Ryan mengetatkan rahang wajahnya terlihat merah, karena amarah. “Saya akan ke depan mencegah mereka masuk, kalau hanya ingin membuat kacau saja!”Ryan tidak dapat berjalan secepat yang ia inginkan. Beberapa tamu yang datang mengajaknya bersalaman, sambil berbincang.Ia tidak dapat menolak, karena tidak mau bersikap kasar kepada tamunya. Setelah berhasil melepaskan diri dari tamunya yang beramah Tamah. Ryan berjalan ke arah pintu bertepatan dengan kedatangan Ades dan kedua orang tuanya.“Ryan, Sayang! Saya turut berduka cita atas meninggalnya Ayahmu.” Ades memeluk Ryan dengan erat.Ryan memutar bola mata, ia merasa marah dengan apa yang dilakukan oleh wanita itu. “Kamu salah, Ades! Yang meninggal adalah Ayah mertua saya.” Ryan mendorong Ades menjauh darinya.Ades berpura-pura terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. Ia memegang tangan di dada, dengan mata menatap tidak percaya.“Ya, Tuhan! Saya minta maaf, karena sudah salah menduga, karena saya tidak mengetahui sama sekali kam
Ades menyeringai yang membuat ia terlihat, seperti wanita yang tidak waras dan terlihat menakutkan. “Kamu ingin bukti lebih banyak? Baiklah, saya akan memberikannya.”Ades kembali membuka galeri ponselnya untuk mencari bukti-bukti yang ia maksud. Setelah menemukan, ia menyodorkan ponselnya kepada Ryan.“Apakah bukti itu masih belum cukup? Saya tidak habis pikir apa yang sudah diberikan Tania kepadamu, sampai kamu begitu patuh kepadanya,” sindir Ades.Mata Ryan menyala karena marah, bibirnya membentuk garis tipis dengan suara dingin, ia mengatakan kepada Ades, juga mereka yang berada di ruangan itu, kalau dirinya tidak peduli dengan setumpuk bukti yang diberikan oleh Ades. Ia akan mendengarkan penjelasan dari Istrinya.Usai mengatakan hal itu, Ryan berjalan dengan langkah panjang menaiki tangga menuju kamarnya. Ia tidak mempedulikan panggilan dari Ayahnya. Ia hanya ingin mendinginkan kepala, yang rasanya hampir meledak, karena terbakar cemburu.Sayangnya, ia tidak bisa langsung menceca
Sontak saja Tania menjadi terkejut, ia menatap tidak percaya ke arah Ryan. Yang tiba-tiba saja sudah berada di depan pintu kamar mandi. “Saya sudah menyerah untuk menjelaskan apapun juga kepadamu. Karena kamu tidak akan percaya penjelasan saya.”Ryan berjalan mendekati Tania dan berhenti hanya beberapa inchi saja dari hadapan Istrinya itu. Hembusan hangat napas Tania terasa di wajahnya. Hal itu mengingatkan Ryan, kalau Tania sedang sakit.Dengan suara dingin ia menegur Tania, “Kenapa kamu bangun dari tempat tidur? Kamu masih sakit dan sering pingsan. Besok, saya akan mengantarkanmu ke rumah sakit. Untuk membuktikan apa yang dikatakan oleh Ades. Apakah kamu sedang hamil atau tidak.”Tania menarik napas dan menghembuskannya dengan kasar. Ia sangat kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Ryan seandainya saja bisa memutar waktu, ia tidak ingin berurusan dengan suaminya ini.“Tidak masalah, saya tidak peduli dengan tes itu, karena saya tahu diri saya tidak sedang hamil. Kalau, hal itu terbuk
Ryan menatap Tania dengan tajam, ia tidak mengira, kalau Tania terbangun dari tidurnya. Akan tetapi, ia hal itu bukan masalah baginya. “Tentu saja, semakin cepat kita mendapatkan kejelasan, maka akan semakin baik untuk hubungan kita.”Dokter pribadi itu merasa tidak nyaman mendengar pembicaraan yang sudah menjurus ke hal pribadi. Ia membersihkan tenggorokkan dengan keras untuk menarik perhatian dari pasangan suami Istri yang tengah bertengkar kecil.“Saya akan membuatkan janji temu Bu Tania dengan dokter kandungan besok pagi. Jamnya akan saya kirimkan kepadamu, Ryan!” Dokter tersebut, kemudian berpamitan kepada Ryan dan Tania. Namun, sebelum pergi ia mendo’akan agar Tania segera sembuh kembali.Begitu dokter itu sudah keluar dari kamar mereka, Tania dengan suara pelan berkata, “Baik untuk hubungan macam apa yang kamu maksud? Bukankah, kamu hanya ingin membuktikan apa yang dikatakan oleh mantan kekasihmu? Tidak ada hubungan yang berarti di antara kita, bukan?”Ryan melangkah dengan cep
Tania memalingkan wajah menghadap Ryan dan tidak mengingat, kalau dirinya sedang berada di atas pagar pembatas balkon. “Berhenti! Jangan mendekat, biarkan saya meninggal, sehingga kamu merasa puas dan bahagia.”“Aa!” Tania kehilangan keseimbangan hingga ia terjungkal dari pagar pembatas balkon itu.Ryan berlari dengan cepat dan keberuntungan masih berpihak kepadanya, ia berhasil meraih tangan Tania, tetapi wanita itu memberontak minta kepada Ryan untuk melepaskan pegangannya.“Saya tidak akan melepaskanmu, Tania!” tegas Ryan.Ia mengumpulkan seluruh tenaganya untuk menarik Tania naik kembali ke atas pagar pembatas balkon. Dengan susah payah hingga peluh membasahi wajah dan seluruh badan Ryan. Ia berhasil juga menolong Istrinya itu naik kembali.Dipeluknya Tania yang juga berkeringat dan sekujur badan Istrinya itu terlihat gemetaran. Ia menyatukan kening dengan kening Istrinya, sambil mengusap punggung Tania.“Jangan pernah lakukan hal gila, seperti itu lagi! Hidupmu terlalu berharga u
Ryan menyisir rambut dengan jari-jarinya hinga menjadi berantakkan. “Baik! Saya akan menunggumu di bawah.”Ryan berjalan keluar kamar meninggalkan Tania yang tidak bergeming dari tempatnya berdiri. Ia merasa jengkel kepada Tania yang sudah membuat dirinya menjadi marah di pagi hari. Padahal, ia sudah berubah pikiran tentang apa yang dikatakannya tadi malam.Tania terlonjak dari tempatnya berdiri, saat ia mendengar bunyi pintu yang dibuka dan di di tutup dengan kasar hingga menimbulkan bunyi berdebum yang nyaring.‘Semua salah terus bagi Ryan. apa yang sebenarnya ia inginkan dari saya?’ batin Tania dengan sedih.Diseretnya kaki menuju kamar mandi, tetapi ia tidak berani mandi, karena ia masih demam. Berdiri di depan wastafel Tania menggosok gigi, kemudian ia mencuci wajahnya. Setelah selesai, Tania langsung keluar kamar mandi.Beberapa menit berselang, Tania sudah berganti pakaian dan rapi, ia keluar kamar berjalanan menuruni tangga dengan pelan, sambil memegangi susuran tangga.Sesamp
Ryan yang tengah menyeruput kopinya hampir saja tersedak. Ia menatap Tania diam dan lekat. Dicobanya mencari kebohongan, melalui mata Istrinya itu. “Saya …” Ryan dengan sengaja tidak menyelesaikan ucapannya.Ia kembali menyelesaikan menikmati kopinya yang hampir menjadi dingin. Ia tidak menghiraukan Tania yang tampak tidak sabar dan kecewa, karena tidak mendapatkan jawaban darinya.Diperhatikannya Tania yang berjalan keluar rumah dengan wajah muram. Ia memang sengaja mengulur waktu menjawab pertanyaan dari Tania, karena ia tidak mau mengambil Kesimpulan yang salah. Ia memerlukan pemikiran yang logis dan masuk akal.Apakah mungkin pria dan wanita dewasa berada dalam satu apartemen yang sama, selama beberapa jam tidak melakukan hal yang intim? Ia perlu meyakinkan dirinya untuk bisa mempercayai apa yang dikatakan oleh Istrinya.Tania wanita muda yang cantik dan bentuk tubuh yang bisa menggoda pria. Rasanya sungguh mustahil ada pria yang tidak tergoda, karena pengakuan jujur Robby saja ia
Air mata Tania menetes dengan derasnya. Ryan sudah berhasil membuat ia merasa bersalah dan malu kepada dirinya sendiri. Ia menjatuhkan badannya kepelukan Ryan dan tersedu di dada suaminya itu. “Mengapa kita saling menyakiti, seperti ini? Saya tidak pantas menjadi pendampingmu.”Ryan mengusap punggung Tania dengan lembut untuk menenangkan Istrinya itu. Diangkatnya wajah Tania, agar tatapan mereka bertemu. Satu tangan Ryan terulur untuk mengusap air mata Tania.“Lihatlah! Saya sudah membuatmu menangis dan matamu menjadi sembab. Apa yang akan dikatakan orang-orang dan dokter yang memeriksamu nanti,” ucap Ryan dengan nada ringan mencoba untuk membuat suasana menjadi baik kembali, di antara mereka berdua.Tania tersenyum kecil, ia membersit hidungnya yang berair dengan tissue yang diberikan Ryan kepadanya. Ia kembali duduk di tempatnya semula dengan perasaan sedikit lebih baik.“Benar apa yang kamu katakan sekarang, bukan waktu yang tepat bagi kita untuk berbicara serius,” ucap Tania, sete