Tak pernah bermimpi untuk memakai gaun pengantinnya. Menikah memang bukan option untuknya. Bahkan dalam plan B juga menikah tidak masuk daftar.
Kemiskinan membuat Ayla takut untuk menikah, dia tak mau anaknya merasakan beban dan semua keterbatasan yang dia dapatkan sejak kecil bersama orang tuanya.
Saat dihadapi kenyataan untuk memilih gaun pernikahan untuk dirinya sendiri, tentu saja Ayla akan memilih asal. Dia tak punya gaun impian seperti kebanyakan wanita.
Auden terduduk di sofa krem sambil memijit kepalanya yang pening, menikah bersama gadis polos bodoh yang rumah tangganya di ujung tanduk. Pernikahan rahasia ini tidak ada yang pernah tahu.
Masih dengan tubuh yang gemetar, Ayla hanya terdiam mematut di depan cermin. Menikah? Kepalanya terus berputar, di saat banyak wanita menangis harus dengan pernikahan yang dijalani, dia harus merasa nelangsa luar biasa.
Gadis itu sengaja masuk ke dalam ruang ganti agar tak terus berhadapan dengan Auden yang terus mengeluarkan banyak kata yang merendahkan dirinya. Dia sadar hanya jadi butiran pasir di mata laki-laki itu.
Sekarang Ayla bingung untuk keluar, sedangkan tadi Auden sudah memberi ultimatum agar jangan lama memilih gaun. Harusnya pria itu tak perlu repot-repot membawanya ke sini memilih gaun, bahkan menikah hanya memakai piyama juga dia tidak masalah. Pernikahan ini hanya sebatas perjanjian di atas kertas.
"Kenapa lama sekali? Apa yang kau lakukan di dalam?" Dengan kasar Auden membuka tirai penghalang dan menatap nyalang pada gadis bodoh yang hanya mematung. Apa yang sebenarnya berada di dalam isi otaknya?
"Masih banyak hal yang harus kulakukan? Kenapa kau malah tidak melakukan apa-apa?" semprot pria itu. "Inilah orang miskin, sering melalaikan waktu," tambahnya.
Tubuh Ayla mematung, rasanya seperti dia dikutuk jadi batu.
Auden pergi lagi, gadis itu hanya bisa menunduk sambil memainkan jari-jari tangannya. Dia memang tak tahu gaun apa yang akan dipilih. Ayla tak pernah punya bayangan sama sekali.
"Cepat pakai saja gaun ini. Tak ada lagi acara lelet-lelet." Auden masih marah-marah, seorang petugas membawa gaun yang telah dipilih pria itu. Ayla hanya melongo, gaun ungu yang dipilihkan terlalu mewah untuknya yang jadi butiran debu di mata laki-laki itu.
Sekarang Ayla lebih mematung, tapi saat dia berbalik dengan kaku Auden langsung menatapnya tajam. Dibantu petugas dia mencoba untuk memakai gaun tersebut.
Gaun pengantin dengan off the shoulder ball gown berbahan tulle, menawan bersama detail bunga warna-warni lembut yang tersebar memenuhi bagian atas gaun hingga beberapa di bagian bawah. Warna ungu lembut menjadi dasar pemilihan warna gaun pengantinnya.
Tubuh kecilnya tenggelam dalam balutan gaun mewah tersebut, Ayla mencoba keluar ingin protes agar dipilihkan gaun yang sederhana saja.
Saat sudah berada di hadapan Auden gadis itu hanya menunduk.
"Sudah?"
"I-ini berat." Gadis itu berkata jujur, Auden mendengkus. Tidak akan mendengarkan alasan apa pun.
"Aku sudah tak punya banyak waktu.",
"T-Tuan apa boleh ganti?" tanya Ayla dengan takut-takut sambil menggigit bibirnya. Sebentar lagi bibirnya berdarah, tapi Auden tak mendengar keluhan apa pun. Pria itu langsung menarik tangannya dan keluar dari butik.
Detik ini Ayla merasa seperti Cinderella yang kabur karena diburu waktu. Tapi, anggap saja pria yang menariknya adalah ibu tiri yang kejam. Mulut Auden memang sangat jahat.
"Kita akan menikah sekarang, tapi jangan terlalu banyak bermimpi yang jauh."
Ayla hanya meremas gaun yang ia kenakan. Ini adalah kejadian aneh yang dialami olehnya, baru saja dia menandatangi surat perjanjian pra nikah, dan sebentar lagi dia akan punya status baru, walau semuanya berawal dari keterpaksaan.
Auden melirik pada gadis kurus di sampingnya, tubuh kecilnya membuat dia tenggelam dalam gaun tersebut. Berbeda dengan istrinya yang punya tubuh semampai bak model, Sandra awalnya terjun ke dunia modeling dan melebarkan sayap ke akting.
Andai mereka pasangan yang saling mencintai, tentu saja pernikahan ini adalah yang paling membahagiakan. Hari memorable yang takkan pernah dilupakan, sekarang hanya tersisa luka.
"Kalau sampai Sandra tahu yang sebenarnya, aku yang akan membocorkan kepalamu!" Rahangnya mengetat, Ayla kian memeluk tubuh ringkihnya. Tentu saja dia tidak akan melakukan apa-apa, apalagi memberitahu yang sebenarnya. Dia tahu semua orang pasti akan menuduh dirinya sebagai penggoda.
Keduanya tiba di sebuah gedung tinggi bagunan tua dengan arsitektur yang begitu indah. Ayla melongo sebentar mengagumi keindahan gedung tinggi di depannya. Saat bantingan pintu yang begitu keras kembali menyadarkan dia.
Ternyata mereka sudah tiba di sebuah gereja. Keduanya melangkah bersama. Lirikan matanya menurun pada genggaman hangat tangan besar itu.
Ayla mendongak menatap Auden yang mengangguk ke arahnya, wajahnya melunak tak ada tatapan penuh permusuhan dan mencemooh. Tumben sekali pria ini, apa di tempat suci jadi dia tobat?
"Tetap jadi gadis manis di manapun kamu. Bahkan pernikahan ini selesai," bisik Auden membuat sang gadis menahan napas. Keduanya berjalan sepanjang lorong menuju altar, dia akan mengucapkan janji suci di hadapan Tuhan, walau perjanjian yang mereka lakukan bisa saja membuat Tuhan marah.
Keadaan dalam sepi, dengan bangku panjang yang berjejer rapi. Pemberkat sudah menunggu di atas altar. Ayla sedikit gugup detik ini, mengucapkan janji suci di hadapan majikannya. Mereka telah melukai banyak hati dengan pernikahan ini, pun kedua belah pihak banyak menanggung luka.
"Hanya satu tahun." Ayla kembali mengingatkan dirinya jika luka yang ditanggung sekarang hanya berlangsung setahun, apa luka bisa sembuh? Atau luka yang dirasakan akan berakhir luka dalam?
Auden bersikap begitu tenang, seolah dia adalah pria gentleman berbahagia yang meminang kekasih hatinya di hadapan Tuhan.
Ayla tahu semua ini hanya sandiwara, gadis itu sudah mengkhayal saat menikah suatu hari nanti dengan lelaki sederhana yang menerima dirinya.
Keduanya berdiri berhadapan dengan saling menggengam tangan untuk berucap janji di hadapan Tuhan.
"Aku berjanji untuk membantumu mencintai hidup, menggenggammu dengan lembut untuk kesabaran karena itulah yang dibutuhkan cinta, untuk mengatakan kata-kata jika dibutuhkan dan berdiam jika ternyata kata-kata tak dibutuhkan lagi, dan untuk hidup di kehangatan hatimu yang aku sebut rumah."
Auden begitu lugas mengucapkan kata-kata tadi yang membuat Ayla menduga jika itu adalah janji sumpah yang dia ucapkan untuk istrinya tercinta, laki-laki itu telah menodai janjinya.
Ayla tertegun menatap sang majikan tanpa bisa membalas apa-apa, dia tak punya kata-kata karena Auden tidak mengajarkan apa-apa. Harusnya pria ini memberi catatan untuknya agar dia bisa menghafal terlebih dahulu.
Ayla hanya menatap Auden seperti kambing congek, berharap pria itu bisa menolong dirinya. Keduanya masih berhadapan dengan tangan saling menggenggam.
"Ucapkan apa saja," bisik Auden dengan aura penuh intimidasi yang membuat Ayla menelan ludah kasar.
Dengan otak pas-pasan yang dia miliki, gadis itu menutup matanya dan mencoba menyebutkan mantra meniru ucapan Auden, dan sekiranya ucapan yang sering diucapkan para pengantin.
"Saya akan mencintai suami saya dan akan selalu membuatnya bahagia. Akan setia kepadanya dalam pikiran, ucapan dan juga perbuatan. Akan menjadi seorang ibu yang baik dari anak-anak, akan menjadi seorang istri yang baik dan menaati petunjuknya dengan baik. Akan membina keluarga yang rukun dan juga bahagia di waktu senang dan di waktu susah."
Hanya dengan sekali napas Ayla mengucapkan kata keramat tersebut dengan tubuh gemetaran, jantungnya kian berdegup kencang tidak akan menyangka bisa mengucapkan kata-kata tadi, walau kenyataan nanti tidak seperti itu.
Auden tersenyum hangat ke arahnya, jantung gadis itu kian copot rasanya. Baru kali ini pria itu tersenyum hangat ke arahnya pun dengan senyuman tulus yang pertama kali dia tunjukkan. Benar-benar sulit dipercaya oleh akal sehatnya.
"You may kiss the bride."
CUP!
Sebuah kecupan di keningnya yang meluluhkan semua ketakutannya selama ini. Gadis itu melotot, tapi tubuhnya kembali mematung, tidak menyangka dengan gerakan tiba-tiba tersebut.
"Tetap jadi gadis manis jika ingin hidupmu tenang," ucap pria itu tenang penuh ancaman. Ayla hanya menelan ludah kasar, wajahnya dan juga sangat majikan begitu dekat.
CUP!
Kecupan itu kembali dilayangkan, Ayla kembali melotot.
Keduanya kembali bertatapan.
"Istriku?" Auden tersenyum mengejek ke arahnya. Ayla bisa merasakan seluruh bulu kuduknya berdiri. Apa sekarang dia sudah menjadi istri orang? Majikannya sendiri?
Semoga semua ini hanya mimpi, karena dia belum siap. Apalagi kenyataan jika dia adalah penyebab kehancuran rumah tangga kedua majikannya.
Oh Tuhan!
Ayla mematut lama dirinya di depan cermin sambil menelan ludah kering. Biasanya dalam novel-novel sang pria akan melepaskan dirinya dalam balutan gaun yang ia kenakan. Mereka telah kembali ke hotel Auden sedang berada di kamarnya, pria itu terlihat semakin membenci dirinya. Dia tak bisa berbuat banyak. Butuh sehari atau mungkin besoknya dia akan kembali ke rumah sang majikan dengan status yang berbeda. Istri kedua dari seorang Auden Prana. Memikirkan ini rasanya dada terasa sesak, dia telah merusak kebahagiaan orang lain. Selama ini Sandra dan Moer Belatrix telah menampungnya, jika dua wanita berwibawa itu tahu yang sebenarnya apa mereka akan membuangya ke kandang buaya? Lehernya menoleh dengan kaku saat pintu terhubung dengan kamar Auden terbuka, apa yang pria itu mau? "Apa yang kamu lakukan? Mengagumi sambil mengkhayal jadi Princess sehari, hm?" Pria itu kian mendekat, tubuh Ayla langsung panas dingin, dia selalu tak siap dengan semua kata yang selalu merendahkannya. "Apa kamu
"Kamu sungguh tidak apa-apa sekarang?" tanya Sandra penuh kekhawatiran. Ayla hanya bisa mengangguk dengan perasaan bersalah penuh. Dia sedang memotong buah untuk sarapan mereka, Sandra menyiapkan roti untuk suaminya. Kembali menjalani rutinitas sebagai seorang pembantu walau dengan status yang berbeda. Sandra mempertanyakan jika dia sudah sembuh dari sakitnya.Fisiknya mungkin baik-baik, tapi luka yang ditorehkan Auden tidak akan sembuh begitu saja, mungkin juga tidak akan ada penawar luka. Pria brengsek yang tega memperkosanya hingga hamil, mengajaknya menikah kontrak selama satu tahun, setelah ini semuanya selesai. Mungkin nyawa Ayla sedang digadai dan sekarang menghitung mundur satu tahun ke depan. "Nanti Moer akan datang." Kepala Ayla terangkat saat mendengar Moer, seorang wanita cantik yang begitu keibuan, lembut, dan begitu berwibawa. Dia selalu merasa terlindungi saat berada di sekitar Nyonya besar. "Moer akan mengajak kamu belanja," tambah Sandra. Perasaan haru membuat Ay
Sekarang Ayla bingung akan benar-benar mengorbankan temannya yang tak berdosa atau membiarkan semuanya terbongkar? Saat kenyataan terkuak, dia akan selalu berada di posisi yang lemah dan salah. Jika Ivo yang tak bersalah dan tak berdosa terlibat saat terkuak dia bisa meminimalisir kemungkinan terusir dari rumah ini, karena hamil dari kekasihnya bukan dari sang majikan. Tanpa sadar tangannya meremas kertas itu hingga lusuh dan tak berbentuk lagi, Ayla menendang-nendang kakinya ke lantai, tak punya langkah pasti. Kebanyakan memikirkan siapa yang menjadi kambing hitam membuat perutnya bergejolak, rasa ingin muntah begitu besar. Kembali berbaring untuk menghilangkan rasa mual yang belum juga reda, dengan menelan ludahnya berkali-kali. Ayla bangun lebih pagi dari biasanya, dia akan menyiapkan sarapan pada kedua majikan seperti biasanya. Semalaman dia tak bisa tidur dengan tenang karena memikirkan semua kemungkinan dan tak ada kesimpulan yang pasti tentang apa yang harus dia lakukan. "H
(MENGANDUNG MUATAN DEWASA) ____Setelah mengantarkan sang istri ke lokasi syuting Auden kembali untuk mengerjai sang pembantu. Bukan, kalian terlalu berpikir jauh. Sebagai rasa tanggung jawab pada gadis bodoh itu dia akan mengantarkan Ayla ke dokter untuk meminta obat pereda mual, gadis itu tak boleh terus-terusan muntah setiap hari yang membuat Sandra curiga. Ayla sedang berada di dapur mengemas dan membersihkan makanan untuk satu minggu ke depan, dia sedang memikirkan akan membuat menu apa untuk makan siang. Auden hanya melihat dari kejauhan tubuh mungil itu mondar-mandir di dapur. Terkadang rasa bencinya pada gadis bodoh itu memuncak tanpa sebab, gadis itu hadir untuk menghancurkan pernikahan indahnya bersama Sandra. Saat melihat tatapan polos dan juga bloon yang gadis itu tunjukan membuatnya sadar jika dia tidak bersalah, tapi dirinya yang menyeret si pembantu dalam pusaran masalah. "Masih mual?" Suara Auden tiba-tiba yang mengejutkannya membuat pegangan di tangannya terjatu
Ayla seolah tak punya hak untuk marah, hanya bisa menahan semua emosi yang bergejolak dan menelannya, sepahait apa pun itu. Tahu harga dirinya hanya sebatas keset kaki di mata Auden dia tak bisa marah saat pria itu sudah memerintahnya membuat salad buah. Auden bersikap seolah tak terjadi apa-apa, padahal Ayla sudah telanjang bulat dan begitu pasrah agar tubuhnya dimiliki pun langsung tak minat. Ya, harusnya dia sadar jika tubuhnya kurus kering seperti ranting berjalan, dibandingkan dengan tubuh Sandra yang semuanya dirawat. Gadis itu menggigit bibirnya menyadari apa yang dia lakukan. Ayla sedang mengupas buah pear sedangkan Auden mencuci anggur. Gadis itu juga penasaran apa yang pria ini pikirkan soal penemuan nomor Ivo. Walau masih merasa terluka tapi dia tak terlalu takut seperti sebelumnya, bahkan kali ini dia merasa nyaman? Mengintip malu-malu melalui bulu mata lentiknya pria matang di sampingnya yang sangat sempurna, tapi juga sangat brengsek di saat bersamaan. "Sebenarnya
"Apa yang kalian lakukan?" murka Sandra menatap berang pada kedua manusia yang telah basah.Ayla hanya bisa menunduk dengan perasaan bersalah yang menguasai dadanya. Hanya memainkan jari-jari kakinya di bawah, tak sanggup membayangkan lebih jauh jika semua rahasia yang telah disimpan rapat akan terkuak."Tidak ada apa-apa, Sayang. Ayo, mandi. Bajuku basah semua.""Tak biasanya kamu cuci mobil di rumah, biasanya selalu di car wash." Sandra masih tak puas hati dengan jawaban yang diberikan sang suami, tapi Auden sudah memeluk pinggang sang istri posesif sambil mencium rambutnya wangi, lembut dan terawat tersebut."Kenapa pulang cepat?" tanya Auden berbisik dan terus mengendus-endus leher sang istri, sangat merindukan istrinya juga perasaan bersalah yang bersarang di hatinya. Bagaimanapun Sandra tidak boleh tahu apa yang terjadi, sampai kapanpun. Auden rela menukar nyawanya demi sang istri.Ayla hanya menatap dari kejauhan dua majikannya masuk dalam ruangan kembali bersikap mesra dan ter
Delisha mengundang Ayla untuk menginap di rumahnya. Sandra mengizinkan karena wanita itu sedang syuting di luar kota selama beberapa hari. Sebenarnya Ayla merasa tak enak hati, tapi memikirkan jika hanya menghabiskan waktu bersama Auden lebih baik dia menghindar. Delisha sudah menunjuk sebuah kamar kosong untuknya. Sang gadis masuk ke dalam kamar untuk meletakkan pakaian miliknya, bahkan Delisha memaksa untuk membawa pakaian satu koper karena Ayla akan menginap selama tiga hari. Kamarnya rapi dan terlihat sudah lama tidak ditinggali, terlihat seperti kamar bujang. Ayla merebahkan tubuh sebentar karena merasa lelah, gadis itu menutup mata bertanya-tanya hidup seperti apa yang sedang dia jalani ini. Ketukan di pintu kembali menyadarkannya, bergegas bangkit dari ranjang dan berjalan membuka pintu. "Ayo, minum teh bersama," ajak Delisha. Ayla selalu merasa tak enak hati pada wanita cantik ini, dia begitu baik. Tidak hanya rupanya yang seperti malaikat, tapi hatinya juga seperti mal
"T-tuan." Ayla berujar gugup. Masih kesulitan bernapas tapi Auden seolah tak memberi ruang padanya. Pelukan itu kian mengetat."Panggil Paduka.""P-Paduka." Panggilan penuh keraguan tapi juga terdengar polos di saat bersamaan membuat Auden berkali-kali harus mengumpat.Ayla tahu seharusnya ini tak terjadi pose intim seperti ini, gadis itu menggigit bibir kuat tak bisa membayangkan perasaan Sandra. Sebagai sesama perempuan Ayla seperti bisa merasakan kehancuran sang majikan wanita. Pada akhirnya dia tetap salah, jadi perusak rumah tangga orang lain.Saat Auden melonggarkan sedikit pelukan itu Ayla mendongak, mengagumi ketampanan sang majikan. Jika anak mereka laki-laki akan tampan seperti ayahnya?Dengan cepat Ayla menggeleng, mengenyah segala pikiran aneh yang terlintas di kepalanya.Keduanya terdiam keadaan mendadak sunyi, hanya mendengar suara degupan jantung yang bertalu-talu.Saling menatap seolah menyampaikan resah dan kesah. Auden menunduk. Menahan degupan jantung yang hampir co
"Semoga Edde suka." Ayla tersenyum sembari memeluk sebuah boneka beruang kecil menggemaskan.Tak ada filosofi khusus tentang boneka itu, dia hanya ingin memberikannya. Auden telah punya segalanya, dan juga bukan wanita atau anak kecil yang butuh boneka, tapi Ayla hanya ingin memberinya.Hidup sial yang selalu dia rasakan dulu perlahan terberkati dengan kehidupannya sekarang, bahkan terkadang Ayla sampai lupa daratan jika kehidupan nyaman bersama Auden sekarang adalah merampas milik orang lain."Hanya dua jam, aku tidak bisa meninggalkan bayiku." Ayla terus berkata pada diri sendiri, sebenarnya dia tak bisa meninggalkan anak sebarang lima menit saja, tapi Delisha memaksa kali ini agar dia bisa menikmati waktu berduaan karena selama ini mereka terus fokus ke anak.Pipinya terus terangkat ke atas hingga terasa pegal sendiri karena terlalu banyak tersenyum, tapi Ayla bahagia. Dia bahagia dengan hidup yang dijalani sekarang."Terima kasih Heaven karena kehadiran kamu dan abang buat Emme ba
Suara tawa yang jernih itu membuat suasana hatinya ikut bahagia.Auden sedang menunggu Ayla yang rencananya ingin berkencan berdua tanpa anak sebagai hadiah karena sudah menjadi orang tua yang hebat untuk kedua anak mereka, terutama merawat Eden.Laki-laki itu masih menopang dagu sudah mengirim pesan untuk istri kecilnya, terus tersenyum gemas melihat Eden yang tumbuh menjadi bayi paling menggemaskan yang pernah dia tahu."Terima kasih Eden sudah menjadikan Edde proud dad," ujar Auden. Tak ada lagi yang dia kejar di dunia, sekarang fokusnya adalah pada keluarga kecilnya yang sudah lengkap.Hidupnya telah sempurna.Auden kembali memutar video interaksi Ayla dan Eden yang tertawa begitu merdu. Dia takkan bosan seumur hidup melihat video ini."Makhluk-makhluk menggemaskan," geleng Auden gemas.Terlalu sibuk dengan dunianya hingga laki-laki itu sadar sosok yang ditunggu tak kunjung datang dan dia menjemput ketakutan di depan mata.Kursi itu berderit seiring dengan gerakan sang empu yang b
"Cinta bisa memudar dan hilang, obsesi akan melekat selamanya. Porsi cinta Auden telah habis dan hanya tersisa aku di sini. Hanya aku," jelas Karel mengelilingi tubuh Sandra yang menangis tersedu-sedu karena dia tidak menyangka Auden sialan itu benar-benar sudah melupakannya, padahal mereka telah hidup bersama selama bertahun-tahun dan digantikan oleh orang baru secepat ini, mana hanya pembantu yang tidak akan pernah sebanding dengan dirinya.Saat mengangkat kepalanya lagi-lagi muka Karel. Muak sebenarnya, tapi ada satu titik di mana Sandra sadar jika hanya laki-laki ini yang akan terus menemani di saat-saat di terpuruk. Tapi tunggu! Dia terpuruk juga karena laki-laki sial ini."Lagian apa lagi yang kamu harapkan darinya? Melihatnya kamu akan terus mengingat pengkhianatan itu, apalagi melihat bukti nyata itu berkeliaran di sekitar. Melihat anak Auden tumbuh kamu akan terus tersiksa."Sandra kembali menunduk, semua penjelasan itu terasa masuk akal, tapi rasanya masih belum percaya jika
"Kok bisa-bisanya kau hamil lagi! Kau kan masih punya banyak adik dan mereka semua tanggung jawab kau!"Bukan kata sapaan yang menyenangkan, tapi selalu saja caci maki yang dia dapat.Ayla hanya terdiam saat ibunya melirik tak senang ke arah perutnya, dia harus ingat jika dirinya adalah generasi roti lapis yang harus menghidupi seluruh keluarga.Mana orang tuanya benar-benar tak punya otak dengan anak banyak dan bermain judi setiap saat.Auden mengetatkan rahangnya. Dasar orang miskin tak guna! Inilah orang miskin tak pernah bisa keluar dari kemiskinan.Mara yang melirik pada pria tampan tetap di samping Ayla dan wajahnya langsung berubah menjadi senyuman. Sumber uangnya datang, dari kejauhan pria ini sudah bau uang, jadi mereka tidak perlu ngutang sana-sini lagi karena kesusahan saat kalah bermain judi. Sebenarnya Ayla benar-benar tak enak hati pada Auden karena laki-laki ini tak punya tanggung jawab pada kelakuan orang tuanya. "Mana check? Mau Mama tukar ke bank biar bapakmu kelu
"Sabar, Edde sebentar sampai."Suara Auden terdengar panik di ujung telepon karena Ayla yang terus menangis saat menelponnya.Ayla menangis ketakutan seperti melihat monster menyeramkan yang siap memakan dirinya dan anak dalam perutnya.Saat Auden tiba Ayla meringkuk di kamar sembari memeluk perutnya melindungi bayi."You okay?" tanya Auden mengulurkan tangannya dan Ayla menerima dengan lemah sambil menggeleng."Emme takut, Edde kenapa lama?" ujar Ayla dengan tubuh gemetaran.Laki-laki itu membawa istri kecilnya dalam dekapannya dan menenangkan Ayla yang terus saja menggeleng dan terisak."Edde ada sedikit kerjaan dan sekarang Edde ada di sini," jelas Auden sembari mengecup kepala Ayla berkali-kali yang masih menangis ketakutan."Jangan pergi," lirih Ayla mencengkram kaos yang Auden kenakan.Dia takut! Benar-benar takut, padahal Ayla tidak pernah bersikap manja yang menjijikkan seperti ini, tapi saat radarnya mendeteksi keberadaan Auden dan laki-laki itu tidak ada, semua ketakutan dan
"HOW THE FUCK! AUDEN SIALAN ITU BENERAN BERUBAH. SUNGGUH MENJIJIKKAN DIA BISA TAKLUK SAMA PEMBANTU ITU. BENAR-BENAR DUNIA TERBALIK. LAKI-LAKI HINA, RENDAHAN, COCOKNYA SAMA PEMBANTU. MENJIJIKKAN!"Sandra masih misuh-misuh dengan perasaan berdarah-darah mendapati fakta selang beberapa bulan pembantu itu melahirkan dan sekarang hamil lagi. Kenapa hamilnya kayak model kejar tayang sinetron?Dia sungguh sakit hati dengan kenyataan ini. Kenyataan aneh bahwa laki-laki yang paling dia percaya di dunia ini, saling bucin, tumbuh bersama, dewasa bersama, hidup bersama mendadak jadi asing tersingkirkan oleh pembantu miskin yang hanya memasang wajah polos, tapi aslinya munafik.Sandra masih belum menerima kenyataan bahwa dia kalah dari seorang pembantu."Bagaimana mungkin Auden nafsu sama pembantu miskin, hina yang tidak menarik sama sekali?" Wanita itu menunduk merasa jijik dan merinding di seluruh tubuh."Dua-duanya sama-sama menjijikkan kayak binatang!"Menarik napas panjang dengan perasaan yan
Pagiku cerahku, matahari bersinar. Seharusnya suasana hati Ayla ikut cerah seperti matahari pagi, tapi wanita itu hanya terdiam berdiri dengan tubuh gemetaran. Sedikit banyak trauma itu masih membekas. Hamil! Satu kata berjuta makna. Hamil membawa trauma baginya, saat hamil pertama dia tidak menginginkan sama sekali karena diperkosa. Saat dia mulai membangun kepercayaan pada laki-laki yang menghamilinya Ayla pikir trauma itu akan hilang, nyatanya masih ada. Seharusnya dia senang, inilah yang dia tunggu-tunggu, tapi Ayla ketakutan sendiri saat melihat dua garis biru di testpack itu. "Bayiku masih bayi, bagaimana dengan Eden?" tanya Ayla dengan suara gemetaran, bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan? "Eden baru 3 bulan." Ayla masih gemetaran di tempat tak percaya jika dia benar-benar hamil! "Aku kan punya suami kenapa harus takut?" "Suami?" Ayla kaget mendengar suaranya, mengangkat kepala cepat sambil berkaca dan meralat kalimat tadi sambil menggeleng cepat. Tidak ada
Ayla terdiam menelan ludah kasar dengan dada yang terasa menyempit dan panas. Dia takut! Dulu, Ayla ingin berlari sejauh mungkin dari Auden, sekarang... Ayla telah menggantungkan hidupnya bersama laki-laki ini dan anak mereka. Tanpa sadar gendongan Ayla pada bayinya mengetat, mudah saja bagi Auden untuk kembali pada Sandra. Saat merasakan bokong bulat mungil Eden, Ayla kian ketakutan. Tak ada yang bisa dipercaya dan satu-satunya yang dia punya adalah anaknya. Auden merasa masih terlempar ke dunia mimpi. Memandangi Ayla yang menggendong Eden. Gadis ini hanya pembantu. Laki-laki itu kembali didaratkan pada kenyataan. Ayla telah memberinya seorang anak. Pandangan laki-laki itu menurun pada bayi Eden yang dalam gendongan ibunya. Kenapa dia harus bermimpi jika Eden sudah besar dan bersama Sandra? Apa maksud mimpi itu? Keadaan hening dan awkward tercipta. Saat teringat ucapan ibunya tentang menjaga perasaan Ayla yang sudah jadi ibu dari anaknya, Auden menghela napas. Ini sungguh aneh!
"Eden! Ayo, lempar bola ke Emme!" "No! Kita kan satu tim, Edde kan yang mengajarkan Eden untuk bermain bola!" "Ayo, Eden! Jangan dengarkan Emme!" Sang bocah hanya tertawa sembari menendang bola dengan kaki kecilnya dan terus tertawa. Auden berdiri berkacak pinggang sambil menarik napas panjang, karena tendangan itu menuju ke arah lawan, permainan bola kali ini bukan tentang bola mana yang masuk ke gawang dan menang, tapi kepada siapa Eden menendang bola yang menentukan siapa yang menjadi favorit Eden. "Terima kasih, Sayang. Emme jadi favorit Eden." Eden tertawa saat tubuhnya dipeluk dan dicium berkali-kali. "Aku menang, Mi Amor. Aku jadi favorit Eden. Wleeekk!" ejek Sandra. Auden menggeleng gemas dengan tingkah ibu dan anak yang tertawa, laki-laki itu tertawa dan mengejar kedua manusia kesayangan. Mereka sedang bermain di taman samping rumah yang sengaja ditanami rumput hijau agar menjadi tempat hiburan keluarga, entah bermain bola atau camping, atau kegiatan outdoor bersama Ed