Mobil yang Roy kemudikan memasuki kawasan parkir Kebun Stroberi. Ini adalah Kebun Stroberi terbesar di Batam, pusat Kota Batam. Aku membawa anak-anak ke sini berdasarkan rekomendasi Bang Khalid agar Fatin dan Alid bisa merasakan pengalaman menyenangkan dengan memetik stroberi langsung dari pusatnya.Kebun Stroberi ini memiliki area yang luas dengan banyak tanaman stroberi yang subur. Mereka biasanya memberikan keranjang atau wadah khusus untuk kami gunakan saat memetik stroberi. Selain memetik stroberi, di kebun ini juga terdapat fasilitas lain seperti restoran atau kafe yang menyajikan makanan dan minuman yang terbuat dari stroberi segar. Selain itu kami juga bisa menikmati suasana yang nyaman sambil menikmati pemandangan Kebun Stroberi dari balik gazebo-gazebo yang memang sediakan untuk yang berniat piknik.Karena tempat ini selalu padat di musim-musim liburan seperti ini, sebelumnya Bang Khalid memang sudah melakukan reservasi, hingga saat di dalam nanti, kami tak akan kesulitan m
Matahari terbenam perlahan di ufuk barat, memancarkan warna jingga keemasan yang mempercantik langit senja. Di ruang keluarga yang sepi, aku duduk sendirian di sofa setelah mengantar anak-anak masuk ke kamar untuk mengaji bersama Bang Khalid sampai maghrib nanti.Tiba-tiba, pintu kamar tamu yang berada di seberang tempat dudukku terbuka, dan Roy muncul dari baliknya menyeret koper dengan setelan rapinya."Nin." Roy berdiri di hadapan. "Gue balik sekarang, ya?""Beneran sekarang? Malem-malem begini? Nggak bisa gitu nunggu sampe nanti pagi?" Meski tahu jawaban sama akan didapati, tapi aku tetap berusaha menahannya pergi. Setidaknya sampai Neli benar-benar di sini."Jadwal pesawatnya malam ini, Bestie. Gue udah kadung pesen dari jauh-jauh hari. Dah, ah. Gue ke sini kan buat mastiin kalau lu mampu beradaptasi. Jadi setelah liat lu sama Alid baik-baik aja, gue jadi lebih tenang ninggalin kalian di sini."Aku menghela napas, mencoba ikhlas walau berat hati melepasnya pergi. Jarak dari Jawa
Dari atas balkon aku melihat mobil Bang Khalid masuk pelataran, jam masih menunjukkan pukul 4 sore, jauh lebih awal dari biasanya dia pulang.Aku duduk menunggu sembari sesekali melirik minuman dan snack di nampan yang sudah disiapkan. Namun, sampai sepuluh menit kemudian dia tak kunjung datang. Akhirnya kuputuskan untuk menghampirinya ke lantai dasar.Tiba di ruang tamu, kulihat Bang Khalid duduk bersandar, matanya terpejam, tapi kuyakin dia tak sepenuhnya terlelap.Kuletakkan nampan di meja, lalu beralih untuk melepas sepatu yang masih melekat di kakinya."Eh, Nin!" Setengah tersentak Bang Khalid langsung menegakkan tubuhnya.Aku tersenyum, lalu mendorong bahunya agar kembali bersandar. "Nggak apa-apa. Kalau cape banget istirahat aja dulu, baru nanti ganti baju." Kulonggarkan dasi yang masih bertengger manis di lehernya, lalu menyodorkan minuman dingin dari gelas berkaki di atas nampan."Ini apa? Seger banget," tanyanya setelah menenggak dua kali minuman segar yang dipadu dengan bua
Kapalku mulai berlayar. Bahtera cinta kami tak lagi timpang, awaknya seimbang. Kini, tiap perjalanan mampu kunikmati di pelabuhan manapun nahkoda memberhentikan kapal sebagai tempat persinggahan.Sudah dua tahun sejak aku menginjakkan kaki kembali di Batam, kota kenangan, kota di mana semuanya dimulai. Aku belajar banyak hal, tentang menjadi istri juga ibu, tentang menjadi anak juga menantu. Karena memang beradaptasi dalam lingkungan baru itu perlu waktu.Menjadi ibu rumah tangga ternyata tak buruk dan semembosankan yang kukira, semua mulai terasa nikmatnya. Nikmat menghadapati kehebohan tiap senin pagi, nikmatnya menjalani kehidupan sebagai seorang istri dari suami yang selalu sibuk hampir setiap hari, juga nikmatnya mengurusi semuanya sendiri saat Neli sedang pergi. Karena sampai detik ini, alhamdulillah aku merasa cukup hanya dengan bantuan Neli. Selebihnya masih bisa ku-handle sendiri. Sebab untuk saat ini aku memang tak punya anak bayi."Denger-denger ada yang baru dapet pengharg
"Pokoknya saya nggak mau oleh-oleh yang lain, maunya dedek baluuu. Setuju anak-anak?""Setujuuu ...."Aku hanya bisa geleng-geleng melihat Neli yang menghasut kedua anakku saat mengantar kami di pelataran rumah.Tak terasa, weekend akhirnya tiba, dan rencana untuk berlibur berdua benar-benar terlaksana nyaris tanpa kendala."Nggak usah ngomporin, Neli!" Aku melotot sembari mencubit pinggang wanita yang kini berjilbab itu."Doa baik cukup di-aamiin, Mbak'e. Apa salahnya nambah 1, 2, atau 3 lagi? Menurut saya kalian mam-pu!" Neli nyengir yang membuatku memutar bola mata apalagi mendengar kata terakhirnya."Gampang sekali mulut Andah berkata. Mampu secara finansial belum tentu mampu secara mental, Neliii." "Ada apa, nih?" Bang Khalid tiba-tiba kembali setelah membawa beberapa barang yang tertinggal di dalam."Ini, nih, Bang. Si Ne--""Udah, ah cape debat sama Mbak Nindi. Pokoknya saya percayakan semuanya sama Pak Khalid. Cemungut, ya, Pak." Neli kedip-kedip macam orang keremian yang me
Memang tak ada yang bisa mengalahkan kekuatan orang dalam. Di akhir pekan yang katanya padat penumpang dan dibutuhkan reservasi dari jauh-jauh hari untuk kelas VIP, bisa kami dapatkan hanya dengan waktu kurang dari empat hari.Enaknya nyelonong manja di saat orang-orang antre dari jauh-jauh hari. Apalagi kami dapat salah satu fasilitas terbaik di kapal pesiar terbesar di Asia ini.Kata Bang Khalid fasilitas yang akan kami dapatkan sebagai VIP antara lain, Lounge Eksklusif yang dirancang untuk memberikan kenyamanan dan kemewahan. Lounge ini biasanya dilengkapi dengan area duduk yang nyaman, layanan pribadi, makanan ringan, minuman, dan area kerja yang tenang.Royal Caribbean jug menyediakan wilayah eksklusif di kapal pesiar mereka yang hanya dapat diakses oleh penumpang VIP. Misalnya, wilayah dek atas yang dipisahkan dan dilengkapi dengan kolam renang pribadi, area bersantai, dan bar. Kami juga dapat menikmati makan di restoran mewah yang dirancang khusus untuk memberikan pengalaman k
"Gue mau ngomong ini tapi lupa mulu. Pertama-tama gue mau minta maaf, Nin. Tapi, mau gimana lagi. Di kartu itu ada kontak beberapa kenalan penting gue di Jakarta, makanya terpaksa gue aktifin lagi beberapa waktu terakhir ini. Gue nggak tahu apa orang ini bakal bikin masalah, tapi mudah-mudahan kagak, ya. Lu inget pelanggan super VVIP kita? Dia pernah sekali jadi pelanggan lu, tapi saat dia minta yang kedua kalinya lu tolak mentah-mentah padahal dia berani bayar berapa aja. Akhirnya tiga tahun dia jadi member di Club Sahara cuma buat nonton paling depan lu uget-uget di tiang doang!"Aku mengerutkan kening."Emang ada yang sampe segitunya?" Aku menggaruk kepala yang tak gatal."Etdah, ada, Zubaedah! Kapan, sih lu nyadar kalau diri lu itu bukan cuma sekadar cantik, Nindi. Lu punya daya tarik yang luar biadab.""Masa?""Ish!" Roy tampak geregetan lantas menenggak air sejenak. "Sumpeh, kayaknya dia beneran terobsesi. Padahal udah 4 tahun sejak club ditutup, tapi seminggu sebelum kalian pin
"So, where are our things going?(Loh, barang-barang kita mau dibawa ke mana?)" Aku baru keluar dari kamar setelah salat maghrib dan membersihkan diri saat melihat asisten pribadi dibantu dua lainnya mengemasi barang-barang kami. Belum reda stres karena Vincent mulai berani terang-terangan, di tambah hal ini. Apalagi sampai sekarang Bang Khalid masih belum juga kembali."Your room and facilities have been upgraded madam. Now Mrs and Mr Prasetya can occupy the VVIP room(Kamar dan fasilitas kalian sudah ditingkatkan, Nyonya. Sekarang Nyonya dan Tuan Prasetya bisa menempati kamar VVIP).""Why?" Aku menuntut penjelasan karena memang tak ada pembicaraan tentang hal ini sebelumnya."For more information, madam, just ask the party concerned, we are only carrying out our duties (Untuk informasi selengkapnya bisa nyonya tanyakan saja pada pihak yang bersangkutan, kami hanya menjalankan tugas)." Asisten pribadiku dan Bang Khalid itu tersenyum kecil, lantas pamit pergi.Sepeninggal mereka yang