Home / Pernikahan / BANGKITNYA SANG MENANTU HINA / Bab 3. Hampir Putus Asa

Share

Bab 3. Hampir Putus Asa

Author: Trinagi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Jadi kamu menuduh suamiku gonta ganti pasangan? Halah ... paling kamu itu iri sama aku kan? Makanya cari suami yang bisa dibanggakan jangan kayak suami sampah mu itu." ejek kak Melly dengan begitu percaya dirinya.

 

Padahal kelakuan lelaki yang berstatus abang iparku itu, sangat buruk diluar sana.

"Semoga Kakak gak malu jumpa Naya, jika mengetahui bagaimana mas Andre yang sebenarnya." sindir Naya. Nampaknya perselisihan kakak beradik ini harus segera dihentikan. Aku tidak ingin terjadi konflik diantara mereka berdua.

"Apa maksudmu, Nay!" Kak Melly mendorong tubuh Naya sehingga wanitaku jatuh terjerembab ke tanah. Di luar para tetangga sudah mulai berkumpul untuk melihat perseteruan kakak beradik tersebut.

"Nay ... kamu jangan memfitnah Kakakmu ya! Heran ibu lihat. Maumu apa sih. Biar Melly bernasib buruk seperti kamu juga? Atau jangan-jangan benar kata Melly. Kamu itu iri terhadapanya!" Ibu mertua bukannya menengahi pertikaian anak-anaknya, malah mengompori dan hanya berpihak sebelah saja.

"Dia ketularan suaminya itu, Bu!" Melly menatap sinis kearahku.

"Kalian jangan mau di adu domba sama lelaki parasit itu!" Ibu mertua menunjuk dengan telunjuk kiri ke mataku.

"Udah, Dek. Ayo kita berangkat. Nanti kita kemalaman di jalan. Kita belum nyari rumah kontrakan lagi." Aku melerai pertengkaran mulut Naya dan Melly.

"Hahaha. Kasian banget Adekku, bucin sama makhluk penghisap darah yang katanya ganteng dan setia tetapi miskin." Ejek kak Melly seketika membuat rona merah diwajah Naya.

"Gak usah dilayani, Dek. Biarkan saja." Ujarku sembari merangkul Naya dan berjalan keluar rumah yang seperti neraka bagi kami berdua.

"Mas, maafkan kak Melly sama ibu ya?" mohon Naya dengan wajah sendu. Kulihat ada kristal bening jatuh di pelupuk matanya.

"Gak ada yang perlu di maafkan, Dek. Mas pantas mendapatkan itu semua."

"Kenapa pantas? Apa Mas bukan dari jenis manusia yang punya hati dan perasaan?" Sarkas Naya kesal.

"Biar saja, Dek. Anggap saja itu pecut buat Mas supaya lebih rajin dalam bekerja. Dan Mas bersumpah akan bekerja keras dan tidak mau melihat lagi istriku dihina seperti ini." Ucapku dengan menggebu-gebu.

Aku dan Naya pergi dari rumah itu dengan perasaan tercabik-cabik. Bukan hanya mertua yang selalu menghina dan membuat luka dihati ini. Tetapi Melly sang kakak yang merasa sangat dicintai oleh suaminya tersebut, begitu sombong seakan dialah wanita paling beruntung hidupnya dimuka bumi ini.

"Woi, sampah. Enyah kau dari sini. Aku mau lihat siapa yang mau menerima manusia seperti kalian?" Teriak kak Melly kesenangan.

"Paling tidur dibawah kolong jembatan atau diemperan toko." sindir ibu mertua dengan tersenyum sinis.

"Pagi-pagi disiram air sama yang punya toko." ucap kak Melly disambut tawa mengejek dari mereka berdua. Bisik-bisik tetangga terdengar sangat menyayat hati. 

Saat ini kami sedang dibawah, aku yakin hidup ini pasti akan berputar. Bagaikan roda berputar dan semoga kelak kami merasakan hidup diatas.

"Gak usah dilayani, Dek. Biar mereka berkoar-koar. Suatu saat mereka akan menyesali perbuatannya," nasehatku.

Menyusuri jalan dengan perasaan kacau karena tidak tahu mau kemana tubuh ini akan kami bawa.

Tanpa terasa kami sudah berjalan kaki dengan jarak yang lumayan jauh. Mencari rumah kontrakan yang bisa ditempati untuk sebulan karena uang yang aku punyai hanya bisa membayar sebulan saja.

"Mas , itu ada tulisan rumah yang akan di sewa." Ujar Naya sambil menunjuk kearah rumah yang dimaksud.

"Baiklah. Kita kesana sekarang, semoga bisa sewa bulanan," ujarku seraya menarik lembut tangan wanita berkulit putih susu itu.

"Assalamualaikum." Sapa Naya begitu dia melihat ibu-ibu yang sedang duduk di teras rumah bersebelahan dengan rumah yang mau disewakan tersebut.

"Wa alaikum salam." Jawab mereka serentak seakan dikomandoi saja.

"Ada apa, ya?" Tanya si ibu berkerudung biru dengan wajah seperti orang penasaran saja sambil melirik ke arah kami secara bergantian.

"Saya mau nanya, rumah sewa yang disebelah ini. Apa sudah ada yang nyewa atau belum ya, Bu?" Tanya Naya sembari menunjuk rumah yang dimaksus dengan jempol kanannya.

"Belum ada yang nyewa nampaknya,  Neng. Tapi kurang tau juga, sih. Coba tanya aja langsung ke orangnya. Disitu kan ada nomor telponnya. Atau temui aja langsung kerumahnya." Saran ibu berbaju kuning. Mereka menyarankan kami untuk menjumpai langsung pemilik kontrakan.

"Kami gak memiliki ponsel. Kalau boleh tau alamatnya dimana ya?"

"Kalian jalan saja lurus pas diperempatan jalan itu kamu belok kekiri. Disitu ada rumah minimalis dan bercat putih gading. Nah rumah minimalis itu rumah pak Sobri. Atau kalau kurang jelas juga nanti, tanya aja sama orang-orang disitu, dimana rumah pak Sobri pemilik kontrakan gang bougenville mereka tau semua kok."

"Oke. Makasih, Bu. Saya permisi dulu." Ujar Naya sopan dengan tersenyum semanis mungkin.

Setelah berjalan kaki selama kurang lebih setengan jam. Akhirnya kami sampai juga di depan rumah juragan kontrakan. Rumahnya tidak terlalu besar tapi cukup mewah untuk ukuran rumah minimalis.

Tok ... tok ... tok.

Naya terus saja mengetuk pintu dan tidak lama kemudian keluarlah seorang wanita berdaster motif bunga matahari.

"Assalamualaikum." 

"Wa alaikum salam.  Ada apa, ya?" Jawab seorang ibu dengan ramah. 

"Saya mau nanya, Bu. Rumah kontrakan dipinggir jalan itu punya Ibu?"

"Oh iya betul, Nak."

"Bisa nyewa bulanan gak, Bu."

"Maaf, Nak. Minimal setahunlah. Kalau bulanan, uangnya habis gak jelas." Ucap si ibu terkekeh.

"Oalah. Gak bisa bulanan ya? Ya udahlah kalau begitu. Kami permisi, Bu." Ujar wanita ku sendu. Kasian benar dia.

"Iya ... ya. Maafkan Ibu ya, Nak."

"Gak apa, Bu."

Tidak mau berlama-lama karena hari semakin sore dan kami belum mempunyai tempat tinggal, akhirnya kami berdua meninggalkan rumah pemilik kontrakan untuk mencari kontrakan lain. Semoga saja segera mendapatkan rumah sebelum maghrib. Kasihan juga kulihat Naya jika kami harus tidur di mesjid.

Tak terasa bulir air mata jatuh membasahi pipi ini. Tak sanggup lagi rasanya aku menanggung beban hidup yang begitu berat.

"Maafkan Mas ya, Dek. Mas telah gagal menjadi seorang suami. Rumah untuk istri aja gak sanggup Mas sediakan." Aku merasa saat ini sangat hancur dan merasa manusia paling hina karena telah gagal menjadi suami yang bertanggung jawab.

"Entah kesalahan apa yang telah Mas perbuat sehingga cobaan tidak habis-habisnya. Kenapa takdir begitu kejam." Gumamku lirih. Ternyata Naya mendengarkan keluhan suaminya yang sudah putus asa.

"Mas gak boleh ngomong begitu. Kita 'kan gak tau rencana Allah kedepan untuk rumah tangga kita bagaimana. Semoga saja kedepannya kita gak seperti ini lagi. Ayoklah kita jalan lagi mencari kontrakan daripada mengeluh tidak akan membantu kita, malah semakin membuat kita menjadi hancur. Bersyukur aja karena kita masih diberi kesehatan."

 

"Mas malu belum bisa membahagiakan kamu. Mas ini lelaki tidak berguna. Hanya jadi benalu saja dalam keluarga kamu. Memang pantas Mas di hina dan direndahkan sama ipar dan mertua." Buat apa aku hidup jika hanya jadi beban saja. Ingin rasanya ku akhiri saja hidup ini. Kasian Naya menderita karena memilih aku lelaki miskin dan tidak jelas penghasilannya. Walaupun aku selalu berusaha dengan bekerja banting tulang tetapi hasilnya tidak seberapa.

Mungkin jika aku mati Naya bisa mencari lelaki yang lebih kaya dari aku saat ini.

 

Sekilas aku melirik wajah istriku yang kuyu. Kasihan dia selama hidup bersamaku tidak pernah sekalipun dia merasakan bahagia. Tetapi dia rela diusir keluarga demi tetap hidup bersamaku.

"Lelaki miskin. Lelaki benalu. Lelaki sampah." Begitulah kata-kata yanag selalu disematkan untuk pria macam aku.

"Jika Mas menyerah bagaimana dengan nasibku," ujar Naya seakan dia tahu bagaimana isi suaminya saat ini.

"Mas, jangan pernah meninggalkan aku sendiri. Jika Mas tidak ada disini, kemana aku harus pergi. Hanya Mas satu-satunya yang aku punyai saat ini. Keluarga sudah tidak menerima lagi. Adek gak mau mengemis sama mereka. Jadi tolong, Mas. Susah senang kita hadapi berdua. Kita harus saling menguatkan karena hanya kita berdua yang tau masalah kita," ucapnya kemudian.

Degh.

Kata-kata Naya seakan menyadarkan dari keterpurukan ini. Aku pria yang egois. Hanya memikirkan kesenangan sendiri tanpa mau tahu bagaimana terpukulnya Naya. Demi aku, dia rela dicampakkan keluarganya. Jika aku mati bagaimana nasib Naya? Pasti dia tidak diterima keluarganya lagi. Gaji pun sudah diberikan untuk ibunya semua.

Ya Allah. Berilah kekuatan untuk kami.

"Ayo, kita berangkat, Dek." Ku genggam tangan pujaan hatiku mencari tempat hunian baru untuk keluarga kecil kami.

Related chapters

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 4. Korban Perampokan

    "Tolong ... tolong." Dari kejauhan terdengar suara seseorang minta tolong. Naya menatapku dengan wajah pucat pasi, nampaknya dia sangat ketakutan."Mas, kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini tidak aman bagi kita." Naya menarik paksa tanganku untuk segera menjauh pergi dari sini.Belum selesai Naya berbicara tiba-tiba datang seorang bapak tua menghampiri kami yang masih terpaku di taman kota."Nak, bisa minta tolong?" Seorang bapak tua dengan pakaian compang camping datang dengan tergopoh-gopoh, beliau menjumpai kami berdua yang masih kebingungan dengan apa yang terjadi."Insya Allah, jika kami mampu, pasti akan kami bantu," ujar Naya sambil menyuruh si bapak itu untuk duduk. "Saya dirampok dan ponsel untuk menghubungi anak saya pun diambil oleh mereka." ujarnya sendu.Tubuhnya gemetar terlihat bulir bening menetes membasahi kedua pipinya."Apa yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku dengan menatap manik mata tuanya."Saya gak tau mau pulang kemana, Nak. Nomor ponsel anak saya pun

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 5. Keluarga Yang Baik

    "Assalamualaikum." Seorang wanita paruh baya dan seorang wanita masih muda berhamburan memeluk pak Herman yang sedang tergolek lemas diranjang pasien. "Papa kenapa bisa terjadi begini. Huhuhu." Wanita berjilbab maroon memeluk dan menangis terus seakan tidak mau melepaskan Pak Herman. Kurasa beliau istrinya."Papa ... mana yang sakit, Pa." Wanita muda berambut golden brown juga ikut menangis sambil terus meracau entah apa yang dikatakannya. Kaki pak Herman dipijat."Ini sakit, Pa?""Gak, Nak. Papa tidak mengalami cedera kok. Cuma syok aja. Untung aja ada nak Bayu yang menolong Papa. Kalo gak entah bagaimana nasib Papa sekarang." Kata pak Herman sambil berusaha bangkit dari tidurnya dan bersandar di dinding ranjang pasien."Bayu. Naya. Sini, Nak!" Pak Herman melambaikan tangannya kearah kami berdua yang masih duduk diatas sofa kamar pasien. Sebenarnya aku tidak suka terlalu berlebihan dipuja puji begini. Aku jadi salah tingkah dengan segala sanjungan dari pak Herman.Empat pasang mata

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab. 6

    "Terima kasih, Pak. Sudah menerima saya menjadi salah satu karyawan Bapak." ucapku sambil menangkupkan tangan di depan dada sebagai wujud rasa terima kasihku dan penghormatan atas kebaikan pak Herman."Sama-sama, Bay. Semoga kamu betah bekerja dengan saya." "Tentu, Pak. Tentu saya sangat betah kerja disini. Saya tau saya ini bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Pengalaman dalam bekerja pun saya sangat minim. Suatu kehormatan saya diterima disini. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak." Aku bangkit dan berdiri seraya membungkukkan tubuh ini."Bapak berharap kamu bisa bekerja dengan rajin dan tidak curang.""Tentu, Pak. Saya berjanji akan terus berusaha dan belajar. Saya berjanji tidak akan mengecewakan Bapak yang sudah menerima saya bekerja disini." Lanjutku lagi. "Harus ... kamu jangan buat saya kecewa. Walaupun belum berpengalaman kamu bisa membuktikan jika kamu lebih dari yang lain.""Baik, Pak." jawabku antusias. Jangan tanya bagaimana perasaanku saat ini, bercampur aduk a

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 7.

    "Mungkin dosa dia terlalu banyak dikantor ini. Denger-denger sih, pak Andre menggelapkan uang perusahaan dan juga beliau ketauan berselingkuh."Aku tidak heran dengan informasi yang diberikan bu Mita. Diri ini sering melihat Andre menghambur-hamburkan uang. Pernah terpikir olehku, dari mana kekayaan karyawan sekelas mas Andre kalau bukan dari korupsi? "Mungkin, uang perusahaan habis untuk berfoya-foya dengan selingkuhannya atau untuk menutup mulut istri sahnya, biar gak melapor ke atasan, karena kalau ketahuan ada karyawan yang berselingkuh pasti di pecat." Ujar Mita memelankan suaranya tetapi sangat jelas terdengar di telingaku. "Betulkah begitu, Bu?" tanyaku tidak percaya.Sebenarnya bukan sekali dua kali aku melihat mas Andre check in di hotel dengan wanita simpanannya tetapi entah kenapa, aku masih juga tidak percaya mendengar berita pengkhianatan itu.Lelaki berusia tiga puluh tahun itu belum juga berubah, seharusnya dia bersyukur, sangat disayangi oleh mertuanya. Beda dengan

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 8.

    "Nanti akan tau sendiri siapa itu Haris." ucap pak Arman tenang."Kita ke ruang meeting." titah pak Arman seraya bangkit dari kursinya dan menuju ke ruangan meeting yang berada diujung lorong.Setelah kejadian tadi pagi aku jadi merasa malu menjadi bahan gosip karyawan dikantor. Aku melangkah canggung dibawah tatapan mata banyak orang. Namun aku berusaha tampil percaya diri.Ruang meeting seluruhnya berdinding kaca dan diisi dengan sebuah meja kayu panjang berwarna coklat mengkilap dengan dua puluh kursi di masing-masing sisi menjadi bagian utama ruangan."Pak Bayu, duduk disini. Sebentar ya, kita tunggu yang lainnya masuk semua." Pak Arman menarik kursi yang berada di kepala meja.Setahuku itu kursi untuk pemimpin rapat. Kenapa pak Arman menyuruh aku duduk dikursi tersebut? Aku tidak sanggup lagi untuk berfikir, kepala ini rasanya mau meledak saja, begitu banyak kejutan-kejutan yang aku terima hari ini.Satu per satu karyawan masuk ke ruangan meeting, tidak terkecuali mas Andre. Tata

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab.9

    Hari ini seharian aku habiskan waktuku di kamar untuk mempelajari berkas-berkas yang diberikan oleh pak Herman. Terlalu banyak kejanggalan dalam dokumen tersebut. Ternyata banyak kecurangan yang dilakukan mereka selama ini. Pantas saja mas Andre tidak pernah kehabisan uang. Ternyata dari sini asal uangnya lelaki yang selalu dielu-elukan mertuaku. Yang konon katanya kaya tujuh turunan. Begitulah ulah maling berdasi. Hidup selalu dipuja-puji. Berpakaian selalu rapi dan bersih. Memakai dasi, berwibawa dan selalu dihormati padahal hidup dari hasil mencuri. Gaya elit, kemana-mana memakai mobil. Gak kena panas dan hujan. Dan selalu disegani dan dihormati. Siapa sangka kerjaannya dari mencuri uang negara, sangat hina dan menurutku lebih hina dari aku yang selalu di katai sebagai benalu. Walaupun uang perusahan yang di tilep tetap juga namanya tikus. Tikus kantor ini namanya. Aku tidak main-main dalam memberantas kecurangan di perusahaan yang dipinpin pak Herman. Makanya aku harus punya bu

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 10

    "Nay, ayo kita pulang. Tinggalkan laki-laki yang tidak bertanggung jawab itu." Tiba-tiba saja ibu mertua sudah masuk ke kamar tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Kedatangan beliau telah membuat kami berdua sangat kaget. Karena tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja beliau ingin menjemput Naya, istriku. "Untuk apa Naya pulang ke rumah sementara Naya punya suami, biarlah Naya disini saja. Tugas istri hanya tunduk dan patuh kepada suami. Jadi kemana saja mas Bayu pergi, Naya akan selalu ikut untuk mendampinginya, Bu." Ucap Naya berusaha membela aku sebagai suaminya. "Suami yang bagaimana sekarang yang wajib kita patuhi? Kamu menyiksa diri, Nay. Lelaki benalu seperti itu kamu bela? Naya ... Naya. Kau sudah di guna-gunai sama parasit itu. Percaya sama Ibu. Anak itu hanya menjadi sampah saja dalam rumah tangga kalian." Hinaan ibu mertua entah yang keberapa kali tetap saja ku terima dengan lapang dada. "Selama ini Naya tidak pernah merasakan jika mas Bayu sebagai sampah, Bu

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 11

    "Ibu, saya berjanji akan selalu membahagiakan Naya." Janjiku pada wanita paruh baya yang telah melahirkan istriku tersebut."Jangan menggombal kamu. Emang apa yang sudah kamu berikan untuk anakku?" tanyanya dengan tatapan penuh amarah."Ibu tanya saja sama Naya. Apa yang sudah saya berikan untuknya." Kualihkan pandanganku pada wanita yang telah membersamaiku selama setahun belakangan ini."Bu, Naya sudah dewasa. Naya tau mana yang baik atau yang buruk untuk Naya. Dan Ibu lihat sendiri anak ibu bahagia hidup bersama mas Bayu," ucap Naya."Kamu sudah babak belur begitu kamu bilang bahagia, Naya? Kamu sudah kurang waras nampaknya, Nak!" cerocos mertua. Beliau mulai menyimpan semua barang di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas."Ayo ayo pulang. Jangan melawan. Kamu harus dengar Ibu. Bentar Ibu suruh buka infus sama perawat ya?" Sesudah mengatakan itu ibu keluar dari ruangan untuk menjumpai petugas rumah sakit. Tidak lama kemudian tersengar suara beliau sedang memarahi salah satu petu

Latest chapter

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab. 105. Selesai

    Tiga bulan telah berlalu. "Kak, tadi malam pak Bayu melamar kakak untuk menjadi istrinya. Beliau sangat menginginkan kakak menjadi ibu sambung bagi putra semata wayangnya," ujarku pada kakak ipar yang sedang membuat sarapan untuk sekeluarga. "Kamu jawab apa?" tanyanya seraya terus mengaduk nasi diatas penggorengan. "Bayu belum berani membuat keputusan. Semua keputusan Bayu serahkan kepada Kakak. Kan yang menjalani rumah tangga bersama pak Abdi, Kakak. Bukan Bayu," ujarku seraya duduk diatas kursi meja makan Pagi-pagi aku telah bertandang ke rumah mertua untuk menyampaikan berita gembira ini. Menurut aku sih kabar gembira. Karena akhirnya kak Melly dilamar oleh pak Bayu yang merupakan seorang perwira polisi. Setelah rumah kami selesai dibangun, kami bertiga pindah ke rumah baru. Sementara kak Melly dan ibu mertua tetap bertahan di rumah sewa, begitu juga pak Abdi. Jadi mereka tetap bertentangga sampai sekarang. "Kakak tidak mau, Bay. Kakak masih betah menjanda," jawab kak Melly.

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 104. Keinginan Aldo.

    Melly"Tante, kenapa tidak mau menikah dengan ayahku. Apa ayahku terlalu jelek sehingga tante tidak mau menjadi istrinya?" tanya Aldo memelas.Bukan aku tidak mau menjadi istri dari pak Abdi. Tapi bagaimana ya? Pak Abdi sendiri tidak pernah membahas masalah itu. Masak aku duluan yang harus nyosor beliau? Dimana harga diri aku sebagai wanita. Walaupun seorang janda aku juga punya harga diri. Tidak mudah obral sana sini."Tante tidak bisa menikah dengan polisi. Tante takut melihat lelaki berseragam coklat. Bisa-bisa Tante pipis di celana karena ketakutan," ujarku berbohong. Pak Abdi hanya melihat sekilas saja, kemudian melempar pandangannya keluar kamar hotel. "Ayah Aldo tidak jahat, Tante. Ayolah Tante menikah dengan ayah Aldo. Kalau tidak mau, Aldo bunuh diri!" Ancam bocah lima tahun itu. Kemudian dia berlari ke luar penginapan. Baru saja sampai penginapan dia sudah banyak drama, padahal capeknya saja belum hilang."Aldo!" Teriak pak Abdi seraya mengejar jagoannya yang hendak menyebe

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 103. Andre Diringkus Kembali

    "Bajingan kamu," teriak Andre. Tangannya memegang sebilah belati dan melempar ke arahku. Bersyukur tidak mengenai tubuh ini karena sempat mengelaknya. "Jangan kau harap akan keluar hidup-hidup dari sini." Ancam mas Andre dengan melancarkan tendangan demi tendangan ke arahku sehingga mengenai perut ini. Bugh Sebuah tendangan mengenai dada membuat tubuh ini limbung dan hampir saja terjatuh jika saja tidak segera aku pegangan ke dinding. Sebelum dia melancarkan kembali aksinya, para aparat keamanan sudah mengepung sehingga membuat dia tidak bisa berkutik lagi. Aku segera mundur dan polisi pun melaksanakan tugasnya. "Bedebah kau, pengkhianat. Kau menjebakku dengan pura-pura menjadi kurir. Dasar bajingan!" Segala sumpah serapah keluar dari mulut busuk mas Andre. Dia sangat sakit hati karena telah dijebak tetapi dia tidak sadar jika perbuatannya dengan menjebak aku dengan Risma lebih sakit lagi. "Kamu tidak kenapa-kenapa kan, Bay?" tanya pak Abdi. Dia bertanya dengan nafas tersengal-s

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 102. Ternyata Andre

    "Tadi malam wanita yang bernama Sofia menelpon aku. Dia mengancam akan menyebarkan foto bugil kita berdua jika kita tidak jadi menikahi!" ucapan Risma membuat emosiku naik keubun-ubun."Jadi, dalangnya Sofi?" tanyaku dan dijawab dengan anggukan oleh wanita yang telah dijebak denganku dikamar hotel itu."Kamu kenal wanita itu?" tanya Risma takut-takut."Aku gak terlalu kenal sama dia tapi setauku, Sofi sahabat dekat dengan Andre, mantan kakak ipar," beberku. Kurasa ini ada hubungannya dengan Andre. Mungkin juga dia sudah keluar dari tahanan dan pasti sedang merencanakan kehancuran aku dan Naya. Aku tidak akan tinggal diam atas perlakuan mereka itu. Akan kutuntut siapapun dia, walaupun sampai ke lobang semut. Tidak akan kubiarkan mereka bebas menikmati udara segar diluar sana."Tapi kenapa aku yang dijadikan korban disini?" tanya Risma dengan suara serak."Kebetulan saja kamu ada disitu," jawabku dengan tangan mengepal kuat, buku-buku jariku memutih sangking kuatnya. Jika ada Andre di

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 101. Pelakunya Adalah

    "Kau harus menikah dengan Bayu." titah Sopia."Kau tau sendiri 'kan. Bayu itu sudah punya anak dan istri. Aku tidak sudi berbagi suami. Aku tidak mau menjadi pelakor dalam rumah tangga orang," tandasku."Sekarang pilihan semuanya kuserahkan padamu. Menikah dengan Bayu dan namamu akan bersih. Video syur kamu akan ku hapus tetapi ... " suara Sopia terputus dan aku merasakan ada yang tidak beres dengan perkataannnya."Tetapi apa." Aku semakin penasaran dengan wanita berhati srigala ini. Yang jelas aku sudah dijebak oleh mereka."Jika kamu menolaknya siap - siap aja kamu menerima hinaan dan cacian karena foto syur kamu dengan Bayu akan aku sebarkan.""Kamu manusia paling jahat berhati iblis.""Hahaha ... sekarang kamu pilih mana. Aku tidak akan memaksamu. Semua ku serahkan kepadamu," ujar Sofia seraya memutuskan panggilannya.Aku harus mengikuti perintah Sofia sebelum foto itu disebar. Diri ini menjadi curiga kenapa bisa aku dan Bayu bisa berada sekamar hotel. Berarti Sofia yang telah mem

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 100. Siapa Pelakunya?

    "AAAAARRRRGGGGHHHH." Aku menyugar kasar rambut ini. Apa yang telah terjadi tadi malam. Kenapa diri ini bisa berada di kamar hotel bersama wanita? Siapa yang telah membawa aku berdua dengan Risma kemari?Dan ...Wanita ini kenapa tidak menolak saat dibawa ke hotel dan tidur dengan orang yang tidak dikenal sama sekali. Atau ini semua hasil perbuatan Risma? Otakku terus bertanya - tanya.Masih teringat terakhir aku minum jus orange dan aku masih sadar, sesudah itu kepala ini terasa sangat pusing dan tiba - tiba saja pandangan ikut gelap. Hmmm ... apakah ada orang yang sengaja menjebakku dengan menaroh sesuatu dalam minuman?"Aku gak mau tau. Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu terhadap aku.""Risma ... aku gak kenal kamu. Dan aku juga tidak tahu apa yang telah terjadi tadi malam. Aku yakin kamu telah menjebak aku. Kamu kan yang menaruh obat dalam minumanku?" Tuduhku kepada wanita yang baru kukenal tetapi telah membuat hancur duniaku. Apa yang akan terjadi jika Naya mengetahui

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 99. Dijebak

    "Bay, aku ke kamar mandi dulu, ya?" pamit Hendra. "Silahkan, Hen." Setelah kepergian Hendra aku sendirian saja duduk dikursi tamu. Tidak ada yang berkeinginan untuk duduk sekedar basa basi saja. Diri ini seperti tersangka yang siap dikuliti hidup-hidup. Tidak enak rasanya seperti ini. Kalau tahu begini jadinya tidak akan aku menghadiri acara ini. Mereka betul - betul telah memperlakukan aku begitu hina didepan khalayak ramai. Tak berapa lama datang seorang wanita muda dan aku betul-betul tidak ingat siapa namanya. Sepertinya dia bukan kalangan pengusaha. Mungkin salah satu istri dari anggota pengusaha. Entahlah. Aku pusing gara-gara Ratih yang sedang meringkuk di jeruji besi. "Bay, aku tau bagaimana serba salahnya kamu. Aku juga tau kamu tidak bersalah dalam masalah ini. Gak usah terlalu kamu pikirkan mereka itu yang bisanya hanya menuduh dan menghakimi orang aja bisa tanpa mau tau kebenarannya." Aku hanya melihat wanita yang sok akrab tersebut tanpa bereaksi apa-apa. Entah kenap

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 98. Fitnah

    "Dek, Mas berangkat dulu, ya?" Berat rasanya meninggalkan belahan jiwaku. Kenapa rasanya seperti akan meninggalkan mereka dalam waktu yang lama? Aku sangat menyayangi Naya dan Daffa. Bersama merekalah aku bahagia. Naya pandai menghargai aku sebagai seorang suami. Bersamanya aku bisa merasakan menjadi lelaki seutuhnya, lelaki yang mempunyai martabat dan harga diri. "Iya. Hati-hati ya, Mas. Jangan lama-lama pulang. Nanti kami kangen," titah Naya seraya tersenyum. "Iyalah. Sebenarnya Mas sangat malas menghadiri acara itu. Gak ada manfaatnya bagi kita. Makanya mas ajak Adek biar ada alasan nanti jika mau pulang sebelum jam 12.00." "Kalau Adek sih mau-mau aja. Kasian Daffa kena angin malam, Mas!" "Kan gak setiap malam kita bergadang di jalan. Sekali setahun. Yok lah." Ajakku dan tetap saja Kinan menolaknya. "Bukan masalah begadang. Bahaya bawa anak kecil di jalan malam-malam. Jalannya macet, padat merayap. Biasanya banyak kecelakaan. Nauzubillah. Mas hati-hati ya?" pesan Naya seraya

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 97. Bisnis Baru

    "Mas, jangan lupa besok lusa ada acara temu ramah dan silaturrahim antara pengurus dan anggota Himpunan pengusaha muda di hotel Leon jalan pahlawan, ya!" ujar Naya mengingatkan karena dia sangat tau jika suaminya pelupa. "Adek ikut juga ya." ajakku. "Kalau Adek ikut, bagaimana dengan Daffa? Dia sudah terlalu sering kita tinggal, Mas. Anak itu jadi kurang kasih sayang dari orang tuanya. Takutnya dia tidak dekat sama kita. Malah lebih nurut kepada orang lain daripada orang tuaya sendiri." Alasan Naya ada benarnya juga. "Bukan gitu, Dek. Mas ingin mengenali istri kepada sesama pengusaha muda, Nay? Mereka gak ada yang kenal Adek katanya." "Adek rasa tidak perlu juga adek terlalu dikenali sama kawan Mas. Nanti mereka kepincut pula," seloroh Naya sambil berlalu dan aku hanya bisa tersenyum - senyum sendiri melihat tingkah istriku. "Dek, besok ikut aja ya?" Aku memohon pada Naya untuk tetap menemaniku pada acara temu ramah yang diadakan dihotel menjelang pergantian tahun. Acara puncak d

DMCA.com Protection Status