“Bagaimana dengan bunga tambahan yang dipesan kemarin? Apa sudah datang dan dipasang?” teriak salah satu pekerja yang mengawasi pernikahan yang akan dilaksanakan pukul dua siang ini.“SUDAH!” teriak lebih keras pekerja lain.Pertanyaan lain menyusul soal katering yang belum juga datang sampai saat ini. Beberapa pekerja kemudian berlari masuk ke dalam rumah besar tempat Esme mengintip dari jendela kamarnya sendiri. Kepanikan yang terjadi di luar sana membuatnya tidak nyaman. Perasaan Esme menjadi tidak menentu sekarang.“Kamu akan bertanya lagi apakah semuanya baik-baik saja?”Padahal Esme baru saja berbalik ke belakang, menatap Yulia yang secara khusus diundang dan kemudian di tempatkan di kamarnya. Wanita yang sudah menikah hampir enam bulan itu tetap duduk di dalam kamar saat Eme dirias.“Bagaimana caramu menebak apa yang mau aku tanyakan?” Esme bergerak kepayahan karena gaun pengantin yang dipakai. Pakaian itu tak disangkanya menjadi cukup berat setelah ditambahi di sana sini denga
“Bukankah Esme terlihat sangat cantik?” tanya Yulia saat ia telah duduk di samping Wyatt setelah Esme dan mamanya berjalan menuju ke meja tempat Dominic dan ayah Esme menunggu.“Tentu saja, mereka mengucurkan banyak uang untuk membuatnya tampil seperti itu.” Wyatt benar-benar tidak tertarik tampak seperti apa Esme sekarang. Atau bagaimana proses pernikahan itu berjalan. Ia hanya ingin mengucapkan selamat dan pulang. Tidak mau beramah tamah pada orang-orang yang bahkan tidak menggulurkan tangan untuk Anna.Didengarnya Yulia bernapas kasar. Marah atas sesuatu yang tidak disadari dilakukan oleh Wyatt. Ia hanya memiringkan kepala, menatap Yulia yang balas mempelototinya. “Tidak bisakah kamu bersikap selayaknya teman?” tanya Yulia pada Wyatt.“Teman? Kamu bercanda, kan? Aku harus memperlakukan kedua orang itu seperti teman?” Ia terbelalak. Seolah mendengar Yulia berkata kalau langit akan runtuh sore ini. Atau kakeknya, Albert akan bangkit dari kubur kalau ia tak mengosok giginya dengan ben
Pandangan mata wanita itu kosong melihat ke satu titik di mana tidak ada yang dicari di sana. Wyatt berdiri tak jauh dari wanita tua dengan pakaian lusuh dan rambut acak-acakan itu. Di depannya seorang pria klimis berusia sekitar 40 tahun berdiri, memandang ke arah yang sama.“Jadi, keadaannya sudah lebih tenang dibandingkan saat pertama kali masuk, kan Dokter?” tanya Wyatt.“Beberapa kali dia masih mencoba untuk melarikan diri. Tetapi, belakangan dia sudah tidak melakukannya.” Dokter menatap sebentar lagi kemudian menaruh perhatiannya pada Wyatt. “Saya harap secepatnya beliau bisa menerima kenyataan!”“Menerima kenyataan, ya?” Wyatt bergumam.Dokter yang ditemui pergi. Katanya akan menyediakan semua berkas untuk membawa pulang ibunya Anna. Kini Wyatt merjalan mendekati wanita tua itu. Rambutnya baru saja selesai di sisir. Di pangkuannya ada boneka cantik yang didapatkan dari salah satu suster.“Apa Nyonya menyukai tempat ini?” tanya Wyatt langsung.Eren, ibunya Anna mengangkat kepala
“Aku bisa mendengar keluhanmu di depan!” Dominic menyeringai pada Wyatt.Pria itu tampak senang sekali karena akhirnya Wyatt yang katanya pulang untuk makan siang kembali ke kantor dan mengurus pekerjaannya lagi. Semuanya tidak sesuai dengan keinginan Dominic saat asisten yang dibencinya itu tidak ada.“Anda terlalu keras pada mereka!” kata Wyatt. “Dan kenapa Anda tidak memperbolehkan saya untuk keluar makan siang di rumah!” Wyatt tampak kesal, sama sekali tidak menyembunyikan kekesalannya itu.Hal yang seperti ini malah tidak menganggu Dominic sama sekali. ia merasa bisa bersikap tanpa perlu menyembunyikan sesuatu, seperti kemarahan, ketidak sukaannya kepada pria itu, juga penghargaan setiap kali Wyatt berhasil menebak apa yang diinginkan.“Kenapa kamu pergi makan siang bersama istrimu, sementara aku hanya menerima makanan kotak di kantor?”“Anda cemburu pada keromantisan saya? Kalau begitu sudah istri Anda belajar memasak juga!” Wyatt meletakan beberapa berkas yang telah dikebutya u
Azzar meletakan kopi yang baru saja di buat di atas tempat duduk. Ia akan selesai sebentar lagi, kemudian pergi tidur. Ia sudah tidak menghubungi siapapun sejak beberapa bulan lalu. Ia mengirimkan hadiah untuk pernikahan Esme tepat waktu. Itu bukan hadiah yang mewah, tetapi Azzar yakin kalau wanita itu bisa memakainya kapan pun. “Aku selalu merasa aneh padamu, Azzar.” Teman sekamar Azzar di mess muncul dengan gelas kopi yang lebih besar dibandingkan miliknya sendiri. Ia berhenti di dekat meja tempat Azzar duduk. Lalu kemudian ia menarik kursi dan duduk di sana supaya bisa melihat wajah Azzar. “Apa yang aneh denganku?” tanya Azzar datar. Ia sepertinya tidak ingin mengobrol, tetapi juga tidak bisa mengusir. “Saat semua orang berlomba-lomba menghabiskan gajinya untuk membeli banyak barang yang tidak diperlukan, kamu tetap di sini tetap diam saja!” Teman Azzar itu kembali beralasan. “Memang apa yang harus aku beli?” tanya Azzar kembali. Teman sekamar itu kembali berpikir sebentar. Ia
Esme terbangun di tengah malam. Perutnya sakit sekali. Seolah-olah yang berada di dalam sana mendesak keluar. Ia menahan diri, berpikir kalau ini hanya karena kelelahan saja setelah hubungan intim mereka. Tetapi, rasa sakit itu tidak juga berakhir sehingga ia memutuskan untuk membangunkan Dominic.“Dominic! Dom!” teriaknya sambil menarik-narik bahu pria itu.Dominic mengeliat, kemudian mengerjapkan mata. Ia baru saja tidur. “Apa?” tanyanya dengan malas.“Perutku sakit! Sakit sekali!” Esme mulai menangis. Ia bahkan tidak sanggup untuk duduk dengan benar.Dominic yang mendengar kalau Esme kesakitan melonjak bangun dari ranjang. Ia kemudian menarik sang istri untuk duduk di kepala ranjang, menambahkan beberapa bantal supaya punggung Esme merasa sangat nyaman.“Sebelah mana yang sakit?” tanya pria itu kepada istrinya yang terus-terusan mengernyit.Esme bergerak sedikit kemudian menyentuh perutnya yang membesar. “Gimana ini Dom. Sakit sekali,” katanya sambil mulai terisak.Dominic tidak ta
“Astaga, Azzar! Benar Azzar, kan?” Wanita itu berlari dari teras begitu melihat sebuah taksi berhenti di halaman dan dari dalam taksi keluar Azzar.Azzar baru saja turun dan menunggu kopernya diturunkan. Ia menoleh begitu mendengar seruan dan berniat melarikan diri. Sesaat ia bertanya-tanya kenapa wanita ini ada di sini, tetapi kemudian ia ingat kalau wanita yang memanggilnya dengan gembira itu adalah majikan keduanya saat ini.“Saya senang bertemu dengan Anda, Nyonya!”Langkah kaki wanita itu berhenti seketika. Ia menjaga jarak beberapa langkah dari Azzar kini.Taksi yang mengantar Azzar menutup jok belakang tempat keluar kopernya keras-keras. Suaranya membuat kaget wanita itu dan Azzar jadi berpikir untuk menegurnya. Tetapi, sopir itu bahkan tidak menaruh perhatian kepadanya lagi setelah menerima ongkos. Mesin mobil taksi yang sepertinya sudah tua itu menderu pergi dengan berisik, meninggalkan kepulan asap berbau bensin.“Aku tidak mendengar kalau kamu akan kembali!” Wanita itu mend
Dari sikap yang tunjukkan Azzar pada Esme, gadis itu tahu kalau semuanya tidak bisa menjadi sama lagi. Walau ada di sini, Azzar tidak akan bersikap layaknya seperti dulu. Azzar menempatkan dirinya sebagai pelayan dan Esme adalah majikan yang dilayani.Esme memejamkan mata. Ia bersenandung kecil mengusap perutnya. Sesekali ia berhenti mengingat nada lagu yang akan kembali didendangkan. “Kalau begitu dia seharusnya tak kembali saja!” Esme menutup mulutnya seketika saat sadar apa yang baru saja dikatakan. Ia baru saja mensyukuri kepergian Azzar yang awalnya dirasa tak adil.Ia menghela napas dalam, memutuskan untuk merebahkan diri di atas ranjang. Mungkin Esme hanya kelelahan saja, maka berpikir hal buruk seperti itu. Tetapi, pikiran buruk itu masih saja lekat di dalam kepalanya. Tidak berkurang sedikit pun. Ia merubah posisi tidurnya beberapa kali, tidak berhasil mendapatkan ketenangan untuk tidur yang diinginkan.“Kamu merasa sakit lagi?” tanya Dominic yang baru saja pulang dari kantor
“Pak, Ibu membenciku, kan?”Azzar benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Ia tahu kalau Esme menyayangi putranya. Ia juga tahu kalau bagi Esme William adalah dunianya sekarang. Tetapi, ada begitu banyak alasan yang membuatnya tidak menjawab.“Kenapa Pak Azzar diam saja?” tanya William.“Anda harus makan sekarang Tuan! Kalau Anda sehat, kita akan pergi menemui ibu Anda!”***Orang-orang itu hanya menginginkan kekuasaan saja. Setelah Dominic meninggal, Esme didatangi oleh banyak sekali pria yang menyampaikan duka cita padanya. Ia bahkan tidak kenal dengan salah seorang pun dari tamu-tamu tersebut. Ia muak harus bertemu dengan mereka semua.“Mereka sama persis seperti hyena, Wyatt!” kata Esme.“yah, seperti itulah! Bagaimana pun Anda adalah janda kaya yang kesepian sekarang. Jadi mereka datang untuk menghibur dan mendaftarkan diri sebagai kandidat wali untuk Tuan Muda juga!”Dahi Esme berkerut mendengarnya. Dan untuk pertama kalinya setelah kehilangan waktu untuk tersenyum karena kese
“Ayah mana?”Sudah setahun Dominic meninggal karena kecelakaan. Tetapi, setiap kali melihat foto pria tersebut di tengah ruangan William akan bertanya tentang ayahnya. Hingga Esme merasa kalau Dominic masih ada di sini, begitu sehat untuk berkeliaran di sekeliling rumah. Hanya saja tidak terlihat di mata Esme.“Ayah tidak ada di sini!” Suara Esme tercekat saat mengatakannya. Rasanya dada Esme direngut keluar dengan sekuat tenaga. Menyakitkan, tetapi anehnya ia masih saja tetap hidup setelah semua kekerasan yang ditujukan padanya.“Kenapa Ayah tidak ada di sini?” tanya William lagi.Usianya empat tahun lebih sekarang. Sebentar lagi William akan dimasukan ke taman kanak-kanak. Dengan begitu intensitasnya berada di sekitar Esme berkurang. Mungkin dengan begitu William tidak akan terus-terusamn bertanya tentang ayahnya yang bahkan tidak dilihat Esme pemakamannya.“Will ... tolong ke sini sebentar!” Suara Wyatt membuat anak laki-;laki Dominic itu cemberut.Ia menghentakan kaki sebanyak dua
“Mil, ini bisa saja hanya karena cahaya. Kita tidak bisa langsung ke sana dan mendobrak Arul!”Alan mencoba untuk memberi pngertian pada istri dan juga mamanya. Akan tetapi, tampaknya sama sekali tidak berhasil. Kedua wanita ... ralat, ketiga wanita yang ada di sana, sang mama, istrinya dan Delilah tampaknya tidak dengar apa yang baru saja Alan katakan.Alan hanya bisa menghela napas dan kemudian mengelengkan kepalanya lembah. Saat akan minta bantuan pada papanya yang juga ada di ruangan itu dan lebih sibuk dengan Arion, Alan tahu kalau tidak ada yang bisa menghentikan ketiga orang tersebut dengan alasan biasa-biasa saja.Otak Alan berpikir keras untuk bisa menemukannya. “Kalau kita melakukan kesalahan dengan datang ke sana dan menuduh, kemungkinan kita akan dilarang untuk bertemu dengan Nazril!”Keheningan mencekam ruangan seketika. Rencana separatis yang disusun mamanya mengambang di udara, senyap. Lalu para wanita yang penuh semangat tadi duduk dengan manis di kursi sofa masing-mas
“Ah, aku kecewa sekali!” Suami Yulia mengeluh untuk kesekian kali. Ia memegang erat-erat setir mobil dan wajah cemberutnya mampu membuat orang yang menangis tertawa terbahak-bahak.Putri mereka Amanda telah tertidur setelah menganggu ayahnya dengan pertanyaan seperti jalan apakah ini, atau siapa orang yang hidungnya bengkok itu? Selama setengah perjalanan.“Hei ... ini kan hari refreshingku! Kan kamu sendiri yang bilang kalau aku boleh memilih tempat yang ingin kutuju hari ini. Ya, kan?” tanya Yulia sambil mengedip.Suaminya masih saja cemberut. “Ya, aku memang mengatakan yang seperti itu sih! Tapi aku sama sekali tidak yakin kalau mengatakan itu perjalanan ke rumah temanmu. Siapa namanya? Esme? Mantan suamimu juga bekerja di sana, kan?” tanya suami Yulia dengan nada tidak senang.Yulia menjulurkan tangannya untuk menyentuh punggung tangan sang suami yang saat ini di atas setir mobil. Ia menepuknya beberapa kali untuk bisa mendapatkan perhatian.“Aku akan memberitahumu sekali lagi. Ba
Tangan wanita itu merangkul leher suaminya. Lipstik yang mewarnai bibir merah wanita itu sama sekali tidak cantik lagi. Seolah sesuatu telah menghapusnya dengan cepat, membuat wanita itu kewalahan untuk sekedar mempertahankan warna di bibirnya.“Esme?” Pria yang dipeluk oleh wanita itu terkejut, malahan melebih perasaan Esme yang menyaksikan.Mendengar namanya disebut, Esme hanya tertawa kecil. Ia merasa kalau kejadiannya akan lebih seru seandainya ia terlambat datang sedikit lagi. Ia membiarkan William pergi memeluk kaki ayahnya dan berbalik pergi.Begitu tak dapat lagi melihat wajah Dominic, Esme merasakan perih di dadanya tiba-tiba. Ia berhenti berjalan dan menunduk lebih dalam. Kenapa rasanya ia seperti sendirian sekarang ini.“Nyonya, Anda baik-baik saja, kan?”Esme mengangkat kepalanya, terpana selama beberapa saat dan kemudian berdiri dengan tiba-tiba. Ia lekas memeluk pria yang menunduk bertanya itu. Lalu menangis layaknya anak kecil yang dijahati oleh semua orang.Rasanya leb
“Nyonya, Tuan menolak menerima makanan yang Anda kirimkan lagi!” Pelayan yang diutus oleh Esme ke kantor Dominic kembali membawa rantang yang sama sekali tidak disentuh sedikit pun.William yang mendengar suara seseorang mendekat berhenti dan menaruh perhatian pada ibunya beberapa saat sebelum kemudian sibuk dengan permainannya kembali.“Jam berapa Pak Azzar biasanya kembali ke pavilliun?” tanya Esme.“Sekitar jam 7 malam, Nyonya! Apa saya perlu menghubungi beliau untuk menemui Nyonya saat pulang?” tanya si pelayan. Ia lebih gelisah dibandingkan biasanya.“Tidak! Tolong panggilkan Pak Wyatt kemari. Ada yang mau aku katakan padanya!”Si pelayan pergi dengan rantang yang belum disentuh Dominic. Esme hanya memandanginya sampai menghilang dan membelai kepala putranya saat anak itu mendekat dengan langkah lambat.Sudah hampir tiga bulan Dominic tidak berada di rumah. Langkah kaki William yang awalnya ragu-ragu sudah menjadi sangat mantap. Kalau dibiarkan terus maka anaknya keburu pandai be
William menangis tiba-tiba malam tadi. Padahal William adalah anak paling tenang yang diketahui oleh semua orang. Ia tidak menjerit saat jatuh sendiri dan suka bertualang di kebun mawar tempat Esme minum teh.“Mungkin karena Nyonya gelisah, makanya Tuan Muda jadi tidak tenang!” Pengasuh yang didatangkan dari rumah kedua orang tuanya berpendapat seperti itu.Pikiran Esme memang tidak tenang. Sejak sore tadi ia merasa sudah mengatakan sesuatu yang salah. Apalagi Wyatt yang seharusnya belum pulang, tiba-tiba saja minta izin untuk keperluan mendadak.Jika saja ada Yulia di rumah, maka esme pasti akan percaya. Namun, wanita yang mencintai Wyatt itu tidak ada di rumah asistennya itu sekarang. Mereka telah bercerai.“Mungkin kamu benar!” katanya pasrah. “Bagaimana aku menenangkan diri?” tanya Esme bingung.Biasanya ia akan menanyakan hal ini pada Wyatt. Asistennya itu selalu tahu apa-apa yang diinginkan Esme bahkan sebelum bicara. Seolah Wyatt membaca pikirannya yang tidak dipahami sendiri.
“Bagaimana aku bahagia kalau kamu tidak ada di sini?” bisik Wyatt pelan.Wyatt lekas tersadar kalau bukan hanya dirinya saja yang ada di ruangan ini saat ini. Begitu sadar ia langsung memeluk nampan dan tersenyum seolah tidak ada hal yang buruk yang pernah terjadi padanya.“Kamu bilang apa?”Wyatt tetap tersenyum dan tanpa mengatakan apa-apa ia pergi. Begitu ia melewati pintu ruangan tempat Esme duduk dan minum teh, Wyatt berlari sekuat tenaga. Dengan napas yang terengah-engah ia meletakan nampan yang tadi didekap. Para tukang masak yang tengah istirahat memandangnya dengan terheran-heran.“Ada masalah, Wyatt?”Dengan tubuh gemetar, Wyatt menutup mulutnya. Ia penasaran dengan seperti apa tampangnya sekarang. Pasti tidak bisa baik-baik saja.“Wyatt!” Tukang masak yang paling tua menghampiri dirinya. Disentuhnya bahu Wyatt perlahan. “Apa kamu benar baik-baik saja? Kamu tampak terguncang!”Wyatt menelan ludah. Ia tidak akan bisa bertemu dengan Esme saat ini. Ia tidak akan bisa bersikap n
“Bagaimana kamu ada di sini?” tanya Dominic.Hampir seminggu ia tak mengunjungi rumah utama. Ia lebih nyaman berada di rumah yang dibelinya secara rahasia. Dan mengatasi masalah dari sana. Kepalanya terasa damai karena tidak perlu melihat Esme untuk sementara. Walau hatinya masih tetap panas setiap kali pergi ke kantor dan kemudian bertemu dengan Azzar. Rasanya ia ingin mendepak pria itu secepat kilat dari kehidupan, hanya saja belum mendapatkan alasan yang tepat.Lalu sore ini ia melihat seseorang duduk berjongkok di depan rumah pribadinya yang disembunyikan> Rumah yang terlarang untuk dimasuki Esme dan Azzar kini. Ia pikir mungkin itu adalah gelandangan yang tersesat, tetapi menyadari dengan cepat saat membuka jendela mobil kalau yang datang adalah si sekretaris yang dimanfaatkan untuk membuat Esme marah besar seminggu lalu.Dominic tidak turun dari mobil. Hanya jendela kaca mobilnya saja yang sengaja dibuka. Ia menatap si sekretaris dari atas sampai bawah, kelihatannya ia baru saja