Mata Ibu Ryan berbinar senang mendengar penuturan dari Susi. “Bagus, kalau begitu! Awas saja, kalau kamu membohongi saya. Saya memberikan kamu waktu dua minggu untuk kembali ke rumah itu dan menghancurkan hidup Tania!”Senyum jahat terbit di wajah Susi. “Ibu jangan khawatir, saya pasti akan membuat Nyonya Tania menderita.”Dengan wajah dingin dan mata menyorot tajam, Ibu Ryan memerintahkan kepada Susi untuk tidak memanggilnya Ibu, karena ia bukan Ibu wanita itu. Dan ia juga tidak akan pernah menjadi ibu mertuanya.Susi meminta maaf kepada Ibu Ryan, karena ia tidak mau membuat wanita itu semakin lama berbicara kepadanya. Ia menyimpan dalam hati rasa tidak sukanya kepada wanita sombong itu.“Kabari saya lagi, begitu kamu sudah berada di rumah Putra saya,” perintah Ibu Ryan.“Baik, Nyonya!” sahut Susi.Setelah Ibu Ryan menghilang dari pandangan Susi menarik napas lega. “Wanita sombong itu tidak bisa menolak, kalau saya akan menjadi menantunya.”Susi mempersiapkan diri untuk datang kembal
“Siapa Anda? Mengapa datang bertamu pada malam hari dan marah-marah,” ucap Mala tidak takut kepada wanita muda yang berdiri di depannya ini.Susi dengan percaya dirinya mendorong Mala ke samping, sehingga ia bisa masuk rumah tersebut. “Siapa saya tidak penting bagimu! Sekarang katakan di mana Nyonya di rumah ini saya perlu berbicara kepadanya!”Mala menatap wanita yang tidak mau juga menyebutkan identitasnya itu dengan dingin. Ia sudah diperingatkan oleh Bosnya, Ryan untuk tidak memperbolehkan Tania bertemu dengan siapapun tanpa seijin darinya.Dikeluarkannya ponsel dari saku celemek yang dipakainya. Dengan suara dibuat setenang mungkin, Mala berkata, “Saya akan menghubungi tuan Ryan, kalau Anda datang berkunjung, karena ia dan Nyonya Tania pada saat ini sedang berada di luar kota.”Susi menatap tidak percaya kepada pelayan baru menggantikan posisinya. Dengan berkacak pinggang dan wajah yang didongakkan ia berkata, “Saya tidak percaya! Saya tahu, kalau ia berada di rumah ini, karena d
Ryan melirik Tania yang terlihat tenang tidak tampak gurat khawatir di wajhnya akan ancaman yang dilontarkan Susi kepadanya. Ia meraih jemari Istrinya itu untuk ia tautkan dengan jemarinya. “Benar apa yang dikatakan oleh Istri saya. Kami menunggumu untuk bercerita.”Susi menjadi gugup sendiri tenggorokannya mendadak terasa kering ia membersihkan tenggorokannya. Dan ia membasahi bibir dengan lidahnya mendadak ia merasa tidak yakin dengan apa yang akan dikatakannya.“Saya mengetahui, kalau Nyonya Tania melakukan janji temu dengan seorang pria muda di hotel. Mereka berdua bersekongkol untuk mendapatkan harta Anda, Tuan.” lapor Susi.Tania memberikan tatapan mengejek ke arah Susi. Dengan dingin, ia berkata, “Hanya itu saja? Apakah kamu mempunyai bukti dari yang kamu katakan barusan? Apakah ada sesuatu yang lebih dahsyat lagi?”Ryan hanya diam saja mendengarkan penuturan Susi. Ia merasa kecewa, sekaligus lega, karena apa yang dikatakan oleh Susi sudah lama ia ketahui dan hal itu bukanlah s
Tania mentap Ryan dengan raut kecewa, ia diam sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Ryan. “Setelah kita bercerai dan kondisi kesehatan Ayah yang semakin memburuk. Saya dengan terpaksa bekerja di kelab malam itu. Saya dan pemilik kelab malam itu teman sewaktu SMU.”Ryan melirik Tania tajam, ia terlihat tidak suka mengetahui Tania mempunyai hubungan. “Apakah hanya sekedar berteman saja? Mengapa saya merasa, kalau kamu dan dia pernah memiliki hubungan yang lebih?”Tania memasang wajah gusar dengan ketidak percayaan Ryan. Ia mengatakan, kalau masalah dari Ryan sedari dahulu adalah rasa percaya kepadanya. Pria itu selalu saja meragukan kesetiaannya.“Saya rasa hubungan masa lalu saya dengan pria manapun, sebelum kita menikah dan setelah resmi bercerai bukanlah urusanmu.” Tania berjalan menuju tangga ia merasa lelah dan ingin beristirahat.Ryan tidak mencegah Tania, karena ia dapat melihat Istrinya itu memang lelah. Ryan berjalan menaiki tangga, setelah Tania tidak terlihat lagi. Ia akan
Tania memejamkan mata, ia menguatkan dirinya untuk menjawab pertanyaan Ryan yang menyudutkan dirinya. Ia menepis dengan kasar tangan Ryan dari dagu. “Apakah kamu akan mengangkat telepon dari saya, kalau saya menghubungimu?”Nadi di leher Tania bergerak naik turun dengan cepat, begitu pula debaran jantungnya. “Saya ragu kamu akan melakukannya, karena kamu sendiri pergi begitu saja dan meminta kepada pria lain untuk menjadi pendamping saya ke pesta.”Didorongnya Ryan dengan sekuat tenaga, sehingga suaminya itu bergeser beberapa inchi darinya. Dengan suara bergetar untuk meluapkan perasaannya Tania mengatakan, bahwa Ryan tidak adil. Ia selalu saja menyalahkan dirinya, tidak mau mengakui, bahwa dirinya juga bersalah.Keduanya saling bertatapan dengan mata yang menyorot tajam. Wajah Tania dan Ryan terlihat sama dinginnya, karena dikuasai amarah.“Kamu hanya ingin mencari pembenaran untuk apa yang kamu lakukan, bukan? Apa maksudmu dengan meminta Robby mendekati saya? Apa kamu mau ia menjadi
Mala menundukkan kepala, ia merasa malu dan tidak nyaman kepada Tania. “Maaf, Nyonya! Saya sudah terikat janji dengan tuan Ryan, untuk selalu mengabarkan keadaan Anda. Tolong, biarkan saya menjalankan tugas saya, saya juga akan menjadi pelayan, sekaligus teman Anda di rumah ini.”Tania menatap ke arah luar dengan pandangan yang kosong. Ia tidak mengerti dengan sikap Ryan. Mengapa ia meminta kepada orang lain untuk menggantikan tugasnya, padahal ia sendiri bisa melakukannya.‘Mengapa ia masih peduli kepada saya, sekaligus membenci untuk berada dekat dengan saya? Apa karena ia sadar, kalau kami bersama yang ada kami hanya akan selalu bertengkar saja?’ batin Tania.‘Saya akan membawa makanan ke gazebo yang ada di taman depan, agar Nyonya bisa makan, sambil menikmati pemandangan taman bunga yang indah,’ ucap Mala, setelah selama beberapa saat hening.Ia menolehkan kepala, ketika didengarnya suara langkah kaki Mala yang berjalan menjauh. Ia ingin membenci Mala, karena begitu setia kepada R
Ryan melototkan mata kepada Robby, ia melayangkan tamparan ke pipi sahabatnya itu. “Berani kamu melakukannya, persahabatan kita berakhir!”Robby mengusap pipipnya bekas ditampar Ryan. Ia memasang wajah kesal kepada pria yang masih berstatus sebagai sahabat, sekaligus bosnya itu. Dengan nada suara tegas Robby mengingatkan kepada Ryan untuk tidak menaruh curiga kepadanya.Yang hanya membuat ia merasa jengkel, karena tidak dipercaya. Dirinya tidak mungkin memakan sahabat sendiri, karena ia merasakan bagaimana berartinya persahabatan mereka selama ini.Ryan menjauhkan badan dari Robby dikibaskannya jas yang ia pakai seolah terkena kotoran. Melihat ulah Ryan, Robby tidak merasa tersinggung. Ia justru tertawa kecil.“Apakah kau tidak akan meminta maaf, kepada saya? Karena sudah menuduh hal yang tidak benar.” Robby melayangkan tatapan tajam kepada Ryan dengan tangan dilipat di depan dada.Ryan mendengus mendengarnya, ia menutup mulut tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia tidak akan meminta
Tania menjadi semakin gugup saja, bukan karena siapa yang datang menjemputnya. Ia sudah tahu pastilah Robby hanya saja ia memikirkan kemungkinan akan bertemu kembali dengan Ryan, setelah mereka berpisah.“Iya, saya akan segera keluar.” Tania menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan keras.Ia berjalan keluar kamar dengan rasa gugup yang tidak dapat disembunyikannya, seperti pada saat ia dan Ryan melakukan janji kencan pertama mereka.Suar siulan terdengar pada saat Tania berada di tengah anak tangga. Pipinya menjadi bersemu merah, karena merasa malu.“Gila, Tania! Kamu begitu memukau memanjakan mata yang melihat. Ryan pasti menyesal sudah meninggalkanmu. Kamu pasti membuat matanya melotot lihat saja nanti, ia pasti akan berusaha untuk mendekaktimu. Saya berani bertaruh untuk hal itu.” Robby mengulurkan tangan ke arah Tania.Dengan wajah merona tersipu malu Tania menyambut uluran tangan Robby. Wajahnya semakin merah saja, ketika Robby mengecup jarinya di bibir.“Ryan yang
Tania menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia pun berbisik kepada Ryan. “Sekarang kamu harus mengatakan kepadaku siapa sebenarnya pria itu?”Ryan mengikuti arah tatapan Tania dengan tenang, ia pun berkata, “Dia adalah pria yang memang seharusnya bertangggung jawab kepada Ades karena ia ayah dari bayi yang dikandungnya.”Ia juga menambahkan kalau dirinya memang menyewa orang untuk mencari keberadaan pria itu. Dan pencariannya hampir saja gagal, tetapi beberapa jam sebelum acara ini berlangsung dirinya berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaan pria itu.“Sungguh suatu keberuntungan ia datang tepat waktu dan membebaskanmu dari keharusan menjadi pasangan Ades,” sahut Tania.Suara tawa lolos dari bibir Ryan, ia mengatakan keberuntungan baginya. Akan tetapi, ia tidak mengatakan kepada istrinya ada harga yang harus ia bayar agar pria itu mau menikahi Ades. Namun, demi menjaga harga diri pria itu, ia tidak akan menceritakan kepada siapa pun juga termasuk Tania.Keduanya me
“Ryan, apa yang kamu lakukan? Bukankah seharusnya yang kau selipkan cincin di jari wanita itu,” desis Marsya menahan marah.Ryan hanya melirik sekilas ia kembali melihat ke tamu undangan yang hadir. Senyum tipis terbit di sudut bibirnya saat ia melihat seseorang yang ia cari. Ia memberikan kode kepada orang tersebut untuk berjalan naik ke atas panggung.Ryan mengangkat tangan Tania memperlihatkan jari yang tersemat cincin kawin. “Wanita cantik ini adalah istri saya kami telah menikah selama beberapa bulan lamanya. Istri saya bernama Tania dan sekrang ini ia sedang mengandung anak kami.”Tania sangat terkejut mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengira kalau pria itu akan mengumumkan pernikahan mereka. Hal yang selama ini hanya ia bayangkan saja dan tidak pernah terpikir akan terwujud.“Ryan! Ka-kamu tidak menyesal, bukan dengan mengumumkan hal ini?” Tanya Tania dengan wajah bahagia penuh haru.Ryan mengangguk, ia mengecup kening Tania sekilas. Kemudian menoleh kepada Ades yang terlihat
“Jangan dipikirkan apa yang kukatakan! Percayalah seetelah malam ini semua akan menjadi berbeda untuk kita semua. Memang akan ada yang terluka dan berseddih pada malam ini tetapi itu semua sudah menjadi resiko yang harus diterima.” Ryan menggamit tangan Tania keluar kamar.Tania hanya bisa terdiam saja, tetapi tidak dengan hati dan pikirannya. Ia tidak mengatakan kepada Ryan kalau ia merasa dirinyalah yang akan sakit hati dan bersedih itu. Sementara, untuk Ades ia akan tertawa bahagia di atas lukanya.Ryan menggenggam erat tangan Tania yang dingin dan berkeringat. Ia mencoba untuk memberikan ketenangan kepada Tania, tetapi istrinya itu rupanya masih saja gugup dan tegang.“Santailah, Tania! Yang bersama denganku adalah kau, bukan Ades.” Bisik Ryan.Tania melirik suaminya itu sekilas dengan wajah terlihat tegang, “Untuk saat ini kau memang bersama denganku, tetapi bisa saja situasinya berubah. Kau membuatku berada dalam situasi tanpa kepastian.”Keduanya masuk mobil pribadi Ryan dan dud
Tubuh Tnia bergetar hebat seandainya tidak dipegangi leh Ryan, ia akan jatuh ke lantai. “Kau sukses membuat saya terkejut. Apakah begitu penting kehadiranku di sana? Di saat posisiku hanyalah sebagai upik abu selama ini.”Ryan memegang dagu Tania untuk menatap matanya, biar wanita itu melihat kesungguhan di sana. “Kehadiranmu sangat penting! Kau bukanlah upik abu, tetapi istriku. Dan tidak ada yang akan bisa mengubah kenyataan itu.”Denyut nadi di leher Tania bergerak naik turun dengan cepat. Ia merasa sulit untuk menelan ludah karena tatapan yang begitu intens dari Ryan mempengaruhinya.“Baiklah, saya akan ikut denganmu. Semoga saja kau tidak akan membuatku menyesali keputusan ini,” sahut Tania.Rasa lega terpancar di wajah Ryan, ia begitu senang Tania bersedia juga ikut. Sekarang ia hanya tinggal mengurus ijin keluar dari rumah sakit. Semoga saja dokter mengijinkan kalau tidak ia akan membawa Tania dengan cara apa pun juga untuk pergi bersama dengannya.Beberapa jam berlalu Tania ke
Suara Ryan lamat-lamat dapat ditangkap oleh telinga Tania. Ia membenarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. “Katakanlah apa yang kau maksud jangan buat aku menjadi penasaran.” Perlahan Tania membuka mata.Ryan terkejut, ia tidak menduga kalau Tania akan terbangun dari tidurnya. Namun, ia juga merasa senang karena tidak perlu menunda apa yang harus dikatakannya.“Kau akan ikut besok malam untuk menghadiri acara pertunanganku dengan Ades! Kau ikuti saja apa yang kukatakan dan berdiri di sampingku. Apapun yang terjadi kita akan tetap bersama setelah malam itu,” ucap Ryan.Ia memandangi Tania dengan matanya yang menyorot lembut. Ada ketulusan juga janji kesetiaan di sana yang membuat Tania tertegun.“Jujur, Ryan permintaanmu begitu mengejutkan! Bagaimana mungkin kau bisa menawarkan ide yang begitu tidak berperasaan itu kepadaku? Kau memintaku untuk hadir dalam pesta pertunanganmu sebagai apa? Karena kau tidak pernah mengenalkanku secara resmi sebagai istrimu.” Tania menatap Ryan dengan so
“Akh! Mengapa sulit bagimu untuk mendengarkan permintaan maaf dan penjelasan dariku? Apakah kamu tidak tahu kalau meminta maaf bukanlah sesuatu yang mudah buatku?” Ryan melihat Tania dengan sorot kecewa.Tania memandangi langit-langit kamar, ia tahu kalau suaminya itu tidak berbohong. “Aku ingin istirahat,” sahut Tania setelah selama beberapa saat ia terdiam.Ryan mendesah dengan keras, ia sadar kalau Tania sedang menghindari dirinya. Dan dirinya tidak ingin mendesak Tania lebih jauh lagi.Ia berjalan ke arah pintu dan berhenti sebentar, sebelum keluar. “Saya akan pergi ke kantin apakah kau ingin menitip sesuatu?”“Terima kasih, untuk saat ini tidak ada,” sahut Tania.Semua keperluannya sudah disediakan oleh Jordan. Ia tidak mau membuat Ryan kecewa dan marah mengetahui hal itu.Ryan mengangguk, tetapi raut kecewa di wajah tidak ia tutupi. Ia merasa sebagai seorang suami kehadiran dan bantuannya tidak dibutuhkan Tania. Ia merasa tidak berharga sebagai lelaki di mata wanita itu.Berjala
Tania menggigit bibir mencegah ia merintih sakit. Luka tusuk di pinggangnya kembali terbuka karena Ryan yang tadi tidak sengaja memeluknya. “Kenapa kau memeluk pinggangku? Bukankah kau mengetahui saya mendapat luka tusuk di situ?”Ryan berhenti berjalan menuju pintu ruang rawat Tania. Ia membalikan badan melihat ke arah wanita itu dengan tatapan bertanya. Pandangannya kemudian beralih melihat pinggang Tania di mana pakaian rumah sakit yang dipakainya mengeluarkan bercak merah noda darah.“Kenapa kau berpikir seperti itu? Saya hanya mengetahui kalau kau menderita luka tusuk tetapi saya sama sekali tidak mengetahui itu di pinggangmu,” sahut Ryan.“Benarkah begitu? Mengapa saya tidak yakin dengan apa yang kau katakan?” Tanya Tania.Ryan tidak menyahut kecurigaan Tania, ia membuka pintu kemudian berjalan keluar memanggil dokter jaga untuk memeriksa kondisi Tania.Selang beberapa menit kemudian Ryan kembali bersama dengan dokter dan satu orang perawat. Sementara petugas medis memeriksa kon
Ryan mendengus dengan kasar, tetapi ia tidak menghiraukan ucapan Tania. Ia justru mengeluarkan ponsel menghubungi orang suruhannya. ‘Tolong, belikan saya pakaian bersih dan bawakan ke kamar rawat istriku.’Tania membuka mulut tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan melalui ponsel kepada orang suruhannya. Ia tidak habis pikir dengan ulah pria itu yang tidak menghiraukan apa yang ia minta.Dipejamkannya mata berdebat dengan Ryan hanya menguras energinya saja. Dan tidur merupakan pilihan yang lebih baik dalam menghadapi pria keras kepala itu pada saat ini.Ryan melirik Tania yang kembali berbaring, ia tersenyum kecil. Dirinya memang sengaja tidak membalas ucapan istrinya itu. Dikarenakan dalam keadaan emosi bisa saja ia menuruti permintaan Tania yang nantinya akan ia sesali.Ia pun membaringkan badan di sofa kamar rawat Tania. Ia sudah lelah seharian berada di jalan hingga begitu menyentuh sofa yang empuk dirinya langsung saja tertidur.Bunyi ketukan di pintu kamar rawat Tan
Pada awalnya Ryan terkejut mendengar suara itu, tetapi dengan cepat ia dapat menguasai dirinya kembali. “Saya suami dari pasien dan saya tidak akan mencelakainya.”Ryan membalikan badan sambil mengangkat kedua tangan. Dilihatnya dua orang petugas polisi mengacungkan pistol ke arahnya.Dua orang kepercayaan Ryan juga terkejut dan mereka ikut mengangkat tangan. Ketiganya membiarkan saja ketika petugas polisi itu mendekat lalu memeriksa ketiganya.Setelah tidak menemukan tidak adanya benda tajam atau berbahaya. Petugas polisi itu pun menberikan perintah kepada ketiganya, “Tolong perlihatkan kartu identitas kalian!”Ryan dengan perlahan menurunkan tangan untuk mengambil dompet dari dalam saku celananya. Diambilnya kartu tanda penduduk kemudian ia sodorkan ke tangan petugas keamanan itu.Tania yang mendengar suara ribut membuka mata. Ia menjadi sangat terkejut ketika melihat ada petugas polisi di kamarnya. Dan juga kehadiran Ryan di tempat yang sama.“Ryan! Bagaimana kamu tahu kalau saya b