Bab 39Tak Sesuai Ekspektasi (Pov Desi)"Aduh, Mas-Mas...ternyata semua tak sesuai dengan yang kita harapkan ya!"Setelah membersihkan dapur dan meja makan, aku pun segera membaringkan tubuh pada kasur yang empuk ini, di samping Debby, yang sudah tertidur dari sore. Sementara itu, suamiku, Mas Widodo, masih asyik bermain handphone di sofa kecil yang ada tak jauj dari ranjang."Iya...benar. Ternyata ingin kaya itu memang nggak mudah yo, Dek. Perlu perjuangan," jawabnya tanpa menoleh kepadaku."Kupikir, dulu setelah Alif menikah dengan Izzah, hidup kita langsung enak. Eh malah begini! Ternyata, Izzah tak seperti menantu dan ipar, yang ada di sinetron ikan terbang itu. Yang kerjaannya menangis, dan ngikut saja. Yang ada juga, malah kita di sini yang teraniaaya!" gerutuku kesal."Ya sudah lah,Dek. Mau bagaimana lagi? Yang sabar, dengar kata Ibu 'kan? Kita mulai sekarang, harus lebih siap siaga, dan memikirkan berbagai cara, untuk menyingkirkan si Izzah itu! Sudah, sekarang kamu tidur, san
Bab 40Pov Desi[Hahaha...lalu cocoknya sama siapa? Hayo... apa sama kamu saja, yang cantiknya kebangetan? Aku sih iya saja kalau kamu mau, hehehe][Duh..gimana ya? Aku mau banget, tapi nggak enak sama Rena, Mas.][Halah, nggak usah hiraukan Rena. Aku juga sebenarnya sudah lama suka sama kamu, tapi takut kamu tolak.]Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Akhirnya mulaai saat itu, kami berhubungan, hingga kini menikah. Tak peduli dengan Rena atau pacarku, yang penting enak aja deh. Demi mendapatkan Mas Widodo itu, aku harus merelakan kegadisanku padanya, tak apalah yang penting aku bahagia.Setelah menikah, Mas Widodo malah nganggur dan akhirnya mau tak mau, motornya pun harus di jual, apalagi saat itu aku akan melahirkan Debby.Kerjaan Mas Widodo tiap waktu hanyalah sebagai kuli panggul, kuli bangunan, dan serabutan. Ganteng sih iya, tapi tidak dengan rejekinya. Bahkan, jika malasnya kumat, bisa sampai satu bulan dia tak bekerja. Di rumah hanya main game dan pergi mancing saja.Untungnya, ak
Bab 41Pagi Hari ItuPagi itu, setelah shalat subuh, Izzah jalan-jalan sendiri keliling kompleks. Dia ingin bernostalgia seperti saat sedang bersama almarhum Papanya."Hey...jalan nggak ngajak-ngajak sih? Nggak baik tau wanita sendirian saat masih petang!"Tiba-tiba Alif mengagetkan istrinya itu dari belakang."Ya ampun...apaan sih, Lif?! Suka banget sih ngagetin orang!" seloroh Izzah sedikit emosi, sembari memukul pundak suaminya itu."Iya...iya, maaf deh! Habisnya kamu mggak ngajak-ngajak sih," ucap Alif membela diri."Ngapain juga ngajak kamu, kayak nggak ada kerjaan aja sih!" timpal Izzah kesal ."Jangan jutek-jutek terus dong, Zah. Aku ini khawatir loh, jika kamu sepagi ini keluar sendirian. Mulai besok, kalau kamu ingin jalan-jalan keliling kompleks, harus denganku!" ucap Alif dengan wajah datarnya.Mendengar ucapan Alif itu, Izzah langsung menghentikan jalannya, dan kini menatap tajam pada Alif."Ngomong apaan sih, kamu? Memangnya kamu siapa, pake ngatur-ngatur Sudah sana pergi
Bab 42Mendengar keributan di pagi hari, membuat para penghuni lain pun, ikut betdatangan ke depan kamar Izzah yang letaknya ada di lantai dua."Ya ampun! Apa-apaan ini, Ven? Zah?!"Bu Citra yang mengetahui perrtamma kali, tangan anaknya dipelintir Izzah pun, menjadi histris, dan berusaha melepaskan cengkraman tangan tersebut. Namun, Izzah semakin erat saja mencengkeramnya."Aduh! Tolong, Bu. Lepasin aku dari tangan perempuan sombong ini!" teriak Vena."Lepasin, Zah. Kasihan Vena, jangan main fisik gini dong!" teriak Bu Citra.Saat itu Alif belum datang, namun yang lainnya sudah berkumpul dan hanya diam saja."Hahaha...main fisik itu kadang perlu, Bu! Untuk menghadapi orang yang benar-benar tak tahu diri! Dan ingat, aku dari dulu tak suka kekerasan, kecuali jika sudah amat keterlaluan!" ucap Izzah penuh penekanan."Enak saja, orang aku nggak ngapa-ngapain kok! Kamunya aja yang jahat dan sombong!" kilah Vena sambil meringis."Lepasin ya, Zah. Kasihan tuh si Vena sampai meringis," pint
Bab 43Rasa KhawatirKini, Izzah sudah rapi, dan bersiap sarapan . Karena insiden Vena tadi, dia jadi sedikit terburu-buru. Padahal rencananya tadi, sebelum berangkat, dia ingin terlebih dahulu menengok layar CCTV.Di meja makan, nampak makanan sudah siap, dan ada Bik Karmi yang sedang menaruh kotak tisu. Sedangkan tak tampak wajah Alif di sana."Bagaimana si Vena tadi, Bik?" tanya Izzah sembari mulai duduk."Tadi sempat ngamuk-ngamuk, Non. Tapi terus diamankan sama Pak satpam," jawab Bik Karmi lirih."Ya...hal itu sudah kuduga. Bagaimana dengan keluarga yang lainnya?" tanya Izzah lagi."Bu Citra yang dari tadi terus marah-marah, Non. Bahkan tadi masih terus marah, saat memasak di dapur," jelas Bik Karmi."Ya sudah, biarkan saja. Nanti kalau keterlaluan, biar aku yang bertindak.""Baik, Non. Saya kembali ke dapur dulu," pamit Bik Karmi, yang dijawab anggukan oleh Izzah.Tak lama kemudian, datang Bu Citra dari dalam kamarnya dan duduk di samping Izzah."Nak Izzah, ibu minta maaf sekali
Bab 44"Ya itu, akting sok baik kamu. Persis seperto yang disuruh Ibu. Kalau aku sih, entah kenapa disuruh akting-akting gitu, kok rasanya susah banget, hahaha," ucap Widodo sambil melajukan motornya pelan."Mana ada akting sih, Mas. Aku tu nggak sedang akting, tapi semua itu kulakukan apa adanya, bukan karena perintah ibu juga. Aku ini merasa kasihan, melihat dia itu cuma sebatang kara, dan baru saja meninggal dunia, eh malah kita semua mencoba menyakitinya," dalih Alif."Ah...kamu bisa saja,Lif. Kurasa itu bukan karena kasihan, tapi kamu mulai suka sama dia 'kan? Hahaha...memang sih, siapa yang bisa menolak gadis yang memiliki fisik dan wajah secantik Izzah, ditambah dia kaya raya.Jika aku ada di posisimu pun, aku nggak akan pernah melepasnya, dan tentunya akan kujaga sebaik mungkin. Nasibmu itu, sebenarnya sudah beruntung banget loh, Bro. Tinggal pintar-pintarnya kamu, meluluhkan hati Izzah." Widodo menasehati adik iparnya itu.Alif tersenyum mendengar ucapan kakak iparnya itu. Se
Bab 45Kebusukan Mulai TerungkapIzzah yang kini sudah sampai di ruangannya itu pun, masih merasa sedikit jengkel dengan kelakuan Vena pagi ini. Dia tak pernah menyangka, jika seorang gadis yang masih belia seperti itu, akan punyaa sikap seburuk itu. Namun, dia juga sedikit lega, karena Vena telah pergi dari rumahnya.Izzah memang tetap bertekad untuk memenuhi wasiat Papanya, yang akan membiarkan keluarga benalu itu, tetap tinggal di rumahnya hingga pembangunan rumah itu usai. Tapi, jika ada yang tak mau menuruti peraturannya, maka pintu rumah terbuka lebar untuk mereka."Assalamualaikum, Pak Asep. Bagaimana progres pembangunan rumah itu sekarang?" ucap Izzah saat menelepon Pak Asep, mandor pembangunan rumah mertuanya itu."Waalaikum salam, Bu. Sampai saat ini, sudah berjalan sekitar tiga puluh persen" jawab mandor tersebut."Oke..ada berapa pekerja di sana saat ini?" tanya Izzah lagi."Saat ini, ada tiga orang tukang bangunan, dan ada enam pembantu, Bu.""Tambahi lagi menjadi dua kal
Bab 46"Maafin ya, Zah. Pasti kejadian tadi pagi membuatmu jadi bad mood," ucap Alif mengawali.pembicaraan.Izzah tak memjawaab hanya mengangguk saja dengan malasnya."Tapi, sekarang Vena 'kan sudah pergi, jadi nggak akan ada yang membuatmu kesal lagi," tukas Alif.Lagi, Izzah hanya diam, sembari menyunggingkan sebuah senyum kecut."Kamu kok diam aja sih, lagi sakit gigi?"Alif yang merasa tak ditanggapi oleh istrinya, kini ingin mulai mencairkan suasana. Karena memang dia juga masih merasa bersalah pada Izzah, atas kelakuan keluarganya. Namun, Izzah tetap tak merespon."Jangan diam aja gitu dong, Zah. Kamu makin jelek deh kalau kayak gitu terus, cemberut dan mukanya berkerut!"."Jadi kamu ke sini cuma mau ngomongin itu? Tak penting sekali!" jawab Izzah dengan membelalakan mata."Nah gitu dong, ngomong. Makin cantik deh kalau marah, Hahaha. Mulai saat ini, kupastikan tak ada yang kurang ajar padamu lagi, aku janji, tak akan ada yamg membuat mood mu hancur lagi! Oke..?!""Wah bagus sek