Ryan terdiam ia melihat ke arah langit-langit ruangan tersebut. Ia, kemudian berjalan menjauh dari Tania berdiri di depan jendela kaca, sambil memandang ke arah jauh. “Saya tidak tahu! Karena saya juga merasakan hal yang sama.”Tania memejamkan mata, sambil mengelus perutnya dengan lembut. Ia tidak siap dengan kehilangan calon buah hatinya sekarang ini. Air matanya kembali mengalir dengan deras, ia merasa gagal sebagai seorang calon ibu untuk melindungi buah hatinya.Dan itu semua karena kebodohannya mengabaikan apa yang dikatakan oleh dokter, yang telah memeriksa dirinya.“Seandainya saja, ketika itu saya tidak meneleponmu dan mendengar suara seorang wanita yang berbicara di ujung telepon. Saya tidak akan merasa sakit dan semua ini tidak akan terjadi. Mengapa di saat kita bertengkar kamu pergi tanpa kata dan menemui wanita lain?” lirih Tania.Ryan membalikkan badan menghadap Tania sorot matanya terlihat dingin. “Saya pergi, agar tidak bertengkar lebih hebat lagi denganmu. Dan saya ti
Air mata Tania kembali menetes, ia memalingkan wajah menghindar bertatapan dengan Ryan. “Maaf, sudah membuatmu menjadi marah.”Usai mengatakan hal itu Tania bangkit dari duduknya, ia berjalan memasuki rumah dengan kepala tertunduk. Ia sadar dirinya sudah salah, tetapi ia juga tidak dibentak, seperti tadi.Begitu memasuki rumah langkah Tania terhenti. Sudah berdiri Ibu Ryan dengan wajahnya yang masam. Wanita itu melihat ke arah Tania dengan tatapan garang.“Apa yang kamu lakukan sangat keterlaluan! Kenapa kamu memecat pelayan yang sudah bekerja di rumah ini selama beberapa bulan? Ia lebih lama berada di rumah ini dibandingkan dirimu!” bentak Ibu Ryan.Tania memejamkan mata, baru saja tadi ia dibentak oleh Ibu Ryan dan sekarang giliran Ibunya yang membentak. Ia benar-benar tidak siap mendapat bentakan dalam secara beruntun.“Saya tidak tahu apa yang dikatakan oleh pelayan itu kepada Ibu. Namun, ia dipecat atas persetujuan dari Ryan. Kalau Ibu keberatan, Ibu bisa mempekerjakannya di rum
Tania menatap tidak percaya ke arah Ryan. Tatapannya nanar dengan mata yang dipenuhi air mata. “Kamu akan pergi sekarang? Di saat saya membutuhkan dukungan darimu. Kamu tega sekali!”Ryan membalikkan badan menghadap ke arah Tania. Matanya menyorot dingin, dengan bibir yang membentuk garis tipis. “Ini yang terbaik untuk sementara waktu.”Usai mengatakan hal itu Ryan keluar dari ruang rawat Tania. Ia berjalan dengan tangan dimasukkan ke saku celana. Tatapannya lurus ke depan dengan raut wajah yang tidak terbaca.Ia terpaksa pergi meninggalkan Tania, karena tidak mau Ibunya terus saja mengganggu. Dengan dirinya pergi, maka Ibunya akan berhenti mengganggu Tania, agar ia cepat pulih secara mental dan fisik.Ryan berhenti di depan seorang perempuan paruh baya dengan penampilan yang rapi. “Tolong jaga Istri saya! Jangan biarkan ada yang mengganggu dirinya, kalau tidak ada hal yang penting kamu tidak boleh meninggalkan ia sendirian.”“Baik, Tuan! Saya akan menjalankan tugas saya.” Wanita itu
Ryan berdiri dari duduk dalam tiga langkah panjang ia sudah berada di dekat Asistennya. Dicekalnya kerah kemeja pria itu dan dengan dingin ia berkata, “Berani kamu melakuknnya, maka kamu tidak akan selamat!”Bukannya takut dengan ancaman yang diberikan Ryan, Robby, asisten itu justru tersenyum kecil. Ditepisnya lengan Ryan, lalu ia memegang pundak Bos, yang pada saat ini lebih ia anggap sebagai sahabat.“Tenang, Ryan! Saya tidak akan mengambil wanitamu. Saya tahu kamu itu sebenarnya mencintai Tania hanya saja kamu itu gengsi untuk mengakuinya. Saya akan menjaga Tania untukmu, percayalah!” ucap Robby.Ryan memutar balik badan memunggungi Robby. Ia berjalan ke arah jendela ruang kerjanya, kemudian berdiri di sana, sambil memandangi gedung-gedung yang ada di seberang kantornya.Ia tidak senang membayangkan Tania disentuh pria yang lain, tetapi ia juga tidak bisa berada dekat dengan Istrinya itu untuk sementara waktu.“Kamu harus berjanji tidak lebih hanya memegang tangannya saja dan kamu
Robby tertegun mendengar pertanyaan dari Tania, ia tidak langsung menjawab pertanyaan yang lebih merupakan pernyataan dari Tania. “Saya tidak mengetahui dengan pasti apa yang direncanakan oleh suamimu. Saya hanya akan menjadi pasanganmu itu saja.”Robby tahu, kalau ia tidak mengatakan semua kepada Tania. Ia tidak ingin menyakiti hati wanita itu yang baru saja mengalami keguguran.“Jangan bersedih, karena saya tidak mau melihat wanita secantik kamu menangis. Kamu pasti bisa melewati semua yang terjadi.” Robby bangkit berdiri, lalu mengulurkan tangan ke arah Tania.“Ayo, ikut saya! Kita akan buat suamimu itu menyesal sudah menyerahkanmu ke tangan saya.” Robby mengedipkan sebelah mata menggoda Tania.Tania yang awalnya terperangah dengan apa yang dilakukan oleh Robby langsung tersenyum. Ia mengetahui, kalau pria itu hanyalah becanda saja.Diterimanya uluran tangan dari Robby, ia bangkit dari duduk. “Saya ingin mengambil tas terlebih dahulu. Siapa tahu saya memerlukan untuk membayar ongko
Robby terkejut mendengar pertanyaan dari Tania. Ia tidak mungkin membawa kabur Tania. “Saya tidak mengetahui ada masalah apa sebenarnya antara kamu dan Ryan, tetapi saya tidak akan mengkhianati sahabat saya sendiri dengan membawa kabur Istrinya. Maaf, Tania.”Tania menarik napas dengan keras raut wajahnya terlihat kecewa mendengar apa yang dikatakan oleh Robby. Ia tidak mungkin membuat hubungan antara Robby dengan sahabatnya menjadi rusak, karena permintaannya.“Saya yang harus meminta maaf, karena sudah bertanya seperti tadi. Siapa saya, yang sudah berani meminta seorang sahabat menikam sahabatnya sendiri dari belakang,” ucap Tania dengan suara lemah.“Sial!” umpat Robby.Ia tidak ingin membuat seorang Tania menjadi sedih dan sekarang ia merasa bersalah kepada wanita itu. Karena Ryan ia harus berbohong, sahabatnya itu berhutang kepadanya dan ia akan mengihnya suatu hari nanti.Suasana di dalam mobil tersebut menjadi hening tidak ada yang membuka percakapan. Keduanya memilih diam dan
“Ro-Robby! Saya akan keluar sebentar lagi!” ucap Tania dengan tergagap.“Saya tidak percaya, kalau kamu baik-baik saja! Saya akan masuk dan melihat apa yang terjadi!” tegas Robby.“Berani kamu membuka pintu itu, saya akan mematahkan lenganmu! Tania aman bersama dengan saya!” desis Ryan dengan gigi yang digemeretakkan.Dari balik pintu terdengar suara tawa dan umpatan dari Robby. Ia mengatakan Ryan sialan yang beruntung.Terdengar suara langkah kaki menjauh dari depan pintu kamar ganti. Tania menarik napas dengan lega, karena Robby tidak akan melihat dirinya dalam keadaan berantakkan.Didorongnya tubuh Ryan menjauh, seraya melayangkan tatapan tajam kepada suaminya. “Kamu tahu! Hampir saja kita dipergoki dalam keadaan yang tidak pantas!”Ryan menatap Tania dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “Apakah kamu sadar, kalau sedang marah di depan saya dengan keadaan tanpa pakaian, kecuali pakaian dalam saja?”Sontak saja Tania menjadi terkejut ia langsung melihat ke arah badannya sendiri. Da
Mata Ibu Ryan berbinar senang mendengar penuturan dari Susi. “Bagus, kalau begitu! Awas saja, kalau kamu membohongi saya. Saya memberikan kamu waktu dua minggu untuk kembali ke rumah itu dan menghancurkan hidup Tania!”Senyum jahat terbit di wajah Susi. “Ibu jangan khawatir, saya pasti akan membuat Nyonya Tania menderita.”Dengan wajah dingin dan mata menyorot tajam, Ibu Ryan memerintahkan kepada Susi untuk tidak memanggilnya Ibu, karena ia bukan Ibu wanita itu. Dan ia juga tidak akan pernah menjadi ibu mertuanya.Susi meminta maaf kepada Ibu Ryan, karena ia tidak mau membuat wanita itu semakin lama berbicara kepadanya. Ia menyimpan dalam hati rasa tidak sukanya kepada wanita sombong itu.“Kabari saya lagi, begitu kamu sudah berada di rumah Putra saya,” perintah Ibu Ryan.“Baik, Nyonya!” sahut Susi.Setelah Ibu Ryan menghilang dari pandangan Susi menarik napas lega. “Wanita sombong itu tidak bisa menolak, kalau saya akan menjadi menantunya.”Susi mempersiapkan diri untuk datang kembal