Tiba-tiba saja Esme jadi menyadari perbedaan sikap papa dan mamanya. Mereka menyayangi Esme, tentu saja karena ia adalah anak kandung. Tetapi, kasih sayang keduanya kepada Dominic disertai sebuah harapan. Walau pun Esme adalah anak kandung, tetapi keinginan Dominic selalu menjadi acuan kebahagiaannya. Kenapa selama ini Esme tidak menyadarinya?“Bagaimana kalau anak yang aku lahirkan adalah perempuan, Ma?’ tanya Esme, pelan sekali. Sampai-sampai ia berharap mamanya tidak mendengar.Hanya saja wanita yang melahirkan Esme itu menoleh. “Kamu harus punya anak laki-laki paling tidak satu. Memangnya kamu pikir pada siapa semua kekayaan Dominic akan diwariskan? Bagaimana dengan semua aset kita juga? Aku tidak rela itu dihamburkan pada menantu dari anak perempuan yang mungkin saja dari kalangan bawah!” Mamanya tanpa banyak berpikir memberi jawaban.Ia lekas tertawa mendengarnya. Ia melirik Dominic dan papanya yang tampak sangat bahagia dengan bayinya di dalam gendongan. Apakah pikiran kedua or
Pukul 16.00 WIB. Mobil yang dikemudikan Azzar sampai di halaman rumah tuannya. Ia tak segera turun dan merenggangkan badan terlebih dahulu di atas mobil. Setelah itu diayun-ayunkan tangan kirinya sambil keluar mobil.“Kenapa ada begitu banyak dokumen yang masuk saat Pak Dominic malah tidak ada di kantor?” gumamnya pelan.Dokumen itu masuk bak air bah dari pegumungan yang turun ke Jakarta di musim penghujan. Ia kesusahan untuk memilah dan ngeri melihat tumpukan dokumen di atas meja kerja Dominic. Ia menjadi takut kalau majikannya itu kemungkinan akan sakit tipes saat masuk kantor nanti.Mobil orang tua istri majikannya masih ada di halaman, terparkir dengan baik tak jauh dari kendaraannya. Halaman itu terlalu luas hingga Azzar sama sekali tidak perlu khawatir bagaimana kedua orang tua Esme mundur dan keluar dari halaman.Sesampainya di paviliun nanti, Azzar akan mandi dan tidur sebentar sebelum salat magrib. Setelah itu ia akan membaca sebuah b
Bukankah Dominic berubah? Bagaimana pun Esme memikirkannya, ia tak kenal lagi dengan pria yang begitu lembut dan penuh pengertian ketika awal mengenalnya. Dengan pria yang menjalin hubungan romantis dengannya.Ia ingin bertanya pada seseorang, tetapi yakin kalau satu-satunya wanita yang ingin ditanyai hanya akan menganggap kalau Esme kekanak-kanakan. Jika ia mencoba menghubungi Yulia, wanita yang sedang hamil muda itu juga pasti akan tertekan. Ia pernah hamil. Pernah merasakan bagaimana sulitnya dibulan-bulan pertama.“Kalau begitu aku hanya akan diam saja dan melihat! Aku tahu kalau yang terjadi saat ini sama sekali tidak bisa dihentikan.”“Kenapa Anda bergumam seperti itu, Nyonya?”Esme dikagetkan dengan pertanyaan. Ia menoleh dengan cepat dan menemukan Wyatt berdiri di ambang pintu ruang tengah. Di tangannya ada setumpuk buku. Pelayan lainnya membawa minuman dan camilan yang bisa diminum oleh ibu menyusui.“Bukan apa-apa! Letakan bukunya di sana!” suruh Esme lekas.Tidak ada yang m
Sore itu setelah mendengar kabar dari Esme pekara Dominic yang tampak dengan sekretaris barunya, Esme menelepon sang mama. Waktu kecil dulu ia diasuh seorang wanita tua hingga berusia 10 tahun. Tak ada salahnya kalau ia melakukan hal yang sama seperti orang tuanya dulu. Kebanyakan anak-anak dari keluarga kaya memang selalu seperti itu.“Anaknya Bibi yang itu bisa kok ngasuh Will. Mama akan suruh dia datang ke rumahmu! Memang ada masalah apa? Kemarin waktu Mama sarankan kan kamu menolak!”Ia tak bisa mengatakan kepada mamanya kalau Dominic mulai main gila dengan seorang sekretaris. Saat mendengar kabar seperti ini orang tua perempuannya itu pasti hanya akan tertawa keras saja.“Nggak apa! Kayaknya bakal lebih gampang mengurusnya!” kata Esme beralasan.“Bukan kayaknya lagi, emang lebih gampang! Kamu juga bisa merawat dirimu setelah ini. Bagaimana pun kalian berdua masih muda. Akan masalah kalau Dom malah melirik wanita diluar.
Keinginan itu muncul lagi. Padahal sudah susah payah Azzar menahannya. Ia selalu berkata kalau yang dirasakannya tidak patut. Ia berkata apapun yang telah terjadi sudah seharusnya. Ia terus berkata dan mengulang di dalam kepalanya kalau Esme akan bahagia bersama tuannya, Dominic. Namun, hal yang dilihatnya sekarang jelas jauh sekali dari harapannya. Ia yakin kalau hanya sedikit saja ada kebahagian. Selebihnya berisi banyak kekhawatiran dan tuduhan.“Apa yang bisa kulakukan?” tanya Azzar pelan.Ia jelas tidak bisa menonjok wajah Dominic dan berkata akan merebut Esme. Ia sadar diri. Ia tahu betul kalau perasaan Esme padanya tidak sekuat itu. Bencana yang akan mengiringi mereka jika melakukan hal itu juga diketahuinya.Ia berdiri kembali di jendela tempat bisa melihat Esme di taman duduk sendirian. Ia masih bisa melihat Dominic berdiri di sana, mengacung-acungkan jarinya ke suatu tempat untuk tujuan yang tidak diketahuinya.“Ini pasti gara-gara Wyatt lagi!” gumamnya menenangkan hati.Nam
Sakit! Perih!Esme tidak tidak tahu apa yang mempengaruhi Dominic saat ini. Perlakuannya kasar. Ia bahkan tidak mempedulikan Esme yang menangis dan memohon untuk berhenti. Hingga hubungan seks ini terasa begitu menjijikan dan membuatnya mual.Tubuh Dominic menegang di atasnya, mencapai puncak tanpa sempat bertanya pada Esme apakah sama seperti pria itu atau tidak. Setelah itu Dominic berguling dan duduk di tepi ranjang. Masih tidak bertanya pada Esme apakah ia puas atau tidak.Pria yang menjadi suaminya hampis satu setengah tahun tersebut memumungut pakaiannya dan memakainya, kemudian berdiri diam di sebelah Esme.Ia sendiri masih belum bergerak sedikit pun. Ia memiliki dorongan kuat untuk menangis. Hanya saja menangis dengan Dominic ada di sampingnya terasa begitu mewah untuk pria tersebut. Maka ia memutuskan untuk diam, tidak bergerak, dan hanya bernapas seperlunya saja. Ia menikmati rasa sakit, perih, dan menjijikan yang tertinggal padanya.
Ada Azzar di sana, di taman tempat Esme sedang duduk. Memang tidak kelihatan seperti orang yang tengah melakukan pembicaraan romantis. Wajah Azzar tampak sangat serius, begitu juga dengan Esme.Sekarang apa yang harus dilakukan oleh Wyatt sekarang. Nampan berisi teko teh dan cangkir dipegangnya erat-erat. Ia masih belum bisa membuat dirinya terjun dengan kekuatan penuh. Hanya Azzar di sini yang curiga padanya. Dominic sama sekali tidak berpikir kalau Wyatt sedang berusaha mengadu domba. Dan Esme sendiri, walau sedikit curiga, tetapi mengabaikan alaram dari dirinya sendiri.Kalau Wyatt sampai ke sana bisa saja Azzar akan pergi. Tidak! Azzar pasti akan meninggalkan tempat itu segera. Tidak peduli dengan apapun lagi. Ia benar-benar masih mau membersamai Esme dan Dominic sampai akhir.“Bodoh! Padahal kamu boleh egois!” kata Wyatt sambil tertawa kecil.Tetapi, teh yang diminta Esme padanya akan segera dingin. Semakin lama tidak muncul, maka besar kemungkinan Esme akan semakin curiga padany
Sudah setahun. Ketegangan yang dirasakannya di dalam kediaman Dominic sudah selama itu. Tidak ada kasus yang benar-benar terpecahkan. Tidak ada kesalahpahaman yang tiba-tiba saja menghilang begitu saja. Tidak ada yang berhasil menyelesaikan semuanya dengan baik. Sebab Wyatt memang menguasahakannya seperti itu.Setiap kali pulang bekerja, ia merasa sangat senang. Rasanya seperti setiap harinya hal yang diperjuangkan sebentar lagi akan terlaksana. Rasanya manis kemenangan dari balas dendam yang akan memakan banyak korban ada di mulutnya. Ia senang sampai-sampai bersenandung sambil mencengkeram setang motornya erat-erat.Kondisi Elen menjadi buruk dan baik setiap kali ada di kediamannya. Sehingga sudah sejak lama ia memindahkan wanita yang adalah ibu dari Anna ke tempat lain. Di sana Elen akan dirawat lebih baik. Rumah Elen telah dijual dan uangnya disimpan di dalam deposito. Memastikan kalau-kalau terjadi sesuatu yang begitu mendesak, bank akan mengurus Elen menggunakan uang itu dan asu