Bab 47Terungkap"Si Hasan itu kumatikan dengan cara kubekap dengan bantal! Dan kalau hanya Izzah, bisa saja aku dengan mudah menaruh racun di makannanya! Sudah selesai 'kan? Dan rumah serta harta ini langsung menjadi milikku!" ucap Bu Citra dengan pongahnya.Ketiga pembantu itu, langsung membelalakan mata mendengar ucapan Bu Citra itu."Jadi Bi Citra sudah membunuh tuan Hasan?!" teriak Bik Karmi.Izzah tentu saja amat kaget dengan ucapan Ibu mertuanya itu. Tapi, dia ingin melihat terlebih dahulu, apakah yang diucapkan Bu Citra itu benar, atau hanya kebohongan semata. Karena memang mertuanya itu, pembohong ulung.Namun, untuk mengantisipasi semuanya, Izzah pun langsung menghubungi salah satu satpam di rumahnya."Assalamuakaikum, Non," ucap Sigit, si satpam saat menerima panggilan dari Izzah."Waalaikum salam. Pak, tolong Bu Citra dan Mbak Desi, jangan dibiarkan keluar dari rumah, dengan alasan apapun!" ucap Izzah to the point.."Siap, Non. Laksanakan!""Oke, satu jam lagi akan kelu
Bab 48"Sudah Bik, sudah! Nggak usah ditanggepin Bu Citra itu. Memang dia suka sekali membuat masalah," ucap Yati, menenangkan Bik Karmi sambil memberinya segelas air minum."Tapi, aku nggak terima dengan semua ucapannya, Ti. Apalagi dia bilang telah membunuh Tuan Hasan!" tukas Bik Karmi."Tapi apa iya, Bu Citra sampai senekat itu? Hingga berani menghabisi nyawa Tuan Besar?" timpal Ririn, pembantu yang lain."Kalau Bu Citra sih, kurasa berani, Rin. Dia kan benalu di sini, dan ingin mendapat banyak harta, jadi rasanya tak mustahil dia melakukan hal itu, demi mewujudkan mimpinya.Coba pikir lagi, setelah keluarga itu datanh ke sini, kenapa tiba-tiba Tuan meninggal dunia? Padahal akhir-akhir ini kesehatan almarhum makin membaik?" ucap Bik Karmi lagi.Opini dari pembantu seniornya itu, dibenarkan oleh Izzah. Sejak perjodohan Izzah dengan Alif, kesehatan Pak Hasan memang lebih baik, karena dia memang ingin hidup lebih lama, demi melihat cucu pertamannya lahir.Namun, tiba-tiba Pak Hasan m
Bab 49Sebuah KonsekuensiTanpa mengabari Alif dan Widodo, Izzah segera pulang ke rumah, dalam perjalanan dia juga menelepon polisi, untuk membantu menangkap pembunuh Papanya itu.Sementara itu, saat Izzah pergi tadi, Alif sempat melihat, karena dia berniat ingin masuk ke ruangan istrinya itu."Bu Izzah pergi kemana lagi itu, Li?" tanya Alif pada sekretaris pribadi Izzah itu."Maaf, Pak Alif, saya tidak tahu. Beliau tadi juga tak berucap apapun, langsung pergi begitu saja," jawab Lili sopan.Tentu saja, hal ini membuat Alif khawatir apalagi saat melihat langkah kaki cepat Izzah tadi. Dia pun akhirnya mencoba menghubungi Izzah, namun lebih dari sepuluh kali, tak juga mendapat respon.Dengan mobil kantor, dia pun mengajak Widodo pulang, khawatir jika terjadi apa-apa. Widodo pun segera menelepon Desi, untuk menanyakan hal ini."Ada apa, Mas?" ucap Desi, mengawali obrolan lewat sambungan telepon itu."Apa Izzah ada di rumah sekarang?" tanya Widodo to the point."Nggak ada kok. Memangny
Bab 50"Tentang apa, Bu?" tanya Bik Karmi datar."Ya , tentang aku yang sudah membunuh Pak Hasan, dan juga rencanaku menghabisi nyawa Izzah, demi bisa mendapatkan semua kekayaan ini! Kalau sampai kalian macam-macam, awas saja! Kumatikan juga kalian!" ancam Bu Citra lagi.Ketiga pembantu itu, tersenyum sinis mendengar itu semua. Mereka merasa selangkah lebih maju, karena saat ini telah merekam ucapan Bu Citra itu. Sebagai bukti untuk melaporkan pada Izzah."Anda itu manusia atau bukan sih, Bu?! Tega berbuat seperti itu, kepada sesama manusia, hanya demi kekayaaan semata! Padahal selama ini, mereka itu baik sekali kepada Anda. Maka, penjara adalah tempat yang tepat untuk orang seperti Bu Citra ini!"Bik Yati, yang amat pendiam, tiba-tiba menjadi emosi sekali. Dia tak menyangka ada orang sejahat Bu Citra."Mau laporin aku! Hah?!! Berani kamu?!" ucap Bu Citra sembari menoyor kepala Bik Yati."Jangan suka main tangan, Bu! Derajat kita itu sama di sini, hanya lebih baik kami, karena Anda h
Bab 51Penjara Adalah Tempat Kalian "Apa benar, jika Ibu membunuh Papa? Dengan membekapkan bantal?!" tanya Izzah yang kini tak lagi bisa membendung emosinya.Bu Citra dan Desi saling menunduk, kini keduanya tak berani bersuara karena memang sudah ketahuan belangnya."Jawab! Jangan hanya diam saja! Asal kalian tahu, di rumah ini kupasang puluhan kamera pengintai, jadi apa yang kalian lakukan aku sudah mengetahuinya!" teriak Izzah.Izzah kini makin mendekat ke arah mertua dan kakak iparnya itu berdiri. Dengan tapatapan matanya yang tajam. Hal itu tentu saja membuat Desi ketakutan."Maafkan kami, Zah. Eh...maafkan Ibu..." ucap Desi lirih."Maaf? Dengan mudahnya kamu bilang maaf, Mbak? Setelah apa yang kalian lakukan?! Aku sebenarnya tahu, jika selama ini kalian merencanakan ingin mencelakai hingga ingin membunuhku, tapi aku masih diam saja! Tapi kali ini, tak ada maaf untuk kalian!" Izzah semakin tampak sengit.Tiba-tiba, Widodo dan Alif masuk, dan langsung ikut ke dapur."Ada apa ini,
Bab 52Tiba-tiba sekelompok polisi datang, dan siap menangkap para tersangka, tadi di telepon Izzah sudah melaporkan semuanya."Tolong tangkap mereka berempat, Pak! Mereka yang telah membunuh Papaku, dan berencana ingin menghabisi nyawaku juga," ucap Izzah pada polisi sambil menunjuk para benalu itu.Melihat kedatangan para polisi itu, Widodo langsung mengambil langkah seribu. Dia lari menuju keluar, dan dengan sigap, tiga orang polisi mengejarnya.Sementara petugas lain, langsung dengan sigap menangkap Bu Citra, Desi dan Alif. Desi hanya bisa menangis."Ingat Zah, hidupmu tak akan bisa tenang!" teriak Bu Citra mengancam Izzah.Dan tentu saja hanya di jawab oleh Izzah dengan senyum kecut."Zah, aku nggak bersalah, kenapa aku ikut ditangkap juga!" protes Alif, sambil terus meronta."Jelaskan nanti saja di kantor polisi!" ucap petugas.Izzah tak banyak berkata lagi, meski Alif dan Bu Citra terus berucap, dan membiarkan petugas membawa keluarga benalu itu.Dorrr!Sebuah suara tembakan da
Bab 53Pov VenaSungguh lega karena akhirnya aku bisa pergi dari rumah si Izzah yang sombong itu! Iya sih dia itu emang kaya, tapi kan itu cuman harta warisan, harusnya nggak usah sombong gitu juga dong. Siapa pun bisa kata jika punya banyak warisan seperti dia.Jika saja dulu ayahku tak seting membantu dia saat sekolah SMA, pasti saat ini si Izzah itu bakalan kere juga kan? Hal ini lah sebenarnya membuatku sedikit kecewa pada Ayah. Sitik bersikap menjadi pahlawan, hasilnya malah Sekarang mengecewakan keluarganya sendiri. Jadinya aku sebel kan?"Kamu itu masih sekolah loh, Ven. Kalau bisa jangan berpenampilan seperti itu dong. Yang sopan sedikit gitu loh." Izzah pernah berkata seperti ini padaku."Nggak sopan gimana sih? Ini sopan tau! Malah ini yang mengikuti trend OOTD anak muda jaman sekarang. Kamu saja Mbak yang kuno!" jawabku dengan malas."Boleh saja mengikuti perkembangan zaman, tetapi juga harus tetap menyaring mana yang baik dan mana yang benar. Ingat loh, Ven. Pakaian itu m
Bab 54Pov VenaJika ibu dan Mbak Desi memiliki untuk tetap tinggal di rumah itu, hanya demi katanya bisa merebut semua harta yang dimiliki oleh si Izzah itu. Maka aku lebih memilih untuk pergi saja. Hidup disana rasanya seperti di penjara saja. Awalnya sih aku pun berpikir jika nanti akan enak dan seperti di surga, nyatanya malah lebih parah dari pada di neraka!Karena memang ibu yang biasanya punya insting selalu benar, saat ini malah salah seribu persen! Memang sih wajah si Izzah ini antara lembut dan cantik, bahkan mungkin semua orang akan terkena ketika melihat wajahnya. Seakan dia itu orang yang lemah dan gampang sekali untuk ditindas. Tetapi nyatanya, dia itu seperti seekor singa betina yang siap menerkam siapa saja yang menganggu dirinya.Jika sudah seperti ini, menurutku akan sulit sekali untuk mendapatkan apa yang kami inginkan. Istilahnya sih hanya akan membuang waktu belaka.Apa Lagi Izzah itu kan punya banyak uang, tentu dengan mudah dia bisa menyuruh siapa saja dan mela