Sekarang aku benar-benar berdiri di rumah Tuan Edbert, tetapi di kamar berbeda. Mbak Utami mendekat dengan tatapan nyalang, tetapi aku sama sekali tidak takut."Bagaimana bisa kamu kembali ke sini, Tyas?""Utami, sekalipun Tyas adalah adik ipar kamu, tetapi dia adalah kakak ipar aku. Bicara profesional, baku sesuai aturan. Dia adalah Nona Tyas Aryani," jelas Tuan Edbert."Maaf, Nona." Mbak Utami meralat ucapannya. Dia menunduk dalam sementara aku tersenyum miring.Inilah saat yang paling aku tunggu-tunggu, di mana Mbak Utami menunduk patuh. Aku bukan menyimpan dendam sepenuhnya, tetapi ingin memberi pelajaran agar dia tidak memandang rendah seseorang sesuka hati."Aku kembali bukan sebagai istri simpanan lagi, tetapi kakak ipar Edbert.""Ya, benar. Seperti dulu, jangan menyematkan kata 'tuan' karena aku tidak suka itu." Tuan Edbert tersenyum, lalu meminta Mbak Utami membawa koperku ke kamar tamu yang juga mewah.Sepanjang jalan tadi memang Tuan Edbert janji akan membantuku membalas pe
Saat sedang menata rambut serapi mungkin, Mbak Utami tiba-tiba datang. Dia berdiri di belakangku tanpa seulas senyum. Lantas aku mengangkat kedua alis sebagai isyarat sedang bertanya. Seangkuh ini diriku sekarang karena sedang berusaha membalaskan dendam pada mereka yang dulunya tidak punya belas kasihan. Harga diri diinjak-injak sesuka hati sampai aku terjebak dalam hubungan terlarang. "Ada yang harus kita sepakati, Tyas," kata Mbak Utami. Sekilas aku mengangkat tangan. "Bicara yang formal karena sedang bekerja. Apa yang harus kita sepakati?" Aku memutar kursi menghadapnya. Mbak Utami menghela napas berat, kemudian memaksakan senyum. "Baik, Nona. Jadi Nyonya Aluma mengutus aku ke sini agar Anda bisa menemuinya. Harus ke sana sekarang, dan apakah Anda tahu alasan sebenarnya?" "Apa?" "Nyonya Aluma ingin menyiram wajah Anda dengan air keras." Mbak Utami sekarang tersenyum miring. "Karena aku sudah berbaik hati memberitahu rencana itu, maka Anda harus memberi imbalan!" Aku memutar
"Hotel Melati?" Mbak Utami bertanya pelan.Mas Bayu mengangguk samar, dia semakin menundukkan kepala sementara aku tidak sabar menunggu kalimat selanjutnya. Kalau memang benar itu terjadi, sama saja mereka mendapat karma. Bedanya, Mas Bayu yang mendua."Waktu itu aku dalam keadaan setengah sadar karena ketahuan sudah mengambil uang Zaki, jadi ke bar minum-minum berharap masalah bisa dilupakan. Namun, aku melihat Sarah di jalan tengah menunggu taksi.""Kamu langsung memperkosanya?" potong Mbak Utami."Sabarlah atau aku tidak akan menjelaskan!" balas Mas Bayu. Aku meminta mereka diam, kemudian lelaki itu langsung melanjutkan kalimatnya tadi."Aku ingat kalau dia teman Utami, makanya aku menawarkan pulang bersama. Tiba-tiba hujan deras hingga kami harus berhenti dan hanya ada hotel sebagai tempat berteduh. Karena tidak punya uang, kami memesan satu kamar," jelas Mas Bayu.Dia terlihat menarik napas panjang. Aku tahu lelaki itu tengah menyimpan banyak beban. Sudah dihukum di sini, malah k
POV Author Bayu tidak melanjutkan pekerjaannya, dia malah langsung masuk kamar dan menutup pintu rapat. Lelaki itu merenung menatap langit-langit kamar di tempat tidurnya. Teringat kisah beberapa malam lalu ketika dia berhasil mereguk manisnya madu pada Sarah. Malam yang menurut Bayu sangat indah dan sulit dilupakan Ya, malam itu dia menelepon Sarah untuk bertemu di depan hotel Melati dengan alasan ingin memberi sebuah kejutan padahal hasratnya sedang membuncah sementara Utami sedang masa libur. "Kenapa cuma satu kamar, Mas?" tanya Sarah masih bingung ketika tahu Bayu hanya pesan satu kamar. "Karena hanya sebentar. Kejutan itu ada di sana!" jawab Bayu seraya mengedipkan sebelah matanya. Sarah yang belum mencium gelagat aneh hanya mengangguk. Dia dirangkul Bayu menuju kamar 206. Sesampainya di sana, pintu dikunci dari dalam tanpa sepengetahuan Sarah karena perempuan itu sedang membelakang. Bayu yang sudah tidak sabar ingin menjamah tubuh perempuan itu lantas mendekat, lalu mengun
Pov Tyas AryaniSesampainya di rumah ibu, aku terkejut bukan main karena rumah hangus terbakar tidak menyisakan apa pun. Aku yakin ini pasti kejadian yang sangat disengaja, entah siapa pelakunya.Ibu berdiri di antara tetangga yang menatap nanar rumah itu, sementara sebagian lainnya malah sibuk berbisik seraya menatap sinis. Aku yakin mereka membicarakan kami karena penampilanku yang sangat terkesan mewah bak sultan.Mbak Utami menangis di pelukan Mas Bayu, padahal tadi mereka sempat cekcok sampai main tangan. Bagaimana tidak, ijazah dan surat penting mereka ada di dalam kamar yang kini tinggal kenangan.Aku juga sedih karena kenangan bersama Mas Zaki semua ada di sana sejak awal pernikahan kami. Apalagi Lia yang masih proses pencarian oleh orang suruhan Tuan Edbert."Cantik banget, Tyas. Kok penampilannya sama Utami kayak majikan sama pelayan?" Maya dan tiga orang lainnya menghampiri kami.Bisa-bisanya dia menanyakan masalah penampilan saat kami dalam keadaan berduka. Aku tidak niat
"Hei, apa maksud Anda, Nona?""Tidak usah mengelak, Sarah. Aku tahu kamu yang menculik Lia karena Bayu menghamili kamu, kan? Katakan di mana dia?!" teriakku sangat marah."Aku tidak menculik Lia."Baru saja aku ingin mengancam lagi, tiba-tiba mata menangkap sosok bertubuh mungil dalam gendongan Tuan Edbert. Dia Lia anak yang aku cari-cari."Sarah, aku tutup teleponnya!" kataku tanpa menunggu jawaban.Tuan Edbert membuka pintu mobil, aku lekas ke luar dan merentangkan tangan penuh haru. Lia berlari kecil menyambutku, kami saling memeluk erat.Syukurlah tidak ada lecet ditubuhnya ketika aku cek. Bahkan Lia tidak menangis atau mengadu karena dibentak. Penculik ini sepertinya punya tujuan lain.Setelah Lia masuk mobil dijaga oleh salah satu pelayan yang memang ikut dengan orang suruhan Tuan Edbert, aku melebarkan langkah menuju bangunan itu."Lepaskan aku!""Aluma?""Ya, itu aku. Kenapa?" Walau tangan dalam keadaan diikat di belakang, tetap saja Nyonya Aluma mampu menatap tajam padaku.Ka
"Pesan aja makanannya, nanti kita belanja besok!" perintah ibu mertua.Dia melangkah mendekat seraya merebut Lia dariku. Gadis kecil itu dibaringkan di pahanya, lalu memanggilku untuk mendekat tepat di karpet merah marun."Bagaimana perasaanmu, Tyas? Ibu rasa kamu memendam sesuatu."Aku menunduk berusaha menahan tetes air mata sekalipun pipi berubah hangat. Luka dalam hati kembali menganga hingga bibir tak lagi mampu mengeluarkan sepatah kata pun.Terlalu berat masalah rumah tangga yang menimpa hingga melibatkan perkara haram dalam agama. Aku duduk di sini, berselimut dosa mengharap ampunan dari Tuhan."Katakan saja, Tyas. Itu jika kamu masih menganggap ibu sebagai mertua setelah semua kejahatan yang ibu lakukan. Kamu juga sudah tahu kalau ibu ini bukan ibu kandung Zaki," lanjut ibu berhasil mengiris hati yang memang sudah berdarah-darah."Justru karena ibu, aku memberi maaf padamu. Ibu memang memaksaku bekerja sebagai istri simpanan dulu, tetapi bisikan hati memintaku memberi maaf ka
Satu tahun sudah aku terkurung di rumah Tuan Edbert dengan banyaknya rintangan karena Nyonya Aluma sering berkunjung ke sini. Sudah berpuluh kali pula aku hampir meregang nyawa oleh beberapa pelayan yang merupakan suruhan iblis itu.Lia sudah punya adik, dia laki-laki dan sangat mirip Tuan Edbert. Umurnya sudah empat bulan. Entah kenapa aku enggan menganggapnya anak, tetapi masih menyusui laiknya seorang ibu."Dia tidak salah, anakmu harus mendapat haknya!" imbuh ibu mertua dulu ketika aku terus menolak melihatnya.Abel Addison nama anak itu. Rambutnya kecokelatan dengan kulit putih kemerah-merahan. Sekalipun tampan seperti diciptakan sesuai keinginannya, tetap saja aku lebih menyayangi Lia.Saat kelahiran Abel, Tuan Edbert langsung menghadiahiku mobil pajero. Aku hanya geleng-geleng kepala melihatnya, juga tidak mau menerima dan menganggap itu hadiah untuk anak sendiri.Besok Mas Zaki sudah tiba di bandara, aku harus segera pergi dari sini. Masalah Abel biar saja diurus sama baby sit