Bab 11 Akhirnya Tewas
"Innalilahi wa innailaihi rojiun! Kang Karyo!" Dirman menjerit dia tidak tega menyaksikan kondisi terakhir saudaranya. Teriakannya terdengar oleh Mbak Mar, perempuan itu langsung berhambur masuk kamar.Beberapa orang pria mencegahnya di depan pintu, agar tidak syok melihat kondisi orang tercintanya. Namun, kekuatan Mbak Mar mampu menerobos masuk."Gusti ...!" jerit Mbak Mar. Selang beberapa menit kemudian, dia terkulai, jatuh. Cekatan salah satu kolega mengevakuasi menjauhi kamar.Cak Badrun langsung menengadah jemari. Dia membaca beberapa doa islami berulang. Selang beberapa waktu dia meniupkan asap putih dari dalam rongga mulutnya. Kemudian Cak Badrun mengusap kasar area wajah jasad Kang Karyo, seraya berkata. Berkat, ”Sedulur papat limo pancer, Karyo. Hufff!”Keajaiban terjadi, mata jenazah yang mendelik dengan lidah menjulur, seperti sedang menahan sakit akibat cekikikan itu kembali semula. Kang Karyo tTerbuai LagiWinarno menelan saliva, dadanya berdegup kencang, saat darahnya mulai memanas. Membuat bulu-bulu halus miliknya bergidik. Mata elang Winarno menatap penuh cinta pada istrinya. Rahayu tertidur pulas, matanya tidak mampu menahan kantuk teramat sangat. Hingga dia tidak mendengar dan menyadari kehadiran suaminya sejak tadi.Winarno mendengkus, perlahan mulai meraba ujung jemari tangannya milik Rahayu. Kemudian mengendus dari atas hingga bawah. Lanjut mengulum jempol jemari kaki istrinya dengan rakus. Sontak membuat tubuh wanita mana pun akan menggelinjang, begitu juga dengan Rahayu. Winarno tidak setiap saat seperti itu. Itulah sebabnya melakukan hubungan pada malam Jumat membuat Rahayu seperti mendapatkan kenikmatan tersendiri. Walaupun matanya enggan untuk terbuka, tetapi dia terbuai hingga lapisan langit ke tujuh."Rah, Sayang." Winarno berbisik lirih. Napasnya memburu, membuat rambut indah Rahayu tersingkap hingga menutupi
#Nafkah Batin NyaiDasimah.Winarno meluaskan senyum, sesekali meraba rahang kokoh miliknya, kemudian mengusap bulu-bulu halus yang tumbuh di area itu, walau sudah coba bersikap biasa, bayangan Nyai Dasimah mengambil separuh hatinya. Permainan ranjang yang sangat luar biasa, dia tidak pernah sekalipun merasakan hal seperti itu selama berhubungan intim dengan Istrinya.***"Win, kamu jangan pulang malam, ini!" teriak Bapak dari lantai dasar, ruko miliknya. Beliau mengingatkan."Iya!" Winarno menjawab singkat seraya menuruni anak tangga, setelah mengunci pintu kamar atas.Keduanya berjalan beriringan keluar, Winarno mengantarkan kepergian Bapak untuk pulang. Seharian beliau memantau anaknya menata barang hingga selesai. Winarno menemani hingga pelataran yang sepi karena hujan rintik-rintik, perlahan mobil putih meninggalkan dirinya seorang di toko berlantai dua dengan sentuhan kesan elegan, minimalis.Toko elektronik sekaligus menjadi huniann
#Pindah ke Toko Hari ini Winarno tidak pergi lagi, berhubung semua sudah finis. Malam di lewati bersama keluarga kecilnya. Kenangan tinggal di rumah jauh dari kata layak akan segera berakhir. Tinggal menghitung jam.Keempatnya duduk di tempat favorit, satu-satunya. Mereka menonton televisi, Rahayu dan Winarno menemani kedua jagoannya hingga akhirnya film animasi kesukaan mereka usai.“Ayo, ayo! Semua masuk ke kamar. Cepat tidur besok kita sudah pindah!” Rahayu memberikan titah.“Horeee! Horeee! Besok, Bunda?” Celoteh anaknya bertanya dengan polosnya.“He-emm, iya, besok!”“Asyik! Kita akan pindah!” Dua bocah itu berkelakar penuh bahagia seraya masuk ke kamar. Tingkah polos itu mengundang senyum di sudut bibir Rahayu.Sementara Winarno asyik dengan sebatang rokok di celah jemarinya. Menyaksikan keluarga kecilnya yang begitu antusias. Ada bangga dalam benaknya, bisa kembali memberikan fasilitas layak untuk anak-anak. Winarno mengambil gelas kopi, kemudi
# Kejanggalan❤️Bapak dan Ibu sudah terlebih dahulu sampai di toko. Mereka sudah berada di dalam, tentu saja keduanya bisa masuk karena kunci duplikat. Ibu terlihat antusias menyambut kedatangan Winarno beserta keluarganya. Saat mobil pick up biru tiba. Sudah lumayan lama perempuan tua itu tidak bertemu dengan cucunya, bahagia menyelimuti hatinya seiring senyuman meluas sempurna saat kedua bocah lelaki itu masih mengenalinya."Eyang!"Keduanya berteriak dari jendela mobil, sesat kemudian tergesa membuka pintu mobil lalu berhamburan keluar."Oalah, cucuku. Arya .... " Ibu menyambut seraya melebarkan kedua tangannya."Eyang ...."Ibu terlihat bingung seraya mengusap wajah kedua bocah lelaki yang terlihat laksana pinang dibelah dua. Wajahnya tampan, mirip Winarno, dengan rambut bergelombang menghias."Ini, yang Arya mana? Wiguna mana?" tanya Ibu sambil menggandeng tangan keduanya masuk."Aku, Arya Kusuma, Eyang!""Aku, Wiguna Kus
Rahayu membuang napas, apalah daya dia tidak berani mengusik apa pun itu. Dengan hati diliputi rasa campur aduk dia kembali menutup pintu kamar dari dalam. Belum juga dia membalikkan badannya, pelukan Winarno menyambutnya hangat."Aduh, Mas!""Rah ....”"Mengagetkan tahu, gak!?""Maafkan, suprise bukan?""Iya, sih. Tapi ....""Apa, Sayang?""Kenapa harus gelap-gelapan, sih?""Kan suprise, Sayang.""Berarti kalau gelap gak—""Iya, mana bisa lama jika terang, iya enggak?""Hemmm...."Keduanya saling bertukar tanya jawab masih dengan posisi berdiri dan tubuh Rahayu tersandar di daun pintu akibat impitan tubuh kekar Winarno. Napas Winarno memburu jemarinya mulai nakal menggerayangi. Rahayu sesekali menggeliat, pikiran tadi sudah lenyap dari otaknya. Terbayar oleh belaian cinta suaminya.Winarno membopong tubuh Rahayu menuju pembaringan. Dengan mesra Rahayu bergelayut di leher kekar milik suaminya. Seperti biasa
“Dung, ya Tuhanku.” Rahayu membatin seraya menengok ke arah bawah.Untung saja tiada yang mengetahuinya, secepatnya Rahayu meninggalkan tempat itu. Cekatan bahkan nyaris berlari dia menuju anak tangga, menuruni tergesa. Suasana hening, memang terasa berbeda. Seperti ada khodam menjadi penghuni toko elektronik itu.Rahayu sejenak berdiri di depan pintu kamar, dia menarik napas dalam-dalam lalu membuka pintu dengan sangat hati-hati. Sesampainya di dalam Rahayu kemudian masuk dan merebahkan diri seperti tidak terjadi apa-apa. Namun, tetap saja ada yang mengganjal Rahayu membenamkan wajahnya dalam dada Winarno, mencoba mengusir rasa takutnya.Cukup lama mata Rahayu enggan terpejam, otaknya masih mengingat jelas apa yang dilihat tadi. Deretan sesaji dan ranjang berselimut beludru lantai bak ret karpet yang akan menyambut Nyai Ratu dan pasangannya. Pemandangan itu terus saja berkutat menjejal otak, enggan lenyap."Mas ...!" Rahayu mencoba mengus
*Tujuh belas tahun kemudian.Malam itu kembali keduanya memadu kasih, libido wanita ayu itu membuncah. Jemarinya mengusap lembut rahang kekar Winarno, dengan rakus Rahayu mencecap leher kokoh dengan deretan bulu halus menghias. Tangan Winarno bergerak lincah, bermain sesuka hatinya ke segala penjuru.Rahayu sedikit menjauhkan tubuh Winarno, berat hati pria dengan sorot mata tajam melepaskan pelukannya, seraya mendesis, "Sayang ...." Rahayu berjalan ke sudut ruang, kaki jenjang tanpa alas kaki dan tubuh tanpa sehelai benang pun berjalan di bawah temaram redup bohlam kamar. Sesampainya, jemari Rahayu menyalakan VCD player. Lagu milik Mariah Carey terdengar lirih . Akan tetapi, cukup meredam desahan keduanya tidak terdengar dari luar kamar. "Sudah tidak sabar, ya ...." Rahayu menggoda. Tiada jawaban, Winarno hanya menyeringai, lalu meraih tubuh Rahayu secara kasar dan menjatuhkan di atas ranjang empuk. "Sayang ...." "Mas ....""Rahayu, Sayang----" "Oh,
BARTER PENGABDI SETAN Penulis: Jenar Moksa ❤️Bab 01 Setipis Kulit Ari❤️ Winarno duduk termangu di belakang sebuah rumah mewah, memandang lepas hamparan sawah nun hijau, di seberang jalur bebas hambatan. Sebentar lagi akan panen. Sawah itu bukanlah miliknya. Begitu juga rumah mewah itu. Berulang pria yang kini berusia 40 tahun itu membuang napas kasar, jelas beban berat di benaknya. Kejayaannya telah usai sejak insiden kebakaran yang memusnahkan segala harta benda miliknya dalam sekejap. Winarno mempunyai toko elektronik di kota, sekaligus menjadi rumah hunian keluarga kecilnya. Usahanya berkembang pesat. Modal awal di beri oleh kedua orang tuanya. Sesaat setelah menikah. Akan tetapi, itu dulu. Sekarang dia hanya buruh tani dan tinggal di desa. Sementara istrinya seperti ibu-ibu di desa pada umumnya. Dulu wanita berparas ayu itu hanya duduk manis sembari menerima uang dari para pembel