“Semua sudah beres, Ayah kamu besok sudah bisa dibawa pulang ke Indonesi. Maaf, saya harus segera kembali bekerja, karena saya sudah meminta ijin kemarin,” ucap Syarif.“Saya mengucapkan banyak terima kasih, atas bantuanmu. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan, kalau tidak dibantu,” sahut Tania.Syarif menyunggingkan senyuman yang tulus kepada Tania. Ia mengatakan, sebagai sesama perantau di negara orang sudah sewajarnya mereka saling menolong. Iaj juga mengatakan, kalau dirinya minta maaf, tidak bisa memberikan bantuan materi kepada Tania.“Bantuanmu menghubungi pihak-pihak yang terkait dengan pemulangan jenazah Ayah saya sudah lebih dari cukup. Kamu juga sudah mengorbankan waktu dan uang pribadimu untuk mengurus itu semua,” Tania menangkupkan tangan di depan dada.Syarif memberikan senyuman tulus, ia berharap, kalau suatu hari nanti mereka kembali bertemu, setelah dirinya kembali ke Indonesia. Usai mengatakan hal itu Syarif meninggalkan Tania seorang diri.Tania duduk di bang
Robby terperangah mendengar apa yang diucapkan oleh Ryan. “Dan kamu hanya diam saja tidak mencarinya?”“Mengapa saya harus melaporkan apa yang sudah dan akan saya lakukan kepadamu?” sindir Ryan.Robby mengangkat pundak dengan santai ia mengatakan tidak masalah. Ia duduk dengan santai menunggu sarapan yang dipesannya datang. Sementara Ryan disibukkan dengan ponsel dan wajahnya terlihat serius.“Saya tidak jadi sarapan di kantor! Kamu habiskan saja sendiri.” Ryan dengan santainya memberikan isyarat kepada Robby untuk keluar dari ruang kerjanya.Robby dengan santai berjalan keluar, meski ia sedikit marah. Sudah dipesankan makanan, ternyata Ryannya malah akan pergi. Dan sekarang ia yang harus menghabiskan makanan itu.Ryan juga keluar dari ruang kerjanya dengan langkah yang panjang. Raut wajahnya begitu dingin membuat Robby yang hendak menegur Ryan, karena tidak seperti biasa. Temannya itu berjalan, seperti dikejar setan saja.Beberapa jam berselang, Ryan sudah berada di Singapura. Ia men
Tania menatap ngeri Ryan, yang berubah menjadi begitu kejam di matanya. “Mengapa kamu berkata, seperti itu? Saya sama sekali tidak memiliki hubungan apapun juga dengan pria manapun juga.”Ryan melirik Tania dengan tajam, ia tidak menanggapi pernyataan Tania. Dirinya memilih diam dan menatap lurus ke depan.Tania yang kelelahan tidak menyadari jatuh tertidur di pundak Ryan. Dan suaminya itu tidak memindahkan Tania, ia justru melepas jas yang dipakainya untuk disampirkannya di badan Tania.Sesampainya mereka di bandara, Ryan membangunkan Tania. “Kita sudah sampai!”Tania membuka mata perlahan ia menatap Ryan dengan bingung, karena dirinya lupa alasan mereka berada di bandara.“Kita akan pulang ke Indonesia dalam beberapa jam lagi!” tegas Ryan.“Ryan, bagaimana dengan barang-barang saya yang masih tertinggal di apartemen?” Tanya Tania.Ryan menarik napas dengan kasar. “Kenapa kamu tidak mengatakannya saat kita tadi sedang dalam perjalanan ke bandara?”Tania memutar bola mata, ia tidak ha
Tania yang merasa dirinya dalam keadaan lemah, secara refleks memegang lengan Ryan erat. Dengan suara lemah, ia berkata, “Maaf, Bu! Saya sedang tidak ingin mendengar makian dan hinaan dari Ibu.”Ryan memandang Ibunya dengan raut wajah kecewa. Ia tidak suka, Tania dimarahi di depan matanya. “Ibu, Tania sedang berduka dan sebentar lagi akan datang tamu untuk acara tahlilan di rumah ini.”Ibu Ryan menatap galak putranya itu, ia tidak bisa menerima, kalau Tania kembali ke rumah ini dan putranya peduli kepada wanita yang ia pikir tidak akan pernah kembali lagi bersama dengan Ryan.“Kamu sudah kena pelet Istrimu, sehingga kamu begitu mudah memaafkan pengkhianatannya. Lihat saja nanti, ia akan menguasai semua hartamu dan kamu akan menyesalinya.” Ibu Ryan berlalu pergi dari hadapan keduanya.Ia, bahkan dengan sengaja menyenggol pundak Tania hingga, hampir saja ia terjatuh. Beruntung Tania berpegangan kepada Ryan, sebagai penopangnya.Ryan menarik napas dengan kasar melihat apa yang dilakukan
Ryan mengetatkan rahang wajahnya terlihat merah, karena amarah. “Saya akan ke depan mencegah mereka masuk, kalau hanya ingin membuat kacau saja!”Ryan tidak dapat berjalan secepat yang ia inginkan. Beberapa tamu yang datang mengajaknya bersalaman, sambil berbincang.Ia tidak dapat menolak, karena tidak mau bersikap kasar kepada tamunya. Setelah berhasil melepaskan diri dari tamunya yang beramah Tamah. Ryan berjalan ke arah pintu bertepatan dengan kedatangan Ades dan kedua orang tuanya.“Ryan, Sayang! Saya turut berduka cita atas meninggalnya Ayahmu.” Ades memeluk Ryan dengan erat.Ryan memutar bola mata, ia merasa marah dengan apa yang dilakukan oleh wanita itu. “Kamu salah, Ades! Yang meninggal adalah Ayah mertua saya.” Ryan mendorong Ades menjauh darinya.Ades berpura-pura terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. Ia memegang tangan di dada, dengan mata menatap tidak percaya.“Ya, Tuhan! Saya minta maaf, karena sudah salah menduga, karena saya tidak mengetahui sama sekali kam
Ades menyeringai yang membuat ia terlihat, seperti wanita yang tidak waras dan terlihat menakutkan. “Kamu ingin bukti lebih banyak? Baiklah, saya akan memberikannya.”Ades kembali membuka galeri ponselnya untuk mencari bukti-bukti yang ia maksud. Setelah menemukan, ia menyodorkan ponselnya kepada Ryan.“Apakah bukti itu masih belum cukup? Saya tidak habis pikir apa yang sudah diberikan Tania kepadamu, sampai kamu begitu patuh kepadanya,” sindir Ades.Mata Ryan menyala karena marah, bibirnya membentuk garis tipis dengan suara dingin, ia mengatakan kepada Ades, juga mereka yang berada di ruangan itu, kalau dirinya tidak peduli dengan setumpuk bukti yang diberikan oleh Ades. Ia akan mendengarkan penjelasan dari Istrinya.Usai mengatakan hal itu, Ryan berjalan dengan langkah panjang menaiki tangga menuju kamarnya. Ia tidak mempedulikan panggilan dari Ayahnya. Ia hanya ingin mendinginkan kepala, yang rasanya hampir meledak, karena terbakar cemburu.Sayangnya, ia tidak bisa langsung menceca
Sontak saja Tania menjadi terkejut, ia menatap tidak percaya ke arah Ryan. Yang tiba-tiba saja sudah berada di depan pintu kamar mandi. “Saya sudah menyerah untuk menjelaskan apapun juga kepadamu. Karena kamu tidak akan percaya penjelasan saya.”Ryan berjalan mendekati Tania dan berhenti hanya beberapa inchi saja dari hadapan Istrinya itu. Hembusan hangat napas Tania terasa di wajahnya. Hal itu mengingatkan Ryan, kalau Tania sedang sakit.Dengan suara dingin ia menegur Tania, “Kenapa kamu bangun dari tempat tidur? Kamu masih sakit dan sering pingsan. Besok, saya akan mengantarkanmu ke rumah sakit. Untuk membuktikan apa yang dikatakan oleh Ades. Apakah kamu sedang hamil atau tidak.”Tania menarik napas dan menghembuskannya dengan kasar. Ia sangat kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Ryan seandainya saja bisa memutar waktu, ia tidak ingin berurusan dengan suaminya ini.“Tidak masalah, saya tidak peduli dengan tes itu, karena saya tahu diri saya tidak sedang hamil. Kalau, hal itu terbuk
Ryan menatap Tania dengan tajam, ia tidak mengira, kalau Tania terbangun dari tidurnya. Akan tetapi, ia hal itu bukan masalah baginya. “Tentu saja, semakin cepat kita mendapatkan kejelasan, maka akan semakin baik untuk hubungan kita.”Dokter pribadi itu merasa tidak nyaman mendengar pembicaraan yang sudah menjurus ke hal pribadi. Ia membersihkan tenggorokkan dengan keras untuk menarik perhatian dari pasangan suami Istri yang tengah bertengkar kecil.“Saya akan membuatkan janji temu Bu Tania dengan dokter kandungan besok pagi. Jamnya akan saya kirimkan kepadamu, Ryan!” Dokter tersebut, kemudian berpamitan kepada Ryan dan Tania. Namun, sebelum pergi ia mendo’akan agar Tania segera sembuh kembali.Begitu dokter itu sudah keluar dari kamar mereka, Tania dengan suara pelan berkata, “Baik untuk hubungan macam apa yang kamu maksud? Bukankah, kamu hanya ingin membuktikan apa yang dikatakan oleh mantan kekasihmu? Tidak ada hubungan yang berarti di antara kita, bukan?”Ryan melangkah dengan cep
Tania menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia pun berbisik kepada Ryan. “Sekarang kamu harus mengatakan kepadaku siapa sebenarnya pria itu?”Ryan mengikuti arah tatapan Tania dengan tenang, ia pun berkata, “Dia adalah pria yang memang seharusnya bertangggung jawab kepada Ades karena ia ayah dari bayi yang dikandungnya.”Ia juga menambahkan kalau dirinya memang menyewa orang untuk mencari keberadaan pria itu. Dan pencariannya hampir saja gagal, tetapi beberapa jam sebelum acara ini berlangsung dirinya berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaan pria itu.“Sungguh suatu keberuntungan ia datang tepat waktu dan membebaskanmu dari keharusan menjadi pasangan Ades,” sahut Tania.Suara tawa lolos dari bibir Ryan, ia mengatakan keberuntungan baginya. Akan tetapi, ia tidak mengatakan kepada istrinya ada harga yang harus ia bayar agar pria itu mau menikahi Ades. Namun, demi menjaga harga diri pria itu, ia tidak akan menceritakan kepada siapa pun juga termasuk Tania.Keduanya me
“Ryan, apa yang kamu lakukan? Bukankah seharusnya yang kau selipkan cincin di jari wanita itu,” desis Marsya menahan marah.Ryan hanya melirik sekilas ia kembali melihat ke tamu undangan yang hadir. Senyum tipis terbit di sudut bibirnya saat ia melihat seseorang yang ia cari. Ia memberikan kode kepada orang tersebut untuk berjalan naik ke atas panggung.Ryan mengangkat tangan Tania memperlihatkan jari yang tersemat cincin kawin. “Wanita cantik ini adalah istri saya kami telah menikah selama beberapa bulan lamanya. Istri saya bernama Tania dan sekrang ini ia sedang mengandung anak kami.”Tania sangat terkejut mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengira kalau pria itu akan mengumumkan pernikahan mereka. Hal yang selama ini hanya ia bayangkan saja dan tidak pernah terpikir akan terwujud.“Ryan! Ka-kamu tidak menyesal, bukan dengan mengumumkan hal ini?” Tanya Tania dengan wajah bahagia penuh haru.Ryan mengangguk, ia mengecup kening Tania sekilas. Kemudian menoleh kepada Ades yang terlihat
“Jangan dipikirkan apa yang kukatakan! Percayalah seetelah malam ini semua akan menjadi berbeda untuk kita semua. Memang akan ada yang terluka dan berseddih pada malam ini tetapi itu semua sudah menjadi resiko yang harus diterima.” Ryan menggamit tangan Tania keluar kamar.Tania hanya bisa terdiam saja, tetapi tidak dengan hati dan pikirannya. Ia tidak mengatakan kepada Ryan kalau ia merasa dirinyalah yang akan sakit hati dan bersedih itu. Sementara, untuk Ades ia akan tertawa bahagia di atas lukanya.Ryan menggenggam erat tangan Tania yang dingin dan berkeringat. Ia mencoba untuk memberikan ketenangan kepada Tania, tetapi istrinya itu rupanya masih saja gugup dan tegang.“Santailah, Tania! Yang bersama denganku adalah kau, bukan Ades.” Bisik Ryan.Tania melirik suaminya itu sekilas dengan wajah terlihat tegang, “Untuk saat ini kau memang bersama denganku, tetapi bisa saja situasinya berubah. Kau membuatku berada dalam situasi tanpa kepastian.”Keduanya masuk mobil pribadi Ryan dan dud
Tubuh Tnia bergetar hebat seandainya tidak dipegangi leh Ryan, ia akan jatuh ke lantai. “Kau sukses membuat saya terkejut. Apakah begitu penting kehadiranku di sana? Di saat posisiku hanyalah sebagai upik abu selama ini.”Ryan memegang dagu Tania untuk menatap matanya, biar wanita itu melihat kesungguhan di sana. “Kehadiranmu sangat penting! Kau bukanlah upik abu, tetapi istriku. Dan tidak ada yang akan bisa mengubah kenyataan itu.”Denyut nadi di leher Tania bergerak naik turun dengan cepat. Ia merasa sulit untuk menelan ludah karena tatapan yang begitu intens dari Ryan mempengaruhinya.“Baiklah, saya akan ikut denganmu. Semoga saja kau tidak akan membuatku menyesali keputusan ini,” sahut Tania.Rasa lega terpancar di wajah Ryan, ia begitu senang Tania bersedia juga ikut. Sekarang ia hanya tinggal mengurus ijin keluar dari rumah sakit. Semoga saja dokter mengijinkan kalau tidak ia akan membawa Tania dengan cara apa pun juga untuk pergi bersama dengannya.Beberapa jam berlalu Tania ke
Suara Ryan lamat-lamat dapat ditangkap oleh telinga Tania. Ia membenarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. “Katakanlah apa yang kau maksud jangan buat aku menjadi penasaran.” Perlahan Tania membuka mata.Ryan terkejut, ia tidak menduga kalau Tania akan terbangun dari tidurnya. Namun, ia juga merasa senang karena tidak perlu menunda apa yang harus dikatakannya.“Kau akan ikut besok malam untuk menghadiri acara pertunanganku dengan Ades! Kau ikuti saja apa yang kukatakan dan berdiri di sampingku. Apapun yang terjadi kita akan tetap bersama setelah malam itu,” ucap Ryan.Ia memandangi Tania dengan matanya yang menyorot lembut. Ada ketulusan juga janji kesetiaan di sana yang membuat Tania tertegun.“Jujur, Ryan permintaanmu begitu mengejutkan! Bagaimana mungkin kau bisa menawarkan ide yang begitu tidak berperasaan itu kepadaku? Kau memintaku untuk hadir dalam pesta pertunanganmu sebagai apa? Karena kau tidak pernah mengenalkanku secara resmi sebagai istrimu.” Tania menatap Ryan dengan so
“Akh! Mengapa sulit bagimu untuk mendengarkan permintaan maaf dan penjelasan dariku? Apakah kamu tidak tahu kalau meminta maaf bukanlah sesuatu yang mudah buatku?” Ryan melihat Tania dengan sorot kecewa.Tania memandangi langit-langit kamar, ia tahu kalau suaminya itu tidak berbohong. “Aku ingin istirahat,” sahut Tania setelah selama beberapa saat ia terdiam.Ryan mendesah dengan keras, ia sadar kalau Tania sedang menghindari dirinya. Dan dirinya tidak ingin mendesak Tania lebih jauh lagi.Ia berjalan ke arah pintu dan berhenti sebentar, sebelum keluar. “Saya akan pergi ke kantin apakah kau ingin menitip sesuatu?”“Terima kasih, untuk saat ini tidak ada,” sahut Tania.Semua keperluannya sudah disediakan oleh Jordan. Ia tidak mau membuat Ryan kecewa dan marah mengetahui hal itu.Ryan mengangguk, tetapi raut kecewa di wajah tidak ia tutupi. Ia merasa sebagai seorang suami kehadiran dan bantuannya tidak dibutuhkan Tania. Ia merasa tidak berharga sebagai lelaki di mata wanita itu.Berjala
Tania menggigit bibir mencegah ia merintih sakit. Luka tusuk di pinggangnya kembali terbuka karena Ryan yang tadi tidak sengaja memeluknya. “Kenapa kau memeluk pinggangku? Bukankah kau mengetahui saya mendapat luka tusuk di situ?”Ryan berhenti berjalan menuju pintu ruang rawat Tania. Ia membalikan badan melihat ke arah wanita itu dengan tatapan bertanya. Pandangannya kemudian beralih melihat pinggang Tania di mana pakaian rumah sakit yang dipakainya mengeluarkan bercak merah noda darah.“Kenapa kau berpikir seperti itu? Saya hanya mengetahui kalau kau menderita luka tusuk tetapi saya sama sekali tidak mengetahui itu di pinggangmu,” sahut Ryan.“Benarkah begitu? Mengapa saya tidak yakin dengan apa yang kau katakan?” Tanya Tania.Ryan tidak menyahut kecurigaan Tania, ia membuka pintu kemudian berjalan keluar memanggil dokter jaga untuk memeriksa kondisi Tania.Selang beberapa menit kemudian Ryan kembali bersama dengan dokter dan satu orang perawat. Sementara petugas medis memeriksa kon
Ryan mendengus dengan kasar, tetapi ia tidak menghiraukan ucapan Tania. Ia justru mengeluarkan ponsel menghubungi orang suruhannya. ‘Tolong, belikan saya pakaian bersih dan bawakan ke kamar rawat istriku.’Tania membuka mulut tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan melalui ponsel kepada orang suruhannya. Ia tidak habis pikir dengan ulah pria itu yang tidak menghiraukan apa yang ia minta.Dipejamkannya mata berdebat dengan Ryan hanya menguras energinya saja. Dan tidur merupakan pilihan yang lebih baik dalam menghadapi pria keras kepala itu pada saat ini.Ryan melirik Tania yang kembali berbaring, ia tersenyum kecil. Dirinya memang sengaja tidak membalas ucapan istrinya itu. Dikarenakan dalam keadaan emosi bisa saja ia menuruti permintaan Tania yang nantinya akan ia sesali.Ia pun membaringkan badan di sofa kamar rawat Tania. Ia sudah lelah seharian berada di jalan hingga begitu menyentuh sofa yang empuk dirinya langsung saja tertidur.Bunyi ketukan di pintu kamar rawat Tan
Pada awalnya Ryan terkejut mendengar suara itu, tetapi dengan cepat ia dapat menguasai dirinya kembali. “Saya suami dari pasien dan saya tidak akan mencelakainya.”Ryan membalikan badan sambil mengangkat kedua tangan. Dilihatnya dua orang petugas polisi mengacungkan pistol ke arahnya.Dua orang kepercayaan Ryan juga terkejut dan mereka ikut mengangkat tangan. Ketiganya membiarkan saja ketika petugas polisi itu mendekat lalu memeriksa ketiganya.Setelah tidak menemukan tidak adanya benda tajam atau berbahaya. Petugas polisi itu pun menberikan perintah kepada ketiganya, “Tolong perlihatkan kartu identitas kalian!”Ryan dengan perlahan menurunkan tangan untuk mengambil dompet dari dalam saku celananya. Diambilnya kartu tanda penduduk kemudian ia sodorkan ke tangan petugas keamanan itu.Tania yang mendengar suara ribut membuka mata. Ia menjadi sangat terkejut ketika melihat ada petugas polisi di kamarnya. Dan juga kehadiran Ryan di tempat yang sama.“Ryan! Bagaimana kamu tahu kalau saya b