Bab 36Tiba-tiba saja, Izzah datang, dan seperti biasa menjadi seorang dewi penolong. Uh...muak sekali aku dibuatnya. Semua akhirnya berkumpul di halaman belakang.Sempat terjadi adu mulut antara kami, apalagi Vena, pun tiba-tiba menjadi ikut anarkis, dan menyerang pembantu yang lain. Putri bungsuku ini, memang sangat menuruni semua sifatku."Mulai saat ini, aku tak mau ada yang semena-mena dengan para pekerja, atau kalian harus angkat kaki dari rumah ini. Untuk makan kalian, mulai nanti malam Mbak Desi dan ibu sendiri yang harus memasak, para pekerja di sini hanya melayaniku.Pakaian pun silahkan di cuci sendiri, mesin cuci sudah tersedia. Besok, kamu berangkat kerja dengan motormu sendiri, Lif. Dan mulai besok juga, Mas Widodo tiap hari akan berangkat kerja lebih pagi sambil mengantar Vena ke sekolah. Tak ada lagi fasilitas mobil antar jemput.Ingat semua pekerja di sini hanya akan bekerja sesuai perintahku! Ikuti semua peraturan itu atau silahkan pergi dari rumah ini jika tak suk
Bab 37Apapun Demi UangAcara kirim doa untuk Almarhum Pak Hasan malam ini, sukses dan dihadiri oleh banyak tamu. Termasuk para karyawan perusahaan dan juga peternakan. Hidangan yang tersedia masih mencukupi, namun persiapan beras dan daging sapi sempat habis. Tetapi dengan segera diganti oleh Izzah berupa uang."Om pamit pulang dulu ya, Zah. Jika kamu ada perlu apapun, jangan sungkan. Langsung saja hubungi Om, ya. Ingat, selalu hati-hati, apapun yang dilakukan orang-orang itu, jangan sampai kamu terlena.Mereka itu seperti harimau, yang siap menerkammu sewaktu-waktu. Saran Om, kamu baiknya menyewa body guard, hingg mereka pergi dari sini," pesan Pak Yonas saat berpamitan pulang."Terima kasih atas perhatiannya, Om. Insyaallah aku bisa jaga diri. Mereka memang licik, tapi jangan salah, aku adalah orang yang cerdik! Hahaha," seloroh Izzah, sembari tertawa."Hahaha...benar, dan Om sangat percaya dengan kecerdikanmu itu. Boleh dermawan, tapi harus pada tempatnya. Lebih baik uangnya disu
Bab 38Sejenak dia berhenti di ruang makan, menyaksikan aneka makanan di meja makan, yang sebagian telah habis itu."Loh...kok masih di situ? Ibu kira, tadi Nak Izzah itu, sudah masuk ke kamar loh," ucap Bu Citra basa-basi, sambil terus makan."Selesai masak dan makan, bersihkan dapur seperti sedia kala! Ingat, pekerja di sini, tidak bekerja untuk kalian!Sekali lagi, aku tau Bik Karmi dan yang lainnya membersihkan dapur bekas kalian, aku tak segan-segan menarik kembali peternakan itu.Bersikap baiklah, jika mssih ingin di sini!" ucap Izzah dingin tapi tegas.Izah pun kemudian masuk ke kamar. Sementara itu, sepeninggalan tuan rumah, di meja makan itu, keluarga benalu tengah memperbingkan istri Alif itu. Tanpa mereka tahu, jika saat ini, Izzah sedang melihat semua gerak-gerik dan ucapan mereka, melalui layar monitor, yang ada di kamarnya."Aduh, Buk. Aku tuh uda nggak kuat lagi di sini. Kelakuan Izzah itu, makin menjadi-jadi. Sombong banget!" seloroh Vena yang memang sangat benci pada
Bab 39Tak Sesuai Ekspektasi (Pov Desi)"Aduh, Mas-Mas...ternyata semua tak sesuai dengan yang kita harapkan ya!"Setelah membersihkan dapur dan meja makan, aku pun segera membaringkan tubuh pada kasur yang empuk ini, di samping Debby, yang sudah tertidur dari sore. Sementara itu, suamiku, Mas Widodo, masih asyik bermain handphone di sofa kecil yang ada tak jauj dari ranjang."Iya...benar. Ternyata ingin kaya itu memang nggak mudah yo, Dek. Perlu perjuangan," jawabnya tanpa menoleh kepadaku."Kupikir, dulu setelah Alif menikah dengan Izzah, hidup kita langsung enak. Eh malah begini! Ternyata, Izzah tak seperti menantu dan ipar, yang ada di sinetron ikan terbang itu. Yang kerjaannya menangis, dan ngikut saja. Yang ada juga, malah kita di sini yang teraniaaya!" gerutuku kesal."Ya sudah lah,Dek. Mau bagaimana lagi? Yang sabar, dengar kata Ibu 'kan? Kita mulai sekarang, harus lebih siap siaga, dan memikirkan berbagai cara, untuk menyingkirkan si Izzah itu! Sudah, sekarang kamu tidur, san
Bab 40Pov Desi[Hahaha...lalu cocoknya sama siapa? Hayo... apa sama kamu saja, yang cantiknya kebangetan? Aku sih iya saja kalau kamu mau, hehehe][Duh..gimana ya? Aku mau banget, tapi nggak enak sama Rena, Mas.][Halah, nggak usah hiraukan Rena. Aku juga sebenarnya sudah lama suka sama kamu, tapi takut kamu tolak.]Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Akhirnya mulaai saat itu, kami berhubungan, hingga kini menikah. Tak peduli dengan Rena atau pacarku, yang penting enak aja deh. Demi mendapatkan Mas Widodo itu, aku harus merelakan kegadisanku padanya, tak apalah yang penting aku bahagia.Setelah menikah, Mas Widodo malah nganggur dan akhirnya mau tak mau, motornya pun harus di jual, apalagi saat itu aku akan melahirkan Debby.Kerjaan Mas Widodo tiap waktu hanyalah sebagai kuli panggul, kuli bangunan, dan serabutan. Ganteng sih iya, tapi tidak dengan rejekinya. Bahkan, jika malasnya kumat, bisa sampai satu bulan dia tak bekerja. Di rumah hanya main game dan pergi mancing saja.Untungnya, ak
Bab 41Pagi Hari ItuPagi itu, setelah shalat subuh, Izzah jalan-jalan sendiri keliling kompleks. Dia ingin bernostalgia seperti saat sedang bersama almarhum Papanya."Hey...jalan nggak ngajak-ngajak sih? Nggak baik tau wanita sendirian saat masih petang!"Tiba-tiba Alif mengagetkan istrinya itu dari belakang."Ya ampun...apaan sih, Lif?! Suka banget sih ngagetin orang!" seloroh Izzah sedikit emosi, sembari memukul pundak suaminya itu."Iya...iya, maaf deh! Habisnya kamu mggak ngajak-ngajak sih," ucap Alif membela diri."Ngapain juga ngajak kamu, kayak nggak ada kerjaan aja sih!" timpal Izzah kesal ."Jangan jutek-jutek terus dong, Zah. Aku ini khawatir loh, jika kamu sepagi ini keluar sendirian. Mulai besok, kalau kamu ingin jalan-jalan keliling kompleks, harus denganku!" ucap Alif dengan wajah datarnya.Mendengar ucapan Alif itu, Izzah langsung menghentikan jalannya, dan kini menatap tajam pada Alif."Ngomong apaan sih, kamu? Memangnya kamu siapa, pake ngatur-ngatur Sudah sana pergi
Bab 42Mendengar keributan di pagi hari, membuat para penghuni lain pun, ikut betdatangan ke depan kamar Izzah yang letaknya ada di lantai dua."Ya ampun! Apa-apaan ini, Ven? Zah?!"Bu Citra yang mengetahui perrtamma kali, tangan anaknya dipelintir Izzah pun, menjadi histris, dan berusaha melepaskan cengkraman tangan tersebut. Namun, Izzah semakin erat saja mencengkeramnya."Aduh! Tolong, Bu. Lepasin aku dari tangan perempuan sombong ini!" teriak Vena."Lepasin, Zah. Kasihan Vena, jangan main fisik gini dong!" teriak Bu Citra.Saat itu Alif belum datang, namun yang lainnya sudah berkumpul dan hanya diam saja."Hahaha...main fisik itu kadang perlu, Bu! Untuk menghadapi orang yang benar-benar tak tahu diri! Dan ingat, aku dari dulu tak suka kekerasan, kecuali jika sudah amat keterlaluan!" ucap Izzah penuh penekanan."Enak saja, orang aku nggak ngapa-ngapain kok! Kamunya aja yang jahat dan sombong!" kilah Vena sambil meringis."Lepasin ya, Zah. Kasihan tuh si Vena sampai meringis," pint
Bab 43Rasa KhawatirKini, Izzah sudah rapi, dan bersiap sarapan . Karena insiden Vena tadi, dia jadi sedikit terburu-buru. Padahal rencananya tadi, sebelum berangkat, dia ingin terlebih dahulu menengok layar CCTV.Di meja makan, nampak makanan sudah siap, dan ada Bik Karmi yang sedang menaruh kotak tisu. Sedangkan tak tampak wajah Alif di sana."Bagaimana si Vena tadi, Bik?" tanya Izzah sembari mulai duduk."Tadi sempat ngamuk-ngamuk, Non. Tapi terus diamankan sama Pak satpam," jawab Bik Karmi lirih."Ya...hal itu sudah kuduga. Bagaimana dengan keluarga yang lainnya?" tanya Izzah lagi."Bu Citra yang dari tadi terus marah-marah, Non. Bahkan tadi masih terus marah, saat memasak di dapur," jelas Bik Karmi."Ya sudah, biarkan saja. Nanti kalau keterlaluan, biar aku yang bertindak.""Baik, Non. Saya kembali ke dapur dulu," pamit Bik Karmi, yang dijawab anggukan oleh Izzah.Tak lama kemudian, datang Bu Citra dari dalam kamarnya dan duduk di samping Izzah."Nak Izzah, ibu minta maaf sekali