Tak Perlu Disesali[Zah...ini Om sudah ada di jalan. Mungkin lima-sepuluh menit lagi sudah sampai di sana. Surat perjanjian juga sudah Om siapkan.]Pak Yonas mengirimkan sebuah pesan chat pada Izzah, ketika sedang dalam perjalananan. Dan Izzah yang baru saja membaringkan tubuhnya, seelah kejadian di halaman belakang, pun langsung membalasnya.[Siap Om, Izzah dan Alif sudah siap kok ini. Nanti surat perjanjiannya dikeluarkan setelah pembacaan wasiat saja ya. Hati-hati Om Yonas.]Setelah membalas chat dari Pak Yonas, Izzah pun kemudian kembali meletakkan handphonenya, dan kemudian memejamkan mata. Bukan karena mengantuk, tapi karena dia memikirkan semua yang terjadi dalam hidupnya beberapa hari ini, tepatnya sejak menikah dengan Alif.Air matanya tiba-tiba saja langsung meleleh, saat kepergian Pak Hasan. Dalam benaknya juga sedikit menyesali keputusan, kenapa dulu dia bersedia dijodohkan dengan Alif, mungkin jika dulu dia tak menerima keputusan itu, bisa saja saat ini, Pak Hasan masih h
Pembacaan Surat Wasiat 1"Aduh...maaf-maaf, kenapa jadi ngelantur gini ya, ngomongnya? Anggap saja sekedar joke agar kalian tidak tegang. Apa kalian sudah siap mendengarkan isi surat wasiat dari Pak Hasan ini?" ucap Pak Yonas yang kemudian dijawab dengan anggukan oleh keduanya.Pak Yonas kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah map yang berisi surat wasiat tersebut. Sementara itu, para keluarga benalu, sedang asyik menguping."Tolong panggil dulu semua penghuni rumah ini, termasuk keluarga Alif," ucap Pak Yonas.Izzah pun segera menelepon Bik Karmi, agar segera mengabarkan hal ini pada yang lainnya. Sementara itu, Alif juga menemui keluarganya, yang ternyata sedang menguping di ruang keluarga.Beberapa saat kemudian, semua penghuni rumah sudah berkumpul di ruang tamu, termasuk satpam dan Pak Tarno, yang kebetulan juga berada di sini, sedang mengantar daging untuk acara nanti malam."Hemmm...saya pasti dapat bagian juga nih, Pak." Bu Citra tanpa malu-malu berkata dengan entengny
Pembacaan Surat Wasiat 2"Hey Pak pengacara, jangan sok tahu ya...suamiku itu amat banyak jasanya pada si Hasan itu! Dasar..."Belum sempat Bu Citra melanjutkan ucapannya, Izzah telah lebih dulu memotongnya."Cukup Bu! Jangan pernah lagi mengungkapkan keburukan almarhum Papa. Jika memang menurutmu, apa yang Papa berikan selama ini masih kurang, maka dengan ikhlas kuberikan peternakan itu pada kalian!...""Nah, gitu dong dari tadi!" Bu Citra kini ganti memotong perkataan Izzah, karena saking girangnya."Ternyata kamu itu lebih baik dari pada Papamu itu! Nggak apa-apa deh, kuterima peternakan itu, meski sebenarnya, itu pun masih belum cukup! Harusnya kamu itu memberi semua harta ini padaku!" Bu Citra makin berani, setelah mendengar ucapan Izzah tadi."Apa kamu sungguh-sungguh, Zah?!" Pak Yonas meminta kepastian."Eh...pakai nanya lagi! Sudah sana cepet ganti surat wasiatnya!" ucap Bu Citra sambil berkacak pinggang."Iya, Om. Aku bersungguh-sungguh akan memberikan peternakan itu pada mer
Siapa Kawan Dan Siap Lawan?"Pak Sigit dan Pak Rusli, cepat bawa mereka keluar dari sini, aku sudah muak melihat wajah mereka!" ucap Izzah pada kedua satpamnya."Siap, Bu!" jawab keduanya serentak."Pak Marto, tolong bantu!" ucap Izzah lagi, yang dijawab anggukan oleh yang bersangkutan.Dengan sigap kedua satpam berbadan tegap dan juga pengawad peternakan itu, langsung menyeret dengan paksa mereka."Izzah, maafkan kami, Nak...kami nggak hanya khilaf...tolong," rengek Bu Citra."Iya, Zah...maaafin aku, janji deh, nggak akan ngerepotin lagi. Nanti biar aku masak dan bersih-bersih sendiri," timpal Desi."Aku juga masih ingin kerja, Zah. Aku janji akan bekerja sesuai keinginanmu." Widodo pun ikut merengek, karena dia tak ingin kembali menjadi kuli bangunan.Izzah masih menampakkan wajah datar, tanpa melihat sedikitpun pasa para benalu yang meronta-ronta tak mau dikeluarkan itu.Sementara itu, Alif mengacak rambutnya frustasi. Sepertinya dia bingung, dengan apa yang harus diperbuat pada s
Bab 31Warung Soto Menyebalkan (Pov Bu Citra)Ada rasa amat bahagia, saat berhasil menghabisi nyawa Pak Hasan, kini jalanku untuk kembali kaya raya sudah terbuka lebar. Hanya tinggal menyingkirkan seorang Izzah saja, bukanlah sebuah rintangan yang sulit bagiku.Kalau laki-laki seperti Pak Hasan bisa, lalu kenapa hanya seorang Izzah bodoh itu tak bisa? Tinggal pura-pura sok baik sebentar, dia pasti terbuai, saat sudah masuk dalam perangkap, tinggal tenggelamkan. Selesai kan?Takdir memang amat baik padaku, buktinya, meskipun sempat miskin karena semua kekayaan yang dimiliki suamiku habis, tapi kini Tuhan malah akan membuatku, sepuluh kali lipat lebih kaya dari pada yang kemarin.Kini, anak-anak pun kusuruh agar sok baik pada Izzah. Di saat dia berduka seperti ini, aku harus masuk, pasti dia akan terbuai. Namun, aku juga harus menyingkirkan si Karmi pembantu kurang ajar itu.Pagi itu, kuajak Izzah jalan-jalan keliling kompleks, seperti kebiasaan yang sering dia lakukan bersama Papanya d
Bab 32Pov Bu Citra"Ayo, Bu , maju...ini antrian masih ada loh di belakangnya," ucap penjaga kasir kepadaku."Sebentar ya, Mbak. Lagi nunggu anak saya yang tadi itu di toilet. Dompet saya dibawa sama dia," jawabku sambil menahan malu," silahkan bayar terlebih dulu," ucapku pada orang yang ada di belakangku.Aku pun kemudian minggir dari antrian itu, sambil menunggu Izzah. Kenapa dia lama sekali sih? Apa mungkin dia sakit perut, hingga dari tadi nggak keluar dari kamar mandi?Aku pun terus mencari keberadaan Izzah kesana-kemari. Saat aku ingin mengeceknya ke toilet, seorang pegawai rumah makan ini, yang dari tadi terus memperhatikanku, tak memperbolehkannya."Mau kemana, Bu? 'Kan belum bayar?""Itu, mau mencari anak saya di toilet dulu, Mas," jawabku sembari tersenyum," kok lama banget, takutnya dia sakit atau gimana. Soalnya saya juga nggak bawa uang, jadi nanti yang bayar dia.""Anaknya yang tadi berdiri di sini, pakai jaket hitam, berambut panjang dikuncir kuda itu?" tebaknya."Iy
Bab 33Lumayan (Pov Bu Citra)"Nah...gitu dong, Bu. Kalau nggak punya uang, nggak usah deh sok-sok an pakai beli banyak segala. Hidup itu yang pasti-pasti aja deh, Bu, hahaha."Seorang pekeeja di warung soto ini, yang bagiannya mencuci piring, malah dengan pongahnya mengejekku. Saat itu, kami bersama sedang mencuci tumpukan piring dan gelas, serta berbagai perabotan dapur."Mulutmu itu dijaga ya! Jangan ngomong asal nyeplak aja! Aku ini orang kaya asli, beda sama kamu yang kismin!" ucapku sengit sembari tetap terus mencuci."Sama-sama miskin, nggak boleh saling menyalahkan, Bu, hahaha. Kalau benar orang kaya, kenapa habis makan nggak bisa bayar, malah bersikan toilet dan cuci piring?! Bangun, Bu...bangun! Sudah pagi ini, jangan mimpi terus, hahaha." Pekerja itu kembali mengejekkku."Ini hanya salah paham kok! Mungkin anakku lupa, atau sedang ada keperluan penting apa gitu," ucapku membela diri."Wkwkwk...masak iya, ada anak lupa ninggalin kita di warung? Ada-ada aja deh!" Dia terus
Bab 34Pov Bu Citra"Izzah, kamu tega banget sih sama aku?! Jahat kamu itu Zah. Mau belajar jadi menantu kurang ajar ,ya?!" ucapku jengkel."Bisa dipelanin dikit nggak Bu, suaranya?" ucap Izzah tanpa menoleh."Kamu itu tega, katanya mau bayarin, kok malah ibu ditinggalin sih?" Aku sedikit menurunkan volume suaranya, sambil duduk di depan Izzah."Yang bilang mau bayarin siapa, Bu? 'Kan yang ngajak makan Ibu, aku nurut aja. Jadi wajar dong aku bayar makananku sendiri," ucap Izzah sembari menahan tawa."Iya, sih nggak bilang. Tapi kan seharusnya kamu peka. Masak ke warung sama mertua, nggak bayarin sih?" Aku tentu saja semakin jengkel."Jadi harusnya wajib nraktir ya sebagai seorang menantu? Maaf deh, Bu. Aku orangnya nggak peka banget, hehehe," ucap Izzah sembari menampakkan deretan gigi putihnya."Mana tadi kan aku bungkus enam porsi, dua belas lauk goreng lagi. Jadi makin bengkak deh. Malu juga pas di kasir, diliatin banyak orang," ucapku sembari bersedekap.Aku yang memang amat kesa