Bab 45Kebusukan Mulai TerungkapIzzah yang kini sudah sampai di ruangannya itu pun, masih merasa sedikit jengkel dengan kelakuan Vena pagi ini. Dia tak pernah menyangka, jika seorang gadis yang masih belia seperti itu, akan punyaa sikap seburuk itu. Namun, dia juga sedikit lega, karena Vena telah pergi dari rumahnya.Izzah memang tetap bertekad untuk memenuhi wasiat Papanya, yang akan membiarkan keluarga benalu itu, tetap tinggal di rumahnya hingga pembangunan rumah itu usai. Tapi, jika ada yang tak mau menuruti peraturannya, maka pintu rumah terbuka lebar untuk mereka."Assalamualaikum, Pak Asep. Bagaimana progres pembangunan rumah itu sekarang?" ucap Izzah saat menelepon Pak Asep, mandor pembangunan rumah mertuanya itu."Waalaikum salam, Bu. Sampai saat ini, sudah berjalan sekitar tiga puluh persen" jawab mandor tersebut."Oke..ada berapa pekerja di sana saat ini?" tanya Izzah lagi."Saat ini, ada tiga orang tukang bangunan, dan ada enam pembantu, Bu.""Tambahi lagi menjadi dua kal
Bab 46"Maafin ya, Zah. Pasti kejadian tadi pagi membuatmu jadi bad mood," ucap Alif mengawali.pembicaraan.Izzah tak memjawaab hanya mengangguk saja dengan malasnya."Tapi, sekarang Vena 'kan sudah pergi, jadi nggak akan ada yang membuatmu kesal lagi," tukas Alif.Lagi, Izzah hanya diam, sembari menyunggingkan sebuah senyum kecut."Kamu kok diam aja sih, lagi sakit gigi?"Alif yang merasa tak ditanggapi oleh istrinya, kini ingin mulai mencairkan suasana. Karena memang dia juga masih merasa bersalah pada Izzah, atas kelakuan keluarganya. Namun, Izzah tetap tak merespon."Jangan diam aja gitu dong, Zah. Kamu makin jelek deh kalau kayak gitu terus, cemberut dan mukanya berkerut!"."Jadi kamu ke sini cuma mau ngomongin itu? Tak penting sekali!" jawab Izzah dengan membelalakan mata."Nah gitu dong, ngomong. Makin cantik deh kalau marah, Hahaha. Mulai saat ini, kupastikan tak ada yang kurang ajar padamu lagi, aku janji, tak akan ada yamg membuat mood mu hancur lagi! Oke..?!""Wah bagus sek
Bab 47Terungkap"Si Hasan itu kumatikan dengan cara kubekap dengan bantal! Dan kalau hanya Izzah, bisa saja aku dengan mudah menaruh racun di makannanya! Sudah selesai 'kan? Dan rumah serta harta ini langsung menjadi milikku!" ucap Bu Citra dengan pongahnya.Ketiga pembantu itu, langsung membelalakan mata mendengar ucapan Bu Citra itu."Jadi Bi Citra sudah membunuh tuan Hasan?!" teriak Bik Karmi.Izzah tentu saja amat kaget dengan ucapan Ibu mertuanya itu. Tapi, dia ingin melihat terlebih dahulu, apakah yang diucapkan Bu Citra itu benar, atau hanya kebohongan semata. Karena memang mertuanya itu, pembohong ulung.Namun, untuk mengantisipasi semuanya, Izzah pun langsung menghubungi salah satu satpam di rumahnya."Assalamuakaikum, Non," ucap Sigit, si satpam saat menerima panggilan dari Izzah."Waalaikum salam. Pak, tolong Bu Citra dan Mbak Desi, jangan dibiarkan keluar dari rumah, dengan alasan apapun!" ucap Izzah to the point.."Siap, Non. Laksanakan!""Oke, satu jam lagi akan kelu
Bab 48"Sudah Bik, sudah! Nggak usah ditanggepin Bu Citra itu. Memang dia suka sekali membuat masalah," ucap Yati, menenangkan Bik Karmi sambil memberinya segelas air minum."Tapi, aku nggak terima dengan semua ucapannya, Ti. Apalagi dia bilang telah membunuh Tuan Hasan!" tukas Bik Karmi."Tapi apa iya, Bu Citra sampai senekat itu? Hingga berani menghabisi nyawa Tuan Besar?" timpal Ririn, pembantu yang lain."Kalau Bu Citra sih, kurasa berani, Rin. Dia kan benalu di sini, dan ingin mendapat banyak harta, jadi rasanya tak mustahil dia melakukan hal itu, demi mewujudkan mimpinya.Coba pikir lagi, setelah keluarga itu datanh ke sini, kenapa tiba-tiba Tuan meninggal dunia? Padahal akhir-akhir ini kesehatan almarhum makin membaik?" ucap Bik Karmi lagi.Opini dari pembantu seniornya itu, dibenarkan oleh Izzah. Sejak perjodohan Izzah dengan Alif, kesehatan Pak Hasan memang lebih baik, karena dia memang ingin hidup lebih lama, demi melihat cucu pertamannya lahir.Namun, tiba-tiba Pak Hasan m
Bab 49Sebuah KonsekuensiTanpa mengabari Alif dan Widodo, Izzah segera pulang ke rumah, dalam perjalanan dia juga menelepon polisi, untuk membantu menangkap pembunuh Papanya itu.Sementara itu, saat Izzah pergi tadi, Alif sempat melihat, karena dia berniat ingin masuk ke ruangan istrinya itu."Bu Izzah pergi kemana lagi itu, Li?" tanya Alif pada sekretaris pribadi Izzah itu."Maaf, Pak Alif, saya tidak tahu. Beliau tadi juga tak berucap apapun, langsung pergi begitu saja," jawab Lili sopan.Tentu saja, hal ini membuat Alif khawatir apalagi saat melihat langkah kaki cepat Izzah tadi. Dia pun akhirnya mencoba menghubungi Izzah, namun lebih dari sepuluh kali, tak juga mendapat respon.Dengan mobil kantor, dia pun mengajak Widodo pulang, khawatir jika terjadi apa-apa. Widodo pun segera menelepon Desi, untuk menanyakan hal ini."Ada apa, Mas?" ucap Desi, mengawali obrolan lewat sambungan telepon itu."Apa Izzah ada di rumah sekarang?" tanya Widodo to the point."Nggak ada kok. Memangny
Bab 50"Tentang apa, Bu?" tanya Bik Karmi datar."Ya , tentang aku yang sudah membunuh Pak Hasan, dan juga rencanaku menghabisi nyawa Izzah, demi bisa mendapatkan semua kekayaan ini! Kalau sampai kalian macam-macam, awas saja! Kumatikan juga kalian!" ancam Bu Citra lagi.Ketiga pembantu itu, tersenyum sinis mendengar itu semua. Mereka merasa selangkah lebih maju, karena saat ini telah merekam ucapan Bu Citra itu. Sebagai bukti untuk melaporkan pada Izzah."Anda itu manusia atau bukan sih, Bu?! Tega berbuat seperti itu, kepada sesama manusia, hanya demi kekayaaan semata! Padahal selama ini, mereka itu baik sekali kepada Anda. Maka, penjara adalah tempat yang tepat untuk orang seperti Bu Citra ini!"Bik Yati, yang amat pendiam, tiba-tiba menjadi emosi sekali. Dia tak menyangka ada orang sejahat Bu Citra."Mau laporin aku! Hah?!! Berani kamu?!" ucap Bu Citra sembari menoyor kepala Bik Yati."Jangan suka main tangan, Bu! Derajat kita itu sama di sini, hanya lebih baik kami, karena Anda h
Bab 51Penjara Adalah Tempat Kalian "Apa benar, jika Ibu membunuh Papa? Dengan membekapkan bantal?!" tanya Izzah yang kini tak lagi bisa membendung emosinya.Bu Citra dan Desi saling menunduk, kini keduanya tak berani bersuara karena memang sudah ketahuan belangnya."Jawab! Jangan hanya diam saja! Asal kalian tahu, di rumah ini kupasang puluhan kamera pengintai, jadi apa yang kalian lakukan aku sudah mengetahuinya!" teriak Izzah.Izzah kini makin mendekat ke arah mertua dan kakak iparnya itu berdiri. Dengan tapatapan matanya yang tajam. Hal itu tentu saja membuat Desi ketakutan."Maafkan kami, Zah. Eh...maafkan Ibu..." ucap Desi lirih."Maaf? Dengan mudahnya kamu bilang maaf, Mbak? Setelah apa yang kalian lakukan?! Aku sebenarnya tahu, jika selama ini kalian merencanakan ingin mencelakai hingga ingin membunuhku, tapi aku masih diam saja! Tapi kali ini, tak ada maaf untuk kalian!" Izzah semakin tampak sengit.Tiba-tiba, Widodo dan Alif masuk, dan langsung ikut ke dapur."Ada apa ini,
Bab 52Tiba-tiba sekelompok polisi datang, dan siap menangkap para tersangka, tadi di telepon Izzah sudah melaporkan semuanya."Tolong tangkap mereka berempat, Pak! Mereka yang telah membunuh Papaku, dan berencana ingin menghabisi nyawaku juga," ucap Izzah pada polisi sambil menunjuk para benalu itu.Melihat kedatangan para polisi itu, Widodo langsung mengambil langkah seribu. Dia lari menuju keluar, dan dengan sigap, tiga orang polisi mengejarnya.Sementara petugas lain, langsung dengan sigap menangkap Bu Citra, Desi dan Alif. Desi hanya bisa menangis."Ingat Zah, hidupmu tak akan bisa tenang!" teriak Bu Citra mengancam Izzah.Dan tentu saja hanya di jawab oleh Izzah dengan senyum kecut."Zah, aku nggak bersalah, kenapa aku ikut ditangkap juga!" protes Alif, sambil terus meronta."Jelaskan nanti saja di kantor polisi!" ucap petugas.Izzah tak banyak berkata lagi, meski Alif dan Bu Citra terus berucap, dan membiarkan petugas membawa keluarga benalu itu.Dorrr!Sebuah suara tembakan da
Bab 67Ending.Bubur memang benar tak mungkin lagi bisa diubah menjadi nasi lagi. Seperti apa yang saat ini terjadi pada keluarga benalu itu. Kesalahan fatal yang dibuat oleh Bu Citra, kini membawanya pada rumah sakit jiwa. Menerima vonis dari hakim saja sebenarnya sudah membuat wanita tua itu shock, ditambah lagi dengan bully-an yang dia terima di dalam penjara.Hotel prodeo itu memang sebuah tempat yang keras, meski itu hanya sel yang khusus untuk para napi wanita. Karena semua yang sekarang menginap di hotel prodeo itu adalah para wanita yang bermasalah, maka tak kaget lagi jika banyak terjadi pembully-an disana. Siapa lemah akan menjadi bahan bully-an dan yang memang akan menjadi ketua suku, dan dihormati oleh semuanya.Kini, Bu Citra telah resmi menjadi penghuni rumah sakit jiwa itu. Karena pemeriksaan intensif oleh petugas memang menunjukkan jika dia terganggu otaknya. Alif dan Desi mau tak mau tentu saja harus bisa menerima semua kenyataan yang terjadi ini."Aku akan membalas
Bab 66Waktu berlalu begitu cepat, sudah sebulan lamanya Bu Citra menjalani hidup sebagai seorang tahanan. Meski Alif dan Desi selalu datang seminggu sekali, tetapi nyatanya hal itu Seperti tak ada artinya sama sekali bagi Bu Citra. Yang dia ingin hanya keluar dari hotel prodeo ini sekarang juga!Hidayah pun sepertinya tak sedikit pun menyentuh hati ibunda Alif itu. Meski telah banyak hal terjadi, dia tak bisa mengambil hikmahnya. Yang ada malah hatinya semakin membatu saja."Bu, nggak pingin solat? Ayo bareng ke musholla!" ajak teman satu sel Bu Citra. Memang di lapas wanita itu ada mushola untuk memudahkan para napi shalat berjamaah."Ngapain sih kamu ngajak-ngakak!? Sok alim saja kamu ini. Sudah cepat pergi! Jangan sok ceramah seperti Izzah kamu ya!" Bentak Bu Citra, hampir setiap diajak oleh beberapa temannya untuk mendekatkan diri pada Allah.Sedikit pun tak ada penyesalan dalam hati wanita paruh baya itu. Yang ada malah hanya dendam dan dendam saja."Semua orang di dunia ini mem
Bab 65Hari ini adalah sidang terakhir Bu Citra, alias pembacaan vonis tentang pembunuhan berencana yang wanita itu lakukan pada Pak Hasan, yang tak lain adalah besannya sendiri saat itu. Karena emang semua bukti sudah lengkap, jadi tak perlu waktu lama lagi untuk hakim mengambil keputusan.Tentu saja saat ini Izzah hadir, begitu juga anak-anak dari Bu Citra. Absen si Vena saja yang memang hingga saat ini tak diketahui kabarnya. "Lif, bagaimana jika nanti ibu mendapatkan hukuman yang berat?" tanya Desi yang kini duduk di samping adik kandungnya itu.Alif menarik nafas dalam-dalam dan memang saat ini dadanya pun merasa sesak sekali."Entahlah, Mbak. Aku pun telah melakukan berbagai cara agar Izzah mau mencabut laporan itu, tetapi semua usahaku itu nihil. Sekarang sepertinya kita hanya bisa pasrah saja pada mereka," jawab Alif sambil menunjuk pada deretan hakim."Dasar memang si Izzah itu sombong banget! Kok ada si manusia tak punya hati nurani seperti dia itu? Wajah saja terlihat sepe
Bab 64Mau tak mau, tentu saja akhiranya Alif pun pergi dari ruangan wanita yang secara negara masih sah menjadi isterinya itu. Dilema tentu saja saat ini terus bergelayut di dalam hatinya. Sebagai seorang anak yang berbakti, tentu dia ingin membebaskan Bu Citra dari hukuman polisi. Karena memang sejak dulu Alif adalah seorang anak yang sangat berbakti pada ibunya. Apa lagi ketika dia ingat dengan almarhum ayahnya, yang sebelum meninggal dulu telah menitipkan dua saudara perempuannya dan juga sang ibu."Ya Allah, kenapa semua menjadi seperti ini sih!" Alif merasa frustasi saat ini. Lelaki tampan yang kini sudah kembali ke ruangannya itu pun mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu dia menyesali kesalahan besar yang telah ibunya buat."Jika ibu tidak menghabisi nyawa Pak Hasan, tentu semua ini tak akan pernah terjadi!" Kembali Alif berucap dengan frustasi.Tetapi di sisi lain, hati nuraninya pun membenarkan segala keputusan yang diambil oleh Izzah.Apa yang dilakukan oleh Bu Citra memang
Bab 63Waktu berlalu dengan begitu cepat bagi Alif, sudah satu bulan sejak keluar dari penjara itu, kini dia dan Widodo sudah kembali bekerja di perusahaan milik Izzah. Namun, tentu saja semua tak bisa seperti dulu. Meski dia berharap penuh, namun sama sekali Izzah tak pernah mengajaknya bicara. Hanya sekedar formalitas saja seperti Bos pada pegawainya. Sebenarnya perasaan yang ada dalam hati Alif tak jauh beda dengan yang dirasakan oleh Izzah. Wanita itu pun merasakan jika telah menaruh hati pada Alif. Namun tentu saja hal itu terus saja berusaha dia dipungkiri.Tak mungkin rasanya dia menjalin hubungan dengan anak dari pembunuh Papanya, meski dia tau jika Alif adalah lelaki yang baik. Ego masih terus saja merajai hatinya saat ini.Siang ini, Alif memberanikan diri untuk mendatangi Izzah di ruangannya ketika istirahat siang. Bukan untuk mengatakan isi hatinya yang terus membuatnya tersiksa. Tetapi untuk memperjuangkan nasib ibunya, yang besok adalah sidang terakhir dan waktunya hak
Bab 62Setelah kepergian Izzah dan pengacaranya. Alif segera mengajak Desi dan Widodo untuk pulang. Tentu saja kali ini mereka pulang dengan menaiki angkot. Selama perjalanan yang hampir memakan waktu satu jam itu, mereka tak saling berbicara, karena memang bergelut dengan pikirannya masing-masing.Alif sebenarnya masih tak ingin percaya jika saat ini dia dan Izzah akan sah berpisah. Lelaki tampan itu sesungguhnya masih berharap jika Izzah mau kembali menerima dia. Meski menang hal itu pasti sulit, karena tindakan ibunya yang sangat sulit untuk dimaafkan.'Jika memang jodoh, pasti kita akan bertemu lagi Zah. Aku pun ingin menunjukkan kepada kamu jika aku tak seburuk yang kamu pikirkan!' gumam Alif dalam hati.Bersamaan dengan uang yang diberikan oleh Izzah tadi, ada juga alamat rumah baru untuk mereka. Rumah itu bukanlah rumah mereka yang direnovasi dahulu, tetapi Izzah sengaja membeli sebuah rumah di kompleks perumahan untuk mereka, lengkap dengan segala isinya."Wah. Ternyata rumahn
Bab 61Sedikit pun Izzah tak berkomentar saat ini. Hanya dengan cepat dia mengambil surat itu dan memberikannya kembali pada sang pengacara. Yang kemudian langsung memasukkannya kembali ke dalam tas."Begini memang sepertinya jalan yang terbaik, Lif. Cinta itu tak mesti harus memiliki bukan?" Seloroh sang pengacara yang bisa melihat cinta Alif pada Izzah itu.Semua hanya diam, sementara Desi dan Widodo masih melanjutkan makan.Lelaki berdarah tionghoa itu pun kemudian melanjutkan ucapannya. "Sebuah hubungan yang didasari oleh niat yang buruk dan tak pas, akhirnya pun akan berujung dengan hal yang tak mengenakkan. Aku yakin almarhum Pak Hasan pun akan mengerti dengan hal ini. Sedikit rasa yang sudah terbit dalam hati, biarkan saja tetap seperti itu. Jika memang kalian masih berjodoh, tentu tak akan kemana bukan?" Alif dan Izzah spontan tersenyum bersama, hanya saja mereka masih tak bersuara. Si pengacara kembali berucap agar suasana tak terus terasa tegang."Oh iya, Zah. Apa ada lagi
Bab 60Setelah menemui Bu Citra yang berakhir dengan rasa kesal mendalam, akhirnya Izzah pun kembali menemui pengacaranya. "Apa sudah selesai, Om?" tanya Izzah sembari mencoba menurunkan emosi yang ada dalam hatinya, karena mertuanya yang tadi itu.Si pengacara langsung mengangguk dan tersenyum. "Semua sudah beres kok, Zah. Itu Alif dan saudaranya sudah menandatangani berkas," jawabnya sambil menunjuk ketiga orang benalu yang kini sudah bebas itu.Mereka Izzah pun langsung menoleh pada tunjukan tangan itu. Ada secercah bahagia dalam hatinya karena melihat Alif bebas. Tetapi Izzah sedikit pun tak menganggap jika itu adalah bagian kecil dari yang dinamakan cinta."Om, kita ke kantin sebentar ya. Tolong ajak mereka kesana. Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan pada mereka," ucap Izzah yang langsung dijawab dengan anggukan oleh sang pengacara.Izzah pun berangkat terlebih dahulu ke kantin kantor polisi itu. Menurutnya ini adalah tempat yang pas, dari pada harus membawa ketiga benalu itu
Bab 59Proses hukum pada Bu Citra tetap berjalan untuk saat ini. Tetapi hari ini memang Izzah kembali datang ke kantor polisi bersama sang pengacara untuk mencabut tuntutan pada Alif, Widodo dan juga Desi. Serta memberikan surat gugatan cerai dari suaminya itu.Sebenarnya sang pengacara telah mengurus surat pencabutan itu sejak kemarin, jadi hari ini ketiganya sudah bisa menghirup udara bebas.Sebelum membebaskan ketiga orang itu, saat ini Izzah lebih dulu ingin bertemu dengan Bu Citra. Ada beberapa Hal yang ingin dia sampaikan. Sementara sang pengacara mengurus berkas.Bu Citra datang dengan langkah gontai, karena dia tahu jika menantunya itu membiarkan dia mendapatkan hukuman yang setimpal. Wanita setengah baya itu pun duduk sambil menunduk."Bu, tolong maafkan saya ya. Karena meski telah mencoba, nyatanya saya tetap tak bisa membiarkan ibu melenggang bebas setelah menghabisi nyawa Papa," ucap Izzah yang berusaha sekuat tenaga menahan emosi.Bu Citra langsung mendongak demi mendeng