Bab 33Lumayan (Pov Bu Citra)"Nah...gitu dong, Bu. Kalau nggak punya uang, nggak usah deh sok-sok an pakai beli banyak segala. Hidup itu yang pasti-pasti aja deh, Bu, hahaha."Seorang pekeeja di warung soto ini, yang bagiannya mencuci piring, malah dengan pongahnya mengejekku. Saat itu, kami bersama sedang mencuci tumpukan piring dan gelas, serta berbagai perabotan dapur."Mulutmu itu dijaga ya! Jangan ngomong asal nyeplak aja! Aku ini orang kaya asli, beda sama kamu yang kismin!" ucapku sengit sembari tetap terus mencuci."Sama-sama miskin, nggak boleh saling menyalahkan, Bu, hahaha. Kalau benar orang kaya, kenapa habis makan nggak bisa bayar, malah bersikan toilet dan cuci piring?! Bangun, Bu...bangun! Sudah pagi ini, jangan mimpi terus, hahaha." Pekerja itu kembali mengejekkku."Ini hanya salah paham kok! Mungkin anakku lupa, atau sedang ada keperluan penting apa gitu," ucapku membela diri."Wkwkwk...masak iya, ada anak lupa ninggalin kita di warung? Ada-ada aja deh!" Dia terus
Bab 34Pov Bu Citra"Izzah, kamu tega banget sih sama aku?! Jahat kamu itu Zah. Mau belajar jadi menantu kurang ajar ,ya?!" ucapku jengkel."Bisa dipelanin dikit nggak Bu, suaranya?" ucap Izzah tanpa menoleh."Kamu itu tega, katanya mau bayarin, kok malah ibu ditinggalin sih?" Aku sedikit menurunkan volume suaranya, sambil duduk di depan Izzah."Yang bilang mau bayarin siapa, Bu? 'Kan yang ngajak makan Ibu, aku nurut aja. Jadi wajar dong aku bayar makananku sendiri," ucap Izzah sembari menahan tawa."Iya, sih nggak bilang. Tapi kan seharusnya kamu peka. Masak ke warung sama mertua, nggak bayarin sih?" Aku tentu saja semakin jengkel."Jadi harusnya wajib nraktir ya sebagai seorang menantu? Maaf deh, Bu. Aku orangnya nggak peka banget, hehehe," ucap Izzah sembari menampakkan deretan gigi putihnya."Mana tadi kan aku bungkus enam porsi, dua belas lauk goreng lagi. Jadi makin bengkak deh. Malu juga pas di kasir, diliatin banyak orang," ucapku sembari bersedekap.Aku yang memang amat kesa
Bab 35Warisan Yang Tak Adil (Pov Bu Citra)"Bu, lapar nih. Suruh Karmi buatin makanan dong," ucap Desi ketika kami telah sampai di rumah."Iya-iya, kamu ini bisanya merintah saja, Des!" ucapku kesal, tapi tetap kulakukan juga."Karmi!! Cepat masakkin buat kami, nggak pakai lama!"Aku berteriak sekeras mungkin, tapi nyatanya pembantu pemalas itu, tak mendengarnya. Dan untuk yang kedua kali, baru dia datang, selalu begitu. Dan pastinya, itu membuatku amat kesal."Mana sih telingamu? T**i ya? Di panggil kok mesti satu kali nggak dengar!"Akhirny, seperti biasa, aku pun harus main fisik, agar dia bisa mengerti. Karena menurutku, orang sepertinya ini, nggak bisa dibaik-baikin. Segala pembantu saja kok minta dihormatin.Setelah menunggu sekitar setengah jam, akhirnya makan siang kami pun siap. Kebetulan, Vena saat itu telah pulang sekolah. Jadi kami bisa makan bersama."Debby...ayo makan dulu, main handphonenya nanti lagi," ucap Desi memanggil anaknya, yang tengah bermain game di kamar."
Bab 36Tiba-tiba saja, Izzah datang, dan seperti biasa menjadi seorang dewi penolong. Uh...muak sekali aku dibuatnya. Semua akhirnya berkumpul di halaman belakang.Sempat terjadi adu mulut antara kami, apalagi Vena, pun tiba-tiba menjadi ikut anarkis, dan menyerang pembantu yang lain. Putri bungsuku ini, memang sangat menuruni semua sifatku."Mulai saat ini, aku tak mau ada yang semena-mena dengan para pekerja, atau kalian harus angkat kaki dari rumah ini. Untuk makan kalian, mulai nanti malam Mbak Desi dan ibu sendiri yang harus memasak, para pekerja di sini hanya melayaniku.Pakaian pun silahkan di cuci sendiri, mesin cuci sudah tersedia. Besok, kamu berangkat kerja dengan motormu sendiri, Lif. Dan mulai besok juga, Mas Widodo tiap hari akan berangkat kerja lebih pagi sambil mengantar Vena ke sekolah. Tak ada lagi fasilitas mobil antar jemput.Ingat semua pekerja di sini hanya akan bekerja sesuai perintahku! Ikuti semua peraturan itu atau silahkan pergi dari rumah ini jika tak suk
Bab 37Apapun Demi UangAcara kirim doa untuk Almarhum Pak Hasan malam ini, sukses dan dihadiri oleh banyak tamu. Termasuk para karyawan perusahaan dan juga peternakan. Hidangan yang tersedia masih mencukupi, namun persiapan beras dan daging sapi sempat habis. Tetapi dengan segera diganti oleh Izzah berupa uang."Om pamit pulang dulu ya, Zah. Jika kamu ada perlu apapun, jangan sungkan. Langsung saja hubungi Om, ya. Ingat, selalu hati-hati, apapun yang dilakukan orang-orang itu, jangan sampai kamu terlena.Mereka itu seperti harimau, yang siap menerkammu sewaktu-waktu. Saran Om, kamu baiknya menyewa body guard, hingg mereka pergi dari sini," pesan Pak Yonas saat berpamitan pulang."Terima kasih atas perhatiannya, Om. Insyaallah aku bisa jaga diri. Mereka memang licik, tapi jangan salah, aku adalah orang yang cerdik! Hahaha," seloroh Izzah, sembari tertawa."Hahaha...benar, dan Om sangat percaya dengan kecerdikanmu itu. Boleh dermawan, tapi harus pada tempatnya. Lebih baik uangnya disu
Bab 38Sejenak dia berhenti di ruang makan, menyaksikan aneka makanan di meja makan, yang sebagian telah habis itu."Loh...kok masih di situ? Ibu kira, tadi Nak Izzah itu, sudah masuk ke kamar loh," ucap Bu Citra basa-basi, sambil terus makan."Selesai masak dan makan, bersihkan dapur seperti sedia kala! Ingat, pekerja di sini, tidak bekerja untuk kalian!Sekali lagi, aku tau Bik Karmi dan yang lainnya membersihkan dapur bekas kalian, aku tak segan-segan menarik kembali peternakan itu.Bersikap baiklah, jika mssih ingin di sini!" ucap Izzah dingin tapi tegas.Izah pun kemudian masuk ke kamar. Sementara itu, sepeninggalan tuan rumah, di meja makan itu, keluarga benalu tengah memperbingkan istri Alif itu. Tanpa mereka tahu, jika saat ini, Izzah sedang melihat semua gerak-gerik dan ucapan mereka, melalui layar monitor, yang ada di kamarnya."Aduh, Buk. Aku tuh uda nggak kuat lagi di sini. Kelakuan Izzah itu, makin menjadi-jadi. Sombong banget!" seloroh Vena yang memang sangat benci pada
Bab 39Tak Sesuai Ekspektasi (Pov Desi)"Aduh, Mas-Mas...ternyata semua tak sesuai dengan yang kita harapkan ya!"Setelah membersihkan dapur dan meja makan, aku pun segera membaringkan tubuh pada kasur yang empuk ini, di samping Debby, yang sudah tertidur dari sore. Sementara itu, suamiku, Mas Widodo, masih asyik bermain handphone di sofa kecil yang ada tak jauj dari ranjang."Iya...benar. Ternyata ingin kaya itu memang nggak mudah yo, Dek. Perlu perjuangan," jawabnya tanpa menoleh kepadaku."Kupikir, dulu setelah Alif menikah dengan Izzah, hidup kita langsung enak. Eh malah begini! Ternyata, Izzah tak seperti menantu dan ipar, yang ada di sinetron ikan terbang itu. Yang kerjaannya menangis, dan ngikut saja. Yang ada juga, malah kita di sini yang teraniaaya!" gerutuku kesal."Ya sudah lah,Dek. Mau bagaimana lagi? Yang sabar, dengar kata Ibu 'kan? Kita mulai sekarang, harus lebih siap siaga, dan memikirkan berbagai cara, untuk menyingkirkan si Izzah itu! Sudah, sekarang kamu tidur, san
Bab 40Pov Desi[Hahaha...lalu cocoknya sama siapa? Hayo... apa sama kamu saja, yang cantiknya kebangetan? Aku sih iya saja kalau kamu mau, hehehe][Duh..gimana ya? Aku mau banget, tapi nggak enak sama Rena, Mas.][Halah, nggak usah hiraukan Rena. Aku juga sebenarnya sudah lama suka sama kamu, tapi takut kamu tolak.]Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Akhirnya mulaai saat itu, kami berhubungan, hingga kini menikah. Tak peduli dengan Rena atau pacarku, yang penting enak aja deh. Demi mendapatkan Mas Widodo itu, aku harus merelakan kegadisanku padanya, tak apalah yang penting aku bahagia.Setelah menikah, Mas Widodo malah nganggur dan akhirnya mau tak mau, motornya pun harus di jual, apalagi saat itu aku akan melahirkan Debby.Kerjaan Mas Widodo tiap waktu hanyalah sebagai kuli panggul, kuli bangunan, dan serabutan. Ganteng sih iya, tapi tidak dengan rejekinya. Bahkan, jika malasnya kumat, bisa sampai satu bulan dia tak bekerja. Di rumah hanya main game dan pergi mancing saja.Untungnya, ak