Tania menatap tidak percaya ke arah Ryan. Tatapannya nanar dengan mata yang dipenuhi air mata. “Kamu akan pergi sekarang? Di saat saya membutuhkan dukungan darimu. Kamu tega sekali!”Ryan membalikkan badan menghadap ke arah Tania. Matanya menyorot dingin, dengan bibir yang membentuk garis tipis. “Ini yang terbaik untuk sementara waktu.”Usai mengatakan hal itu Ryan keluar dari ruang rawat Tania. Ia berjalan dengan tangan dimasukkan ke saku celana. Tatapannya lurus ke depan dengan raut wajah yang tidak terbaca.Ia terpaksa pergi meninggalkan Tania, karena tidak mau Ibunya terus saja mengganggu. Dengan dirinya pergi, maka Ibunya akan berhenti mengganggu Tania, agar ia cepat pulih secara mental dan fisik.Ryan berhenti di depan seorang perempuan paruh baya dengan penampilan yang rapi. “Tolong jaga Istri saya! Jangan biarkan ada yang mengganggu dirinya, kalau tidak ada hal yang penting kamu tidak boleh meninggalkan ia sendirian.”“Baik, Tuan! Saya akan menjalankan tugas saya.” Wanita itu
Ryan berdiri dari duduk dalam tiga langkah panjang ia sudah berada di dekat Asistennya. Dicekalnya kerah kemeja pria itu dan dengan dingin ia berkata, “Berani kamu melakuknnya, maka kamu tidak akan selamat!”Bukannya takut dengan ancaman yang diberikan Ryan, Robby, asisten itu justru tersenyum kecil. Ditepisnya lengan Ryan, lalu ia memegang pundak Bos, yang pada saat ini lebih ia anggap sebagai sahabat.“Tenang, Ryan! Saya tidak akan mengambil wanitamu. Saya tahu kamu itu sebenarnya mencintai Tania hanya saja kamu itu gengsi untuk mengakuinya. Saya akan menjaga Tania untukmu, percayalah!” ucap Robby.Ryan memutar balik badan memunggungi Robby. Ia berjalan ke arah jendela ruang kerjanya, kemudian berdiri di sana, sambil memandangi gedung-gedung yang ada di seberang kantornya.Ia tidak senang membayangkan Tania disentuh pria yang lain, tetapi ia juga tidak bisa berada dekat dengan Istrinya itu untuk sementara waktu.“Kamu harus berjanji tidak lebih hanya memegang tangannya saja dan kamu
Robby tertegun mendengar pertanyaan dari Tania, ia tidak langsung menjawab pertanyaan yang lebih merupakan pernyataan dari Tania. “Saya tidak mengetahui dengan pasti apa yang direncanakan oleh suamimu. Saya hanya akan menjadi pasanganmu itu saja.”Robby tahu, kalau ia tidak mengatakan semua kepada Tania. Ia tidak ingin menyakiti hati wanita itu yang baru saja mengalami keguguran.“Jangan bersedih, karena saya tidak mau melihat wanita secantik kamu menangis. Kamu pasti bisa melewati semua yang terjadi.” Robby bangkit berdiri, lalu mengulurkan tangan ke arah Tania.“Ayo, ikut saya! Kita akan buat suamimu itu menyesal sudah menyerahkanmu ke tangan saya.” Robby mengedipkan sebelah mata menggoda Tania.Tania yang awalnya terperangah dengan apa yang dilakukan oleh Robby langsung tersenyum. Ia mengetahui, kalau pria itu hanyalah becanda saja.Diterimanya uluran tangan dari Robby, ia bangkit dari duduk. “Saya ingin mengambil tas terlebih dahulu. Siapa tahu saya memerlukan untuk membayar ongko
‘Apakah ini satu-satunya jalan bagiku untuk mendapatkan uang?’ batin Tania.Tania terlihat gelisah, berulang kali, ia menggigit bibirnya untuk mengusir rasa gugup. Ditariknya napas dalam-dalam, sambil memandangi pantulan dirinya pada cermin wastafel. Ia merasa risih dengan gaun ketat dan pendek, yang memperlihatkan belahan dada, serta kaki jenjangnya yang putih mulus.“Tania! Mengapa lama sekali kamu berada di dalam toilet? Cepatlah keluar, pelelangan akan segera dimulai,” seru sebuah suara bernada bariton dari balik pintu toilet.Tania memasukkan peralatan make-upnya ke dalam dompet besar. Dipejamkannya mata sebentar, sebelum pada akhirnya ia membulatkan tekad untuk keluar.Dengan langkah yang pelan Tania berjalan keluar dari toilet, di mana seorang pria yang juga merupakan pemilik kelab malam tersebut sudah berdiri menunggunya.Begitu melihat penampilan Tania, yang seksi pria itu langsung bersiul dan berkata, “Saya yakin kamu pasti akan memenangkan lelang ini dan mendapatkan uang y
Tatapan Tania jatuh ke dada bidang pria itu, yang terlihat polos, karena ia tidak memakai baju. Aroma maskulin bercampur dengan parfum membuat hati Tania menjadi kacau. Dialihkannya tatapan dari dada Ryan ke wajahnya.Sontak saja Tania menjadi terkejut, ia langsung memundurkan badannya. Dengan suara yang tergagap, ia berkata, “R-Ryan! Mengapa kau yang berada di sini?”Tania membalikkan badan, ia hendak kabur dari Ryan, karena dirinya masih merasakan sakit hati atas apa yang dilakukan dan dikatakan oleh Ryan kepadanya selama pernikahan singkat mereka.Ryan dengan cepat menarik tangan Tania masuk apartemen, dengan satu kaki ia menendang pintu apartemen, sehingga tertutup dengan suara berdebam yang nyaring.Diangkatnya kedua tangan Tania menempel pada pintu di atas kepala Tania. “Kau tidak bisa pergi kemanapun juga! Saya sudah membelimu sekarang kau adalah milikku!” Bisik Ryan tepat di telinga Tania.Jantung Tania terasa berhenti berdetak mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. Ia menggi
“Pertanyaan yang tidak perlu kujawab!” sahut Ryan dengan nada suara dingin.Secara tak terduga Ryan membopong tubuh Tania, lalu membaringkannya di atas tempat tidur dengan alas berwarna hitam.Ryan merendahkan badannya. “Kenapa kamu takut, Tania? Apakah kamu berpikir diriku akan menyakitimu?” Bisik Ryan tepat di telinga Tania dengan suara serak.Tania meletakkan tangan di dada Ryan bermaksud untuk mendorong pria itu menjauh. Namun, tangannya justru terasa bagai belaian di dada Ryan.Ryan tersenyum tipis melihat wajah Tania, yang menjadi merah dadu dan denyut nadinya terlihat berdenyut dengan cepat.Senyum Ryan semakin lebar, ketika ia mendengar suara lenguhan dari Tania. Dengan cepat ia mengangkat tubuh dari atas badan Tania. “Kamu terlihat tidak menolak sama sekali sentuhanku.”Ryan berdiri di samping ranjang, sambil memberikan tatapan yang tidak dapat dibaca oleh Tania. Tatapan keduanya bertemu dan Ryan dapat melihat, kalau Tania terlihat kecewa.“Kenapa kamu berhenti? Apakah itu ya
Tania melihat ke arah Ryan dengan raut wajah terkejut, ia tidak mengira Ryan akan bersungguh-sungguh mempertemukannya dengan kedua orang tua pria itu. “Ti-tidak bisakah ditunda sampai besok? Diriku belum siap bertemu dengan mereka.”‘Bagaimana diriku bisa sanggup bertemu kembali dengan kedua orang tua Ryan? Diriku bukanlah wanita yang mereka harapkan untuk menjadi istri Ryan,’ batin Tania.Ryan memberikan tatapan galak kepada Tania. Dengan suara dingin ia berkata, “Kau tidak memiliki hak untuk mendebat apa yang kukatakan!”Dengan enggan Tania bangkit dari duduknya berjalan mengikuti Ryan tepat di belakangnya.Secara mendadak Ryan menghentikan langkah, sehingga Tania menabrak punggungnya. “Nanti ketika di rumah kedua orang tuaku kau harus berjalan di sampingku! Dan bukannya menguntit di belakangku, seperti apa yang kamu lakukan sekarang ini,” tegur Ryan galak.Tania menganggukkan kepala dengan lemah, ia tidak memiliki kemampuan untuk menentang apa yang sudah diputuskan oleh Ryan. Sekal
Tubuh Tania bergetar, karena marah. Ia menghentikan langkah, sambil menarik lepas tangannya dari genggaman jemari Ryan. “Bagaimana kau bisa berkata sekejam itu, Ryan?”Ryan menatap dingin Tania dengan suara tegas ia berkata, “Berhentilah berpikir buruk tentangku!”Tania mendongakkan kepala menatap Ryan dengan berani. “Apakah kau juga akan berhenti menganggap diriku buruk di matamu?”Ryan memejamkan mata, kemudian membukanya kembali. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun diraihnya jemari Tania. Ia tautkan jemari mereka dengan erat, kemudian berjalan keluar kamar.Di ruang tengah sudah menunggu penghulu, kedua orang tua Ryan, serta seseorang yang tidak dikenal Tania. Air matanya menetes ia merasa sedih di saat akan menikah kembali dengan Ryan. Ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki tidak hadir.Langkah Tania terasa berat untuk berjalan duduk di sofa yang berada di antara kedua orang tua Ryan. Kedua jemarinya ia letakkan di atas paha saling bertautan untuk mengusir rasa gugup di hati