Jalani Saja (Pov Alif)"Nak Alif, ini anakku, namanya Izzah. Apa benar kamu mau dinikahkan dengannya?" tanya Pak Hasan sambil menunjuk Izzah yang dari tadi hanya diam saja.Setelah tadi Pak Hasan berbincang sebentar dengan Bapak di kamar. Kemudian, bapak menyuruh kami menemui Pak Hasan di ruang tamu."Ya ampun, Nak Izzah ini sangat cantik sekali ya...Alif pasti kamu sangat mau kan Nak?! Belum pernah loh ibu ketemu dengan wanita secantik ini," ucap Ibu sambil menyikut perutku."Iya...iya Pak. Saya bersedia menikah dengan putri Pak Hasan," ucapku sambil tersenyum terpaksa."Tapi, ini bukan karena paksaan 'kan?" tanya Pak Hasan lagi sambil tersenyum padaku."Iya, Insyaallah saya siap Pak." Aku kembali menjawab sambil mengaggukkan kepala."Alhamdullillah kalau begitu. Aku jadi tenang jika suatu saat dipanggil kembali menghadap Allah. Karena kini Izzah sudah ada yang menjaga," ucap Pak Hasan penuh harap yang kubalas lagi dengan anggukan."Jangan khawatir Pak Hasan, Alif ini anaknya amat b
Rencana Izzah (Pov Author)Setelah tragedi di meja makan tadi, Izzah pin langsung masuk ke kamar, demi untuk kembali menetralkan emosinya. Dia tak ingin terlalu marah, dalam keadaan sedang berduka seperti ini.Saat memasuki kamar, dia melihat Alif yang sedang berbaring di sofa sambil bermain game di habdphonenya. Perasaan jengkel pun akhirnya kembali menggelayuti hati Izzah.Sebagai seorang suami, meski baru satu hari, Alif sangat tak.perhatian sama sekali, apalagi disaaat berduka seperti ini. Meski hanya sebuah pernikahan sandiwara, Izzah ingin setidaknya Alif ikut bersimpati, toh dia juga tinggal di rumah ini.Ingin rasanya malam ini juga, Izzah mengakhiri semua sandiwara ini. Tapi, dia berpikir dua kali, karena sepertinya ini bukan saat yang pas, apalagi setelah papanya meninggal.Sejenal berpikir sembari duduk di ranjangnya, dia pun mendapat ide. Untuk melanjutkan pernikahan sandiwara ini, minimal hingga tujuh hari meninggalnya papanya itu. Sebagai suatu penghormatan juga pada Pa
Makan Bayar DongPagi ini, setelah melaksanakan salat subuh, Izzah menangis dan kembali kangen dengan papanya. Biasanya setelah setelah salat dia akan berkeliling komplek dengan Pak Hasan, namun kini dia sadar, dia telah sendiri.Tokkk tokkk tokkSuara ketukan pintu, membuatnya langsung menghapus air mata, karena dia tak ingin ada orang tahu saat dia menangis. Izzah selalu ingin terlihat tegar, hingga tak ada orang yang memanfaatkan kesedihannya."Iya...tunggu sebentar!" teriak Izzah sambil melipat mukenannya, kemudian segera membuka pintu."Eh, Ibu!" Izzah begitu kaget, karena ternyata yang ada di depan pintu kamarnya itu, adalah Bu Citra, mertuanya."Iya, Nak. Ibu ingin mengajak kamu jalan-jalan keliling kompleks, biar kamu nggak terlalu sedih gitu, Nak," ucap Bu Citra sambil tersenyum yang dibuat semanis mungkin.Baru kali ini, Bu Citra bangun saat subuh tiba, dia juga tadi menyetel keras-keras alarm di handphonenya, agar tak kesiangan. Hanya demi untuk merebut hatinya Izzah saja,
Makan, Bayar Dong 2"Rame banget ya, Nak Izzah warungnya. Yang beli penampilannya pada parlente semua. Semoga dengan sering makan di sini, aku juga jadi ikut kaya, hihihi.Makanya Nak Izzah, seharusnya kamu itu, beliin ibu ini baju, sepatu dan banyak perhiasan, agar kelihatan kelasa atas gitu. Oh iya, handphoneku juga sudah jadul loh, waktunya beli lagi.Nyenengin hati mertua itu, sebagian dari iman loh, apalagi jika mertuanya baik dan ramah sepertiku ini, Nak Izzah. Pasti nanti kamu makin banyak rejekinya. Ibu doakan, semoga kamu dan Izzah cepat dapat momongan!" ucap Bu Citra sambil terus mengunyah daging gorengnya.Mendengar ucapan itu, sontak Izzah pun menoleh pada mertuanya itu. Jujur, saat ini dia tak ingin melanjutkan pernikahan sandiwaranya itu."Kok wajah kamu tegang banget? Apa nggak suka didoain cepat punya anak? Anak itu anugerah loh, yang pastinya akan membawa kebahagiaan dalam setiap rumah tangga.Kalau bisa sih, kalian itu tetap tidur dalam satu kamar, jangan malah pisa
Rencana AwalTokk Tokk Tokk"Non...sarapan sudah siap!"Suara Bik Karmi sambil mengetuk pintu kamar Izzah. Dan Izzah yang dari tadi sudah rapi, dan duduk di sofa kamarnya itu pun, langsung membukakan pintu."Apa semua sudah sarapan?" tanya Izzah diambang pintu."Sepertinya tinggal tuan Alif saja yang belum, Non," jawab Bik Karmi sopan."Ya sudah, Bibik kembali saja dulu. Aku mau ambil tas," ucap Izzah yang akan kembali menutup pintu kamar itu."Non, Bu Citra baru datang dan ngomel-ngomel terus. Kayaknya, tadi saya dengar dia sebut-sebut nama Non Izzah," kata Bik Karmi memberi info, yang membuat Izzah tak jadi menutup pintu."Hahaha...biarin saja, Bik. Nanti juga dia diam kalau sudah kukasih uang untuk ke mall." Izzah merasa mendapat hiburan di pagi hari."Senang rasanya bisa lihat Non Izzah, kembali tertawa lepas seperti ini. Kalau begitu saya ke belakang dulu ya, Non." Bik Karmi pun kemudian meninggalkan Izzah yang kembali ke dalam kamar.Hati Izzah tentu saja bahagia, mengetahui Bu
Pengacara Papa[Semua yang Anda pinta sudah saya kerjakan, Bu. Silahkan cek dari laptopnya, apa sudah sesuai dengan pesanan? Untuk monitor yang di kamar Anda, pun sudah beres, Bu.]Chat dari tukang CCTV siang itu membuatku tersenyum puas. Aku pun langsung mengecek di layar laptopku, hemmm...sempurna! Persis seperti yang kuinginkan.Semua ruangan, bahkan kamar pembantu pun tak lupu dari pengawasan kamera pengintai itu. Di kamar Bik Karmi pun ada satu terselip, namun aku yakin dia tak akan tahu, karena letaknya amat tidak di duga.[Terima kasih banyak, Mas. Puas sekali melihat hasilnya. Tapi aman kan tadi saaat masang nya?][Saya pastikan aman, Bu. Mereka tahunya kan kami tukang listrik, soalnya listrik rumah ini tadi sempat kami buat kacau. Tapi sekarang sudah kami perbaiki lagi kok.] Balasnya dengan cepat.[Bagus...terima kasih sekali lagi. Nomor rekeningnya kemarin sudah ku simpan, dan setelah ini akan ku transfer beserta tip nya.][Terima kasih, Bu.]Segera kutransfer sejumlah uang
Kebangetan (Pov Izzah)[Bik, ambil di laci nakas tidurku, ada botol kaca kecil. Bawa keluar dan kunci kembali kamarku. Itu botol isinya obat pencahar, teteskan di makan siang mereka, Bik. Jangan banyak-banyak. Mengerti?]Sebuah chatku kirimkan pada Bik Karmi, saat itu juga sebelum dia memasak untuk Ibu Mertuaku itu. Seperti biasa, dia selalu responsible pada setiap chatku.[Baik, Non. Saya akan cari sekarang juga.]Kulihat dari layar laptop, dia pun segera masuk kamar dan menemukan botol yang kuminta tadi. Aku memang menyimpan obat pencahar, karena sering mengalami sembelit. Tetapi itu hanya pernah kugunakan satu kali, karena efeknya sangat wow, hehehe.[Sudah saya temukan botolnya, Non. Kamar juga sudah saya kunci, sekarang lanjut masak dulu, Non, sebelum Nyonya Besar marah, hehehe.]Bik Karmi mengirim chat padaku, saat sudah berada di dapur, sembari tersenyum. Sepertinya dia belum sadar jika aku dapat melihat aktivitasnya. Dan hal itu pun sontak membuatku tersenyum.[Iya, Bik. Aku t
Aku Bos (Pov Author)Kini, Izzah sudah bisa sedikit bernafas lega karena sudah bisa memantau, aktifitas yang dilakukan orang-orang disekitarnya dengan bantuan kamera pengintai itu. Baru beberapa menit saja, Izzah sudah di buat amat geram dengan kelakuan mereka.Saat ini dia masih berusaha bersabar, namun jika mereka berani berbuat lebih. Maka Izzah tak akan segan-segan melaporkannya ke kantor polisi.Sementara itu, Alif yang amat kesal karena di perintah masuk kerja oleh Izzah. Terus saja bergumam dalam hati, tetapi, dia tetap mengerjakan tugasnya sembari terus belajar. Karena dia ingin bisa menguasai semua tugasnya di kantor ini.Untungnya , saat itu Alif tak melakukn hal yang mencurigakan karena dia tak tahu kini ruangannya pun ada kamera tambahan.Beda dengan Alif, Widodo justru amat senang, saat diperintah hari ini masuk kerja. Awalnya sih, memang dia tak mau jadi sopir, karena yang diincarnya adalah jabatan manager.Tetapi, sehari bekerja kemarin, membuat Widodo menikmati pekerj
Bab 67Ending.Bubur memang benar tak mungkin lagi bisa diubah menjadi nasi lagi. Seperti apa yang saat ini terjadi pada keluarga benalu itu. Kesalahan fatal yang dibuat oleh Bu Citra, kini membawanya pada rumah sakit jiwa. Menerima vonis dari hakim saja sebenarnya sudah membuat wanita tua itu shock, ditambah lagi dengan bully-an yang dia terima di dalam penjara.Hotel prodeo itu memang sebuah tempat yang keras, meski itu hanya sel yang khusus untuk para napi wanita. Karena semua yang sekarang menginap di hotel prodeo itu adalah para wanita yang bermasalah, maka tak kaget lagi jika banyak terjadi pembully-an disana. Siapa lemah akan menjadi bahan bully-an dan yang memang akan menjadi ketua suku, dan dihormati oleh semuanya.Kini, Bu Citra telah resmi menjadi penghuni rumah sakit jiwa itu. Karena pemeriksaan intensif oleh petugas memang menunjukkan jika dia terganggu otaknya. Alif dan Desi mau tak mau tentu saja harus bisa menerima semua kenyataan yang terjadi ini."Aku akan membalas
Bab 66Waktu berlalu begitu cepat, sudah sebulan lamanya Bu Citra menjalani hidup sebagai seorang tahanan. Meski Alif dan Desi selalu datang seminggu sekali, tetapi nyatanya hal itu Seperti tak ada artinya sama sekali bagi Bu Citra. Yang dia ingin hanya keluar dari hotel prodeo ini sekarang juga!Hidayah pun sepertinya tak sedikit pun menyentuh hati ibunda Alif itu. Meski telah banyak hal terjadi, dia tak bisa mengambil hikmahnya. Yang ada malah hatinya semakin membatu saja."Bu, nggak pingin solat? Ayo bareng ke musholla!" ajak teman satu sel Bu Citra. Memang di lapas wanita itu ada mushola untuk memudahkan para napi shalat berjamaah."Ngapain sih kamu ngajak-ngakak!? Sok alim saja kamu ini. Sudah cepat pergi! Jangan sok ceramah seperti Izzah kamu ya!" Bentak Bu Citra, hampir setiap diajak oleh beberapa temannya untuk mendekatkan diri pada Allah.Sedikit pun tak ada penyesalan dalam hati wanita paruh baya itu. Yang ada malah hanya dendam dan dendam saja."Semua orang di dunia ini mem
Bab 65Hari ini adalah sidang terakhir Bu Citra, alias pembacaan vonis tentang pembunuhan berencana yang wanita itu lakukan pada Pak Hasan, yang tak lain adalah besannya sendiri saat itu. Karena emang semua bukti sudah lengkap, jadi tak perlu waktu lama lagi untuk hakim mengambil keputusan.Tentu saja saat ini Izzah hadir, begitu juga anak-anak dari Bu Citra. Absen si Vena saja yang memang hingga saat ini tak diketahui kabarnya. "Lif, bagaimana jika nanti ibu mendapatkan hukuman yang berat?" tanya Desi yang kini duduk di samping adik kandungnya itu.Alif menarik nafas dalam-dalam dan memang saat ini dadanya pun merasa sesak sekali."Entahlah, Mbak. Aku pun telah melakukan berbagai cara agar Izzah mau mencabut laporan itu, tetapi semua usahaku itu nihil. Sekarang sepertinya kita hanya bisa pasrah saja pada mereka," jawab Alif sambil menunjuk pada deretan hakim."Dasar memang si Izzah itu sombong banget! Kok ada si manusia tak punya hati nurani seperti dia itu? Wajah saja terlihat sepe
Bab 64Mau tak mau, tentu saja akhiranya Alif pun pergi dari ruangan wanita yang secara negara masih sah menjadi isterinya itu. Dilema tentu saja saat ini terus bergelayut di dalam hatinya. Sebagai seorang anak yang berbakti, tentu dia ingin membebaskan Bu Citra dari hukuman polisi. Karena memang sejak dulu Alif adalah seorang anak yang sangat berbakti pada ibunya. Apa lagi ketika dia ingat dengan almarhum ayahnya, yang sebelum meninggal dulu telah menitipkan dua saudara perempuannya dan juga sang ibu."Ya Allah, kenapa semua menjadi seperti ini sih!" Alif merasa frustasi saat ini. Lelaki tampan yang kini sudah kembali ke ruangannya itu pun mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu dia menyesali kesalahan besar yang telah ibunya buat."Jika ibu tidak menghabisi nyawa Pak Hasan, tentu semua ini tak akan pernah terjadi!" Kembali Alif berucap dengan frustasi.Tetapi di sisi lain, hati nuraninya pun membenarkan segala keputusan yang diambil oleh Izzah.Apa yang dilakukan oleh Bu Citra memang
Bab 63Waktu berlalu dengan begitu cepat bagi Alif, sudah satu bulan sejak keluar dari penjara itu, kini dia dan Widodo sudah kembali bekerja di perusahaan milik Izzah. Namun, tentu saja semua tak bisa seperti dulu. Meski dia berharap penuh, namun sama sekali Izzah tak pernah mengajaknya bicara. Hanya sekedar formalitas saja seperti Bos pada pegawainya. Sebenarnya perasaan yang ada dalam hati Alif tak jauh beda dengan yang dirasakan oleh Izzah. Wanita itu pun merasakan jika telah menaruh hati pada Alif. Namun tentu saja hal itu terus saja berusaha dia dipungkiri.Tak mungkin rasanya dia menjalin hubungan dengan anak dari pembunuh Papanya, meski dia tau jika Alif adalah lelaki yang baik. Ego masih terus saja merajai hatinya saat ini.Siang ini, Alif memberanikan diri untuk mendatangi Izzah di ruangannya ketika istirahat siang. Bukan untuk mengatakan isi hatinya yang terus membuatnya tersiksa. Tetapi untuk memperjuangkan nasib ibunya, yang besok adalah sidang terakhir dan waktunya hak
Bab 62Setelah kepergian Izzah dan pengacaranya. Alif segera mengajak Desi dan Widodo untuk pulang. Tentu saja kali ini mereka pulang dengan menaiki angkot. Selama perjalanan yang hampir memakan waktu satu jam itu, mereka tak saling berbicara, karena memang bergelut dengan pikirannya masing-masing.Alif sebenarnya masih tak ingin percaya jika saat ini dia dan Izzah akan sah berpisah. Lelaki tampan itu sesungguhnya masih berharap jika Izzah mau kembali menerima dia. Meski menang hal itu pasti sulit, karena tindakan ibunya yang sangat sulit untuk dimaafkan.'Jika memang jodoh, pasti kita akan bertemu lagi Zah. Aku pun ingin menunjukkan kepada kamu jika aku tak seburuk yang kamu pikirkan!' gumam Alif dalam hati.Bersamaan dengan uang yang diberikan oleh Izzah tadi, ada juga alamat rumah baru untuk mereka. Rumah itu bukanlah rumah mereka yang direnovasi dahulu, tetapi Izzah sengaja membeli sebuah rumah di kompleks perumahan untuk mereka, lengkap dengan segala isinya."Wah. Ternyata rumahn
Bab 61Sedikit pun Izzah tak berkomentar saat ini. Hanya dengan cepat dia mengambil surat itu dan memberikannya kembali pada sang pengacara. Yang kemudian langsung memasukkannya kembali ke dalam tas."Begini memang sepertinya jalan yang terbaik, Lif. Cinta itu tak mesti harus memiliki bukan?" Seloroh sang pengacara yang bisa melihat cinta Alif pada Izzah itu.Semua hanya diam, sementara Desi dan Widodo masih melanjutkan makan.Lelaki berdarah tionghoa itu pun kemudian melanjutkan ucapannya. "Sebuah hubungan yang didasari oleh niat yang buruk dan tak pas, akhirnya pun akan berujung dengan hal yang tak mengenakkan. Aku yakin almarhum Pak Hasan pun akan mengerti dengan hal ini. Sedikit rasa yang sudah terbit dalam hati, biarkan saja tetap seperti itu. Jika memang kalian masih berjodoh, tentu tak akan kemana bukan?" Alif dan Izzah spontan tersenyum bersama, hanya saja mereka masih tak bersuara. Si pengacara kembali berucap agar suasana tak terus terasa tegang."Oh iya, Zah. Apa ada lagi
Bab 60Setelah menemui Bu Citra yang berakhir dengan rasa kesal mendalam, akhirnya Izzah pun kembali menemui pengacaranya. "Apa sudah selesai, Om?" tanya Izzah sembari mencoba menurunkan emosi yang ada dalam hatinya, karena mertuanya yang tadi itu.Si pengacara langsung mengangguk dan tersenyum. "Semua sudah beres kok, Zah. Itu Alif dan saudaranya sudah menandatangani berkas," jawabnya sambil menunjuk ketiga orang benalu yang kini sudah bebas itu.Mereka Izzah pun langsung menoleh pada tunjukan tangan itu. Ada secercah bahagia dalam hatinya karena melihat Alif bebas. Tetapi Izzah sedikit pun tak menganggap jika itu adalah bagian kecil dari yang dinamakan cinta."Om, kita ke kantin sebentar ya. Tolong ajak mereka kesana. Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan pada mereka," ucap Izzah yang langsung dijawab dengan anggukan oleh sang pengacara.Izzah pun berangkat terlebih dahulu ke kantin kantor polisi itu. Menurutnya ini adalah tempat yang pas, dari pada harus membawa ketiga benalu itu
Bab 59Proses hukum pada Bu Citra tetap berjalan untuk saat ini. Tetapi hari ini memang Izzah kembali datang ke kantor polisi bersama sang pengacara untuk mencabut tuntutan pada Alif, Widodo dan juga Desi. Serta memberikan surat gugatan cerai dari suaminya itu.Sebenarnya sang pengacara telah mengurus surat pencabutan itu sejak kemarin, jadi hari ini ketiganya sudah bisa menghirup udara bebas.Sebelum membebaskan ketiga orang itu, saat ini Izzah lebih dulu ingin bertemu dengan Bu Citra. Ada beberapa Hal yang ingin dia sampaikan. Sementara sang pengacara mengurus berkas.Bu Citra datang dengan langkah gontai, karena dia tahu jika menantunya itu membiarkan dia mendapatkan hukuman yang setimpal. Wanita setengah baya itu pun duduk sambil menunduk."Bu, tolong maafkan saya ya. Karena meski telah mencoba, nyatanya saya tetap tak bisa membiarkan ibu melenggang bebas setelah menghabisi nyawa Papa," ucap Izzah yang berusaha sekuat tenaga menahan emosi.Bu Citra langsung mendongak demi mendeng