Bab 41Pagi Hari ItuPagi itu, setelah shalat subuh, Izzah jalan-jalan sendiri keliling kompleks. Dia ingin bernostalgia seperti saat sedang bersama almarhum Papanya."Hey...jalan nggak ngajak-ngajak sih? Nggak baik tau wanita sendirian saat masih petang!"Tiba-tiba Alif mengagetkan istrinya itu dari belakang."Ya ampun...apaan sih, Lif?! Suka banget sih ngagetin orang!" seloroh Izzah sedikit emosi, sembari memukul pundak suaminya itu."Iya...iya, maaf deh! Habisnya kamu mggak ngajak-ngajak sih," ucap Alif membela diri."Ngapain juga ngajak kamu, kayak nggak ada kerjaan aja sih!" timpal Izzah kesal ."Jangan jutek-jutek terus dong, Zah. Aku ini khawatir loh, jika kamu sepagi ini keluar sendirian. Mulai besok, kalau kamu ingin jalan-jalan keliling kompleks, harus denganku!" ucap Alif dengan wajah datarnya.Mendengar ucapan Alif itu, Izzah langsung menghentikan jalannya, dan kini menatap tajam pada Alif."Ngomong apaan sih, kamu? Memangnya kamu siapa, pake ngatur-ngatur Sudah sana pergi
Bab 42Mendengar keributan di pagi hari, membuat para penghuni lain pun, ikut betdatangan ke depan kamar Izzah yang letaknya ada di lantai dua."Ya ampun! Apa-apaan ini, Ven? Zah?!"Bu Citra yang mengetahui perrtamma kali, tangan anaknya dipelintir Izzah pun, menjadi histris, dan berusaha melepaskan cengkraman tangan tersebut. Namun, Izzah semakin erat saja mencengkeramnya."Aduh! Tolong, Bu. Lepasin aku dari tangan perempuan sombong ini!" teriak Vena."Lepasin, Zah. Kasihan Vena, jangan main fisik gini dong!" teriak Bu Citra.Saat itu Alif belum datang, namun yang lainnya sudah berkumpul dan hanya diam saja."Hahaha...main fisik itu kadang perlu, Bu! Untuk menghadapi orang yang benar-benar tak tahu diri! Dan ingat, aku dari dulu tak suka kekerasan, kecuali jika sudah amat keterlaluan!" ucap Izzah penuh penekanan."Enak saja, orang aku nggak ngapa-ngapain kok! Kamunya aja yang jahat dan sombong!" kilah Vena sambil meringis."Lepasin ya, Zah. Kasihan tuh si Vena sampai meringis," pint
Bab 43Rasa KhawatirKini, Izzah sudah rapi, dan bersiap sarapan . Karena insiden Vena tadi, dia jadi sedikit terburu-buru. Padahal rencananya tadi, sebelum berangkat, dia ingin terlebih dahulu menengok layar CCTV.Di meja makan, nampak makanan sudah siap, dan ada Bik Karmi yang sedang menaruh kotak tisu. Sedangkan tak tampak wajah Alif di sana."Bagaimana si Vena tadi, Bik?" tanya Izzah sembari mulai duduk."Tadi sempat ngamuk-ngamuk, Non. Tapi terus diamankan sama Pak satpam," jawab Bik Karmi lirih."Ya...hal itu sudah kuduga. Bagaimana dengan keluarga yang lainnya?" tanya Izzah lagi."Bu Citra yang dari tadi terus marah-marah, Non. Bahkan tadi masih terus marah, saat memasak di dapur," jelas Bik Karmi."Ya sudah, biarkan saja. Nanti kalau keterlaluan, biar aku yang bertindak.""Baik, Non. Saya kembali ke dapur dulu," pamit Bik Karmi, yang dijawab anggukan oleh Izzah.Tak lama kemudian, datang Bu Citra dari dalam kamarnya dan duduk di samping Izzah."Nak Izzah, ibu minta maaf sekali
Bab 44"Ya itu, akting sok baik kamu. Persis seperto yang disuruh Ibu. Kalau aku sih, entah kenapa disuruh akting-akting gitu, kok rasanya susah banget, hahaha," ucap Widodo sambil melajukan motornya pelan."Mana ada akting sih, Mas. Aku tu nggak sedang akting, tapi semua itu kulakukan apa adanya, bukan karena perintah ibu juga. Aku ini merasa kasihan, melihat dia itu cuma sebatang kara, dan baru saja meninggal dunia, eh malah kita semua mencoba menyakitinya," dalih Alif."Ah...kamu bisa saja,Lif. Kurasa itu bukan karena kasihan, tapi kamu mulai suka sama dia 'kan? Hahaha...memang sih, siapa yang bisa menolak gadis yang memiliki fisik dan wajah secantik Izzah, ditambah dia kaya raya.Jika aku ada di posisimu pun, aku nggak akan pernah melepasnya, dan tentunya akan kujaga sebaik mungkin. Nasibmu itu, sebenarnya sudah beruntung banget loh, Bro. Tinggal pintar-pintarnya kamu, meluluhkan hati Izzah." Widodo menasehati adik iparnya itu.Alif tersenyum mendengar ucapan kakak iparnya itu. Se
Bab 45Kebusukan Mulai TerungkapIzzah yang kini sudah sampai di ruangannya itu pun, masih merasa sedikit jengkel dengan kelakuan Vena pagi ini. Dia tak pernah menyangka, jika seorang gadis yang masih belia seperti itu, akan punyaa sikap seburuk itu. Namun, dia juga sedikit lega, karena Vena telah pergi dari rumahnya.Izzah memang tetap bertekad untuk memenuhi wasiat Papanya, yang akan membiarkan keluarga benalu itu, tetap tinggal di rumahnya hingga pembangunan rumah itu usai. Tapi, jika ada yang tak mau menuruti peraturannya, maka pintu rumah terbuka lebar untuk mereka."Assalamualaikum, Pak Asep. Bagaimana progres pembangunan rumah itu sekarang?" ucap Izzah saat menelepon Pak Asep, mandor pembangunan rumah mertuanya itu."Waalaikum salam, Bu. Sampai saat ini, sudah berjalan sekitar tiga puluh persen" jawab mandor tersebut."Oke..ada berapa pekerja di sana saat ini?" tanya Izzah lagi."Saat ini, ada tiga orang tukang bangunan, dan ada enam pembantu, Bu.""Tambahi lagi menjadi dua kal
Bab 46"Maafin ya, Zah. Pasti kejadian tadi pagi membuatmu jadi bad mood," ucap Alif mengawali.pembicaraan.Izzah tak memjawaab hanya mengangguk saja dengan malasnya."Tapi, sekarang Vena 'kan sudah pergi, jadi nggak akan ada yang membuatmu kesal lagi," tukas Alif.Lagi, Izzah hanya diam, sembari menyunggingkan sebuah senyum kecut."Kamu kok diam aja sih, lagi sakit gigi?"Alif yang merasa tak ditanggapi oleh istrinya, kini ingin mulai mencairkan suasana. Karena memang dia juga masih merasa bersalah pada Izzah, atas kelakuan keluarganya. Namun, Izzah tetap tak merespon."Jangan diam aja gitu dong, Zah. Kamu makin jelek deh kalau kayak gitu terus, cemberut dan mukanya berkerut!"."Jadi kamu ke sini cuma mau ngomongin itu? Tak penting sekali!" jawab Izzah dengan membelalakan mata."Nah gitu dong, ngomong. Makin cantik deh kalau marah, Hahaha. Mulai saat ini, kupastikan tak ada yang kurang ajar padamu lagi, aku janji, tak akan ada yamg membuat mood mu hancur lagi! Oke..?!""Wah bagus sek
Bab 47Terungkap"Si Hasan itu kumatikan dengan cara kubekap dengan bantal! Dan kalau hanya Izzah, bisa saja aku dengan mudah menaruh racun di makannanya! Sudah selesai 'kan? Dan rumah serta harta ini langsung menjadi milikku!" ucap Bu Citra dengan pongahnya.Ketiga pembantu itu, langsung membelalakan mata mendengar ucapan Bu Citra itu."Jadi Bi Citra sudah membunuh tuan Hasan?!" teriak Bik Karmi.Izzah tentu saja amat kaget dengan ucapan Ibu mertuanya itu. Tapi, dia ingin melihat terlebih dahulu, apakah yang diucapkan Bu Citra itu benar, atau hanya kebohongan semata. Karena memang mertuanya itu, pembohong ulung.Namun, untuk mengantisipasi semuanya, Izzah pun langsung menghubungi salah satu satpam di rumahnya."Assalamuakaikum, Non," ucap Sigit, si satpam saat menerima panggilan dari Izzah."Waalaikum salam. Pak, tolong Bu Citra dan Mbak Desi, jangan dibiarkan keluar dari rumah, dengan alasan apapun!" ucap Izzah to the point.."Siap, Non. Laksanakan!""Oke, satu jam lagi akan kelu
Bab 48"Sudah Bik, sudah! Nggak usah ditanggepin Bu Citra itu. Memang dia suka sekali membuat masalah," ucap Yati, menenangkan Bik Karmi sambil memberinya segelas air minum."Tapi, aku nggak terima dengan semua ucapannya, Ti. Apalagi dia bilang telah membunuh Tuan Hasan!" tukas Bik Karmi."Tapi apa iya, Bu Citra sampai senekat itu? Hingga berani menghabisi nyawa Tuan Besar?" timpal Ririn, pembantu yang lain."Kalau Bu Citra sih, kurasa berani, Rin. Dia kan benalu di sini, dan ingin mendapat banyak harta, jadi rasanya tak mustahil dia melakukan hal itu, demi mewujudkan mimpinya.Coba pikir lagi, setelah keluarga itu datanh ke sini, kenapa tiba-tiba Tuan meninggal dunia? Padahal akhir-akhir ini kesehatan almarhum makin membaik?" ucap Bik Karmi lagi.Opini dari pembantu seniornya itu, dibenarkan oleh Izzah. Sejak perjodohan Izzah dengan Alif, kesehatan Pak Hasan memang lebih baik, karena dia memang ingin hidup lebih lama, demi melihat cucu pertamannya lahir.Namun, tiba-tiba Pak Hasan m
Bab 67Ending.Bubur memang benar tak mungkin lagi bisa diubah menjadi nasi lagi. Seperti apa yang saat ini terjadi pada keluarga benalu itu. Kesalahan fatal yang dibuat oleh Bu Citra, kini membawanya pada rumah sakit jiwa. Menerima vonis dari hakim saja sebenarnya sudah membuat wanita tua itu shock, ditambah lagi dengan bully-an yang dia terima di dalam penjara.Hotel prodeo itu memang sebuah tempat yang keras, meski itu hanya sel yang khusus untuk para napi wanita. Karena semua yang sekarang menginap di hotel prodeo itu adalah para wanita yang bermasalah, maka tak kaget lagi jika banyak terjadi pembully-an disana. Siapa lemah akan menjadi bahan bully-an dan yang memang akan menjadi ketua suku, dan dihormati oleh semuanya.Kini, Bu Citra telah resmi menjadi penghuni rumah sakit jiwa itu. Karena pemeriksaan intensif oleh petugas memang menunjukkan jika dia terganggu otaknya. Alif dan Desi mau tak mau tentu saja harus bisa menerima semua kenyataan yang terjadi ini."Aku akan membalas
Bab 66Waktu berlalu begitu cepat, sudah sebulan lamanya Bu Citra menjalani hidup sebagai seorang tahanan. Meski Alif dan Desi selalu datang seminggu sekali, tetapi nyatanya hal itu Seperti tak ada artinya sama sekali bagi Bu Citra. Yang dia ingin hanya keluar dari hotel prodeo ini sekarang juga!Hidayah pun sepertinya tak sedikit pun menyentuh hati ibunda Alif itu. Meski telah banyak hal terjadi, dia tak bisa mengambil hikmahnya. Yang ada malah hatinya semakin membatu saja."Bu, nggak pingin solat? Ayo bareng ke musholla!" ajak teman satu sel Bu Citra. Memang di lapas wanita itu ada mushola untuk memudahkan para napi shalat berjamaah."Ngapain sih kamu ngajak-ngakak!? Sok alim saja kamu ini. Sudah cepat pergi! Jangan sok ceramah seperti Izzah kamu ya!" Bentak Bu Citra, hampir setiap diajak oleh beberapa temannya untuk mendekatkan diri pada Allah.Sedikit pun tak ada penyesalan dalam hati wanita paruh baya itu. Yang ada malah hanya dendam dan dendam saja."Semua orang di dunia ini mem
Bab 65Hari ini adalah sidang terakhir Bu Citra, alias pembacaan vonis tentang pembunuhan berencana yang wanita itu lakukan pada Pak Hasan, yang tak lain adalah besannya sendiri saat itu. Karena emang semua bukti sudah lengkap, jadi tak perlu waktu lama lagi untuk hakim mengambil keputusan.Tentu saja saat ini Izzah hadir, begitu juga anak-anak dari Bu Citra. Absen si Vena saja yang memang hingga saat ini tak diketahui kabarnya. "Lif, bagaimana jika nanti ibu mendapatkan hukuman yang berat?" tanya Desi yang kini duduk di samping adik kandungnya itu.Alif menarik nafas dalam-dalam dan memang saat ini dadanya pun merasa sesak sekali."Entahlah, Mbak. Aku pun telah melakukan berbagai cara agar Izzah mau mencabut laporan itu, tetapi semua usahaku itu nihil. Sekarang sepertinya kita hanya bisa pasrah saja pada mereka," jawab Alif sambil menunjuk pada deretan hakim."Dasar memang si Izzah itu sombong banget! Kok ada si manusia tak punya hati nurani seperti dia itu? Wajah saja terlihat sepe
Bab 64Mau tak mau, tentu saja akhiranya Alif pun pergi dari ruangan wanita yang secara negara masih sah menjadi isterinya itu. Dilema tentu saja saat ini terus bergelayut di dalam hatinya. Sebagai seorang anak yang berbakti, tentu dia ingin membebaskan Bu Citra dari hukuman polisi. Karena memang sejak dulu Alif adalah seorang anak yang sangat berbakti pada ibunya. Apa lagi ketika dia ingat dengan almarhum ayahnya, yang sebelum meninggal dulu telah menitipkan dua saudara perempuannya dan juga sang ibu."Ya Allah, kenapa semua menjadi seperti ini sih!" Alif merasa frustasi saat ini. Lelaki tampan yang kini sudah kembali ke ruangannya itu pun mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu dia menyesali kesalahan besar yang telah ibunya buat."Jika ibu tidak menghabisi nyawa Pak Hasan, tentu semua ini tak akan pernah terjadi!" Kembali Alif berucap dengan frustasi.Tetapi di sisi lain, hati nuraninya pun membenarkan segala keputusan yang diambil oleh Izzah.Apa yang dilakukan oleh Bu Citra memang
Bab 63Waktu berlalu dengan begitu cepat bagi Alif, sudah satu bulan sejak keluar dari penjara itu, kini dia dan Widodo sudah kembali bekerja di perusahaan milik Izzah. Namun, tentu saja semua tak bisa seperti dulu. Meski dia berharap penuh, namun sama sekali Izzah tak pernah mengajaknya bicara. Hanya sekedar formalitas saja seperti Bos pada pegawainya. Sebenarnya perasaan yang ada dalam hati Alif tak jauh beda dengan yang dirasakan oleh Izzah. Wanita itu pun merasakan jika telah menaruh hati pada Alif. Namun tentu saja hal itu terus saja berusaha dia dipungkiri.Tak mungkin rasanya dia menjalin hubungan dengan anak dari pembunuh Papanya, meski dia tau jika Alif adalah lelaki yang baik. Ego masih terus saja merajai hatinya saat ini.Siang ini, Alif memberanikan diri untuk mendatangi Izzah di ruangannya ketika istirahat siang. Bukan untuk mengatakan isi hatinya yang terus membuatnya tersiksa. Tetapi untuk memperjuangkan nasib ibunya, yang besok adalah sidang terakhir dan waktunya hak
Bab 62Setelah kepergian Izzah dan pengacaranya. Alif segera mengajak Desi dan Widodo untuk pulang. Tentu saja kali ini mereka pulang dengan menaiki angkot. Selama perjalanan yang hampir memakan waktu satu jam itu, mereka tak saling berbicara, karena memang bergelut dengan pikirannya masing-masing.Alif sebenarnya masih tak ingin percaya jika saat ini dia dan Izzah akan sah berpisah. Lelaki tampan itu sesungguhnya masih berharap jika Izzah mau kembali menerima dia. Meski menang hal itu pasti sulit, karena tindakan ibunya yang sangat sulit untuk dimaafkan.'Jika memang jodoh, pasti kita akan bertemu lagi Zah. Aku pun ingin menunjukkan kepada kamu jika aku tak seburuk yang kamu pikirkan!' gumam Alif dalam hati.Bersamaan dengan uang yang diberikan oleh Izzah tadi, ada juga alamat rumah baru untuk mereka. Rumah itu bukanlah rumah mereka yang direnovasi dahulu, tetapi Izzah sengaja membeli sebuah rumah di kompleks perumahan untuk mereka, lengkap dengan segala isinya."Wah. Ternyata rumahn
Bab 61Sedikit pun Izzah tak berkomentar saat ini. Hanya dengan cepat dia mengambil surat itu dan memberikannya kembali pada sang pengacara. Yang kemudian langsung memasukkannya kembali ke dalam tas."Begini memang sepertinya jalan yang terbaik, Lif. Cinta itu tak mesti harus memiliki bukan?" Seloroh sang pengacara yang bisa melihat cinta Alif pada Izzah itu.Semua hanya diam, sementara Desi dan Widodo masih melanjutkan makan.Lelaki berdarah tionghoa itu pun kemudian melanjutkan ucapannya. "Sebuah hubungan yang didasari oleh niat yang buruk dan tak pas, akhirnya pun akan berujung dengan hal yang tak mengenakkan. Aku yakin almarhum Pak Hasan pun akan mengerti dengan hal ini. Sedikit rasa yang sudah terbit dalam hati, biarkan saja tetap seperti itu. Jika memang kalian masih berjodoh, tentu tak akan kemana bukan?" Alif dan Izzah spontan tersenyum bersama, hanya saja mereka masih tak bersuara. Si pengacara kembali berucap agar suasana tak terus terasa tegang."Oh iya, Zah. Apa ada lagi
Bab 60Setelah menemui Bu Citra yang berakhir dengan rasa kesal mendalam, akhirnya Izzah pun kembali menemui pengacaranya. "Apa sudah selesai, Om?" tanya Izzah sembari mencoba menurunkan emosi yang ada dalam hatinya, karena mertuanya yang tadi itu.Si pengacara langsung mengangguk dan tersenyum. "Semua sudah beres kok, Zah. Itu Alif dan saudaranya sudah menandatangani berkas," jawabnya sambil menunjuk ketiga orang benalu yang kini sudah bebas itu.Mereka Izzah pun langsung menoleh pada tunjukan tangan itu. Ada secercah bahagia dalam hatinya karena melihat Alif bebas. Tetapi Izzah sedikit pun tak menganggap jika itu adalah bagian kecil dari yang dinamakan cinta."Om, kita ke kantin sebentar ya. Tolong ajak mereka kesana. Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan pada mereka," ucap Izzah yang langsung dijawab dengan anggukan oleh sang pengacara.Izzah pun berangkat terlebih dahulu ke kantin kantor polisi itu. Menurutnya ini adalah tempat yang pas, dari pada harus membawa ketiga benalu itu
Bab 59Proses hukum pada Bu Citra tetap berjalan untuk saat ini. Tetapi hari ini memang Izzah kembali datang ke kantor polisi bersama sang pengacara untuk mencabut tuntutan pada Alif, Widodo dan juga Desi. Serta memberikan surat gugatan cerai dari suaminya itu.Sebenarnya sang pengacara telah mengurus surat pencabutan itu sejak kemarin, jadi hari ini ketiganya sudah bisa menghirup udara bebas.Sebelum membebaskan ketiga orang itu, saat ini Izzah lebih dulu ingin bertemu dengan Bu Citra. Ada beberapa Hal yang ingin dia sampaikan. Sementara sang pengacara mengurus berkas.Bu Citra datang dengan langkah gontai, karena dia tahu jika menantunya itu membiarkan dia mendapatkan hukuman yang setimpal. Wanita setengah baya itu pun duduk sambil menunduk."Bu, tolong maafkan saya ya. Karena meski telah mencoba, nyatanya saya tetap tak bisa membiarkan ibu melenggang bebas setelah menghabisi nyawa Papa," ucap Izzah yang berusaha sekuat tenaga menahan emosi.Bu Citra langsung mendongak demi mendeng