Share

BANGKITNYA SANG MENANTU HINA
BANGKITNYA SANG MENANTU HINA
Penulis: Trinagi

Bab 1. Mertua Kejam

Penulis: Trinagi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Dasar benalu. Menantu tidak berguna! Seharusnya kamu ngaca. Anak saya tidak pantas menikah dengan kamu!" Teriak mertua saat melihat aku masih di kamar. Beliau berdiri di pintu bilik sembari berkacak pinggang, dengan mata melotot bagaikan singa kelaparan yang siap menerkam mangsanya.

 

"Maaf, salah saya apa, Bu?"

 

"Kamu tidak tau dimana salahmu? Makanya ngaca, Kau ... ngaca?" Begitulah omelan yang setiap hari aku dengar dari mulut ibu mertua. Membuat kupingku selalu panas dan emosiku sangat membara. Sebagai seorang laki-laki aku merasa harga diriku sudah diinjak-injak.

 

"Ibu selalu saja menghina dan memaki saya. Emang saya ada salah apa?" Sudah bosan rasanya diri ini dimaki-maki oleh mertua, aku bagaikan sampah di matanya.

 

"Tidak perlu dijelasin. Manusia otak udang kayak kamu tidak akan faham apa-apa." Hinaan demi hinaan terus dilancarkan untukku.

 

"Bu, apa gunanya ibu marah-marah sementara saya tidak tau salah saya dimana?"

Sudah lelah berlemah lembut dengan mertua tapi tidak a da gunanya. Capek hati dan fikiran.

 

"Dasar pengangguran. Gak tau diri. Otak udang."

 

"Ya Allah, Bu. Saya tanya sama Ibu. Siapa bilang saya pengangguran?" Kali ini aku tidak mau diam diperlakukan tidak manusiawi oleh mertua.

 

"Gak usah kau tanya siapa yang bilang. Orang bodoh pun tau kamu itu pengangguran. Kerjanya di kamar tidur-tiduran kayak kerbau."

 

"Walaupun di kamar tetapi saya bisa menghasilkan uang kok, Bu." Jelasku pada ibu mertua. Sebagai seorang kreator digital, aku tidak membutuhkan kantor untuk bekerja. Hanya cukup komputer dan juga paket internet.

 

"Halah ... banyak sekali gayamu. Dirumah bisa menghasilkan uang? Uang dari mana? Dari langit? Menghayal terus. Dasar pemalas, kerjanya hanya makan tidur aja. Masih berguna kerbau biarpun hanya makan tidur aja, bisa dijual. Lah kamu?" Suara bentakan wanita paruh baya itu, memekakkan telinga. Sungguh tidak mempunyai harga diri sedikitpun sebagai seorang kepala rumah tangga dimata mereka.

 

Yang jelas suara lengkingan wanita yang telah melahirkan istriku itu, terdengar ke tetangga. Diri ini seorang menantu namun aku diperlakukan seperti binatang.

 

"Kalau Ibu tidak percaya, tanya Naya. Saya selalu memberikan uang belanja buatnya." Aku pelankan suara bukan karena takut terhadap ibu mertua tetapi aku malu didengar tetangga.

 

"Memberi uang belanja? Apa kamu berfikir uang yang kamu berikan itu cukup untuk kebutuhan anakku? Kalau kau tidak sanggup membiayai anakku, kau ceraikan saja dia. Masih banyak lelaki yang bertanggung jawab diluar sana. Masih banyak lelaki yang bisa membahagiakan Naya." Hina wanita betubuh gempal itu.

 

"Jangan kau harap menumpang hidup sama anakku, ya? Tidak akan kubiarkan kau menggerogoti gaji anakku yang mati-matian aku sekolahkan." Lanjutnya lagi seraya melangkahkan kaki masuk ke kamar sambil mengedarkan pandangan ke seluruh isi ruangan.

"Kamar kayak kandang babi. Jorok. Apalah istimewanya kamu, tidak ada nilai plus yang aku lihat. Kurasa kau dukunin anakku sehingga jadi tunduk sama kamu," 

"Jangan suka berprasangka buruk terhadap orang lain, Bu. Gak baik." nasehatku.

 

"Ibu gak usah takut, Naya tidak akan kelaparan menjadi isitri saya. Cuma tidak juga kaya raya."

"Halah sombong. Dari mana kau bisa menghasilkan uang? Ngepet kau di kamar?" sindir mertua dengan senyum mengejek.

 

"Saya gak sehina itu, Bu. Gini-gini saya masih tau mana yang hak dan yang bathil."

 

"Sok suci. Jijik kali ku lihat laki macam kau itu. Keluar kau dari kamar. Jangan harap kau akan menikmati semua kekayaan dan gaji anakku! Kau pikir dengan menikahi anakku hidupmu akan berubah. Tidak akan ku biarkan sepersenpun uang anakku jatuh ke tanganmu." Telunjuknya menekan dan mendorong kasar keningku, bagaikan anak kecil yang sedang dihukum oleh gurunya.

 

Sungguh sangat sakit perlakuan mertua seperti ini. Semenjak menikah aku memang tidak pernah mendapat perlakuan yang baik dari orang tua Naya.

Mungkin mereka ada benarnya juga karena aku belum bisa menjadi suami yang  membahagiakan istri. Apalagi pekerjaan aku hanya di kamar, tidak memakai baju rapi dan berdasi.

 

Naya wanita yang telah membersamai selama setahun belakangan ini, bekerja sebagai seorang pegawai negeri sipil di sebuah instansi pemerintahan dengan gaji yang tidak pernah aku tahu berapa dan diri ini tidak ingin mengetahui gaji sang istri. Biarpun dia berpenghasilan sendiri tetapi aku tetap menafkahinya dengan semampu yang kudapat.

 

Dan aku tidak seperti yang mertua tuduhkan. Diri ini bukan lelaki pemalas. Semua pekerjaan pasti aku terima asalkan bisa mendapatkan rupiah untuk menghidupi keluarga kecil kami. Segala usaha terus aku lakukan untuk bisa membahagiakan sang istri. 

 

Namun, karena aku hanya seorang pemuda miskin dan tidak mempunyai pangkat dan jabatan, jelas-jelas tidak bisa dibanggakan sehingga mertua sangat membenci. Apapun yang aku perbuat, kebaikan apapun yang aku kerjakan tidak pernah nampak dimatanya. Hanya pandangan kebencian selalu aku terima dan umpatan yang keluar dari mulutnya. Layaknya aku ini hanya seekor binatang yang tidak mempunyai hati dan perasaan.

 

Perlakuannya sangat berbeda jauh dengan menantu ibu yang lain. Seperti Andre suaminya Melly, kakak Naya yang selalu diagung-agungkan dan dibanggakan didepan tetangga dan sanak saudara. Karena dia anak orang kaya dan mempunyai ayah seorang direktur perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengiriman barang.

 

"Dasar menantu pembawa sial. Dari dulu hidupmu hanya jadi beban saja. Ceraikan saja anakku. Tak sudi aku punya menantu seperti kamu, Bayu!" Maki mertua penuh emosi seraya keluar dari kamar. Suaranya menggelegar seperti harimau yang mau menerkam mangsanya.

 

"Ibu, kenapa ibu memperlakukan mas Bayu seperti budak? Walau bagaimanapun mas Bayu itu suami Naya, Bu. Tolonglah jaga perasaan dia disini."

 

Entah sejak kapan Naya sudah berada di ruang tamu keluarga besar Hadiningrat. Dengan tergesa-gesa dia berlari menuju ke kamar kami.

 

Sebenarnya kamar ini tidak layak disebut kamar melainkan sebuah gudang. Bertemankan tikus dan kecoa itulah yang kami rasakan setiap hari.

Tapi tidak mengapa yang penting Naya tidak berjauhan dengan orang tuanya.

 

Setiap aku berniat mencari rumah kontrakan Naya selalu saja menolaknya. Dengan alasan lebih bagus uangnya kita tabung dan dengan sedikit bersabar kami pasti bisa membangun rumah sendiri. 

 

Yah ... begitulah Naya. Dia belum pernah mendengar bagaimana hinaan dan cacian ibu dia terhadap suaminya. Selama setahun berumah tangga, hari ini Naya melihat dan mendengar dengan mata kepala sendiri bagaimana hinanya aku di mata ibunya.

 

Lemah. Ya ... aku memang lelaki yang lemah karena begitu cintanya aku terhadap Naya sehingga menganggap hinaan itu hanyalah angin lalu saja.

 

"Apa kau bilang? Naya ... kau sudah di manfaatkan sama Bayu sang benalu yang akan menggerogoti kamu sampai kamu jatuh miskin."

 

"Bu, saya tidak begitu. Saya tidak pernah menyentuh sedikitpun gaji Naya. Kalau Ibu tidak percaya tanya saja sama anak Ibu sendiri." Aku bangkit dari kursi dan menuju ke arah mertua berdiri saat ini.

 

Dan memang kenyataannya aku tidak pernah mengambil atau menanyakan gaji dari Naya. Toh dengan uangku yang tidak seberapa masih mencukupi kebutuhan kami berdua.

Bahkan aku sering membelikan ibu dan Melly makanan dan itu uang dari hasil jerih payahku.

 

"Ibu ... mas Bayu tidak seperti yang Ibu tuduhkan. Kali ini saja, Naya mohon tolong dengarkan Naya, Bu." Mohon Naya seraya menangkupkan kedua tangannya di dada.

 

"Alah ... dasar lelaki pecundang. Kau ceraikan dia,  seribu lelaki akan mengantri untuk menjadi suamimu, Nay. Sekali ini saja. Tolong kau dengarkan Ibu, nak."

 

"Bu ..."

 

"Kau ini sedang diperalat sama suami parasit itu. Dia menikah denganmu untuk merubah nasib dia. Untuk mengangkat martabat dia sendiri sementara kita dipermalukan."

 

"Dipermalukan bagaimana, Bu?" tanya Naya

 

"Kamu pikir, Ibu tidak malu punya menantu tidak bekerja? Bagai benalu, hanya mengurung diri di kamar."

 

"Enak banget hidupnya. Makan sudah ada yang sediain. Kau suruh ganti aja kelamin dia. Gak ada yang bisa dibanggakan sedikitpun."

 

"Bu, hentikan. Sudah cukup ibu menghina mas Bayu. Dia juga manusia. Dan sekedar Ibu tau. Sampai kapanpun Naya tidak akan berpisah dengan mas Bayu. Beliau itu suami Naya. Surga Naya di telapak kakinya."

 

Prok ... prok ... prok.

 

"Hmm ... hebat sudah adekku ya. Semenjak menikah dengan benalu sudah mulai melawan orang tua. Sudah hilang akal sehatmu, Dek."  Seketika kak Melly keluar dari kamar dan mendekati Naya yang masih berdiri di pintu kamar kami.

 

"Keluar kalian dari rumah ini ... sekarang." Bentak kak Melly.

 

"Dan kau Naya. Kalau kau tidak meninggalkan benalu itu. Ibu tidak mau lagi menganggap kamu sebagai anak." Ancam ibu mertua.

Bab terkait

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 2. Mertua Pilih Kasih

    "Keluar kau dari rumahku. Aku tak sudi mempunyai menantu tidak berguna seperti kamu. Kalau mau makan gratis, bukan disini tempatnya." Ibu mertua mendorong tubuhku ke depan halaman rumah. Bruk Tubuhku jatuh tersungkur, untung bibir tidak mengenai sudut teras rumah. Semua mata menatapku penuh dengan kehinaan. Sakit tubuh ini tidak sebanding dengan rasa malu karena diperlakukan tidak manusiawi. "Ibu ..." Naya menangis tersedu melihat sang ibu begitu tega mendorong tubuh suaminya hingga tersungkur ke tanah. "Gak apa, Nay. Mas pantas diperlakukan begini!" ujarku menengahi. "Saya akan pergi dari rumah ini. Maafkan segala kesalahan saya selama ini." Ujarku seraya menangkupkan kedua tangan di dada, memohon maaf karena sudah menyusahkan keluarga ibu mertua selama ini. "Mas, jangan pergi!" Naya menahan lembut tubuh ini yang hendak masuk ke kamar untuk membereskan baju. Untuk apa bertahan sementara mereka membenci. Bagaimana pun berusaha menjadi menantu baik, tetap saja tidak di anggap. T

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 3. Hampir Putus Asa

    "Jadi kamu menuduh suamiku gonta ganti pasangan? Halah ... paling kamu itu iri sama aku kan? Makanya cari suami yang bisa dibanggakan jangan kayak suami sampah mu itu." ejek kak Melly dengan begitu percaya dirinya.Padahal kelakuan lelaki yang berstatus abang iparku itu, sangat buruk diluar sana."Semoga Kakak gak malu jumpa Naya, jika mengetahui bagaimana mas Andre yang sebenarnya." sindir Naya. Nampaknya perselisihan kakak beradik ini harus segera dihentikan. Aku tidak ingin terjadi konflik diantara mereka berdua."Apa maksudmu, Nay!" Kak Melly mendorong tubuh Naya sehingga wanitaku jatuh terjerembab ke tanah. Di luar para tetangga sudah mulai berkumpul untuk melihat perseteruan kakak beradik tersebut."Nay ... kamu jangan memfitnah Kakakmu ya! Heran ibu lihat. Maumu apa sih. Biar Melly bernasib buruk seperti kamu juga? Atau jangan-jangan benar kata Melly. Kamu itu iri terhadapanya!" Ibu mertua bukannya menengahi pertikaian anak-anaknya, malah mengompori dan hanya berpihak sebelah s

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 4. Korban Perampokan

    "Tolong ... tolong." Dari kejauhan terdengar suara seseorang minta tolong. Naya menatapku dengan wajah pucat pasi, nampaknya dia sangat ketakutan."Mas, kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini tidak aman bagi kita." Naya menarik paksa tanganku untuk segera menjauh pergi dari sini.Belum selesai Naya berbicara tiba-tiba datang seorang bapak tua menghampiri kami yang masih terpaku di taman kota."Nak, bisa minta tolong?" Seorang bapak tua dengan pakaian compang camping datang dengan tergopoh-gopoh, beliau menjumpai kami berdua yang masih kebingungan dengan apa yang terjadi."Insya Allah, jika kami mampu, pasti akan kami bantu," ujar Naya sambil menyuruh si bapak itu untuk duduk. "Saya dirampok dan ponsel untuk menghubungi anak saya pun diambil oleh mereka." ujarnya sendu.Tubuhnya gemetar terlihat bulir bening menetes membasahi kedua pipinya."Apa yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku dengan menatap manik mata tuanya."Saya gak tau mau pulang kemana, Nak. Nomor ponsel anak saya pun

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 5. Keluarga Yang Baik

    "Assalamualaikum." Seorang wanita paruh baya dan seorang wanita masih muda berhamburan memeluk pak Herman yang sedang tergolek lemas diranjang pasien. "Papa kenapa bisa terjadi begini. Huhuhu." Wanita berjilbab maroon memeluk dan menangis terus seakan tidak mau melepaskan Pak Herman. Kurasa beliau istrinya."Papa ... mana yang sakit, Pa." Wanita muda berambut golden brown juga ikut menangis sambil terus meracau entah apa yang dikatakannya. Kaki pak Herman dipijat."Ini sakit, Pa?""Gak, Nak. Papa tidak mengalami cedera kok. Cuma syok aja. Untung aja ada nak Bayu yang menolong Papa. Kalo gak entah bagaimana nasib Papa sekarang." Kata pak Herman sambil berusaha bangkit dari tidurnya dan bersandar di dinding ranjang pasien."Bayu. Naya. Sini, Nak!" Pak Herman melambaikan tangannya kearah kami berdua yang masih duduk diatas sofa kamar pasien. Sebenarnya aku tidak suka terlalu berlebihan dipuja puji begini. Aku jadi salah tingkah dengan segala sanjungan dari pak Herman.Empat pasang mata

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab. 6

    "Terima kasih, Pak. Sudah menerima saya menjadi salah satu karyawan Bapak." ucapku sambil menangkupkan tangan di depan dada sebagai wujud rasa terima kasihku dan penghormatan atas kebaikan pak Herman."Sama-sama, Bay. Semoga kamu betah bekerja dengan saya." "Tentu, Pak. Tentu saya sangat betah kerja disini. Saya tau saya ini bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Pengalaman dalam bekerja pun saya sangat minim. Suatu kehormatan saya diterima disini. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak." Aku bangkit dan berdiri seraya membungkukkan tubuh ini."Bapak berharap kamu bisa bekerja dengan rajin dan tidak curang.""Tentu, Pak. Saya berjanji akan terus berusaha dan belajar. Saya berjanji tidak akan mengecewakan Bapak yang sudah menerima saya bekerja disini." Lanjutku lagi. "Harus ... kamu jangan buat saya kecewa. Walaupun belum berpengalaman kamu bisa membuktikan jika kamu lebih dari yang lain.""Baik, Pak." jawabku antusias. Jangan tanya bagaimana perasaanku saat ini, bercampur aduk a

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 7.

    "Mungkin dosa dia terlalu banyak dikantor ini. Denger-denger sih, pak Andre menggelapkan uang perusahaan dan juga beliau ketauan berselingkuh."Aku tidak heran dengan informasi yang diberikan bu Mita. Diri ini sering melihat Andre menghambur-hamburkan uang. Pernah terpikir olehku, dari mana kekayaan karyawan sekelas mas Andre kalau bukan dari korupsi? "Mungkin, uang perusahaan habis untuk berfoya-foya dengan selingkuhannya atau untuk menutup mulut istri sahnya, biar gak melapor ke atasan, karena kalau ketahuan ada karyawan yang berselingkuh pasti di pecat." Ujar Mita memelankan suaranya tetapi sangat jelas terdengar di telingaku. "Betulkah begitu, Bu?" tanyaku tidak percaya.Sebenarnya bukan sekali dua kali aku melihat mas Andre check in di hotel dengan wanita simpanannya tetapi entah kenapa, aku masih juga tidak percaya mendengar berita pengkhianatan itu.Lelaki berusia tiga puluh tahun itu belum juga berubah, seharusnya dia bersyukur, sangat disayangi oleh mertuanya. Beda dengan

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 8.

    "Nanti akan tau sendiri siapa itu Haris." ucap pak Arman tenang."Kita ke ruang meeting." titah pak Arman seraya bangkit dari kursinya dan menuju ke ruangan meeting yang berada diujung lorong.Setelah kejadian tadi pagi aku jadi merasa malu menjadi bahan gosip karyawan dikantor. Aku melangkah canggung dibawah tatapan mata banyak orang. Namun aku berusaha tampil percaya diri.Ruang meeting seluruhnya berdinding kaca dan diisi dengan sebuah meja kayu panjang berwarna coklat mengkilap dengan dua puluh kursi di masing-masing sisi menjadi bagian utama ruangan."Pak Bayu, duduk disini. Sebentar ya, kita tunggu yang lainnya masuk semua." Pak Arman menarik kursi yang berada di kepala meja.Setahuku itu kursi untuk pemimpin rapat. Kenapa pak Arman menyuruh aku duduk dikursi tersebut? Aku tidak sanggup lagi untuk berfikir, kepala ini rasanya mau meledak saja, begitu banyak kejutan-kejutan yang aku terima hari ini.Satu per satu karyawan masuk ke ruangan meeting, tidak terkecuali mas Andre. Tata

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab.9

    Hari ini seharian aku habiskan waktuku di kamar untuk mempelajari berkas-berkas yang diberikan oleh pak Herman. Terlalu banyak kejanggalan dalam dokumen tersebut. Ternyata banyak kecurangan yang dilakukan mereka selama ini. Pantas saja mas Andre tidak pernah kehabisan uang. Ternyata dari sini asal uangnya lelaki yang selalu dielu-elukan mertuaku. Yang konon katanya kaya tujuh turunan. Begitulah ulah maling berdasi. Hidup selalu dipuja-puji. Berpakaian selalu rapi dan bersih. Memakai dasi, berwibawa dan selalu dihormati padahal hidup dari hasil mencuri. Gaya elit, kemana-mana memakai mobil. Gak kena panas dan hujan. Dan selalu disegani dan dihormati. Siapa sangka kerjaannya dari mencuri uang negara, sangat hina dan menurutku lebih hina dari aku yang selalu di katai sebagai benalu. Walaupun uang perusahan yang di tilep tetap juga namanya tikus. Tikus kantor ini namanya. Aku tidak main-main dalam memberantas kecurangan di perusahaan yang dipinpin pak Herman. Makanya aku harus punya bu

Bab terbaru

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab. 105. Selesai

    Tiga bulan telah berlalu. "Kak, tadi malam pak Bayu melamar kakak untuk menjadi istrinya. Beliau sangat menginginkan kakak menjadi ibu sambung bagi putra semata wayangnya," ujarku pada kakak ipar yang sedang membuat sarapan untuk sekeluarga. "Kamu jawab apa?" tanyanya seraya terus mengaduk nasi diatas penggorengan. "Bayu belum berani membuat keputusan. Semua keputusan Bayu serahkan kepada Kakak. Kan yang menjalani rumah tangga bersama pak Abdi, Kakak. Bukan Bayu," ujarku seraya duduk diatas kursi meja makan Pagi-pagi aku telah bertandang ke rumah mertua untuk menyampaikan berita gembira ini. Menurut aku sih kabar gembira. Karena akhirnya kak Melly dilamar oleh pak Bayu yang merupakan seorang perwira polisi. Setelah rumah kami selesai dibangun, kami bertiga pindah ke rumah baru. Sementara kak Melly dan ibu mertua tetap bertahan di rumah sewa, begitu juga pak Abdi. Jadi mereka tetap bertentangga sampai sekarang. "Kakak tidak mau, Bay. Kakak masih betah menjanda," jawab kak Melly.

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 104. Keinginan Aldo.

    Melly"Tante, kenapa tidak mau menikah dengan ayahku. Apa ayahku terlalu jelek sehingga tante tidak mau menjadi istrinya?" tanya Aldo memelas.Bukan aku tidak mau menjadi istri dari pak Abdi. Tapi bagaimana ya? Pak Abdi sendiri tidak pernah membahas masalah itu. Masak aku duluan yang harus nyosor beliau? Dimana harga diri aku sebagai wanita. Walaupun seorang janda aku juga punya harga diri. Tidak mudah obral sana sini."Tante tidak bisa menikah dengan polisi. Tante takut melihat lelaki berseragam coklat. Bisa-bisa Tante pipis di celana karena ketakutan," ujarku berbohong. Pak Abdi hanya melihat sekilas saja, kemudian melempar pandangannya keluar kamar hotel. "Ayah Aldo tidak jahat, Tante. Ayolah Tante menikah dengan ayah Aldo. Kalau tidak mau, Aldo bunuh diri!" Ancam bocah lima tahun itu. Kemudian dia berlari ke luar penginapan. Baru saja sampai penginapan dia sudah banyak drama, padahal capeknya saja belum hilang."Aldo!" Teriak pak Abdi seraya mengejar jagoannya yang hendak menyebe

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 103. Andre Diringkus Kembali

    "Bajingan kamu," teriak Andre. Tangannya memegang sebilah belati dan melempar ke arahku. Bersyukur tidak mengenai tubuh ini karena sempat mengelaknya. "Jangan kau harap akan keluar hidup-hidup dari sini." Ancam mas Andre dengan melancarkan tendangan demi tendangan ke arahku sehingga mengenai perut ini. Bugh Sebuah tendangan mengenai dada membuat tubuh ini limbung dan hampir saja terjatuh jika saja tidak segera aku pegangan ke dinding. Sebelum dia melancarkan kembali aksinya, para aparat keamanan sudah mengepung sehingga membuat dia tidak bisa berkutik lagi. Aku segera mundur dan polisi pun melaksanakan tugasnya. "Bedebah kau, pengkhianat. Kau menjebakku dengan pura-pura menjadi kurir. Dasar bajingan!" Segala sumpah serapah keluar dari mulut busuk mas Andre. Dia sangat sakit hati karena telah dijebak tetapi dia tidak sadar jika perbuatannya dengan menjebak aku dengan Risma lebih sakit lagi. "Kamu tidak kenapa-kenapa kan, Bay?" tanya pak Abdi. Dia bertanya dengan nafas tersengal-s

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 102. Ternyata Andre

    "Tadi malam wanita yang bernama Sofia menelpon aku. Dia mengancam akan menyebarkan foto bugil kita berdua jika kita tidak jadi menikahi!" ucapan Risma membuat emosiku naik keubun-ubun."Jadi, dalangnya Sofi?" tanyaku dan dijawab dengan anggukan oleh wanita yang telah dijebak denganku dikamar hotel itu."Kamu kenal wanita itu?" tanya Risma takut-takut."Aku gak terlalu kenal sama dia tapi setauku, Sofi sahabat dekat dengan Andre, mantan kakak ipar," beberku. Kurasa ini ada hubungannya dengan Andre. Mungkin juga dia sudah keluar dari tahanan dan pasti sedang merencanakan kehancuran aku dan Naya. Aku tidak akan tinggal diam atas perlakuan mereka itu. Akan kutuntut siapapun dia, walaupun sampai ke lobang semut. Tidak akan kubiarkan mereka bebas menikmati udara segar diluar sana."Tapi kenapa aku yang dijadikan korban disini?" tanya Risma dengan suara serak."Kebetulan saja kamu ada disitu," jawabku dengan tangan mengepal kuat, buku-buku jariku memutih sangking kuatnya. Jika ada Andre di

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 101. Pelakunya Adalah

    "Kau harus menikah dengan Bayu." titah Sopia."Kau tau sendiri 'kan. Bayu itu sudah punya anak dan istri. Aku tidak sudi berbagi suami. Aku tidak mau menjadi pelakor dalam rumah tangga orang," tandasku."Sekarang pilihan semuanya kuserahkan padamu. Menikah dengan Bayu dan namamu akan bersih. Video syur kamu akan ku hapus tetapi ... " suara Sopia terputus dan aku merasakan ada yang tidak beres dengan perkataannnya."Tetapi apa." Aku semakin penasaran dengan wanita berhati srigala ini. Yang jelas aku sudah dijebak oleh mereka."Jika kamu menolaknya siap - siap aja kamu menerima hinaan dan cacian karena foto syur kamu dengan Bayu akan aku sebarkan.""Kamu manusia paling jahat berhati iblis.""Hahaha ... sekarang kamu pilih mana. Aku tidak akan memaksamu. Semua ku serahkan kepadamu," ujar Sofia seraya memutuskan panggilannya.Aku harus mengikuti perintah Sofia sebelum foto itu disebar. Diri ini menjadi curiga kenapa bisa aku dan Bayu bisa berada sekamar hotel. Berarti Sofia yang telah mem

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 100. Siapa Pelakunya?

    "AAAAARRRRGGGGHHHH." Aku menyugar kasar rambut ini. Apa yang telah terjadi tadi malam. Kenapa diri ini bisa berada di kamar hotel bersama wanita? Siapa yang telah membawa aku berdua dengan Risma kemari?Dan ...Wanita ini kenapa tidak menolak saat dibawa ke hotel dan tidur dengan orang yang tidak dikenal sama sekali. Atau ini semua hasil perbuatan Risma? Otakku terus bertanya - tanya.Masih teringat terakhir aku minum jus orange dan aku masih sadar, sesudah itu kepala ini terasa sangat pusing dan tiba - tiba saja pandangan ikut gelap. Hmmm ... apakah ada orang yang sengaja menjebakku dengan menaroh sesuatu dalam minuman?"Aku gak mau tau. Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu terhadap aku.""Risma ... aku gak kenal kamu. Dan aku juga tidak tahu apa yang telah terjadi tadi malam. Aku yakin kamu telah menjebak aku. Kamu kan yang menaruh obat dalam minumanku?" Tuduhku kepada wanita yang baru kukenal tetapi telah membuat hancur duniaku. Apa yang akan terjadi jika Naya mengetahui

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 99. Dijebak

    "Bay, aku ke kamar mandi dulu, ya?" pamit Hendra. "Silahkan, Hen." Setelah kepergian Hendra aku sendirian saja duduk dikursi tamu. Tidak ada yang berkeinginan untuk duduk sekedar basa basi saja. Diri ini seperti tersangka yang siap dikuliti hidup-hidup. Tidak enak rasanya seperti ini. Kalau tahu begini jadinya tidak akan aku menghadiri acara ini. Mereka betul - betul telah memperlakukan aku begitu hina didepan khalayak ramai. Tak berapa lama datang seorang wanita muda dan aku betul-betul tidak ingat siapa namanya. Sepertinya dia bukan kalangan pengusaha. Mungkin salah satu istri dari anggota pengusaha. Entahlah. Aku pusing gara-gara Ratih yang sedang meringkuk di jeruji besi. "Bay, aku tau bagaimana serba salahnya kamu. Aku juga tau kamu tidak bersalah dalam masalah ini. Gak usah terlalu kamu pikirkan mereka itu yang bisanya hanya menuduh dan menghakimi orang aja bisa tanpa mau tau kebenarannya." Aku hanya melihat wanita yang sok akrab tersebut tanpa bereaksi apa-apa. Entah kenap

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 98. Fitnah

    "Dek, Mas berangkat dulu, ya?" Berat rasanya meninggalkan belahan jiwaku. Kenapa rasanya seperti akan meninggalkan mereka dalam waktu yang lama? Aku sangat menyayangi Naya dan Daffa. Bersama merekalah aku bahagia. Naya pandai menghargai aku sebagai seorang suami. Bersamanya aku bisa merasakan menjadi lelaki seutuhnya, lelaki yang mempunyai martabat dan harga diri. "Iya. Hati-hati ya, Mas. Jangan lama-lama pulang. Nanti kami kangen," titah Naya seraya tersenyum. "Iyalah. Sebenarnya Mas sangat malas menghadiri acara itu. Gak ada manfaatnya bagi kita. Makanya mas ajak Adek biar ada alasan nanti jika mau pulang sebelum jam 12.00." "Kalau Adek sih mau-mau aja. Kasian Daffa kena angin malam, Mas!" "Kan gak setiap malam kita bergadang di jalan. Sekali setahun. Yok lah." Ajakku dan tetap saja Kinan menolaknya. "Bukan masalah begadang. Bahaya bawa anak kecil di jalan malam-malam. Jalannya macet, padat merayap. Biasanya banyak kecelakaan. Nauzubillah. Mas hati-hati ya?" pesan Naya seraya

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 97. Bisnis Baru

    "Mas, jangan lupa besok lusa ada acara temu ramah dan silaturrahim antara pengurus dan anggota Himpunan pengusaha muda di hotel Leon jalan pahlawan, ya!" ujar Naya mengingatkan karena dia sangat tau jika suaminya pelupa. "Adek ikut juga ya." ajakku. "Kalau Adek ikut, bagaimana dengan Daffa? Dia sudah terlalu sering kita tinggal, Mas. Anak itu jadi kurang kasih sayang dari orang tuanya. Takutnya dia tidak dekat sama kita. Malah lebih nurut kepada orang lain daripada orang tuaya sendiri." Alasan Naya ada benarnya juga. "Bukan gitu, Dek. Mas ingin mengenali istri kepada sesama pengusaha muda, Nay? Mereka gak ada yang kenal Adek katanya." "Adek rasa tidak perlu juga adek terlalu dikenali sama kawan Mas. Nanti mereka kepincut pula," seloroh Naya sambil berlalu dan aku hanya bisa tersenyum - senyum sendiri melihat tingkah istriku. "Dek, besok ikut aja ya?" Aku memohon pada Naya untuk tetap menemaniku pada acara temu ramah yang diadakan dihotel menjelang pergantian tahun. Acara puncak d

DMCA.com Protection Status