Azzar menghela napas dalam. Apa yang sebenarnya diharapkan? Wyatt bukan tipe orang yang akan tiba-tiba berubah dan berhenti untuk balas dendam. Ia bahkan telah menceraikan Yulia supaya bisa membalas dendam dengan bebas. Namun, setitik harapan di dalam hati Azzar bersinar. Tidak ada salahnya mencoba begitu kata otaknya pada Azzar.“Dia tidak ada di kantor! Sekarang dia menjadi asisten Esme, mengantikan aku!”“Oh, begitu?” Wajah tegang Yulia yang sejak tadi dilihat Azzar sedikit menghilang.Tampaknya wanita yang tengah hamil ini bersyulur karena tak harus bertemu dengan Wyatt di kantor. Atau ia bersyukur karena tidak harus bertemu dengan pria itu saat ini.“Apa kamu mau ke rumah Esme sekarang?” tanya Azzar.Apapun yang ada di dalam kepala Yulia, ia harus sedikit berbasa-basi menawarkan bantuan. Etah pada akhirnya apakah Yulia akan menolak ataukan dengan senang hati menerimanya.“Ya!” jawab Yulia.“Kalau begitu kamu bisa ikut denganku! Aku juga tinggal di pavilliun di kediaman Pak Domini
Sehabis menemui Wyatt, Yulia menyempatkan diri untuk menemui Esme. Bagaimana pun ia mengenal wanita yang kini menjadi istri bos mantan suaminya. Wanita yang tengah hamil besar itu menangis melihat Yulia.“Kamu tahu kalau aku rindu sekali? Si brengsek itu sama sekali tidak mau mendengarkan kata-kataku!” kata Esme. Ia menarik tisu yang ada di tengah meja dan menyeka air matanya dengan itu. Kemudian ia tampak berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis lagi. “Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu. Ada gosip yang beredar di kantor tentang anakku dan Dominic. Itu membuat Dominic marah besar! Ah, bagaimana kabarmu? Kenapa kamu kemari? Apa untuk mencakar wajah Wyatt?”Pertanyaan yang keluar dari mulut Esme beruntun bagaikan petasan. Membuat perasaan Yulia menjadi sedikit senang. Ternyata masih ada yang mengkhawatirkannya dengan tulus.“Aku mau menemuimu dan juga Wyatt. Yah, aku berharap bisa melakukan tindakan kasar padanya. Tapi, badannya besar sekali. Baru saja aku berdiri, nyalik
“Selamat Tuan, itu bayi laki-laki!”Wyatt berhenti di depan pintu darurat yang telah tertutup di belakang. Lift menuju lantai ini penuh oleh pengunjung hingga Wyatt memilih mencapai kamar yang akan digunakan oleh Esme dan bayinya menggunakan tangga.Di depan ruangan VVIP berdiri Dominic dengan wajah cemas. Wajah pria itu menjadi pias karena gembira setelah mendengar tentang anak yang baru saja dilahirkan oleh istrinya.Wyatt bukan orang yang jahat. Ada rasa senang yang singgah di hatinya ketika mendengar bahwa ibu dan anaknya selamat dan sehat saat ini. Perasaan senang yang kemudian dengan cepat disesalinya. Ia merasa sudah mengkhianati orang yang dicintainya saat ini. Kenapa ia harus bahagia dengan kebahagian orang yang sudah menghancurkan Anna.Perawat itu menyalami Dominic beberapa kali sebelum kemudian meninggalkan ayah baru tersebut untuk kembali ke ruang steril di dekat ruang operasi. Bayi dan ibunya masih berada di sana seharian ini. Setelah yakin kalau tidak ada orang lain di
“Jadi, siapa nama untuk bayi kita, Dom?”Perasaan aneh yang merayap datang ke dalam hati Esme saat dilihatnya Dominic terpana memandang bayi mereka. Andai saja yang terpancar di mata itu adalah cinta, tentu saja Esme akan sangat gembira. Ia akan merasa terharu, mungkin juga menangis. Tetapi, tatapan Dominic tidak bisa dideskripsikan sebagai cinta. Bagaimana pun Esme merenunginya.“Ah, ya, nama ya?” kata Dom.Seolah ia tak ada di sini saat ini dan mendengarkan pertanyaan Esme dari telepon dengan jaringan yang buruk. Esme menyuruh dirinya sendiri untuk sabar dan kemudian mengangguk pelan.“Ya, kamu sudah memikirkannya kan? Beberapa nama untuk anak laki-laki dan beberapa untuk anak perempuan. Karena awalnya kita tidak tahu jenis kelamin bayi ini!” Esme menjelaskan. “Jadi, nama bayi kita?”Dominic diam lagi, masih dengan bayi yang mengeliat sesekali karena tak nyaman di tangannya. “Aku tidak menyiapkannya!”Bohong! Esme yakin soal ini. Sebab di ruang kerja suaminya ia melihat buku kumpula
Aneh! Sikap Dominic tiba-tiba berubah kembali. Padahal sebelumnya ia bertindak seperti biasa, sama halnya seperti saat pria itu belum menikah. Azzar tahu kalau sudah terjaddi sesuatu antara Dominic dan Esme, tetapi tidak segampang itu bertanya pada orang yang tampaknya sangat marah ada semua hal saat ini.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Dominic tiba-tiba.Azzar tidak mengerti maksud pertanyaannya. Ia berpikir keras untuk memberikan jawaban seperti yang diinginkan oleh Dominic. Salah menjawab juga akan membuat masalah untuk dirinya.“Apa saya sudah melupakan sesuatu, Tuan?” tanya Azzar pada majikannya yang mulai temperamental tersebut.Dominic menoleh, matanya memerah sedikit saat menatap diri Azzar. “Pergi ke dalam dan temani Esme!”Ah, seolah tahu apa yang sudah terjadi di antara kedua majikannya, Azzar mendesah di dalam kepalanya sendiri, tidak paham bagaimana harus bersikap sekarang ini. Ia ingin melarikan diri, tetapi tidak bisa melakukannya. Apapun yang dilakukannya saat ini ha
Wyatt sama sekali tidak menghitungnya seperti halnya Ellen. Ia ingat kematian Anna, tetapi alam bawah sadarnya menolak untuk menghitung waktu yang berlalu sejak saat ini. Memang apa yang akan terjadi jika ia menghitungnya? Anna tetap tidak akan bangkit dari kubur hanya karena Wyatt mengingat tanggal kematian wanita yang dicintainya terus menerus.“Kenapa kamu diam saja?” Ellen mengoyang tangan Wyatt seperti anak kecil.Hingga Wyatt memutuskan sudah saatnya menghentikan lamunannya dan kembali memberikan perhatian pada Ellen. Ia tersenyum dan menuntun Ellen kembali ke rumahnya. “Anna belum melahirkan, BNyonya. Kalau sudah dia akan datang dan kemudian memberitahu Anda nama anaknya!” katanya memberikan pengertian.Wajah Ellen tampak cemberut. Tetapi, ia jelas memahami bahwa yang dikatakan Wyatt benar.“Kamu akan mengajakku ke rumah sakit kalau Anna melahirkan, bukan?” tanya Ellen kembali.Rumah sakit? Ia bahkan tidak di mana pintu menuju surga saat ini. Andai saja Wyatt tahu, maka ia akan
Tiba-tiba saja Esme jadi menyadari perbedaan sikap papa dan mamanya. Mereka menyayangi Esme, tentu saja karena ia adalah anak kandung. Tetapi, kasih sayang keduanya kepada Dominic disertai sebuah harapan. Walau pun Esme adalah anak kandung, tetapi keinginan Dominic selalu menjadi acuan kebahagiaannya. Kenapa selama ini Esme tidak menyadarinya?“Bagaimana kalau anak yang aku lahirkan adalah perempuan, Ma?’ tanya Esme, pelan sekali. Sampai-sampai ia berharap mamanya tidak mendengar.Hanya saja wanita yang melahirkan Esme itu menoleh. “Kamu harus punya anak laki-laki paling tidak satu. Memangnya kamu pikir pada siapa semua kekayaan Dominic akan diwariskan? Bagaimana dengan semua aset kita juga? Aku tidak rela itu dihamburkan pada menantu dari anak perempuan yang mungkin saja dari kalangan bawah!” Mamanya tanpa banyak berpikir memberi jawaban.Ia lekas tertawa mendengarnya. Ia melirik Dominic dan papanya yang tampak sangat bahagia dengan bayinya di dalam gendongan. Apakah pikiran kedua or
Pukul 16.00 WIB. Mobil yang dikemudikan Azzar sampai di halaman rumah tuannya. Ia tak segera turun dan merenggangkan badan terlebih dahulu di atas mobil. Setelah itu diayun-ayunkan tangan kirinya sambil keluar mobil.“Kenapa ada begitu banyak dokumen yang masuk saat Pak Dominic malah tidak ada di kantor?” gumamnya pelan.Dokumen itu masuk bak air bah dari pegumungan yang turun ke Jakarta di musim penghujan. Ia kesusahan untuk memilah dan ngeri melihat tumpukan dokumen di atas meja kerja Dominic. Ia menjadi takut kalau majikannya itu kemungkinan akan sakit tipes saat masuk kantor nanti.Mobil orang tua istri majikannya masih ada di halaman, terparkir dengan baik tak jauh dari kendaraannya. Halaman itu terlalu luas hingga Azzar sama sekali tidak perlu khawatir bagaimana kedua orang tua Esme mundur dan keluar dari halaman.Sesampainya di paviliun nanti, Azzar akan mandi dan tidur sebentar sebelum salat magrib. Setelah itu ia akan membaca sebuah b
“Pak, Ibu membenciku, kan?”Azzar benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Ia tahu kalau Esme menyayangi putranya. Ia juga tahu kalau bagi Esme William adalah dunianya sekarang. Tetapi, ada begitu banyak alasan yang membuatnya tidak menjawab.“Kenapa Pak Azzar diam saja?” tanya William.“Anda harus makan sekarang Tuan! Kalau Anda sehat, kita akan pergi menemui ibu Anda!”***Orang-orang itu hanya menginginkan kekuasaan saja. Setelah Dominic meninggal, Esme didatangi oleh banyak sekali pria yang menyampaikan duka cita padanya. Ia bahkan tidak kenal dengan salah seorang pun dari tamu-tamu tersebut. Ia muak harus bertemu dengan mereka semua.“Mereka sama persis seperti hyena, Wyatt!” kata Esme.“yah, seperti itulah! Bagaimana pun Anda adalah janda kaya yang kesepian sekarang. Jadi mereka datang untuk menghibur dan mendaftarkan diri sebagai kandidat wali untuk Tuan Muda juga!”Dahi Esme berkerut mendengarnya. Dan untuk pertama kalinya setelah kehilangan waktu untuk tersenyum karena kese
“Ayah mana?”Sudah setahun Dominic meninggal karena kecelakaan. Tetapi, setiap kali melihat foto pria tersebut di tengah ruangan William akan bertanya tentang ayahnya. Hingga Esme merasa kalau Dominic masih ada di sini, begitu sehat untuk berkeliaran di sekeliling rumah. Hanya saja tidak terlihat di mata Esme.“Ayah tidak ada di sini!” Suara Esme tercekat saat mengatakannya. Rasanya dada Esme direngut keluar dengan sekuat tenaga. Menyakitkan, tetapi anehnya ia masih saja tetap hidup setelah semua kekerasan yang ditujukan padanya.“Kenapa Ayah tidak ada di sini?” tanya William lagi.Usianya empat tahun lebih sekarang. Sebentar lagi William akan dimasukan ke taman kanak-kanak. Dengan begitu intensitasnya berada di sekitar Esme berkurang. Mungkin dengan begitu William tidak akan terus-terusamn bertanya tentang ayahnya yang bahkan tidak dilihat Esme pemakamannya.“Will ... tolong ke sini sebentar!” Suara Wyatt membuat anak laki-;laki Dominic itu cemberut.Ia menghentakan kaki sebanyak dua
“Mil, ini bisa saja hanya karena cahaya. Kita tidak bisa langsung ke sana dan mendobrak Arul!”Alan mencoba untuk memberi pngertian pada istri dan juga mamanya. Akan tetapi, tampaknya sama sekali tidak berhasil. Kedua wanita ... ralat, ketiga wanita yang ada di sana, sang mama, istrinya dan Delilah tampaknya tidak dengar apa yang baru saja Alan katakan.Alan hanya bisa menghela napas dan kemudian mengelengkan kepalanya lembah. Saat akan minta bantuan pada papanya yang juga ada di ruangan itu dan lebih sibuk dengan Arion, Alan tahu kalau tidak ada yang bisa menghentikan ketiga orang tersebut dengan alasan biasa-biasa saja.Otak Alan berpikir keras untuk bisa menemukannya. “Kalau kita melakukan kesalahan dengan datang ke sana dan menuduh, kemungkinan kita akan dilarang untuk bertemu dengan Nazril!”Keheningan mencekam ruangan seketika. Rencana separatis yang disusun mamanya mengambang di udara, senyap. Lalu para wanita yang penuh semangat tadi duduk dengan manis di kursi sofa masing-mas
“Ah, aku kecewa sekali!” Suami Yulia mengeluh untuk kesekian kali. Ia memegang erat-erat setir mobil dan wajah cemberutnya mampu membuat orang yang menangis tertawa terbahak-bahak.Putri mereka Amanda telah tertidur setelah menganggu ayahnya dengan pertanyaan seperti jalan apakah ini, atau siapa orang yang hidungnya bengkok itu? Selama setengah perjalanan.“Hei ... ini kan hari refreshingku! Kan kamu sendiri yang bilang kalau aku boleh memilih tempat yang ingin kutuju hari ini. Ya, kan?” tanya Yulia sambil mengedip.Suaminya masih saja cemberut. “Ya, aku memang mengatakan yang seperti itu sih! Tapi aku sama sekali tidak yakin kalau mengatakan itu perjalanan ke rumah temanmu. Siapa namanya? Esme? Mantan suamimu juga bekerja di sana, kan?” tanya suami Yulia dengan nada tidak senang.Yulia menjulurkan tangannya untuk menyentuh punggung tangan sang suami yang saat ini di atas setir mobil. Ia menepuknya beberapa kali untuk bisa mendapatkan perhatian.“Aku akan memberitahumu sekali lagi. Ba
Tangan wanita itu merangkul leher suaminya. Lipstik yang mewarnai bibir merah wanita itu sama sekali tidak cantik lagi. Seolah sesuatu telah menghapusnya dengan cepat, membuat wanita itu kewalahan untuk sekedar mempertahankan warna di bibirnya.“Esme?” Pria yang dipeluk oleh wanita itu terkejut, malahan melebih perasaan Esme yang menyaksikan.Mendengar namanya disebut, Esme hanya tertawa kecil. Ia merasa kalau kejadiannya akan lebih seru seandainya ia terlambat datang sedikit lagi. Ia membiarkan William pergi memeluk kaki ayahnya dan berbalik pergi.Begitu tak dapat lagi melihat wajah Dominic, Esme merasakan perih di dadanya tiba-tiba. Ia berhenti berjalan dan menunduk lebih dalam. Kenapa rasanya ia seperti sendirian sekarang ini.“Nyonya, Anda baik-baik saja, kan?”Esme mengangkat kepalanya, terpana selama beberapa saat dan kemudian berdiri dengan tiba-tiba. Ia lekas memeluk pria yang menunduk bertanya itu. Lalu menangis layaknya anak kecil yang dijahati oleh semua orang.Rasanya leb
“Nyonya, Tuan menolak menerima makanan yang Anda kirimkan lagi!” Pelayan yang diutus oleh Esme ke kantor Dominic kembali membawa rantang yang sama sekali tidak disentuh sedikit pun.William yang mendengar suara seseorang mendekat berhenti dan menaruh perhatian pada ibunya beberapa saat sebelum kemudian sibuk dengan permainannya kembali.“Jam berapa Pak Azzar biasanya kembali ke pavilliun?” tanya Esme.“Sekitar jam 7 malam, Nyonya! Apa saya perlu menghubungi beliau untuk menemui Nyonya saat pulang?” tanya si pelayan. Ia lebih gelisah dibandingkan biasanya.“Tidak! Tolong panggilkan Pak Wyatt kemari. Ada yang mau aku katakan padanya!”Si pelayan pergi dengan rantang yang belum disentuh Dominic. Esme hanya memandanginya sampai menghilang dan membelai kepala putranya saat anak itu mendekat dengan langkah lambat.Sudah hampir tiga bulan Dominic tidak berada di rumah. Langkah kaki William yang awalnya ragu-ragu sudah menjadi sangat mantap. Kalau dibiarkan terus maka anaknya keburu pandai be
William menangis tiba-tiba malam tadi. Padahal William adalah anak paling tenang yang diketahui oleh semua orang. Ia tidak menjerit saat jatuh sendiri dan suka bertualang di kebun mawar tempat Esme minum teh.“Mungkin karena Nyonya gelisah, makanya Tuan Muda jadi tidak tenang!” Pengasuh yang didatangkan dari rumah kedua orang tuanya berpendapat seperti itu.Pikiran Esme memang tidak tenang. Sejak sore tadi ia merasa sudah mengatakan sesuatu yang salah. Apalagi Wyatt yang seharusnya belum pulang, tiba-tiba saja minta izin untuk keperluan mendadak.Jika saja ada Yulia di rumah, maka esme pasti akan percaya. Namun, wanita yang mencintai Wyatt itu tidak ada di rumah asistennya itu sekarang. Mereka telah bercerai.“Mungkin kamu benar!” katanya pasrah. “Bagaimana aku menenangkan diri?” tanya Esme bingung.Biasanya ia akan menanyakan hal ini pada Wyatt. Asistennya itu selalu tahu apa-apa yang diinginkan Esme bahkan sebelum bicara. Seolah Wyatt membaca pikirannya yang tidak dipahami sendiri.
“Bagaimana aku bahagia kalau kamu tidak ada di sini?” bisik Wyatt pelan.Wyatt lekas tersadar kalau bukan hanya dirinya saja yang ada di ruangan ini saat ini. Begitu sadar ia langsung memeluk nampan dan tersenyum seolah tidak ada hal yang buruk yang pernah terjadi padanya.“Kamu bilang apa?”Wyatt tetap tersenyum dan tanpa mengatakan apa-apa ia pergi. Begitu ia melewati pintu ruangan tempat Esme duduk dan minum teh, Wyatt berlari sekuat tenaga. Dengan napas yang terengah-engah ia meletakan nampan yang tadi didekap. Para tukang masak yang tengah istirahat memandangnya dengan terheran-heran.“Ada masalah, Wyatt?”Dengan tubuh gemetar, Wyatt menutup mulutnya. Ia penasaran dengan seperti apa tampangnya sekarang. Pasti tidak bisa baik-baik saja.“Wyatt!” Tukang masak yang paling tua menghampiri dirinya. Disentuhnya bahu Wyatt perlahan. “Apa kamu benar baik-baik saja? Kamu tampak terguncang!”Wyatt menelan ludah. Ia tidak akan bisa bertemu dengan Esme saat ini. Ia tidak akan bisa bersikap n
“Bagaimana kamu ada di sini?” tanya Dominic.Hampir seminggu ia tak mengunjungi rumah utama. Ia lebih nyaman berada di rumah yang dibelinya secara rahasia. Dan mengatasi masalah dari sana. Kepalanya terasa damai karena tidak perlu melihat Esme untuk sementara. Walau hatinya masih tetap panas setiap kali pergi ke kantor dan kemudian bertemu dengan Azzar. Rasanya ia ingin mendepak pria itu secepat kilat dari kehidupan, hanya saja belum mendapatkan alasan yang tepat.Lalu sore ini ia melihat seseorang duduk berjongkok di depan rumah pribadinya yang disembunyikan> Rumah yang terlarang untuk dimasuki Esme dan Azzar kini. Ia pikir mungkin itu adalah gelandangan yang tersesat, tetapi menyadari dengan cepat saat membuka jendela mobil kalau yang datang adalah si sekretaris yang dimanfaatkan untuk membuat Esme marah besar seminggu lalu.Dominic tidak turun dari mobil. Hanya jendela kaca mobilnya saja yang sengaja dibuka. Ia menatap si sekretaris dari atas sampai bawah, kelihatannya ia baru saja