Pengacara Papa[Semua yang Anda pinta sudah saya kerjakan, Bu. Silahkan cek dari laptopnya, apa sudah sesuai dengan pesanan? Untuk monitor yang di kamar Anda, pun sudah beres, Bu.]Chat dari tukang CCTV siang itu membuatku tersenyum puas. Aku pun langsung mengecek di layar laptopku, hemmm...sempurna! Persis seperti yang kuinginkan.Semua ruangan, bahkan kamar pembantu pun tak lupu dari pengawasan kamera pengintai itu. Di kamar Bik Karmi pun ada satu terselip, namun aku yakin dia tak akan tahu, karena letaknya amat tidak di duga.[Terima kasih banyak, Mas. Puas sekali melihat hasilnya. Tapi aman kan tadi saaat masang nya?][Saya pastikan aman, Bu. Mereka tahunya kan kami tukang listrik, soalnya listrik rumah ini tadi sempat kami buat kacau. Tapi sekarang sudah kami perbaiki lagi kok.] Balasnya dengan cepat.[Bagus...terima kasih sekali lagi. Nomor rekeningnya kemarin sudah ku simpan, dan setelah ini akan ku transfer beserta tip nya.][Terima kasih, Bu.]Segera kutransfer sejumlah uang
Kebangetan (Pov Izzah)[Bik, ambil di laci nakas tidurku, ada botol kaca kecil. Bawa keluar dan kunci kembali kamarku. Itu botol isinya obat pencahar, teteskan di makan siang mereka, Bik. Jangan banyak-banyak. Mengerti?]Sebuah chatku kirimkan pada Bik Karmi, saat itu juga sebelum dia memasak untuk Ibu Mertuaku itu. Seperti biasa, dia selalu responsible pada setiap chatku.[Baik, Non. Saya akan cari sekarang juga.]Kulihat dari layar laptop, dia pun segera masuk kamar dan menemukan botol yang kuminta tadi. Aku memang menyimpan obat pencahar, karena sering mengalami sembelit. Tetapi itu hanya pernah kugunakan satu kali, karena efeknya sangat wow, hehehe.[Sudah saya temukan botolnya, Non. Kamar juga sudah saya kunci, sekarang lanjut masak dulu, Non, sebelum Nyonya Besar marah, hehehe.]Bik Karmi mengirim chat padaku, saat sudah berada di dapur, sembari tersenyum. Sepertinya dia belum sadar jika aku dapat melihat aktivitasnya. Dan hal itu pun sontak membuatku tersenyum.[Iya, Bik. Aku t
Aku Bos (Pov Author)Kini, Izzah sudah bisa sedikit bernafas lega karena sudah bisa memantau, aktifitas yang dilakukan orang-orang disekitarnya dengan bantuan kamera pengintai itu. Baru beberapa menit saja, Izzah sudah di buat amat geram dengan kelakuan mereka.Saat ini dia masih berusaha bersabar, namun jika mereka berani berbuat lebih. Maka Izzah tak akan segan-segan melaporkannya ke kantor polisi.Sementara itu, Alif yang amat kesal karena di perintah masuk kerja oleh Izzah. Terus saja bergumam dalam hati, tetapi, dia tetap mengerjakan tugasnya sembari terus belajar. Karena dia ingin bisa menguasai semua tugasnya di kantor ini.Untungnya , saat itu Alif tak melakukn hal yang mencurigakan karena dia tak tahu kini ruangannya pun ada kamera tambahan.Beda dengan Alif, Widodo justru amat senang, saat diperintah hari ini masuk kerja. Awalnya sih, memang dia tak mau jadi sopir, karena yang diincarnya adalah jabatan manager.Tetapi, sehari bekerja kemarin, membuat Widodo menikmati pekerj
Tak Perlu Disesali[Zah...ini Om sudah ada di jalan. Mungkin lima-sepuluh menit lagi sudah sampai di sana. Surat perjanjian juga sudah Om siapkan.]Pak Yonas mengirimkan sebuah pesan chat pada Izzah, ketika sedang dalam perjalananan. Dan Izzah yang baru saja membaringkan tubuhnya, seelah kejadian di halaman belakang, pun langsung membalasnya.[Siap Om, Izzah dan Alif sudah siap kok ini. Nanti surat perjanjiannya dikeluarkan setelah pembacaan wasiat saja ya. Hati-hati Om Yonas.]Setelah membalas chat dari Pak Yonas, Izzah pun kemudian kembali meletakkan handphonenya, dan kemudian memejamkan mata. Bukan karena mengantuk, tapi karena dia memikirkan semua yang terjadi dalam hidupnya beberapa hari ini, tepatnya sejak menikah dengan Alif.Air matanya tiba-tiba saja langsung meleleh, saat kepergian Pak Hasan. Dalam benaknya juga sedikit menyesali keputusan, kenapa dulu dia bersedia dijodohkan dengan Alif, mungkin jika dulu dia tak menerima keputusan itu, bisa saja saat ini, Pak Hasan masih h
Pembacaan Surat Wasiat 1"Aduh...maaf-maaf, kenapa jadi ngelantur gini ya, ngomongnya? Anggap saja sekedar joke agar kalian tidak tegang. Apa kalian sudah siap mendengarkan isi surat wasiat dari Pak Hasan ini?" ucap Pak Yonas yang kemudian dijawab dengan anggukan oleh keduanya.Pak Yonas kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah map yang berisi surat wasiat tersebut. Sementara itu, para keluarga benalu, sedang asyik menguping."Tolong panggil dulu semua penghuni rumah ini, termasuk keluarga Alif," ucap Pak Yonas.Izzah pun segera menelepon Bik Karmi, agar segera mengabarkan hal ini pada yang lainnya. Sementara itu, Alif juga menemui keluarganya, yang ternyata sedang menguping di ruang keluarga.Beberapa saat kemudian, semua penghuni rumah sudah berkumpul di ruang tamu, termasuk satpam dan Pak Tarno, yang kebetulan juga berada di sini, sedang mengantar daging untuk acara nanti malam."Hemmm...saya pasti dapat bagian juga nih, Pak." Bu Citra tanpa malu-malu berkata dengan entengny
Pembacaan Surat Wasiat 2"Hey Pak pengacara, jangan sok tahu ya...suamiku itu amat banyak jasanya pada si Hasan itu! Dasar..."Belum sempat Bu Citra melanjutkan ucapannya, Izzah telah lebih dulu memotongnya."Cukup Bu! Jangan pernah lagi mengungkapkan keburukan almarhum Papa. Jika memang menurutmu, apa yang Papa berikan selama ini masih kurang, maka dengan ikhlas kuberikan peternakan itu pada kalian!...""Nah, gitu dong dari tadi!" Bu Citra kini ganti memotong perkataan Izzah, karena saking girangnya."Ternyata kamu itu lebih baik dari pada Papamu itu! Nggak apa-apa deh, kuterima peternakan itu, meski sebenarnya, itu pun masih belum cukup! Harusnya kamu itu memberi semua harta ini padaku!" Bu Citra makin berani, setelah mendengar ucapan Izzah tadi."Apa kamu sungguh-sungguh, Zah?!" Pak Yonas meminta kepastian."Eh...pakai nanya lagi! Sudah sana cepet ganti surat wasiatnya!" ucap Bu Citra sambil berkacak pinggang."Iya, Om. Aku bersungguh-sungguh akan memberikan peternakan itu pada mer
Siapa Kawan Dan Siap Lawan?"Pak Sigit dan Pak Rusli, cepat bawa mereka keluar dari sini, aku sudah muak melihat wajah mereka!" ucap Izzah pada kedua satpamnya."Siap, Bu!" jawab keduanya serentak."Pak Marto, tolong bantu!" ucap Izzah lagi, yang dijawab anggukan oleh yang bersangkutan.Dengan sigap kedua satpam berbadan tegap dan juga pengawad peternakan itu, langsung menyeret dengan paksa mereka."Izzah, maafkan kami, Nak...kami nggak hanya khilaf...tolong," rengek Bu Citra."Iya, Zah...maaafin aku, janji deh, nggak akan ngerepotin lagi. Nanti biar aku masak dan bersih-bersih sendiri," timpal Desi."Aku juga masih ingin kerja, Zah. Aku janji akan bekerja sesuai keinginanmu." Widodo pun ikut merengek, karena dia tak ingin kembali menjadi kuli bangunan.Izzah masih menampakkan wajah datar, tanpa melihat sedikitpun pasa para benalu yang meronta-ronta tak mau dikeluarkan itu.Sementara itu, Alif mengacak rambutnya frustasi. Sepertinya dia bingung, dengan apa yang harus diperbuat pada s
Bab 31Warung Soto Menyebalkan (Pov Bu Citra)Ada rasa amat bahagia, saat berhasil menghabisi nyawa Pak Hasan, kini jalanku untuk kembali kaya raya sudah terbuka lebar. Hanya tinggal menyingkirkan seorang Izzah saja, bukanlah sebuah rintangan yang sulit bagiku.Kalau laki-laki seperti Pak Hasan bisa, lalu kenapa hanya seorang Izzah bodoh itu tak bisa? Tinggal pura-pura sok baik sebentar, dia pasti terbuai, saat sudah masuk dalam perangkap, tinggal tenggelamkan. Selesai kan?Takdir memang amat baik padaku, buktinya, meskipun sempat miskin karena semua kekayaan yang dimiliki suamiku habis, tapi kini Tuhan malah akan membuatku, sepuluh kali lipat lebih kaya dari pada yang kemarin.Kini, anak-anak pun kusuruh agar sok baik pada Izzah. Di saat dia berduka seperti ini, aku harus masuk, pasti dia akan terbuai. Namun, aku juga harus menyingkirkan si Karmi pembantu kurang ajar itu.Pagi itu, kuajak Izzah jalan-jalan keliling kompleks, seperti kebiasaan yang sering dia lakukan bersama Papanya d