kapan terakhir kali perutnya menyentuh makanan, musibah kemarin benar-benar membuatnya seperti kehilangan akal, dan separuh jiwa. Hanya bisa menangis, meringkuk, bertanya kenapa semua nasib soal ini terjadi padanya.
Matanya terpejam, tapi isi kepalanya dipenuhi banyak hal yang menghantui. Ayla tahu dirinya tak lagi baik-baik, tapi dia tak punya tempat untuk mengadu.
Mengangkat tangannya yang bergetar karena kelaparan, dan kurang tidur. Memang rasanya hanya menunggu ajal saja.
Sampai detik ini semua kejadian naas itu masih terekam jelas di ingatannya, Ayla berusaha untuk menghapusnya tapi semakin dilupakan kejadian itu terus terulang layaknya kaset rusak yang berputar berulang-ulang.
Menutupi mata merasakan perih yang luar biasa kebanyakan menangis.
Tok!
Tok!
Tok!
Ketukan di pintu bukannya membuat Ayla bergegas, gadis itu semakin memeluk dirinya meringkuk.
"Hey, ayo ke dokter!"
Mendengar suara itu membuat seluruh tubuh Ayla kembali gemetaran, tremor seperti gempa bumi.
Gadis itu menggeleng dengan cepat.
"Tidak! Pergi! Pergi!" ucapnya dengan suara serak, walau Auden tidak akan mendengar itu.
"Cepat keluar! Saya tak punya banyak waktu, dan harus kembali ke kantor." Auden menjadi tak sabaran, dan Ayla masih keras kepala terus menggeleng.
Sungguh, dia begitu takut kejadian naas itu kembali terulang. Jiwanya masih terguncang hingga sekarang.
"Saya dobrak sekarang, kalau kamu tidak buka pintu."
Ayla tak peduli.
BRAKKKK!
Pukulan yang kuat di pintu itu membuat Ayla kian ketakutan.
Auden merasa jengkel luar biasa, harusnya malam itu dia buang saja gadis ini ke dalam jurang agar tidak menyusahkan.
"Apa gadis itu kabur? Dia tidak ingin membuka pintunya?" Auden sengaja mengeraskan suaranya menelpon ibu mertua, walau dia tahu gadis bodoh itu berada di dalam.
"Dia berada di dalam kamar. Bawa segera ke dokter," perintah Moar Beatrix.
"Ayla! Ayo, ke dokter."
Hati Ayla seketika ringan mendengar suara sang nyonya besar. Wanita itu sudah dianggap keluarga, hal ini juga yang membuat Ayla tak bisa menceritakan pada siapa-siapa.
Dengan tubuh yang lemas, akhirnya Ayla membuka pintu sedikit dan itu sudah cukup buat Auden untuk mengangkat gadis kurus itu seperti membawa karung beras, dengan keadaan terbalik. Kepala di bawah, kaki di atas.
"Saya tak suka orang banyak tingkah, jadi menurut saja. Periksa ke dokter agar kamu cepat sembuh."
Dengan kasar pria itu meletakkan asal sang pembantu di co-driver.
Ayla hanya menunduk dengan tubuh lemah, dia sudah tak punya tenaga untuk melawan.
"Kamu harus makan, tubuhmu sudah seperti ranting," komentar Auden memasang seatbelt untuknya.
Ayla hanya menyadari kepalanya. Auden menoleh sekejap dan akhirnya memasang seatbelt milik sang pembantu.
"Sebaiknya kamu memang harus makan." Sedikit banyak Auden merasa gadis ini harus makan, minum vitamin. Mungkin dia butuh psikiater, ya dia merusak gadis ini dan juga yang harus memperbaikinya.
"Sandra tidak akan tahu apa yang terjadi, dan kamu sudah melakukan hal yang benar. Tetap tutup mulutmu jika kamu masih mau menghirup udara."
Ayla tak ingin mendengar kata apa pun, baginya semua hanya omong kosong di tengah kegamangan hidupnya yang semakin tidak jelas. Yang dia inginkan sekarang adalah tertidur dan tak pernah bangun kembali.
Auden melirik pada gadis yang seperti patung.
Andai dirinya orang kaya dia bisa membalaskan dendam dengan melaporkan pria sialan ini ke polisi dan di penjara.
Bibirnya terlihat begitu pucat, mata cekung menghitam di area bawah, matanya juga bengkak sudah sebesar bola golf. Tanpa sadar tangan Auden terulur untuk mengukur suhu tubuh gadis itu.
Refleks, mata Ayla membola dengan perlakuan itu. Tubuhnya selalu gemetaran, dengan begitu takut jika berdekatan dengan lelaki ini.
"Oh, tenanglah. Saya tidak bernafsu melihat kamu," jelas Auden jengah nada merendahkan dengan ekspresi seperti jijik membuat Ayla menggepalkan tangan.
Pria sialan!
Keduanya hanya berada dalam diam.
"Kamu harus berterima kasih padaku yang masih punya hati nurani untuk membawamu ke dokter, orang lain sudah pasti membiarkanmu mati cepat," jelas Auden dengan jumawa.
"Orang yang punya hati nurani tidak memperkosa orang lain."
Tidak! Ayla tidak berani mengatakan langsung, lidahnya kelu, bibirnya seolah terkunci untuk mengatakan yang sebenarnya.
Tapi, dia akan membalas semua sifat angkuh pria ini suatu hari nanti.
"Sudah sampai. Jangan terlalu banyak mengkhayal jadi orang kaya, orang miskin akan selalu berada di garis kemiskinan."
Menghela napas panjang, Ayla enggan untuk keluar. Rasanya jengkel luar biasa pada laki-laki buas ini, walau dia tak punya kuasa. .
"Jadi mau saya gendong lagi?" Pertanyaan itu membuat Ayla dengan cepat melepaskan seatbelt dengan kasar, dan jalan terseok-seok karena dia memang sedang sakit.
Auden mengikuti dari belakang, memperhatikan sang pembantu yang memang tak terurus.
"Kasian, mana masih muda," gumam Auden sambil menggeleng.
Setelah mendaftarkan diri, keduanya langsung masuk ke ruangan dokter karena tidak ada antrean.
Dokter menanyakan apa saja keluhan Ayla, gadis itu lebih banyak berbohong, tentang dia yang tak bisa tidur dengan nyenyak karena terus terbayang malam sial tersebut.
Tapi, Ayla berterus terang soal dia yang tak berselera makan, sering muntah, dan cepat lelah karena kebanyakan menangis.
"Coba tampung urine di cup ini, dan bawa kembali ke sini," pintar sang dokter.
Gadis itu tak mengerti apa yang diminta, ia berbalik ke arah Auden yang bermain ponsel.
Dengan berjalan pelan sambil menggigit bibirnya berkali-kali, menuju toilet di samping ruangan.
Apa yang akan dilakukan dokter dengan urine tersebut? Ayla adalah gadis yang sangat polos.
Setelah selesai dengan hajatnya, gadis itu kembali membawa cup berisi urine miliknya yang berisi setengah. Dokter mengeluarkan testpack yang membuat seluruh jiwa Auden ingin lepas ke alam lain.
Tidak! Tidak! Tidak mungkin.
"Kapan terakhir kali Anda haid?" tanya dokter sambil mengeluarkan testpack.
Ayla hanya menggeleng, dia memang tak pernah lancar jadwal haid bisa dua bulan sekali, bahkan tiga bulan sekali. Dirinya juga bukan orang yang rajin menghitung masa haid.
Dokter mengangkat testpack dengan garis dua samar sambil tersenyum.
"Selamat ibu dan bapak, akhirnya kebahagiaan di rumah kian terasa sempurna," jelas dokter dengan bahagia.
Kepala Ayla langsung berdenyut hebat, tubuhnya gemetaran luar biasa.
Tidak! Tidak mungkin! Kenapa harus seperti ini?
Masa depannya, masa depannya masih panjang.
Auden menggepalkan tangan kuat. Kepalanya juga hampir pecah karena ini, dengan susah payah pria itu menelan ludah kasar. Entah bagaimana dia harus menghadapi hal ini.
"Saya akan beri obat vitamin sebagai penguat janin."
Dokter berkali-kali memberi selamat dan mulai memberi resep, sedangkan Auden dan Ayla rasanya ingin ditelan bumi detik ini.
Penglihatan Ayla buram karena air mata. Masih dengan tubuh gemetaran gadis itu berdiri, karena tak kuat menopang tubuhnya akhirnya dia pingsan!
Sial! Sial!
Bagaimana kalau Sandra tahu jika gadis bodoh ini hamil?
"Fuck!""Fuck!"Berkali-kali dia menendang ban mobil miliknya sendiri walau kakinya yang berakhir sakit.Auden tak tahu untuk melampiaskan semua ini. Dia dan Sandra selama bertahun-tahun mencoba untuk punya anak tapi tak pernah berhasil dan hal yang tak diharapkan terjadi, bagaimana mungkin?Berkali-kali pria itu membanting pintu mobil tapi kepalanya masih saja ribut. Ayla masih pingsan, gadis bodoh itu sudah berada di dalam mobil.Auden termasuk orang yang tenang menghadapi masalah apa pun, tapi jika sudah begini otak cerdasnya mendadak freeze. Seperti tak ada jalan keluar untuk semua masalah ini.Jadi sekarang apa?Pria itu kembali masuk ke dalam mobil sambil mengembuskan napas berkali-kali dengan kasar. Melirik ke samping pada gadis bodoh yang terisak. Dia sudah bangun rupanya.Ayla hanya menunduk sambil meremas seatbelt. Dunianya yang kelam kian terasa gelap sekarang. Tak ada jalan keluar untuknya."Kamu punya pacar?"Ayla tidak menjawab pertanyaan tersebut. Memangnya kalau dia pu
Baru juga sadar dari pingsannya, Ayla kembali mendengar kabar yang menyakitkan."Sebelum menikah bersama Ayla bayar uang lima ratus juta." Gadis itu memegang dadanya kuat. Secara tidak langsung orang tuanya sedang menjual dirinya."Bangun kau!" Mara dengan paksa membangunkan anak sulungnya dengan menuangkan minyak panas ke mulut Ayla.Gadis itu terbatuk-batuk dan menggeleng, tetap terus dicekoki minyak panas tersebut.Auden hanya berdiri di pintu memegang kunci mobilnya dan sebisa mungkin keluar dari rumah neraka ini seceptanya. "Ya, saya akan membayarnya." Uang bukan masalah untuknya, tapi bertemu dan melihat orang-orang serakah ini membuatnya muak."Cepat nikahi anak ini agar dia tak bawa sial di rumah ini!" desak Mara.Pria itu menatap tak bersalah pada gadis yang sedang terbatuk-batuk tersebut. Apa dia harus menikahi gadis ini? Auden sangat mencintai istrinya, bahkan rela mempertaruhkan nyawa demi Sandra."Jangan pernah ke rumah ini lagi!" Ucapan tajam itu membuat Ayla kian tak
Berada di sekitar sang majikan membuat radar Ayla sadar jika dia harus diam, dan menurut apa saja yang pria ini minta. Setelah sarapan keduanya menuju kantor notaris untuk mengurus perjanjian pra nikah, menikah selama satu tahun. Satu tahun tidak lama, bukan? Setelah itu Ayla akan terbebas dan kekangan pria ini dan hidup entah di negri antah brantah. Keduanya menghela napas bersamaan. Terpaksa menjalani semua ini, terjebak pada suatu kejadian naas yang sama sekali tidak diinginkan keduanya. Ayla melirik lewat bulu mata lentiknya pada pria tampan di sampingnya, topi hitam yang menghias kepala Auden membuat laki-laki itu kian menawan. Lirikannya menurun ke jakun pria itu yang naik turun, tangan kekar berurat memutar kemudi, begitu jantan. Kembali naik ke jambang tipis yang menghiasi wajahnya, hidung mancung, mata tajam seperti elang, bibir merah alami, dia cocok jadi model sempak. "Jangan terpesona denganku, kita hanya menikah di atas kertas. Ingat! Kamu hanya pembantu," peringat A
Tak pernah bermimpi untuk memakai gaun pengantinnya. Menikah memang bukan option untuknya. Bahkan dalam plan B juga menikah tidak masuk daftar. Kemiskinan membuat Ayla takut untuk menikah, dia tak mau anaknya merasakan beban dan semua keterbatasan yang dia dapatkan sejak kecil bersama orang tuanya. Saat dihadapi kenyataan untuk memilih gaun pernikahan untuk dirinya sendiri, tentu saja Ayla akan memilih asal. Dia tak punya gaun impian seperti kebanyakan wanita. Auden terduduk di sofa krem sambil memijit kepalanya yang pening, menikah bersama gadis polos bodoh yang rumah tangganya di ujung tanduk. Pernikahan rahasia ini tidak ada yang pernah tahu. Masih dengan tubuh yang gemetar, Ayla hanya terdiam mematut di depan cermin. Menikah? Kepalanya terus berputar, di saat banyak wanita menangis harus dengan pernikahan yang dijalani, dia harus merasa nelangsa luar biasa. Gadis itu sengaja masuk ke dalam ruang ganti agar tak terus berhadapan dengan Auden yang terus mengeluarkan banyak kata
Ayla mematut lama dirinya di depan cermin sambil menelan ludah kering. Biasanya dalam novel-novel sang pria akan melepaskan dirinya dalam balutan gaun yang ia kenakan. Mereka telah kembali ke hotel Auden sedang berada di kamarnya, pria itu terlihat semakin membenci dirinya. Dia tak bisa berbuat banyak. Butuh sehari atau mungkin besoknya dia akan kembali ke rumah sang majikan dengan status yang berbeda. Istri kedua dari seorang Auden Prana. Memikirkan ini rasanya dada terasa sesak, dia telah merusak kebahagiaan orang lain. Selama ini Sandra dan Moer Belatrix telah menampungnya, jika dua wanita berwibawa itu tahu yang sebenarnya apa mereka akan membuangya ke kandang buaya? Lehernya menoleh dengan kaku saat pintu terhubung dengan kamar Auden terbuka, apa yang pria itu mau? "Apa yang kamu lakukan? Mengagumi sambil mengkhayal jadi Princess sehari, hm?" Pria itu kian mendekat, tubuh Ayla langsung panas dingin, dia selalu tak siap dengan semua kata yang selalu merendahkannya. "Apa kamu
"Kamu sungguh tidak apa-apa sekarang?" tanya Sandra penuh kekhawatiran. Ayla hanya bisa mengangguk dengan perasaan bersalah penuh. Dia sedang memotong buah untuk sarapan mereka, Sandra menyiapkan roti untuk suaminya. Kembali menjalani rutinitas sebagai seorang pembantu walau dengan status yang berbeda. Sandra mempertanyakan jika dia sudah sembuh dari sakitnya.Fisiknya mungkin baik-baik, tapi luka yang ditorehkan Auden tidak akan sembuh begitu saja, mungkin juga tidak akan ada penawar luka. Pria brengsek yang tega memperkosanya hingga hamil, mengajaknya menikah kontrak selama satu tahun, setelah ini semuanya selesai. Mungkin nyawa Ayla sedang digadai dan sekarang menghitung mundur satu tahun ke depan. "Nanti Moer akan datang." Kepala Ayla terangkat saat mendengar Moer, seorang wanita cantik yang begitu keibuan, lembut, dan begitu berwibawa. Dia selalu merasa terlindungi saat berada di sekitar Nyonya besar. "Moer akan mengajak kamu belanja," tambah Sandra. Perasaan haru membuat Ay
Sekarang Ayla bingung akan benar-benar mengorbankan temannya yang tak berdosa atau membiarkan semuanya terbongkar? Saat kenyataan terkuak, dia akan selalu berada di posisi yang lemah dan salah. Jika Ivo yang tak bersalah dan tak berdosa terlibat saat terkuak dia bisa meminimalisir kemungkinan terusir dari rumah ini, karena hamil dari kekasihnya bukan dari sang majikan. Tanpa sadar tangannya meremas kertas itu hingga lusuh dan tak berbentuk lagi, Ayla menendang-nendang kakinya ke lantai, tak punya langkah pasti. Kebanyakan memikirkan siapa yang menjadi kambing hitam membuat perutnya bergejolak, rasa ingin muntah begitu besar. Kembali berbaring untuk menghilangkan rasa mual yang belum juga reda, dengan menelan ludahnya berkali-kali. Ayla bangun lebih pagi dari biasanya, dia akan menyiapkan sarapan pada kedua majikan seperti biasanya. Semalaman dia tak bisa tidur dengan tenang karena memikirkan semua kemungkinan dan tak ada kesimpulan yang pasti tentang apa yang harus dia lakukan. "H
(MENGANDUNG MUATAN DEWASA) ____Setelah mengantarkan sang istri ke lokasi syuting Auden kembali untuk mengerjai sang pembantu. Bukan, kalian terlalu berpikir jauh. Sebagai rasa tanggung jawab pada gadis bodoh itu dia akan mengantarkan Ayla ke dokter untuk meminta obat pereda mual, gadis itu tak boleh terus-terusan muntah setiap hari yang membuat Sandra curiga. Ayla sedang berada di dapur mengemas dan membersihkan makanan untuk satu minggu ke depan, dia sedang memikirkan akan membuat menu apa untuk makan siang. Auden hanya melihat dari kejauhan tubuh mungil itu mondar-mandir di dapur. Terkadang rasa bencinya pada gadis bodoh itu memuncak tanpa sebab, gadis itu hadir untuk menghancurkan pernikahan indahnya bersama Sandra. Saat melihat tatapan polos dan juga bloon yang gadis itu tunjukan membuatnya sadar jika dia tidak bersalah, tapi dirinya yang menyeret si pembantu dalam pusaran masalah. "Masih mual?" Suara Auden tiba-tiba yang mengejutkannya membuat pegangan di tangannya terjatu
"Semoga Edde suka." Ayla tersenyum sembari memeluk sebuah boneka beruang kecil menggemaskan.Tak ada filosofi khusus tentang boneka itu, dia hanya ingin memberikannya. Auden telah punya segalanya, dan juga bukan wanita atau anak kecil yang butuh boneka, tapi Ayla hanya ingin memberinya.Hidup sial yang selalu dia rasakan dulu perlahan terberkati dengan kehidupannya sekarang, bahkan terkadang Ayla sampai lupa daratan jika kehidupan nyaman bersama Auden sekarang adalah merampas milik orang lain."Hanya dua jam, aku tidak bisa meninggalkan bayiku." Ayla terus berkata pada diri sendiri, sebenarnya dia tak bisa meninggalkan anak sebarang lima menit saja, tapi Delisha memaksa kali ini agar dia bisa menikmati waktu berduaan karena selama ini mereka terus fokus ke anak.Pipinya terus terangkat ke atas hingga terasa pegal sendiri karena terlalu banyak tersenyum, tapi Ayla bahagia. Dia bahagia dengan hidup yang dijalani sekarang."Terima kasih Heaven karena kehadiran kamu dan abang buat Emme ba
Suara tawa yang jernih itu membuat suasana hatinya ikut bahagia.Auden sedang menunggu Ayla yang rencananya ingin berkencan berdua tanpa anak sebagai hadiah karena sudah menjadi orang tua yang hebat untuk kedua anak mereka, terutama merawat Eden.Laki-laki itu masih menopang dagu sudah mengirim pesan untuk istri kecilnya, terus tersenyum gemas melihat Eden yang tumbuh menjadi bayi paling menggemaskan yang pernah dia tahu."Terima kasih Eden sudah menjadikan Edde proud dad," ujar Auden. Tak ada lagi yang dia kejar di dunia, sekarang fokusnya adalah pada keluarga kecilnya yang sudah lengkap.Hidupnya telah sempurna.Auden kembali memutar video interaksi Ayla dan Eden yang tertawa begitu merdu. Dia takkan bosan seumur hidup melihat video ini."Makhluk-makhluk menggemaskan," geleng Auden gemas.Terlalu sibuk dengan dunianya hingga laki-laki itu sadar sosok yang ditunggu tak kunjung datang dan dia menjemput ketakutan di depan mata.Kursi itu berderit seiring dengan gerakan sang empu yang b
"Cinta bisa memudar dan hilang, obsesi akan melekat selamanya. Porsi cinta Auden telah habis dan hanya tersisa aku di sini. Hanya aku," jelas Karel mengelilingi tubuh Sandra yang menangis tersedu-sedu karena dia tidak menyangka Auden sialan itu benar-benar sudah melupakannya, padahal mereka telah hidup bersama selama bertahun-tahun dan digantikan oleh orang baru secepat ini, mana hanya pembantu yang tidak akan pernah sebanding dengan dirinya.Saat mengangkat kepalanya lagi-lagi muka Karel. Muak sebenarnya, tapi ada satu titik di mana Sandra sadar jika hanya laki-laki ini yang akan terus menemani di saat-saat di terpuruk. Tapi tunggu! Dia terpuruk juga karena laki-laki sial ini."Lagian apa lagi yang kamu harapkan darinya? Melihatnya kamu akan terus mengingat pengkhianatan itu, apalagi melihat bukti nyata itu berkeliaran di sekitar. Melihat anak Auden tumbuh kamu akan terus tersiksa."Sandra kembali menunduk, semua penjelasan itu terasa masuk akal, tapi rasanya masih belum percaya jika
"Kok bisa-bisanya kau hamil lagi! Kau kan masih punya banyak adik dan mereka semua tanggung jawab kau!"Bukan kata sapaan yang menyenangkan, tapi selalu saja caci maki yang dia dapat.Ayla hanya terdiam saat ibunya melirik tak senang ke arah perutnya, dia harus ingat jika dirinya adalah generasi roti lapis yang harus menghidupi seluruh keluarga.Mana orang tuanya benar-benar tak punya otak dengan anak banyak dan bermain judi setiap saat.Auden mengetatkan rahangnya. Dasar orang miskin tak guna! Inilah orang miskin tak pernah bisa keluar dari kemiskinan.Mara yang melirik pada pria tampan tetap di samping Ayla dan wajahnya langsung berubah menjadi senyuman. Sumber uangnya datang, dari kejauhan pria ini sudah bau uang, jadi mereka tidak perlu ngutang sana-sini lagi karena kesusahan saat kalah bermain judi. Sebenarnya Ayla benar-benar tak enak hati pada Auden karena laki-laki ini tak punya tanggung jawab pada kelakuan orang tuanya. "Mana check? Mau Mama tukar ke bank biar bapakmu kelu
"Sabar, Edde sebentar sampai."Suara Auden terdengar panik di ujung telepon karena Ayla yang terus menangis saat menelponnya.Ayla menangis ketakutan seperti melihat monster menyeramkan yang siap memakan dirinya dan anak dalam perutnya.Saat Auden tiba Ayla meringkuk di kamar sembari memeluk perutnya melindungi bayi."You okay?" tanya Auden mengulurkan tangannya dan Ayla menerima dengan lemah sambil menggeleng."Emme takut, Edde kenapa lama?" ujar Ayla dengan tubuh gemetaran.Laki-laki itu membawa istri kecilnya dalam dekapannya dan menenangkan Ayla yang terus saja menggeleng dan terisak."Edde ada sedikit kerjaan dan sekarang Edde ada di sini," jelas Auden sembari mengecup kepala Ayla berkali-kali yang masih menangis ketakutan."Jangan pergi," lirih Ayla mencengkram kaos yang Auden kenakan.Dia takut! Benar-benar takut, padahal Ayla tidak pernah bersikap manja yang menjijikkan seperti ini, tapi saat radarnya mendeteksi keberadaan Auden dan laki-laki itu tidak ada, semua ketakutan dan
"HOW THE FUCK! AUDEN SIALAN ITU BENERAN BERUBAH. SUNGGUH MENJIJIKKAN DIA BISA TAKLUK SAMA PEMBANTU ITU. BENAR-BENAR DUNIA TERBALIK. LAKI-LAKI HINA, RENDAHAN, COCOKNYA SAMA PEMBANTU. MENJIJIKKAN!"Sandra masih misuh-misuh dengan perasaan berdarah-darah mendapati fakta selang beberapa bulan pembantu itu melahirkan dan sekarang hamil lagi. Kenapa hamilnya kayak model kejar tayang sinetron?Dia sungguh sakit hati dengan kenyataan ini. Kenyataan aneh bahwa laki-laki yang paling dia percaya di dunia ini, saling bucin, tumbuh bersama, dewasa bersama, hidup bersama mendadak jadi asing tersingkirkan oleh pembantu miskin yang hanya memasang wajah polos, tapi aslinya munafik.Sandra masih belum menerima kenyataan bahwa dia kalah dari seorang pembantu."Bagaimana mungkin Auden nafsu sama pembantu miskin, hina yang tidak menarik sama sekali?" Wanita itu menunduk merasa jijik dan merinding di seluruh tubuh."Dua-duanya sama-sama menjijikkan kayak binatang!"Menarik napas panjang dengan perasaan yan
Pagiku cerahku, matahari bersinar. Seharusnya suasana hati Ayla ikut cerah seperti matahari pagi, tapi wanita itu hanya terdiam berdiri dengan tubuh gemetaran. Sedikit banyak trauma itu masih membekas. Hamil! Satu kata berjuta makna. Hamil membawa trauma baginya, saat hamil pertama dia tidak menginginkan sama sekali karena diperkosa. Saat dia mulai membangun kepercayaan pada laki-laki yang menghamilinya Ayla pikir trauma itu akan hilang, nyatanya masih ada. Seharusnya dia senang, inilah yang dia tunggu-tunggu, tapi Ayla ketakutan sendiri saat melihat dua garis biru di testpack itu. "Bayiku masih bayi, bagaimana dengan Eden?" tanya Ayla dengan suara gemetaran, bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan? "Eden baru 3 bulan." Ayla masih gemetaran di tempat tak percaya jika dia benar-benar hamil! "Aku kan punya suami kenapa harus takut?" "Suami?" Ayla kaget mendengar suaranya, mengangkat kepala cepat sambil berkaca dan meralat kalimat tadi sambil menggeleng cepat. Tidak ada
Ayla terdiam menelan ludah kasar dengan dada yang terasa menyempit dan panas. Dia takut! Dulu, Ayla ingin berlari sejauh mungkin dari Auden, sekarang... Ayla telah menggantungkan hidupnya bersama laki-laki ini dan anak mereka. Tanpa sadar gendongan Ayla pada bayinya mengetat, mudah saja bagi Auden untuk kembali pada Sandra. Saat merasakan bokong bulat mungil Eden, Ayla kian ketakutan. Tak ada yang bisa dipercaya dan satu-satunya yang dia punya adalah anaknya. Auden merasa masih terlempar ke dunia mimpi. Memandangi Ayla yang menggendong Eden. Gadis ini hanya pembantu. Laki-laki itu kembali didaratkan pada kenyataan. Ayla telah memberinya seorang anak. Pandangan laki-laki itu menurun pada bayi Eden yang dalam gendongan ibunya. Kenapa dia harus bermimpi jika Eden sudah besar dan bersama Sandra? Apa maksud mimpi itu? Keadaan hening dan awkward tercipta. Saat teringat ucapan ibunya tentang menjaga perasaan Ayla yang sudah jadi ibu dari anaknya, Auden menghela napas. Ini sungguh aneh!
"Eden! Ayo, lempar bola ke Emme!" "No! Kita kan satu tim, Edde kan yang mengajarkan Eden untuk bermain bola!" "Ayo, Eden! Jangan dengarkan Emme!" Sang bocah hanya tertawa sembari menendang bola dengan kaki kecilnya dan terus tertawa. Auden berdiri berkacak pinggang sambil menarik napas panjang, karena tendangan itu menuju ke arah lawan, permainan bola kali ini bukan tentang bola mana yang masuk ke gawang dan menang, tapi kepada siapa Eden menendang bola yang menentukan siapa yang menjadi favorit Eden. "Terima kasih, Sayang. Emme jadi favorit Eden." Eden tertawa saat tubuhnya dipeluk dan dicium berkali-kali. "Aku menang, Mi Amor. Aku jadi favorit Eden. Wleeekk!" ejek Sandra. Auden menggeleng gemas dengan tingkah ibu dan anak yang tertawa, laki-laki itu tertawa dan mengejar kedua manusia kesayangan. Mereka sedang bermain di taman samping rumah yang sengaja ditanami rumput hijau agar menjadi tempat hiburan keluarga, entah bermain bola atau camping, atau kegiatan outdoor bersama Ed