Tania memalingkan wajah menghadap Ryan dan tidak mengingat, kalau dirinya sedang berada di atas pagar pembatas balkon. “Berhenti! Jangan mendekat, biarkan saya meninggal, sehingga kamu merasa puas dan bahagia.”“Aa!” Tania kehilangan keseimbangan hingga ia terjungkal dari pagar pembatas balkon itu.Ryan berlari dengan cepat dan keberuntungan masih berpihak kepadanya, ia berhasil meraih tangan Tania, tetapi wanita itu memberontak minta kepada Ryan untuk melepaskan pegangannya.“Saya tidak akan melepaskanmu, Tania!” tegas Ryan.Ia mengumpulkan seluruh tenaganya untuk menarik Tania naik kembali ke atas pagar pembatas balkon. Dengan susah payah hingga peluh membasahi wajah dan seluruh badan Ryan. Ia berhasil juga menolong Istrinya itu naik kembali.Dipeluknya Tania yang juga berkeringat dan sekujur badan Istrinya itu terlihat gemetaran. Ia menyatukan kening dengan kening Istrinya, sambil mengusap punggung Tania.“Jangan pernah lakukan hal gila, seperti itu lagi! Hidupmu terlalu berharga u
Ryan menyisir rambut dengan jari-jarinya hinga menjadi berantakkan. “Baik! Saya akan menunggumu di bawah.”Ryan berjalan keluar kamar meninggalkan Tania yang tidak bergeming dari tempatnya berdiri. Ia merasa jengkel kepada Tania yang sudah membuat dirinya menjadi marah di pagi hari. Padahal, ia sudah berubah pikiran tentang apa yang dikatakannya tadi malam.Tania terlonjak dari tempatnya berdiri, saat ia mendengar bunyi pintu yang dibuka dan di di tutup dengan kasar hingga menimbulkan bunyi berdebum yang nyaring.‘Semua salah terus bagi Ryan. apa yang sebenarnya ia inginkan dari saya?’ batin Tania dengan sedih.Diseretnya kaki menuju kamar mandi, tetapi ia tidak berani mandi, karena ia masih demam. Berdiri di depan wastafel Tania menggosok gigi, kemudian ia mencuci wajahnya. Setelah selesai, Tania langsung keluar kamar mandi.Beberapa menit berselang, Tania sudah berganti pakaian dan rapi, ia keluar kamar berjalanan menuruni tangga dengan pelan, sambil memegangi susuran tangga.Sesamp
Ryan yang tengah menyeruput kopinya hampir saja tersedak. Ia menatap Tania diam dan lekat. Dicobanya mencari kebohongan, melalui mata Istrinya itu. “Saya …” Ryan dengan sengaja tidak menyelesaikan ucapannya.Ia kembali menyelesaikan menikmati kopinya yang hampir menjadi dingin. Ia tidak menghiraukan Tania yang tampak tidak sabar dan kecewa, karena tidak mendapatkan jawaban darinya.Diperhatikannya Tania yang berjalan keluar rumah dengan wajah muram. Ia memang sengaja mengulur waktu menjawab pertanyaan dari Tania, karena ia tidak mau mengambil Kesimpulan yang salah. Ia memerlukan pemikiran yang logis dan masuk akal.Apakah mungkin pria dan wanita dewasa berada dalam satu apartemen yang sama, selama beberapa jam tidak melakukan hal yang intim? Ia perlu meyakinkan dirinya untuk bisa mempercayai apa yang dikatakan oleh Istrinya.Tania wanita muda yang cantik dan bentuk tubuh yang bisa menggoda pria. Rasanya sungguh mustahil ada pria yang tidak tergoda, karena pengakuan jujur Robby saja ia
Air mata Tania menetes dengan derasnya. Ryan sudah berhasil membuat ia merasa bersalah dan malu kepada dirinya sendiri. Ia menjatuhkan badannya kepelukan Ryan dan tersedu di dada suaminya itu. “Mengapa kita saling menyakiti, seperti ini? Saya tidak pantas menjadi pendampingmu.”Ryan mengusap punggung Tania dengan lembut untuk menenangkan Istrinya itu. Diangkatnya wajah Tania, agar tatapan mereka bertemu. Satu tangan Ryan terulur untuk mengusap air mata Tania.“Lihatlah! Saya sudah membuatmu menangis dan matamu menjadi sembab. Apa yang akan dikatakan orang-orang dan dokter yang memeriksamu nanti,” ucap Ryan dengan nada ringan mencoba untuk membuat suasana menjadi baik kembali, di antara mereka berdua.Tania tersenyum kecil, ia membersit hidungnya yang berair dengan tissue yang diberikan Ryan kepadanya. Ia kembali duduk di tempatnya semula dengan perasaan sedikit lebih baik.“Benar apa yang kamu katakan sekarang, bukan waktu yang tepat bagi kita untuk berbicara serius,” ucap Tania, sete
Dokter itu terdiam sebentar, ia melihat Ryan dan Tania secara bergantian. “Nyonya, Tania bisa kembali hamil dengan cepat, asalkan selama tidak ada masalah pada saat dilakukan kuret.”Setelah mendapatkan penjelasan dari dokter kandungan itu, Tania dan Ryan keluar dari ruangan tersebut. Keduanya berjalan dalam diam tidak ada yang membuka suara kembali hingga mereka sudah duduk di mobil.“Pulang ke rumah, Pak!” perintah Ryan kepada sopirnya.“Baik, Tuan!” sahut sopir itu.Sepanjang perjalanan pulang Tania memilih untuk memejamkan mata, karena ia dan Ryan sudah sepakat, begitu sampai di rumah mereka akan berbicara.Sesampainya mereka di rumah Ryan membangunkan Istrinya itu dengan pelan. “Bangunlah, kita sudah sampai.”Tania membuka mata perlahan, ia melepas sabuk pengaman yang terpasang di badan, kemudian keduanya berjalan beriringan memasuki rumah.“Kamu duluan ke ruang kerja saya!” perintah Ryan dengan suara tegas kepada Tania.Ia menatap Mala yang membukakan pintu rumah dengan dingin.
Ryan melepaskan pegangannya di leher Tania dengan kasar. Ia membalikkan badan terdengar suara menggeram marah dari bibirnya. “Argh! Tania, bagaimana saya tidak marah dan cemburu? Kamu dengan mudah bercerita kepada pria yang lain, sementara dengan saya kamu begitu takut!”Ryan memukulkan kepalan tangannya pada tembok dengan suara keras. Membuat Tania terlonjak terkejut dari tempatnya duduk. Tidak hanya, karena suara teriakan Ryan, tetapi juga dikarenakan bunyi pukulan pada tembok.Dibalikkannya badan dan dilihatnya Ryan menempelkan kepala pada dinding. Tampak kepalan tangannya memar dan berdarah, akibat apa yang ia lakukan.Mengabaikan rasa takutnya Tania bangkit dari duduk, ia berjalan mendekati Ryan. Dengan ragu-ragu satu tangannya terulur menyentuh pundak suaminya itu.Ryan dengan cepat membalikkan badan wajahnya merah, karena amarah. Ia mencengkeram pundak Tania dengan kasar, lalu mengguncangnya pelan.“Kamu!” Ryan tidak menyelesaikan ucapannya. Ia mendorong Tania dengan keras, sam
Ibu Ryan terkejut dengan kedatangan Ades yang menangis dipelukannya. Ia mendorong Ades pelan menjauh darinya. “Tenanglah, Ades! Kita pasti bisa memisahkan Tania dengan Ryan. Percaya kepada saya, kalau Tania tidak bahagia bersama dengan Ryan.”Ades mengusap air matanya, ia duduk di samping Ibu Ryan. Dengan suara bergetar, karena menahan isak tangisnya Ades berkata, “Saya sudah bosan menunggu! Saya tidak tahu lagi, bagaimana caranya membuat mereka berdua berpisah.”Ibu Ryan memanggil pelayan di rumahnya untuk membawakan minuman dan kue. Setelah, pelayan itu pergi ia menepuk pelan lengan Ades.Ia mengatakan kepada Ades untuk tidak terburu-buru dalam bertindak. Mereka perlu membuat rencana yang matang demi keberhasilan memisahkan Tania dan Ryan.“Saya mempunyai rencana yang kali ini pasti akan mmebuat Ryan dan Tania bercerai. Dan Ryan tidak akan menikahi Tania kembali.” Ibu Ryan tersenyum membayangkan keberhasilan dari rencananya.Ades menegakkan duduknya, ia menjadi bersemangat mendengar
Sopir Ryan menjadi terkejut mendengarnya. Tangannya yang hendak membuka pintu mobil terhenti. “Maaf, Tuan! Saya tidak memiliki paspor.”Mendengar jawaban dari sopirnya Ryan terlihat kecewa, tetapi ia tidak mau mempersoalkan hal itu lebih jauh.Begitu sopirnya sudah duduk di balik kemudi dan menjalan mobil Ryan berkata, “Setelah mengantar saya ke bandara kamu harus langsung ke kantor imigrasi untuk membuat paspor.”Sopir itu tidak mengerti mengapa juga Ryan mendesaknya, tetapi dalam hati ia berpikir, kalau Ryan akan membawanya pergi ke tanah suci. Sebagai bonus untuk pekerjaannya yang baik dan memuaskan.“Baik, Tuan!” sahut sopir Ryan.Ryan membuka ponsel, ia mengirimkan pesan kepada asistennya itu. ‘Susul saya di bandara! kita akan bepergian ke luar negeri untuk urusan darurat.’Tidak menunggu waktu lama pesan yang dikirimkannya kepada Robby langsung mendapatkan balasan. ‘Urusan darurat apa? Seingat saya, kita tidak memiliki cabang perusahaan di luar negeri ataupun janji bertemu denga
Tania menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia pun berbisik kepada Ryan. “Sekarang kamu harus mengatakan kepadaku siapa sebenarnya pria itu?”Ryan mengikuti arah tatapan Tania dengan tenang, ia pun berkata, “Dia adalah pria yang memang seharusnya bertangggung jawab kepada Ades karena ia ayah dari bayi yang dikandungnya.”Ia juga menambahkan kalau dirinya memang menyewa orang untuk mencari keberadaan pria itu. Dan pencariannya hampir saja gagal, tetapi beberapa jam sebelum acara ini berlangsung dirinya berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaan pria itu.“Sungguh suatu keberuntungan ia datang tepat waktu dan membebaskanmu dari keharusan menjadi pasangan Ades,” sahut Tania.Suara tawa lolos dari bibir Ryan, ia mengatakan keberuntungan baginya. Akan tetapi, ia tidak mengatakan kepada istrinya ada harga yang harus ia bayar agar pria itu mau menikahi Ades. Namun, demi menjaga harga diri pria itu, ia tidak akan menceritakan kepada siapa pun juga termasuk Tania.Keduanya me
“Ryan, apa yang kamu lakukan? Bukankah seharusnya yang kau selipkan cincin di jari wanita itu,” desis Marsya menahan marah.Ryan hanya melirik sekilas ia kembali melihat ke tamu undangan yang hadir. Senyum tipis terbit di sudut bibirnya saat ia melihat seseorang yang ia cari. Ia memberikan kode kepada orang tersebut untuk berjalan naik ke atas panggung.Ryan mengangkat tangan Tania memperlihatkan jari yang tersemat cincin kawin. “Wanita cantik ini adalah istri saya kami telah menikah selama beberapa bulan lamanya. Istri saya bernama Tania dan sekrang ini ia sedang mengandung anak kami.”Tania sangat terkejut mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengira kalau pria itu akan mengumumkan pernikahan mereka. Hal yang selama ini hanya ia bayangkan saja dan tidak pernah terpikir akan terwujud.“Ryan! Ka-kamu tidak menyesal, bukan dengan mengumumkan hal ini?” Tanya Tania dengan wajah bahagia penuh haru.Ryan mengangguk, ia mengecup kening Tania sekilas. Kemudian menoleh kepada Ades yang terlihat
“Jangan dipikirkan apa yang kukatakan! Percayalah seetelah malam ini semua akan menjadi berbeda untuk kita semua. Memang akan ada yang terluka dan berseddih pada malam ini tetapi itu semua sudah menjadi resiko yang harus diterima.” Ryan menggamit tangan Tania keluar kamar.Tania hanya bisa terdiam saja, tetapi tidak dengan hati dan pikirannya. Ia tidak mengatakan kepada Ryan kalau ia merasa dirinyalah yang akan sakit hati dan bersedih itu. Sementara, untuk Ades ia akan tertawa bahagia di atas lukanya.Ryan menggenggam erat tangan Tania yang dingin dan berkeringat. Ia mencoba untuk memberikan ketenangan kepada Tania, tetapi istrinya itu rupanya masih saja gugup dan tegang.“Santailah, Tania! Yang bersama denganku adalah kau, bukan Ades.” Bisik Ryan.Tania melirik suaminya itu sekilas dengan wajah terlihat tegang, “Untuk saat ini kau memang bersama denganku, tetapi bisa saja situasinya berubah. Kau membuatku berada dalam situasi tanpa kepastian.”Keduanya masuk mobil pribadi Ryan dan dud
Tubuh Tnia bergetar hebat seandainya tidak dipegangi leh Ryan, ia akan jatuh ke lantai. “Kau sukses membuat saya terkejut. Apakah begitu penting kehadiranku di sana? Di saat posisiku hanyalah sebagai upik abu selama ini.”Ryan memegang dagu Tania untuk menatap matanya, biar wanita itu melihat kesungguhan di sana. “Kehadiranmu sangat penting! Kau bukanlah upik abu, tetapi istriku. Dan tidak ada yang akan bisa mengubah kenyataan itu.”Denyut nadi di leher Tania bergerak naik turun dengan cepat. Ia merasa sulit untuk menelan ludah karena tatapan yang begitu intens dari Ryan mempengaruhinya.“Baiklah, saya akan ikut denganmu. Semoga saja kau tidak akan membuatku menyesali keputusan ini,” sahut Tania.Rasa lega terpancar di wajah Ryan, ia begitu senang Tania bersedia juga ikut. Sekarang ia hanya tinggal mengurus ijin keluar dari rumah sakit. Semoga saja dokter mengijinkan kalau tidak ia akan membawa Tania dengan cara apa pun juga untuk pergi bersama dengannya.Beberapa jam berlalu Tania ke
Suara Ryan lamat-lamat dapat ditangkap oleh telinga Tania. Ia membenarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. “Katakanlah apa yang kau maksud jangan buat aku menjadi penasaran.” Perlahan Tania membuka mata.Ryan terkejut, ia tidak menduga kalau Tania akan terbangun dari tidurnya. Namun, ia juga merasa senang karena tidak perlu menunda apa yang harus dikatakannya.“Kau akan ikut besok malam untuk menghadiri acara pertunanganku dengan Ades! Kau ikuti saja apa yang kukatakan dan berdiri di sampingku. Apapun yang terjadi kita akan tetap bersama setelah malam itu,” ucap Ryan.Ia memandangi Tania dengan matanya yang menyorot lembut. Ada ketulusan juga janji kesetiaan di sana yang membuat Tania tertegun.“Jujur, Ryan permintaanmu begitu mengejutkan! Bagaimana mungkin kau bisa menawarkan ide yang begitu tidak berperasaan itu kepadaku? Kau memintaku untuk hadir dalam pesta pertunanganmu sebagai apa? Karena kau tidak pernah mengenalkanku secara resmi sebagai istrimu.” Tania menatap Ryan dengan so
“Akh! Mengapa sulit bagimu untuk mendengarkan permintaan maaf dan penjelasan dariku? Apakah kamu tidak tahu kalau meminta maaf bukanlah sesuatu yang mudah buatku?” Ryan melihat Tania dengan sorot kecewa.Tania memandangi langit-langit kamar, ia tahu kalau suaminya itu tidak berbohong. “Aku ingin istirahat,” sahut Tania setelah selama beberapa saat ia terdiam.Ryan mendesah dengan keras, ia sadar kalau Tania sedang menghindari dirinya. Dan dirinya tidak ingin mendesak Tania lebih jauh lagi.Ia berjalan ke arah pintu dan berhenti sebentar, sebelum keluar. “Saya akan pergi ke kantin apakah kau ingin menitip sesuatu?”“Terima kasih, untuk saat ini tidak ada,” sahut Tania.Semua keperluannya sudah disediakan oleh Jordan. Ia tidak mau membuat Ryan kecewa dan marah mengetahui hal itu.Ryan mengangguk, tetapi raut kecewa di wajah tidak ia tutupi. Ia merasa sebagai seorang suami kehadiran dan bantuannya tidak dibutuhkan Tania. Ia merasa tidak berharga sebagai lelaki di mata wanita itu.Berjala
Tania menggigit bibir mencegah ia merintih sakit. Luka tusuk di pinggangnya kembali terbuka karena Ryan yang tadi tidak sengaja memeluknya. “Kenapa kau memeluk pinggangku? Bukankah kau mengetahui saya mendapat luka tusuk di situ?”Ryan berhenti berjalan menuju pintu ruang rawat Tania. Ia membalikan badan melihat ke arah wanita itu dengan tatapan bertanya. Pandangannya kemudian beralih melihat pinggang Tania di mana pakaian rumah sakit yang dipakainya mengeluarkan bercak merah noda darah.“Kenapa kau berpikir seperti itu? Saya hanya mengetahui kalau kau menderita luka tusuk tetapi saya sama sekali tidak mengetahui itu di pinggangmu,” sahut Ryan.“Benarkah begitu? Mengapa saya tidak yakin dengan apa yang kau katakan?” Tanya Tania.Ryan tidak menyahut kecurigaan Tania, ia membuka pintu kemudian berjalan keluar memanggil dokter jaga untuk memeriksa kondisi Tania.Selang beberapa menit kemudian Ryan kembali bersama dengan dokter dan satu orang perawat. Sementara petugas medis memeriksa kon
Ryan mendengus dengan kasar, tetapi ia tidak menghiraukan ucapan Tania. Ia justru mengeluarkan ponsel menghubungi orang suruhannya. ‘Tolong, belikan saya pakaian bersih dan bawakan ke kamar rawat istriku.’Tania membuka mulut tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan melalui ponsel kepada orang suruhannya. Ia tidak habis pikir dengan ulah pria itu yang tidak menghiraukan apa yang ia minta.Dipejamkannya mata berdebat dengan Ryan hanya menguras energinya saja. Dan tidur merupakan pilihan yang lebih baik dalam menghadapi pria keras kepala itu pada saat ini.Ryan melirik Tania yang kembali berbaring, ia tersenyum kecil. Dirinya memang sengaja tidak membalas ucapan istrinya itu. Dikarenakan dalam keadaan emosi bisa saja ia menuruti permintaan Tania yang nantinya akan ia sesali.Ia pun membaringkan badan di sofa kamar rawat Tania. Ia sudah lelah seharian berada di jalan hingga begitu menyentuh sofa yang empuk dirinya langsung saja tertidur.Bunyi ketukan di pintu kamar rawat Tan
Pada awalnya Ryan terkejut mendengar suara itu, tetapi dengan cepat ia dapat menguasai dirinya kembali. “Saya suami dari pasien dan saya tidak akan mencelakainya.”Ryan membalikan badan sambil mengangkat kedua tangan. Dilihatnya dua orang petugas polisi mengacungkan pistol ke arahnya.Dua orang kepercayaan Ryan juga terkejut dan mereka ikut mengangkat tangan. Ketiganya membiarkan saja ketika petugas polisi itu mendekat lalu memeriksa ketiganya.Setelah tidak menemukan tidak adanya benda tajam atau berbahaya. Petugas polisi itu pun menberikan perintah kepada ketiganya, “Tolong perlihatkan kartu identitas kalian!”Ryan dengan perlahan menurunkan tangan untuk mengambil dompet dari dalam saku celananya. Diambilnya kartu tanda penduduk kemudian ia sodorkan ke tangan petugas keamanan itu.Tania yang mendengar suara ribut membuka mata. Ia menjadi sangat terkejut ketika melihat ada petugas polisi di kamarnya. Dan juga kehadiran Ryan di tempat yang sama.“Ryan! Bagaimana kamu tahu kalau saya b