Bab 50"Tentang apa, Bu?" tanya Bik Karmi datar."Ya , tentang aku yang sudah membunuh Pak Hasan, dan juga rencanaku menghabisi nyawa Izzah, demi bisa mendapatkan semua kekayaan ini! Kalau sampai kalian macam-macam, awas saja! Kumatikan juga kalian!" ancam Bu Citra lagi.Ketiga pembantu itu, tersenyum sinis mendengar itu semua. Mereka merasa selangkah lebih maju, karena saat ini telah merekam ucapan Bu Citra itu. Sebagai bukti untuk melaporkan pada Izzah."Anda itu manusia atau bukan sih, Bu?! Tega berbuat seperti itu, kepada sesama manusia, hanya demi kekayaaan semata! Padahal selama ini, mereka itu baik sekali kepada Anda. Maka, penjara adalah tempat yang tepat untuk orang seperti Bu Citra ini!"Bik Yati, yang amat pendiam, tiba-tiba menjadi emosi sekali. Dia tak menyangka ada orang sejahat Bu Citra."Mau laporin aku! Hah?!! Berani kamu?!" ucap Bu Citra sembari menoyor kepala Bik Yati."Jangan suka main tangan, Bu! Derajat kita itu sama di sini, hanya lebih baik kami, karena Anda h
Bab 51Penjara Adalah Tempat Kalian "Apa benar, jika Ibu membunuh Papa? Dengan membekapkan bantal?!" tanya Izzah yang kini tak lagi bisa membendung emosinya.Bu Citra dan Desi saling menunduk, kini keduanya tak berani bersuara karena memang sudah ketahuan belangnya."Jawab! Jangan hanya diam saja! Asal kalian tahu, di rumah ini kupasang puluhan kamera pengintai, jadi apa yang kalian lakukan aku sudah mengetahuinya!" teriak Izzah.Izzah kini makin mendekat ke arah mertua dan kakak iparnya itu berdiri. Dengan tapatapan matanya yang tajam. Hal itu tentu saja membuat Desi ketakutan."Maafkan kami, Zah. Eh...maafkan Ibu..." ucap Desi lirih."Maaf? Dengan mudahnya kamu bilang maaf, Mbak? Setelah apa yang kalian lakukan?! Aku sebenarnya tahu, jika selama ini kalian merencanakan ingin mencelakai hingga ingin membunuhku, tapi aku masih diam saja! Tapi kali ini, tak ada maaf untuk kalian!" Izzah semakin tampak sengit.Tiba-tiba, Widodo dan Alif masuk, dan langsung ikut ke dapur."Ada apa ini,
Bab 52Tiba-tiba sekelompok polisi datang, dan siap menangkap para tersangka, tadi di telepon Izzah sudah melaporkan semuanya."Tolong tangkap mereka berempat, Pak! Mereka yang telah membunuh Papaku, dan berencana ingin menghabisi nyawaku juga," ucap Izzah pada polisi sambil menunjuk para benalu itu.Melihat kedatangan para polisi itu, Widodo langsung mengambil langkah seribu. Dia lari menuju keluar, dan dengan sigap, tiga orang polisi mengejarnya.Sementara petugas lain, langsung dengan sigap menangkap Bu Citra, Desi dan Alif. Desi hanya bisa menangis."Ingat Zah, hidupmu tak akan bisa tenang!" teriak Bu Citra mengancam Izzah.Dan tentu saja hanya di jawab oleh Izzah dengan senyum kecut."Zah, aku nggak bersalah, kenapa aku ikut ditangkap juga!" protes Alif, sambil terus meronta."Jelaskan nanti saja di kantor polisi!" ucap petugas.Izzah tak banyak berkata lagi, meski Alif dan Bu Citra terus berucap, dan membiarkan petugas membawa keluarga benalu itu.Dorrr!Sebuah suara tembakan da
Bab 53Pov VenaSungguh lega karena akhirnya aku bisa pergi dari rumah si Izzah yang sombong itu! Iya sih dia itu emang kaya, tapi kan itu cuman harta warisan, harusnya nggak usah sombong gitu juga dong. Siapa pun bisa kata jika punya banyak warisan seperti dia.Jika saja dulu ayahku tak seting membantu dia saat sekolah SMA, pasti saat ini si Izzah itu bakalan kere juga kan? Hal ini lah sebenarnya membuatku sedikit kecewa pada Ayah. Sitik bersikap menjadi pahlawan, hasilnya malah Sekarang mengecewakan keluarganya sendiri. Jadinya aku sebel kan?"Kamu itu masih sekolah loh, Ven. Kalau bisa jangan berpenampilan seperti itu dong. Yang sopan sedikit gitu loh." Izzah pernah berkata seperti ini padaku."Nggak sopan gimana sih? Ini sopan tau! Malah ini yang mengikuti trend OOTD anak muda jaman sekarang. Kamu saja Mbak yang kuno!" jawabku dengan malas."Boleh saja mengikuti perkembangan zaman, tetapi juga harus tetap menyaring mana yang baik dan mana yang benar. Ingat loh, Ven. Pakaian itu m
Bab 54Pov VenaJika ibu dan Mbak Desi memiliki untuk tetap tinggal di rumah itu, hanya demi katanya bisa merebut semua harta yang dimiliki oleh si Izzah itu. Maka aku lebih memilih untuk pergi saja. Hidup disana rasanya seperti di penjara saja. Awalnya sih aku pun berpikir jika nanti akan enak dan seperti di surga, nyatanya malah lebih parah dari pada di neraka!Karena memang ibu yang biasanya punya insting selalu benar, saat ini malah salah seribu persen! Memang sih wajah si Izzah ini antara lembut dan cantik, bahkan mungkin semua orang akan terkena ketika melihat wajahnya. Seakan dia itu orang yang lemah dan gampang sekali untuk ditindas. Tetapi nyatanya, dia itu seperti seekor singa betina yang siap menerkam siapa saja yang menganggu dirinya.Jika sudah seperti ini, menurutku akan sulit sekali untuk mendapatkan apa yang kami inginkan. Istilahnya sih hanya akan membuang waktu belaka.Apa Lagi Izzah itu kan punya banyak uang, tentu dengan mudah dia bisa menyuruh siapa saja dan mela
Bab 55Setelah penangkapan para keluarga benalu itu, sebenarnya hati Izzah pun menjadi dilema tak karuan. Bukan karena menyesal telah memasukkan mertua pembunuh ayah kandungnya itu, tetapi karena dia memikirkan tentang Alif. Sesungguhnya memang karena emosi yang terlewat tinggi, hingga dia gelap mata. Izzah amat tahu jika Alif, Widodo dan juga Desi tak ikut bersalah."Bi, sudah dibersihkan semua barang-barang milik keluarga Bu Citra?" tanya Izzah pada asisten rumah tangganya dengan lembut."Semua sudah siap saya letakkan di teras, sesuai dengan instruksi dari Neng Izzah kemarin," jawab Bi Karmi dengan sangat sopan.Izzah hanya mengangguk segera berlalu ke luar rumah. Seperti yang telah dia katakan kemarin, memang semua barang milik keluarga benalu itu akan dikeluarkan dari rumah ini. Tetapi Izzah tak terlalu kejam juga, dia telah menyewa sebuah rumah untuk menampung semua barang itu, karena rumah yang dibangun belum selesai. "Maafkan Izzah, Pa. Semoga saja Papa bisa mengerti dengan k
Bab 56Awalnya Izzah memang merasa kasihan kepada Alif karena harus berada dalam jeruji besi juga meski tak bersalah. Tetapi setelah pertemuan itu tadi, Izzah malah menjadi semakin emosi saja. Emosi wanita cantik itu langsung terpatik tatkala Alif meminta dia untuk melepaskan Bu Citra."Gampang sekali Alif berucap seperti itu! Coba dia saat ini berada di posisiku, pasti yang akan dia lakukan lebih ekstrem dari ini! Aku yakin itu!" Izzah masih berucap penuh emosi saat ini meski sudah berada di dalam mobil.Sebenarnya dia pun masih tak menyangka jika hidupnya akan menjadi berantakan seperti ini setelah kepergian Pak Hasan."Seharusnya dulu aku dengan keukeuh tak mau menerima perjodohan itu! Jika aku tak menikah dengan Alif, pasti saat ini Papa itu masih hidup! Aku ini memang bodoh!" Izzah merasa amat kecewa pada dirinya sendiri.Wanita itu pun kemudian menangis sejadi-jadinya di dalam mobil, tangisan yang telah dia tahan selama beberapa hari ini.Di depan para keluarga benalu dan di de
Bab 57Pov Bu Citra"Bu, aku nggak mau terus disini, banyak nyamuk nya nih!" Sejak tiba disini Desi terus saja merengek seperti anak kecil."Ya sudah pukul saja!" jawabku sekenanya."Sudah aku pukul, tapi nggak kena juga! Mereka tuh gesit banget deh, habis gigit langsung saja pergi. Bentol dan gatal semua ini loh!" Desi kembali merengek kali ini malah puteri sulungku itu mirip seperti anak usia lima tahun."Desi, kamu itu jangan manja begitu dong. Kamu itu sudah besar!" ucapku dengan kesal.Sebenarnya tentu bukan hanya Desi saja yang merasa kesal di tempat ini, tetapi aku juga. Malam ini adalah malam kedua yang harus kami lewati sebagai seorang pesakitan. Rasanya sungguh sangat menyakitkan, jika boleh memilih tentu lebih enak di rumahku dulu yang peot dari pada di hotel prodeo ini."Bu ayo dong kita pulang! Aku nggak mau disini terus." Desi kembali berucap sambil menangis.Karena jengkel aku pun langsung memukul kepalanya dengan sandal. "Aduh, ibu ini apaan sih!" protes Desi seketika.