Makan Bayar DongPagi ini, setelah melaksanakan salat subuh, Izzah menangis dan kembali kangen dengan papanya. Biasanya setelah setelah salat dia akan berkeliling komplek dengan Pak Hasan, namun kini dia sadar, dia telah sendiri.Tokkk tokkk tokkSuara ketukan pintu, membuatnya langsung menghapus air mata, karena dia tak ingin ada orang tahu saat dia menangis. Izzah selalu ingin terlihat tegar, hingga tak ada orang yang memanfaatkan kesedihannya."Iya...tunggu sebentar!" teriak Izzah sambil melipat mukenannya, kemudian segera membuka pintu."Eh, Ibu!" Izzah begitu kaget, karena ternyata yang ada di depan pintu kamarnya itu, adalah Bu Citra, mertuanya."Iya, Nak. Ibu ingin mengajak kamu jalan-jalan keliling kompleks, biar kamu nggak terlalu sedih gitu, Nak," ucap Bu Citra sambil tersenyum yang dibuat semanis mungkin.Baru kali ini, Bu Citra bangun saat subuh tiba, dia juga tadi menyetel keras-keras alarm di handphonenya, agar tak kesiangan. Hanya demi untuk merebut hatinya Izzah saja,
Makan, Bayar Dong 2"Rame banget ya, Nak Izzah warungnya. Yang beli penampilannya pada parlente semua. Semoga dengan sering makan di sini, aku juga jadi ikut kaya, hihihi.Makanya Nak Izzah, seharusnya kamu itu, beliin ibu ini baju, sepatu dan banyak perhiasan, agar kelihatan kelasa atas gitu. Oh iya, handphoneku juga sudah jadul loh, waktunya beli lagi.Nyenengin hati mertua itu, sebagian dari iman loh, apalagi jika mertuanya baik dan ramah sepertiku ini, Nak Izzah. Pasti nanti kamu makin banyak rejekinya. Ibu doakan, semoga kamu dan Izzah cepat dapat momongan!" ucap Bu Citra sambil terus mengunyah daging gorengnya.Mendengar ucapan itu, sontak Izzah pun menoleh pada mertuanya itu. Jujur, saat ini dia tak ingin melanjutkan pernikahan sandiwaranya itu."Kok wajah kamu tegang banget? Apa nggak suka didoain cepat punya anak? Anak itu anugerah loh, yang pastinya akan membawa kebahagiaan dalam setiap rumah tangga.Kalau bisa sih, kalian itu tetap tidur dalam satu kamar, jangan malah pisa
Rencana AwalTokk Tokk Tokk"Non...sarapan sudah siap!"Suara Bik Karmi sambil mengetuk pintu kamar Izzah. Dan Izzah yang dari tadi sudah rapi, dan duduk di sofa kamarnya itu pun, langsung membukakan pintu."Apa semua sudah sarapan?" tanya Izzah diambang pintu."Sepertinya tinggal tuan Alif saja yang belum, Non," jawab Bik Karmi sopan."Ya sudah, Bibik kembali saja dulu. Aku mau ambil tas," ucap Izzah yang akan kembali menutup pintu kamar itu."Non, Bu Citra baru datang dan ngomel-ngomel terus. Kayaknya, tadi saya dengar dia sebut-sebut nama Non Izzah," kata Bik Karmi memberi info, yang membuat Izzah tak jadi menutup pintu."Hahaha...biarin saja, Bik. Nanti juga dia diam kalau sudah kukasih uang untuk ke mall." Izzah merasa mendapat hiburan di pagi hari."Senang rasanya bisa lihat Non Izzah, kembali tertawa lepas seperti ini. Kalau begitu saya ke belakang dulu ya, Non." Bik Karmi pun kemudian meninggalkan Izzah yang kembali ke dalam kamar.Hati Izzah tentu saja bahagia, mengetahui Bu
Pengacara Papa[Semua yang Anda pinta sudah saya kerjakan, Bu. Silahkan cek dari laptopnya, apa sudah sesuai dengan pesanan? Untuk monitor yang di kamar Anda, pun sudah beres, Bu.]Chat dari tukang CCTV siang itu membuatku tersenyum puas. Aku pun langsung mengecek di layar laptopku, hemmm...sempurna! Persis seperti yang kuinginkan.Semua ruangan, bahkan kamar pembantu pun tak lupu dari pengawasan kamera pengintai itu. Di kamar Bik Karmi pun ada satu terselip, namun aku yakin dia tak akan tahu, karena letaknya amat tidak di duga.[Terima kasih banyak, Mas. Puas sekali melihat hasilnya. Tapi aman kan tadi saaat masang nya?][Saya pastikan aman, Bu. Mereka tahunya kan kami tukang listrik, soalnya listrik rumah ini tadi sempat kami buat kacau. Tapi sekarang sudah kami perbaiki lagi kok.] Balasnya dengan cepat.[Bagus...terima kasih sekali lagi. Nomor rekeningnya kemarin sudah ku simpan, dan setelah ini akan ku transfer beserta tip nya.][Terima kasih, Bu.]Segera kutransfer sejumlah uang
Kebangetan (Pov Izzah)[Bik, ambil di laci nakas tidurku, ada botol kaca kecil. Bawa keluar dan kunci kembali kamarku. Itu botol isinya obat pencahar, teteskan di makan siang mereka, Bik. Jangan banyak-banyak. Mengerti?]Sebuah chatku kirimkan pada Bik Karmi, saat itu juga sebelum dia memasak untuk Ibu Mertuaku itu. Seperti biasa, dia selalu responsible pada setiap chatku.[Baik, Non. Saya akan cari sekarang juga.]Kulihat dari layar laptop, dia pun segera masuk kamar dan menemukan botol yang kuminta tadi. Aku memang menyimpan obat pencahar, karena sering mengalami sembelit. Tetapi itu hanya pernah kugunakan satu kali, karena efeknya sangat wow, hehehe.[Sudah saya temukan botolnya, Non. Kamar juga sudah saya kunci, sekarang lanjut masak dulu, Non, sebelum Nyonya Besar marah, hehehe.]Bik Karmi mengirim chat padaku, saat sudah berada di dapur, sembari tersenyum. Sepertinya dia belum sadar jika aku dapat melihat aktivitasnya. Dan hal itu pun sontak membuatku tersenyum.[Iya, Bik. Aku t
Aku Bos (Pov Author)Kini, Izzah sudah bisa sedikit bernafas lega karena sudah bisa memantau, aktifitas yang dilakukan orang-orang disekitarnya dengan bantuan kamera pengintai itu. Baru beberapa menit saja, Izzah sudah di buat amat geram dengan kelakuan mereka.Saat ini dia masih berusaha bersabar, namun jika mereka berani berbuat lebih. Maka Izzah tak akan segan-segan melaporkannya ke kantor polisi.Sementara itu, Alif yang amat kesal karena di perintah masuk kerja oleh Izzah. Terus saja bergumam dalam hati, tetapi, dia tetap mengerjakan tugasnya sembari terus belajar. Karena dia ingin bisa menguasai semua tugasnya di kantor ini.Untungnya , saat itu Alif tak melakukn hal yang mencurigakan karena dia tak tahu kini ruangannya pun ada kamera tambahan.Beda dengan Alif, Widodo justru amat senang, saat diperintah hari ini masuk kerja. Awalnya sih, memang dia tak mau jadi sopir, karena yang diincarnya adalah jabatan manager.Tetapi, sehari bekerja kemarin, membuat Widodo menikmati pekerj
Tak Perlu Disesali[Zah...ini Om sudah ada di jalan. Mungkin lima-sepuluh menit lagi sudah sampai di sana. Surat perjanjian juga sudah Om siapkan.]Pak Yonas mengirimkan sebuah pesan chat pada Izzah, ketika sedang dalam perjalananan. Dan Izzah yang baru saja membaringkan tubuhnya, seelah kejadian di halaman belakang, pun langsung membalasnya.[Siap Om, Izzah dan Alif sudah siap kok ini. Nanti surat perjanjiannya dikeluarkan setelah pembacaan wasiat saja ya. Hati-hati Om Yonas.]Setelah membalas chat dari Pak Yonas, Izzah pun kemudian kembali meletakkan handphonenya, dan kemudian memejamkan mata. Bukan karena mengantuk, tapi karena dia memikirkan semua yang terjadi dalam hidupnya beberapa hari ini, tepatnya sejak menikah dengan Alif.Air matanya tiba-tiba saja langsung meleleh, saat kepergian Pak Hasan. Dalam benaknya juga sedikit menyesali keputusan, kenapa dulu dia bersedia dijodohkan dengan Alif, mungkin jika dulu dia tak menerima keputusan itu, bisa saja saat ini, Pak Hasan masih h
Pembacaan Surat Wasiat 1"Aduh...maaf-maaf, kenapa jadi ngelantur gini ya, ngomongnya? Anggap saja sekedar joke agar kalian tidak tegang. Apa kalian sudah siap mendengarkan isi surat wasiat dari Pak Hasan ini?" ucap Pak Yonas yang kemudian dijawab dengan anggukan oleh keduanya.Pak Yonas kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah map yang berisi surat wasiat tersebut. Sementara itu, para keluarga benalu, sedang asyik menguping."Tolong panggil dulu semua penghuni rumah ini, termasuk keluarga Alif," ucap Pak Yonas.Izzah pun segera menelepon Bik Karmi, agar segera mengabarkan hal ini pada yang lainnya. Sementara itu, Alif juga menemui keluarganya, yang ternyata sedang menguping di ruang keluarga.Beberapa saat kemudian, semua penghuni rumah sudah berkumpul di ruang tamu, termasuk satpam dan Pak Tarno, yang kebetulan juga berada di sini, sedang mengantar daging untuk acara nanti malam."Hemmm...saya pasti dapat bagian juga nih, Pak." Bu Citra tanpa malu-malu berkata dengan entengny