Pembacaan Surat Wasiat 2"Hey Pak pengacara, jangan sok tahu ya...suamiku itu amat banyak jasanya pada si Hasan itu! Dasar..."Belum sempat Bu Citra melanjutkan ucapannya, Izzah telah lebih dulu memotongnya."Cukup Bu! Jangan pernah lagi mengungkapkan keburukan almarhum Papa. Jika memang menurutmu, apa yang Papa berikan selama ini masih kurang, maka dengan ikhlas kuberikan peternakan itu pada kalian!...""Nah, gitu dong dari tadi!" Bu Citra kini ganti memotong perkataan Izzah, karena saking girangnya."Ternyata kamu itu lebih baik dari pada Papamu itu! Nggak apa-apa deh, kuterima peternakan itu, meski sebenarnya, itu pun masih belum cukup! Harusnya kamu itu memberi semua harta ini padaku!" Bu Citra makin berani, setelah mendengar ucapan Izzah tadi."Apa kamu sungguh-sungguh, Zah?!" Pak Yonas meminta kepastian."Eh...pakai nanya lagi! Sudah sana cepet ganti surat wasiatnya!" ucap Bu Citra sambil berkacak pinggang."Iya, Om. Aku bersungguh-sungguh akan memberikan peternakan itu pada mer
Siapa Kawan Dan Siap Lawan?"Pak Sigit dan Pak Rusli, cepat bawa mereka keluar dari sini, aku sudah muak melihat wajah mereka!" ucap Izzah pada kedua satpamnya."Siap, Bu!" jawab keduanya serentak."Pak Marto, tolong bantu!" ucap Izzah lagi, yang dijawab anggukan oleh yang bersangkutan.Dengan sigap kedua satpam berbadan tegap dan juga pengawad peternakan itu, langsung menyeret dengan paksa mereka."Izzah, maafkan kami, Nak...kami nggak hanya khilaf...tolong," rengek Bu Citra."Iya, Zah...maaafin aku, janji deh, nggak akan ngerepotin lagi. Nanti biar aku masak dan bersih-bersih sendiri," timpal Desi."Aku juga masih ingin kerja, Zah. Aku janji akan bekerja sesuai keinginanmu." Widodo pun ikut merengek, karena dia tak ingin kembali menjadi kuli bangunan.Izzah masih menampakkan wajah datar, tanpa melihat sedikitpun pasa para benalu yang meronta-ronta tak mau dikeluarkan itu.Sementara itu, Alif mengacak rambutnya frustasi. Sepertinya dia bingung, dengan apa yang harus diperbuat pada s
Bab 31Warung Soto Menyebalkan (Pov Bu Citra)Ada rasa amat bahagia, saat berhasil menghabisi nyawa Pak Hasan, kini jalanku untuk kembali kaya raya sudah terbuka lebar. Hanya tinggal menyingkirkan seorang Izzah saja, bukanlah sebuah rintangan yang sulit bagiku.Kalau laki-laki seperti Pak Hasan bisa, lalu kenapa hanya seorang Izzah bodoh itu tak bisa? Tinggal pura-pura sok baik sebentar, dia pasti terbuai, saat sudah masuk dalam perangkap, tinggal tenggelamkan. Selesai kan?Takdir memang amat baik padaku, buktinya, meskipun sempat miskin karena semua kekayaan yang dimiliki suamiku habis, tapi kini Tuhan malah akan membuatku, sepuluh kali lipat lebih kaya dari pada yang kemarin.Kini, anak-anak pun kusuruh agar sok baik pada Izzah. Di saat dia berduka seperti ini, aku harus masuk, pasti dia akan terbuai. Namun, aku juga harus menyingkirkan si Karmi pembantu kurang ajar itu.Pagi itu, kuajak Izzah jalan-jalan keliling kompleks, seperti kebiasaan yang sering dia lakukan bersama Papanya d
Bab 32Pov Bu Citra"Ayo, Bu , maju...ini antrian masih ada loh di belakangnya," ucap penjaga kasir kepadaku."Sebentar ya, Mbak. Lagi nunggu anak saya yang tadi itu di toilet. Dompet saya dibawa sama dia," jawabku sambil menahan malu," silahkan bayar terlebih dulu," ucapku pada orang yang ada di belakangku.Aku pun kemudian minggir dari antrian itu, sambil menunggu Izzah. Kenapa dia lama sekali sih? Apa mungkin dia sakit perut, hingga dari tadi nggak keluar dari kamar mandi?Aku pun terus mencari keberadaan Izzah kesana-kemari. Saat aku ingin mengeceknya ke toilet, seorang pegawai rumah makan ini, yang dari tadi terus memperhatikanku, tak memperbolehkannya."Mau kemana, Bu? 'Kan belum bayar?""Itu, mau mencari anak saya di toilet dulu, Mas," jawabku sembari tersenyum," kok lama banget, takutnya dia sakit atau gimana. Soalnya saya juga nggak bawa uang, jadi nanti yang bayar dia.""Anaknya yang tadi berdiri di sini, pakai jaket hitam, berambut panjang dikuncir kuda itu?" tebaknya."Iy
Bab 33Lumayan (Pov Bu Citra)"Nah...gitu dong, Bu. Kalau nggak punya uang, nggak usah deh sok-sok an pakai beli banyak segala. Hidup itu yang pasti-pasti aja deh, Bu, hahaha."Seorang pekeeja di warung soto ini, yang bagiannya mencuci piring, malah dengan pongahnya mengejekku. Saat itu, kami bersama sedang mencuci tumpukan piring dan gelas, serta berbagai perabotan dapur."Mulutmu itu dijaga ya! Jangan ngomong asal nyeplak aja! Aku ini orang kaya asli, beda sama kamu yang kismin!" ucapku sengit sembari tetap terus mencuci."Sama-sama miskin, nggak boleh saling menyalahkan, Bu, hahaha. Kalau benar orang kaya, kenapa habis makan nggak bisa bayar, malah bersikan toilet dan cuci piring?! Bangun, Bu...bangun! Sudah pagi ini, jangan mimpi terus, hahaha." Pekerja itu kembali mengejekkku."Ini hanya salah paham kok! Mungkin anakku lupa, atau sedang ada keperluan penting apa gitu," ucapku membela diri."Wkwkwk...masak iya, ada anak lupa ninggalin kita di warung? Ada-ada aja deh!" Dia terus
Bab 34Pov Bu Citra"Izzah, kamu tega banget sih sama aku?! Jahat kamu itu Zah. Mau belajar jadi menantu kurang ajar ,ya?!" ucapku jengkel."Bisa dipelanin dikit nggak Bu, suaranya?" ucap Izzah tanpa menoleh."Kamu itu tega, katanya mau bayarin, kok malah ibu ditinggalin sih?" Aku sedikit menurunkan volume suaranya, sambil duduk di depan Izzah."Yang bilang mau bayarin siapa, Bu? 'Kan yang ngajak makan Ibu, aku nurut aja. Jadi wajar dong aku bayar makananku sendiri," ucap Izzah sembari menahan tawa."Iya, sih nggak bilang. Tapi kan seharusnya kamu peka. Masak ke warung sama mertua, nggak bayarin sih?" Aku tentu saja semakin jengkel."Jadi harusnya wajib nraktir ya sebagai seorang menantu? Maaf deh, Bu. Aku orangnya nggak peka banget, hehehe," ucap Izzah sembari menampakkan deretan gigi putihnya."Mana tadi kan aku bungkus enam porsi, dua belas lauk goreng lagi. Jadi makin bengkak deh. Malu juga pas di kasir, diliatin banyak orang," ucapku sembari bersedekap.Aku yang memang amat kesa
Bab 35Warisan Yang Tak Adil (Pov Bu Citra)"Bu, lapar nih. Suruh Karmi buatin makanan dong," ucap Desi ketika kami telah sampai di rumah."Iya-iya, kamu ini bisanya merintah saja, Des!" ucapku kesal, tapi tetap kulakukan juga."Karmi!! Cepat masakkin buat kami, nggak pakai lama!"Aku berteriak sekeras mungkin, tapi nyatanya pembantu pemalas itu, tak mendengarnya. Dan untuk yang kedua kali, baru dia datang, selalu begitu. Dan pastinya, itu membuatku amat kesal."Mana sih telingamu? T**i ya? Di panggil kok mesti satu kali nggak dengar!"Akhirny, seperti biasa, aku pun harus main fisik, agar dia bisa mengerti. Karena menurutku, orang sepertinya ini, nggak bisa dibaik-baikin. Segala pembantu saja kok minta dihormatin.Setelah menunggu sekitar setengah jam, akhirnya makan siang kami pun siap. Kebetulan, Vena saat itu telah pulang sekolah. Jadi kami bisa makan bersama."Debby...ayo makan dulu, main handphonenya nanti lagi," ucap Desi memanggil anaknya, yang tengah bermain game di kamar."
Bab 36Tiba-tiba saja, Izzah datang, dan seperti biasa menjadi seorang dewi penolong. Uh...muak sekali aku dibuatnya. Semua akhirnya berkumpul di halaman belakang.Sempat terjadi adu mulut antara kami, apalagi Vena, pun tiba-tiba menjadi ikut anarkis, dan menyerang pembantu yang lain. Putri bungsuku ini, memang sangat menuruni semua sifatku."Mulai saat ini, aku tak mau ada yang semena-mena dengan para pekerja, atau kalian harus angkat kaki dari rumah ini. Untuk makan kalian, mulai nanti malam Mbak Desi dan ibu sendiri yang harus memasak, para pekerja di sini hanya melayaniku.Pakaian pun silahkan di cuci sendiri, mesin cuci sudah tersedia. Besok, kamu berangkat kerja dengan motormu sendiri, Lif. Dan mulai besok juga, Mas Widodo tiap hari akan berangkat kerja lebih pagi sambil mengantar Vena ke sekolah. Tak ada lagi fasilitas mobil antar jemput.Ingat semua pekerja di sini hanya akan bekerja sesuai perintahku! Ikuti semua peraturan itu atau silahkan pergi dari rumah ini jika tak suk
Bab 67Ending.Bubur memang benar tak mungkin lagi bisa diubah menjadi nasi lagi. Seperti apa yang saat ini terjadi pada keluarga benalu itu. Kesalahan fatal yang dibuat oleh Bu Citra, kini membawanya pada rumah sakit jiwa. Menerima vonis dari hakim saja sebenarnya sudah membuat wanita tua itu shock, ditambah lagi dengan bully-an yang dia terima di dalam penjara.Hotel prodeo itu memang sebuah tempat yang keras, meski itu hanya sel yang khusus untuk para napi wanita. Karena semua yang sekarang menginap di hotel prodeo itu adalah para wanita yang bermasalah, maka tak kaget lagi jika banyak terjadi pembully-an disana. Siapa lemah akan menjadi bahan bully-an dan yang memang akan menjadi ketua suku, dan dihormati oleh semuanya.Kini, Bu Citra telah resmi menjadi penghuni rumah sakit jiwa itu. Karena pemeriksaan intensif oleh petugas memang menunjukkan jika dia terganggu otaknya. Alif dan Desi mau tak mau tentu saja harus bisa menerima semua kenyataan yang terjadi ini."Aku akan membalas
Bab 66Waktu berlalu begitu cepat, sudah sebulan lamanya Bu Citra menjalani hidup sebagai seorang tahanan. Meski Alif dan Desi selalu datang seminggu sekali, tetapi nyatanya hal itu Seperti tak ada artinya sama sekali bagi Bu Citra. Yang dia ingin hanya keluar dari hotel prodeo ini sekarang juga!Hidayah pun sepertinya tak sedikit pun menyentuh hati ibunda Alif itu. Meski telah banyak hal terjadi, dia tak bisa mengambil hikmahnya. Yang ada malah hatinya semakin membatu saja."Bu, nggak pingin solat? Ayo bareng ke musholla!" ajak teman satu sel Bu Citra. Memang di lapas wanita itu ada mushola untuk memudahkan para napi shalat berjamaah."Ngapain sih kamu ngajak-ngakak!? Sok alim saja kamu ini. Sudah cepat pergi! Jangan sok ceramah seperti Izzah kamu ya!" Bentak Bu Citra, hampir setiap diajak oleh beberapa temannya untuk mendekatkan diri pada Allah.Sedikit pun tak ada penyesalan dalam hati wanita paruh baya itu. Yang ada malah hanya dendam dan dendam saja."Semua orang di dunia ini mem
Bab 65Hari ini adalah sidang terakhir Bu Citra, alias pembacaan vonis tentang pembunuhan berencana yang wanita itu lakukan pada Pak Hasan, yang tak lain adalah besannya sendiri saat itu. Karena emang semua bukti sudah lengkap, jadi tak perlu waktu lama lagi untuk hakim mengambil keputusan.Tentu saja saat ini Izzah hadir, begitu juga anak-anak dari Bu Citra. Absen si Vena saja yang memang hingga saat ini tak diketahui kabarnya. "Lif, bagaimana jika nanti ibu mendapatkan hukuman yang berat?" tanya Desi yang kini duduk di samping adik kandungnya itu.Alif menarik nafas dalam-dalam dan memang saat ini dadanya pun merasa sesak sekali."Entahlah, Mbak. Aku pun telah melakukan berbagai cara agar Izzah mau mencabut laporan itu, tetapi semua usahaku itu nihil. Sekarang sepertinya kita hanya bisa pasrah saja pada mereka," jawab Alif sambil menunjuk pada deretan hakim."Dasar memang si Izzah itu sombong banget! Kok ada si manusia tak punya hati nurani seperti dia itu? Wajah saja terlihat sepe
Bab 64Mau tak mau, tentu saja akhiranya Alif pun pergi dari ruangan wanita yang secara negara masih sah menjadi isterinya itu. Dilema tentu saja saat ini terus bergelayut di dalam hatinya. Sebagai seorang anak yang berbakti, tentu dia ingin membebaskan Bu Citra dari hukuman polisi. Karena memang sejak dulu Alif adalah seorang anak yang sangat berbakti pada ibunya. Apa lagi ketika dia ingat dengan almarhum ayahnya, yang sebelum meninggal dulu telah menitipkan dua saudara perempuannya dan juga sang ibu."Ya Allah, kenapa semua menjadi seperti ini sih!" Alif merasa frustasi saat ini. Lelaki tampan yang kini sudah kembali ke ruangannya itu pun mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu dia menyesali kesalahan besar yang telah ibunya buat."Jika ibu tidak menghabisi nyawa Pak Hasan, tentu semua ini tak akan pernah terjadi!" Kembali Alif berucap dengan frustasi.Tetapi di sisi lain, hati nuraninya pun membenarkan segala keputusan yang diambil oleh Izzah.Apa yang dilakukan oleh Bu Citra memang
Bab 63Waktu berlalu dengan begitu cepat bagi Alif, sudah satu bulan sejak keluar dari penjara itu, kini dia dan Widodo sudah kembali bekerja di perusahaan milik Izzah. Namun, tentu saja semua tak bisa seperti dulu. Meski dia berharap penuh, namun sama sekali Izzah tak pernah mengajaknya bicara. Hanya sekedar formalitas saja seperti Bos pada pegawainya. Sebenarnya perasaan yang ada dalam hati Alif tak jauh beda dengan yang dirasakan oleh Izzah. Wanita itu pun merasakan jika telah menaruh hati pada Alif. Namun tentu saja hal itu terus saja berusaha dia dipungkiri.Tak mungkin rasanya dia menjalin hubungan dengan anak dari pembunuh Papanya, meski dia tau jika Alif adalah lelaki yang baik. Ego masih terus saja merajai hatinya saat ini.Siang ini, Alif memberanikan diri untuk mendatangi Izzah di ruangannya ketika istirahat siang. Bukan untuk mengatakan isi hatinya yang terus membuatnya tersiksa. Tetapi untuk memperjuangkan nasib ibunya, yang besok adalah sidang terakhir dan waktunya hak
Bab 62Setelah kepergian Izzah dan pengacaranya. Alif segera mengajak Desi dan Widodo untuk pulang. Tentu saja kali ini mereka pulang dengan menaiki angkot. Selama perjalanan yang hampir memakan waktu satu jam itu, mereka tak saling berbicara, karena memang bergelut dengan pikirannya masing-masing.Alif sebenarnya masih tak ingin percaya jika saat ini dia dan Izzah akan sah berpisah. Lelaki tampan itu sesungguhnya masih berharap jika Izzah mau kembali menerima dia. Meski menang hal itu pasti sulit, karena tindakan ibunya yang sangat sulit untuk dimaafkan.'Jika memang jodoh, pasti kita akan bertemu lagi Zah. Aku pun ingin menunjukkan kepada kamu jika aku tak seburuk yang kamu pikirkan!' gumam Alif dalam hati.Bersamaan dengan uang yang diberikan oleh Izzah tadi, ada juga alamat rumah baru untuk mereka. Rumah itu bukanlah rumah mereka yang direnovasi dahulu, tetapi Izzah sengaja membeli sebuah rumah di kompleks perumahan untuk mereka, lengkap dengan segala isinya."Wah. Ternyata rumahn
Bab 61Sedikit pun Izzah tak berkomentar saat ini. Hanya dengan cepat dia mengambil surat itu dan memberikannya kembali pada sang pengacara. Yang kemudian langsung memasukkannya kembali ke dalam tas."Begini memang sepertinya jalan yang terbaik, Lif. Cinta itu tak mesti harus memiliki bukan?" Seloroh sang pengacara yang bisa melihat cinta Alif pada Izzah itu.Semua hanya diam, sementara Desi dan Widodo masih melanjutkan makan.Lelaki berdarah tionghoa itu pun kemudian melanjutkan ucapannya. "Sebuah hubungan yang didasari oleh niat yang buruk dan tak pas, akhirnya pun akan berujung dengan hal yang tak mengenakkan. Aku yakin almarhum Pak Hasan pun akan mengerti dengan hal ini. Sedikit rasa yang sudah terbit dalam hati, biarkan saja tetap seperti itu. Jika memang kalian masih berjodoh, tentu tak akan kemana bukan?" Alif dan Izzah spontan tersenyum bersama, hanya saja mereka masih tak bersuara. Si pengacara kembali berucap agar suasana tak terus terasa tegang."Oh iya, Zah. Apa ada lagi
Bab 60Setelah menemui Bu Citra yang berakhir dengan rasa kesal mendalam, akhirnya Izzah pun kembali menemui pengacaranya. "Apa sudah selesai, Om?" tanya Izzah sembari mencoba menurunkan emosi yang ada dalam hatinya, karena mertuanya yang tadi itu.Si pengacara langsung mengangguk dan tersenyum. "Semua sudah beres kok, Zah. Itu Alif dan saudaranya sudah menandatangani berkas," jawabnya sambil menunjuk ketiga orang benalu yang kini sudah bebas itu.Mereka Izzah pun langsung menoleh pada tunjukan tangan itu. Ada secercah bahagia dalam hatinya karena melihat Alif bebas. Tetapi Izzah sedikit pun tak menganggap jika itu adalah bagian kecil dari yang dinamakan cinta."Om, kita ke kantin sebentar ya. Tolong ajak mereka kesana. Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan pada mereka," ucap Izzah yang langsung dijawab dengan anggukan oleh sang pengacara.Izzah pun berangkat terlebih dahulu ke kantin kantor polisi itu. Menurutnya ini adalah tempat yang pas, dari pada harus membawa ketiga benalu itu
Bab 59Proses hukum pada Bu Citra tetap berjalan untuk saat ini. Tetapi hari ini memang Izzah kembali datang ke kantor polisi bersama sang pengacara untuk mencabut tuntutan pada Alif, Widodo dan juga Desi. Serta memberikan surat gugatan cerai dari suaminya itu.Sebenarnya sang pengacara telah mengurus surat pencabutan itu sejak kemarin, jadi hari ini ketiganya sudah bisa menghirup udara bebas.Sebelum membebaskan ketiga orang itu, saat ini Izzah lebih dulu ingin bertemu dengan Bu Citra. Ada beberapa Hal yang ingin dia sampaikan. Sementara sang pengacara mengurus berkas.Bu Citra datang dengan langkah gontai, karena dia tahu jika menantunya itu membiarkan dia mendapatkan hukuman yang setimpal. Wanita setengah baya itu pun duduk sambil menunduk."Bu, tolong maafkan saya ya. Karena meski telah mencoba, nyatanya saya tetap tak bisa membiarkan ibu melenggang bebas setelah menghabisi nyawa Papa," ucap Izzah yang berusaha sekuat tenaga menahan emosi.Bu Citra langsung mendongak demi mendeng