Robby terperangah mendengar apa yang diucapkan oleh Ryan. “Dan kamu hanya diam saja tidak mencarinya?”“Mengapa saya harus melaporkan apa yang sudah dan akan saya lakukan kepadamu?” sindir Ryan.Robby mengangkat pundak dengan santai ia mengatakan tidak masalah. Ia duduk dengan santai menunggu sarapan yang dipesannya datang. Sementara Ryan disibukkan dengan ponsel dan wajahnya terlihat serius.“Saya tidak jadi sarapan di kantor! Kamu habiskan saja sendiri.” Ryan dengan santainya memberikan isyarat kepada Robby untuk keluar dari ruang kerjanya.Robby dengan santai berjalan keluar, meski ia sedikit marah. Sudah dipesankan makanan, ternyata Ryannya malah akan pergi. Dan sekarang ia yang harus menghabiskan makanan itu.Ryan juga keluar dari ruang kerjanya dengan langkah yang panjang. Raut wajahnya begitu dingin membuat Robby yang hendak menegur Ryan, karena tidak seperti biasa. Temannya itu berjalan, seperti dikejar setan saja.Beberapa jam berselang, Ryan sudah berada di Singapura. Ia men
Tania menatap ngeri Ryan, yang berubah menjadi begitu kejam di matanya. “Mengapa kamu berkata, seperti itu? Saya sama sekali tidak memiliki hubungan apapun juga dengan pria manapun juga.”Ryan melirik Tania dengan tajam, ia tidak menanggapi pernyataan Tania. Dirinya memilih diam dan menatap lurus ke depan.Tania yang kelelahan tidak menyadari jatuh tertidur di pundak Ryan. Dan suaminya itu tidak memindahkan Tania, ia justru melepas jas yang dipakainya untuk disampirkannya di badan Tania.Sesampainya mereka di bandara, Ryan membangunkan Tania. “Kita sudah sampai!”Tania membuka mata perlahan ia menatap Ryan dengan bingung, karena dirinya lupa alasan mereka berada di bandara.“Kita akan pulang ke Indonesia dalam beberapa jam lagi!” tegas Ryan.“Ryan, bagaimana dengan barang-barang saya yang masih tertinggal di apartemen?” Tanya Tania.Ryan menarik napas dengan kasar. “Kenapa kamu tidak mengatakannya saat kita tadi sedang dalam perjalanan ke bandara?”Tania memutar bola mata, ia tidak ha
Tania yang merasa dirinya dalam keadaan lemah, secara refleks memegang lengan Ryan erat. Dengan suara lemah, ia berkata, “Maaf, Bu! Saya sedang tidak ingin mendengar makian dan hinaan dari Ibu.”Ryan memandang Ibunya dengan raut wajah kecewa. Ia tidak suka, Tania dimarahi di depan matanya. “Ibu, Tania sedang berduka dan sebentar lagi akan datang tamu untuk acara tahlilan di rumah ini.”Ibu Ryan menatap galak putranya itu, ia tidak bisa menerima, kalau Tania kembali ke rumah ini dan putranya peduli kepada wanita yang ia pikir tidak akan pernah kembali lagi bersama dengan Ryan.“Kamu sudah kena pelet Istrimu, sehingga kamu begitu mudah memaafkan pengkhianatannya. Lihat saja nanti, ia akan menguasai semua hartamu dan kamu akan menyesalinya.” Ibu Ryan berlalu pergi dari hadapan keduanya.Ia, bahkan dengan sengaja menyenggol pundak Tania hingga, hampir saja ia terjatuh. Beruntung Tania berpegangan kepada Ryan, sebagai penopangnya.Ryan menarik napas dengan kasar melihat apa yang dilakukan
Ryan mengetatkan rahang wajahnya terlihat merah, karena amarah. “Saya akan ke depan mencegah mereka masuk, kalau hanya ingin membuat kacau saja!”Ryan tidak dapat berjalan secepat yang ia inginkan. Beberapa tamu yang datang mengajaknya bersalaman, sambil berbincang.Ia tidak dapat menolak, karena tidak mau bersikap kasar kepada tamunya. Setelah berhasil melepaskan diri dari tamunya yang beramah Tamah. Ryan berjalan ke arah pintu bertepatan dengan kedatangan Ades dan kedua orang tuanya.“Ryan, Sayang! Saya turut berduka cita atas meninggalnya Ayahmu.” Ades memeluk Ryan dengan erat.Ryan memutar bola mata, ia merasa marah dengan apa yang dilakukan oleh wanita itu. “Kamu salah, Ades! Yang meninggal adalah Ayah mertua saya.” Ryan mendorong Ades menjauh darinya.Ades berpura-pura terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. Ia memegang tangan di dada, dengan mata menatap tidak percaya.“Ya, Tuhan! Saya minta maaf, karena sudah salah menduga, karena saya tidak mengetahui sama sekali kam
Ades menyeringai yang membuat ia terlihat, seperti wanita yang tidak waras dan terlihat menakutkan. “Kamu ingin bukti lebih banyak? Baiklah, saya akan memberikannya.”Ades kembali membuka galeri ponselnya untuk mencari bukti-bukti yang ia maksud. Setelah menemukan, ia menyodorkan ponselnya kepada Ryan.“Apakah bukti itu masih belum cukup? Saya tidak habis pikir apa yang sudah diberikan Tania kepadamu, sampai kamu begitu patuh kepadanya,” sindir Ades.Mata Ryan menyala karena marah, bibirnya membentuk garis tipis dengan suara dingin, ia mengatakan kepada Ades, juga mereka yang berada di ruangan itu, kalau dirinya tidak peduli dengan setumpuk bukti yang diberikan oleh Ades. Ia akan mendengarkan penjelasan dari Istrinya.Usai mengatakan hal itu, Ryan berjalan dengan langkah panjang menaiki tangga menuju kamarnya. Ia tidak mempedulikan panggilan dari Ayahnya. Ia hanya ingin mendinginkan kepala, yang rasanya hampir meledak, karena terbakar cemburu.Sayangnya, ia tidak bisa langsung menceca
Sontak saja Tania menjadi terkejut, ia menatap tidak percaya ke arah Ryan. Yang tiba-tiba saja sudah berada di depan pintu kamar mandi. “Saya sudah menyerah untuk menjelaskan apapun juga kepadamu. Karena kamu tidak akan percaya penjelasan saya.”Ryan berjalan mendekati Tania dan berhenti hanya beberapa inchi saja dari hadapan Istrinya itu. Hembusan hangat napas Tania terasa di wajahnya. Hal itu mengingatkan Ryan, kalau Tania sedang sakit.Dengan suara dingin ia menegur Tania, “Kenapa kamu bangun dari tempat tidur? Kamu masih sakit dan sering pingsan. Besok, saya akan mengantarkanmu ke rumah sakit. Untuk membuktikan apa yang dikatakan oleh Ades. Apakah kamu sedang hamil atau tidak.”Tania menarik napas dan menghembuskannya dengan kasar. Ia sangat kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Ryan seandainya saja bisa memutar waktu, ia tidak ingin berurusan dengan suaminya ini.“Tidak masalah, saya tidak peduli dengan tes itu, karena saya tahu diri saya tidak sedang hamil. Kalau, hal itu terbuk
Ryan menatap Tania dengan tajam, ia tidak mengira, kalau Tania terbangun dari tidurnya. Akan tetapi, ia hal itu bukan masalah baginya. “Tentu saja, semakin cepat kita mendapatkan kejelasan, maka akan semakin baik untuk hubungan kita.”Dokter pribadi itu merasa tidak nyaman mendengar pembicaraan yang sudah menjurus ke hal pribadi. Ia membersihkan tenggorokkan dengan keras untuk menarik perhatian dari pasangan suami Istri yang tengah bertengkar kecil.“Saya akan membuatkan janji temu Bu Tania dengan dokter kandungan besok pagi. Jamnya akan saya kirimkan kepadamu, Ryan!” Dokter tersebut, kemudian berpamitan kepada Ryan dan Tania. Namun, sebelum pergi ia mendo’akan agar Tania segera sembuh kembali.Begitu dokter itu sudah keluar dari kamar mereka, Tania dengan suara pelan berkata, “Baik untuk hubungan macam apa yang kamu maksud? Bukankah, kamu hanya ingin membuktikan apa yang dikatakan oleh mantan kekasihmu? Tidak ada hubungan yang berarti di antara kita, bukan?”Ryan melangkah dengan cep
Tania memalingkan wajah menghadap Ryan dan tidak mengingat, kalau dirinya sedang berada di atas pagar pembatas balkon. “Berhenti! Jangan mendekat, biarkan saya meninggal, sehingga kamu merasa puas dan bahagia.”“Aa!” Tania kehilangan keseimbangan hingga ia terjungkal dari pagar pembatas balkon itu.Ryan berlari dengan cepat dan keberuntungan masih berpihak kepadanya, ia berhasil meraih tangan Tania, tetapi wanita itu memberontak minta kepada Ryan untuk melepaskan pegangannya.“Saya tidak akan melepaskanmu, Tania!” tegas Ryan.Ia mengumpulkan seluruh tenaganya untuk menarik Tania naik kembali ke atas pagar pembatas balkon. Dengan susah payah hingga peluh membasahi wajah dan seluruh badan Ryan. Ia berhasil juga menolong Istrinya itu naik kembali.Dipeluknya Tania yang juga berkeringat dan sekujur badan Istrinya itu terlihat gemetaran. Ia menyatukan kening dengan kening Istrinya, sambil mengusap punggung Tania.“Jangan pernah lakukan hal gila, seperti itu lagi! Hidupmu terlalu berharga u