Ucapan Ibu Adalah Kewajiban(Pov Alif)"Lif, tadi Bapakmu ngomong penting apa?!"Ibu tiba-tiba datang dan duduk di sampingku, dan itu membuyarkan lamunanku."Eh, Ibu. Ngagetin aja sih. Kukira tadi ibu sudah tidur," ucapku sambil menoleh.Sejak bapak sakit, ibu memang tidur di kamar Vega. Katanya jika tidur dengan bapak, maka tak bisa nyenyak. Jadi jika saat malam bapak perlu sesuatu, maka akulah yang akan datang, karena aku tidur di ruang tamu."Bapakmu tadi itu loh ngomong apa? Kok aku nggak boleh tahu tadi?" ucap Ibu dengan sok acuh.Memang tadi, bapak tak memperbolehkan ibu ikut berbincang bersama kami, dan aku tak tahu apa motivasinya melakukan itu."Ngomongin perjodohan, Bu," jawabku tanpa menoleh dan tetap fokus menonton tivi."Perjodohan? Siapa yang mau dijodohin? Vena atau kamu?" tanya Ibu kaget."Aku lah, Bu. Masak iya Vena yang masih sekolah mau dijodohin," jawabku."Lah, kamu mau dijodohin sama siapa? Dijodohin sama anaknya si Parmin? Temannya Bapakmu, sesama tukang becak i
Jalani Saja (Pov Alif)"Nak Alif, ini anakku, namanya Izzah. Apa benar kamu mau dinikahkan dengannya?" tanya Pak Hasan sambil menunjuk Izzah yang dari tadi hanya diam saja.Setelah tadi Pak Hasan berbincang sebentar dengan Bapak di kamar. Kemudian, bapak menyuruh kami menemui Pak Hasan di ruang tamu."Ya ampun, Nak Izzah ini sangat cantik sekali ya...Alif pasti kamu sangat mau kan Nak?! Belum pernah loh ibu ketemu dengan wanita secantik ini," ucap Ibu sambil menyikut perutku."Iya...iya Pak. Saya bersedia menikah dengan putri Pak Hasan," ucapku sambil tersenyum terpaksa."Tapi, ini bukan karena paksaan 'kan?" tanya Pak Hasan lagi sambil tersenyum padaku."Iya, Insyaallah saya siap Pak." Aku kembali menjawab sambil mengaggukkan kepala."Alhamdullillah kalau begitu. Aku jadi tenang jika suatu saat dipanggil kembali menghadap Allah. Karena kini Izzah sudah ada yang menjaga," ucap Pak Hasan penuh harap yang kubalas lagi dengan anggukan."Jangan khawatir Pak Hasan, Alif ini anaknya amat b
Rencana Izzah (Pov Author)Setelah tragedi di meja makan tadi, Izzah pin langsung masuk ke kamar, demi untuk kembali menetralkan emosinya. Dia tak ingin terlalu marah, dalam keadaan sedang berduka seperti ini.Saat memasuki kamar, dia melihat Alif yang sedang berbaring di sofa sambil bermain game di habdphonenya. Perasaan jengkel pun akhirnya kembali menggelayuti hati Izzah.Sebagai seorang suami, meski baru satu hari, Alif sangat tak.perhatian sama sekali, apalagi disaaat berduka seperti ini. Meski hanya sebuah pernikahan sandiwara, Izzah ingin setidaknya Alif ikut bersimpati, toh dia juga tinggal di rumah ini.Ingin rasanya malam ini juga, Izzah mengakhiri semua sandiwara ini. Tapi, dia berpikir dua kali, karena sepertinya ini bukan saat yang pas, apalagi setelah papanya meninggal.Sejenal berpikir sembari duduk di ranjangnya, dia pun mendapat ide. Untuk melanjutkan pernikahan sandiwara ini, minimal hingga tujuh hari meninggalnya papanya itu. Sebagai suatu penghormatan juga pada Pa
Makan Bayar DongPagi ini, setelah melaksanakan salat subuh, Izzah menangis dan kembali kangen dengan papanya. Biasanya setelah setelah salat dia akan berkeliling komplek dengan Pak Hasan, namun kini dia sadar, dia telah sendiri.Tokkk tokkk tokkSuara ketukan pintu, membuatnya langsung menghapus air mata, karena dia tak ingin ada orang tahu saat dia menangis. Izzah selalu ingin terlihat tegar, hingga tak ada orang yang memanfaatkan kesedihannya."Iya...tunggu sebentar!" teriak Izzah sambil melipat mukenannya, kemudian segera membuka pintu."Eh, Ibu!" Izzah begitu kaget, karena ternyata yang ada di depan pintu kamarnya itu, adalah Bu Citra, mertuanya."Iya, Nak. Ibu ingin mengajak kamu jalan-jalan keliling kompleks, biar kamu nggak terlalu sedih gitu, Nak," ucap Bu Citra sambil tersenyum yang dibuat semanis mungkin.Baru kali ini, Bu Citra bangun saat subuh tiba, dia juga tadi menyetel keras-keras alarm di handphonenya, agar tak kesiangan. Hanya demi untuk merebut hatinya Izzah saja,
Makan, Bayar Dong 2"Rame banget ya, Nak Izzah warungnya. Yang beli penampilannya pada parlente semua. Semoga dengan sering makan di sini, aku juga jadi ikut kaya, hihihi.Makanya Nak Izzah, seharusnya kamu itu, beliin ibu ini baju, sepatu dan banyak perhiasan, agar kelihatan kelasa atas gitu. Oh iya, handphoneku juga sudah jadul loh, waktunya beli lagi.Nyenengin hati mertua itu, sebagian dari iman loh, apalagi jika mertuanya baik dan ramah sepertiku ini, Nak Izzah. Pasti nanti kamu makin banyak rejekinya. Ibu doakan, semoga kamu dan Izzah cepat dapat momongan!" ucap Bu Citra sambil terus mengunyah daging gorengnya.Mendengar ucapan itu, sontak Izzah pun menoleh pada mertuanya itu. Jujur, saat ini dia tak ingin melanjutkan pernikahan sandiwaranya itu."Kok wajah kamu tegang banget? Apa nggak suka didoain cepat punya anak? Anak itu anugerah loh, yang pastinya akan membawa kebahagiaan dalam setiap rumah tangga.Kalau bisa sih, kalian itu tetap tidur dalam satu kamar, jangan malah pisa
Rencana AwalTokk Tokk Tokk"Non...sarapan sudah siap!"Suara Bik Karmi sambil mengetuk pintu kamar Izzah. Dan Izzah yang dari tadi sudah rapi, dan duduk di sofa kamarnya itu pun, langsung membukakan pintu."Apa semua sudah sarapan?" tanya Izzah diambang pintu."Sepertinya tinggal tuan Alif saja yang belum, Non," jawab Bik Karmi sopan."Ya sudah, Bibik kembali saja dulu. Aku mau ambil tas," ucap Izzah yang akan kembali menutup pintu kamar itu."Non, Bu Citra baru datang dan ngomel-ngomel terus. Kayaknya, tadi saya dengar dia sebut-sebut nama Non Izzah," kata Bik Karmi memberi info, yang membuat Izzah tak jadi menutup pintu."Hahaha...biarin saja, Bik. Nanti juga dia diam kalau sudah kukasih uang untuk ke mall." Izzah merasa mendapat hiburan di pagi hari."Senang rasanya bisa lihat Non Izzah, kembali tertawa lepas seperti ini. Kalau begitu saya ke belakang dulu ya, Non." Bik Karmi pun kemudian meninggalkan Izzah yang kembali ke dalam kamar.Hati Izzah tentu saja bahagia, mengetahui Bu
Pengacara Papa[Semua yang Anda pinta sudah saya kerjakan, Bu. Silahkan cek dari laptopnya, apa sudah sesuai dengan pesanan? Untuk monitor yang di kamar Anda, pun sudah beres, Bu.]Chat dari tukang CCTV siang itu membuatku tersenyum puas. Aku pun langsung mengecek di layar laptopku, hemmm...sempurna! Persis seperti yang kuinginkan.Semua ruangan, bahkan kamar pembantu pun tak lupu dari pengawasan kamera pengintai itu. Di kamar Bik Karmi pun ada satu terselip, namun aku yakin dia tak akan tahu, karena letaknya amat tidak di duga.[Terima kasih banyak, Mas. Puas sekali melihat hasilnya. Tapi aman kan tadi saaat masang nya?][Saya pastikan aman, Bu. Mereka tahunya kan kami tukang listrik, soalnya listrik rumah ini tadi sempat kami buat kacau. Tapi sekarang sudah kami perbaiki lagi kok.] Balasnya dengan cepat.[Bagus...terima kasih sekali lagi. Nomor rekeningnya kemarin sudah ku simpan, dan setelah ini akan ku transfer beserta tip nya.][Terima kasih, Bu.]Segera kutransfer sejumlah uang
Kebangetan (Pov Izzah)[Bik, ambil di laci nakas tidurku, ada botol kaca kecil. Bawa keluar dan kunci kembali kamarku. Itu botol isinya obat pencahar, teteskan di makan siang mereka, Bik. Jangan banyak-banyak. Mengerti?]Sebuah chatku kirimkan pada Bik Karmi, saat itu juga sebelum dia memasak untuk Ibu Mertuaku itu. Seperti biasa, dia selalu responsible pada setiap chatku.[Baik, Non. Saya akan cari sekarang juga.]Kulihat dari layar laptop, dia pun segera masuk kamar dan menemukan botol yang kuminta tadi. Aku memang menyimpan obat pencahar, karena sering mengalami sembelit. Tetapi itu hanya pernah kugunakan satu kali, karena efeknya sangat wow, hehehe.[Sudah saya temukan botolnya, Non. Kamar juga sudah saya kunci, sekarang lanjut masak dulu, Non, sebelum Nyonya Besar marah, hehehe.]Bik Karmi mengirim chat padaku, saat sudah berada di dapur, sembari tersenyum. Sepertinya dia belum sadar jika aku dapat melihat aktivitasnya. Dan hal itu pun sontak membuatku tersenyum.[Iya, Bik. Aku t