Ryan tidak tahan berada lebih lama lagi bersama dengan Tania, karena ia sendiri tidak tahu apa perasaannya yang sebenarnya kepada Tania. ‘Tania hanya membuat hubungan ini menjadi sulit saja! Ia terlalu membesarkan situasinya.’ monolog Ryan.Ia mengemudikan mobilnya sendiri tanpa sopir. Dikemudikannya mobil dengan kecepatan tinggi menuju ruang karaok. Sesampainya di sana ia memasuki ruang karaoke dan ia meminta pendamping karaoke.Seorang wanita muda yang canti dan berpenampilan menarik memasuki ruangan yang ia tempati. Wanita itu duduk dekat dengan Ryan, sehingga ia dapat mencium wangi parfum wanita itu yang bertujuan untuk menggoda.“Apakah Anda ingin minum, sambil kita bernyanyi, Tuan?” Tanya wanita itu.Ryan menganggukkan kepala, ia kemudian menerima botol minumn beralkohol yang disodorkan wanita itu kepadanya. Ia langsung menenggak isinya dari botol.Wanita yang duduk di samping Ryan mendapatkan lagu yang disukainya. Ialu mulai bernyanyii. Sementara Ryan sendiri hanya diam duduk
Ryan terkejut mendengarnya, ia langsung jatuh terduduk di lantai, sambil memegani kepalanya. “Kamu pasti berbohong, bukan? Saya pasti salah mendengar, karena sedang mabuk, kalau Tania keguguran.”Sopir itu melihat ke arah Ryan dengan tatapan prihatin. Namun, ia tidak bisa berbohong kepada tuannya. Ia dapat merasakan betapa terpukul tuannya itu mendengar kabar tentang istrinya.“Di mana Istri saya sekarang?” Tanya Ryan, setelah selama beberapa saat ia terdiam.“Nyonya Tania, masih berada di rumah sakit, Tuan. Besok, sepertinya ia sudah boleh keluar,” sahut sopir itu.Ryan memerintahkan kepada sopirnya untuk membantu ia masuk rumah. Yang langsung dituruti oleh sopirnya itu.Dengan dipapah, karena jalannya yang masih limbung efek mabuk. Ryan berjalan memasuki rumah dan terus menaiki tangga menuju lantai dua di mana kamarnya berada. Ia memerintahkan kepada sopirnya untuk menunggu ia selesai mandi, lalu mengantarkannya ke rumah sakit.Ryan tadi pulang dari tempat karaoke dengan menaiki tak
“Ryan, saya sedang bersedih dan lelah. Saya ingin tidur, tolong jangan ganggu saya,” pinta Tania dengan suara yang tersendat.Di belakang punggung Tania, Ryan menganggukkan kepala. Ia juga sedang lelah dan ingin tidur. Hatinya juga ikut terluka tidak hanya Tania seorang.Ryan tidur, sambil memeluk Tania dari belakang. Di tengah tidur lelapnya ia terbangun, karena mendengar suara sedu sedang. Dilihatnya bahu Tania berguncang dan air matanya mengalir, tetapi mata Istrinya itu tetap terpejam.“Bahkan dalam tidurmu kamu masih menangis! Kita berdua memang sama-sama berduka.” Bisik Ryan.Ditundukkannya kepala mengecup mata Tania yang dipenuhi air mata, lalu berpindah ke pipinya. Tanpa terasa Ryan juga ikut menangis dan air matanya membasahi pipi Tania.Tania terbangun dari tidur, ia dapat mendengar apa yang dibisikkan oleh suaminya itu, tetapi ia memilih untuk tetap memejamkan mata. Namun, begitu ia merasakan lehernya basah dan itu bukan karena air matanya. Ia langsung membuka mata untuk me
Ryan terdiam ia melihat ke arah langit-langit ruangan tersebut. Ia, kemudian berjalan menjauh dari Tania berdiri di depan jendela kaca, sambil memandang ke arah jauh. “Saya tidak tahu! Karena saya juga merasakan hal yang sama.”Tania memejamkan mata, sambil mengelus perutnya dengan lembut. Ia tidak siap dengan kehilangan calon buah hatinya sekarang ini. Air matanya kembali mengalir dengan deras, ia merasa gagal sebagai seorang calon ibu untuk melindungi buah hatinya.Dan itu semua karena kebodohannya mengabaikan apa yang dikatakan oleh dokter, yang telah memeriksa dirinya.“Seandainya saja, ketika itu saya tidak meneleponmu dan mendengar suara seorang wanita yang berbicara di ujung telepon. Saya tidak akan merasa sakit dan semua ini tidak akan terjadi. Mengapa di saat kita bertengkar kamu pergi tanpa kata dan menemui wanita lain?” lirih Tania.Ryan membalikkan badan menghadap Tania sorot matanya terlihat dingin. “Saya pergi, agar tidak bertengkar lebih hebat lagi denganmu. Dan saya ti
Air mata Tania kembali menetes, ia memalingkan wajah menghindar bertatapan dengan Ryan. “Maaf, sudah membuatmu menjadi marah.”Usai mengatakan hal itu Tania bangkit dari duduknya, ia berjalan memasuki rumah dengan kepala tertunduk. Ia sadar dirinya sudah salah, tetapi ia juga tidak dibentak, seperti tadi.Begitu memasuki rumah langkah Tania terhenti. Sudah berdiri Ibu Ryan dengan wajahnya yang masam. Wanita itu melihat ke arah Tania dengan tatapan garang.“Apa yang kamu lakukan sangat keterlaluan! Kenapa kamu memecat pelayan yang sudah bekerja di rumah ini selama beberapa bulan? Ia lebih lama berada di rumah ini dibandingkan dirimu!” bentak Ibu Ryan.Tania memejamkan mata, baru saja tadi ia dibentak oleh Ibu Ryan dan sekarang giliran Ibunya yang membentak. Ia benar-benar tidak siap mendapat bentakan dalam secara beruntun.“Saya tidak tahu apa yang dikatakan oleh pelayan itu kepada Ibu. Namun, ia dipecat atas persetujuan dari Ryan. Kalau Ibu keberatan, Ibu bisa mempekerjakannya di rum
Tania menatap tidak percaya ke arah Ryan. Tatapannya nanar dengan mata yang dipenuhi air mata. “Kamu akan pergi sekarang? Di saat saya membutuhkan dukungan darimu. Kamu tega sekali!”Ryan membalikkan badan menghadap ke arah Tania. Matanya menyorot dingin, dengan bibir yang membentuk garis tipis. “Ini yang terbaik untuk sementara waktu.”Usai mengatakan hal itu Ryan keluar dari ruang rawat Tania. Ia berjalan dengan tangan dimasukkan ke saku celana. Tatapannya lurus ke depan dengan raut wajah yang tidak terbaca.Ia terpaksa pergi meninggalkan Tania, karena tidak mau Ibunya terus saja mengganggu. Dengan dirinya pergi, maka Ibunya akan berhenti mengganggu Tania, agar ia cepat pulih secara mental dan fisik.Ryan berhenti di depan seorang perempuan paruh baya dengan penampilan yang rapi. “Tolong jaga Istri saya! Jangan biarkan ada yang mengganggu dirinya, kalau tidak ada hal yang penting kamu tidak boleh meninggalkan ia sendirian.”“Baik, Tuan! Saya akan menjalankan tugas saya.” Wanita itu
Ryan berdiri dari duduk dalam tiga langkah panjang ia sudah berada di dekat Asistennya. Dicekalnya kerah kemeja pria itu dan dengan dingin ia berkata, “Berani kamu melakuknnya, maka kamu tidak akan selamat!”Bukannya takut dengan ancaman yang diberikan Ryan, Robby, asisten itu justru tersenyum kecil. Ditepisnya lengan Ryan, lalu ia memegang pundak Bos, yang pada saat ini lebih ia anggap sebagai sahabat.“Tenang, Ryan! Saya tidak akan mengambil wanitamu. Saya tahu kamu itu sebenarnya mencintai Tania hanya saja kamu itu gengsi untuk mengakuinya. Saya akan menjaga Tania untukmu, percayalah!” ucap Robby.Ryan memutar balik badan memunggungi Robby. Ia berjalan ke arah jendela ruang kerjanya, kemudian berdiri di sana, sambil memandangi gedung-gedung yang ada di seberang kantornya.Ia tidak senang membayangkan Tania disentuh pria yang lain, tetapi ia juga tidak bisa berada dekat dengan Istrinya itu untuk sementara waktu.“Kamu harus berjanji tidak lebih hanya memegang tangannya saja dan kamu
Robby tertegun mendengar pertanyaan dari Tania, ia tidak langsung menjawab pertanyaan yang lebih merupakan pernyataan dari Tania. “Saya tidak mengetahui dengan pasti apa yang direncanakan oleh suamimu. Saya hanya akan menjadi pasanganmu itu saja.”Robby tahu, kalau ia tidak mengatakan semua kepada Tania. Ia tidak ingin menyakiti hati wanita itu yang baru saja mengalami keguguran.“Jangan bersedih, karena saya tidak mau melihat wanita secantik kamu menangis. Kamu pasti bisa melewati semua yang terjadi.” Robby bangkit berdiri, lalu mengulurkan tangan ke arah Tania.“Ayo, ikut saya! Kita akan buat suamimu itu menyesal sudah menyerahkanmu ke tangan saya.” Robby mengedipkan sebelah mata menggoda Tania.Tania yang awalnya terperangah dengan apa yang dilakukan oleh Robby langsung tersenyum. Ia mengetahui, kalau pria itu hanyalah becanda saja.Diterimanya uluran tangan dari Robby, ia bangkit dari duduk. “Saya ingin mengambil tas terlebih dahulu. Siapa tahu saya memerlukan untuk membayar ongko