“Astaga, Azzar! Benar Azzar, kan?” Wanita itu berlari dari teras begitu melihat sebuah taksi berhenti di halaman dan dari dalam taksi keluar Azzar.Azzar baru saja turun dan menunggu kopernya diturunkan. Ia menoleh begitu mendengar seruan dan berniat melarikan diri. Sesaat ia bertanya-tanya kenapa wanita ini ada di sini, tetapi kemudian ia ingat kalau wanita yang memanggilnya dengan gembira itu adalah majikan keduanya saat ini.“Saya senang bertemu dengan Anda, Nyonya!”Langkah kaki wanita itu berhenti seketika. Ia menjaga jarak beberapa langkah dari Azzar kini.Taksi yang mengantar Azzar menutup jok belakang tempat keluar kopernya keras-keras. Suaranya membuat kaget wanita itu dan Azzar jadi berpikir untuk menegurnya. Tetapi, sopir itu bahkan tidak menaruh perhatian kepadanya lagi setelah menerima ongkos. Mesin mobil taksi yang sepertinya sudah tua itu menderu pergi dengan berisik, meninggalkan kepulan asap berbau bensin.“Aku tidak mendengar kalau kamu akan kembali!” Wanita itu mend
Dari sikap yang tunjukkan Azzar pada Esme, gadis itu tahu kalau semuanya tidak bisa menjadi sama lagi. Walau ada di sini, Azzar tidak akan bersikap layaknya seperti dulu. Azzar menempatkan dirinya sebagai pelayan dan Esme adalah majikan yang dilayani.Esme memejamkan mata. Ia bersenandung kecil mengusap perutnya. Sesekali ia berhenti mengingat nada lagu yang akan kembali didendangkan. “Kalau begitu dia seharusnya tak kembali saja!” Esme menutup mulutnya seketika saat sadar apa yang baru saja dikatakan. Ia baru saja mensyukuri kepergian Azzar yang awalnya dirasa tak adil.Ia menghela napas dalam, memutuskan untuk merebahkan diri di atas ranjang. Mungkin Esme hanya kelelahan saja, maka berpikir hal buruk seperti itu. Tetapi, pikiran buruk itu masih saja lekat di dalam kepalanya. Tidak berkurang sedikit pun. Ia merubah posisi tidurnya beberapa kali, tidak berhasil mendapatkan ketenangan untuk tidur yang diinginkan.“Kamu merasa sakit lagi?” tanya Dominic yang baru saja pulang dari kantor
Apakah pakaian yang dipakai bagus? Apakah make up yang sedang digunakan cukup cantik? Apakah semuanya sempurna sekarang ini?Semua kekhawatiran itu berputar di dalam kepala Esme. Ia berusaha tidak memikirkan Azzar. Tetapi ia juga senang bisa bertemu lagi dengan pria itu. Azzar masih sama dinginnya seperti dulu. yakin kalau pria itu sama sekali tidak akan memberikan Esme kesempatan untuk menunjukkan perasaannya lagi.Esme sudah menjadi istri orang sekarang. seharusnya perasaan yang dipendam juga sudah tidak sebesar dulu lagi.“Nyonya, apakah Anda sudah siap?”Jantungnyaberdetak cepat ketika mendengar suara Azzar bertanya. Dia menelan ludah susah payah, melirik nelayan yang sudah membantunya untuk berdandan sebelum kemudian memberikan jawaban kepada pria di depan pintu. “Ya, aku sudah selesai!” Esme menyahut dengan kegembiraan yang tak terkira.Ia ingin memukul dirinya sendiri. Berhentilah bersikap seperti remaja yang sedang jatuh cinta! tapi perasaan yang dirasakannya sekarang benar-be
Azzar tahu kalau ada yang salah dengan pria di depannya ini. Tetapi, ia sama sekali tidak tahu kalau akan separah ini. Ia lekas memberitahu dirinya sendiri tidak boleh melakukan kesalahan dengan bertindak gegabah.“Entahlah! Aku tidak tahu dari segimana kamu menilai Tuan Dominic disebut sebagai bajingan!” Azzar memilih untuk bersikap sebagai penengah tidak memihak siapapun untuk sementara.Pria bernama Wyatt itu tidak memberikan jawaban seperti yang diinginkan oleh Azzar. Sebagai gantinya Wyatt menyeringai.“Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi!”Azzar jadi lupa pada kotak kue yang sejak tadi ditentengnya sampai ke atap. Ia juga tak bisa memanggil pria yang telah melewati pintu keluar dari atap sendirian. Mereka bukan teman yang akrab. Bisa saja di dalam diri Azzar ada kebencian yang teramat dalam yang ditujukan kepada Wyatt.“Bagaimana bisa aku berpura-pura akrab dengannya! Dia bahkan tidak membiarkan dirinya sendiri untuk melunak. Ada dinding tak kasat mata di sekitarnya! Lalu a
Yulia berhenti bergerak. Dia meletakkan piring yang akan diisi nasi di atas meja dan menatap Wyatt dengan serius.“Memang kita akan pergi ke mana besok?” Yulia bertanya dengan penasaran. Setelah kakek Wyatt meninggal, pria itu hampir-hampir tidak mempedulikannya. Walaupun mereka berdua masih makan malam bersama, tetapi tidak ada pembicaraan romantis di antara mereka.“Kalau Kamu ada rencana besok, kita bisa pergi lain kali!” Wyatt menelan makanannya dahulu sebelum bicara.Memang Yulia punya rencana apa? Setiap hari ia hanya mengkoordinat para pembantu untuk membersihkan rumah. Sesekali ia akan berkunjung ke rumah di depan untuk mengawasi ibunya. “Aku tidak punya rencana. Kamu tahu sendiri kalau aku hanya mengurus rumah saja!”“Kalau begitu aku akan menjemputmu setelah makan siang. Aku harus minta izin dulu pada Dominic, tentu saja!”Karena keanehan ini, Yulia penasaran Sebenarnya apa yang direncanakan
“Kamu akan menjual rumah Kakek?” Yulia tidak bisa menyembunyikan kekagetannya.Si makelar Yang sedang menerangkan dengan menggebu-gebu langsung terdiam dan mengalihkan pandangannya pada Yulia. Si makelar yang tidak tahu apa-apa, mengangguk dan tersenyum pada Yulia.Wyatt tidak langsung memberikan jawaban dari pertanyaan Yulia. Iya dengan halus mengusir si makelar terlebih dahulu. “Kami akan membelinya, terima kasih karena sudah repot-repot datang dan menerangkan keuntungan membeli tanah ini.”Si makelar yang telah Malang melintang menghadapi banyak sekali pasangan langsung paham apa yang terjadi. Ia juga mengucapkan terima kasih dan mundur untuk pergi.“Tidak! Aku tidak akan menjual rumah Kakek!”Yulia benar-benar lega mendengarnya. Ia menarik nafas dalam-dalam beberapa kali dan kemudian tersenyum. Rumah kecil dengan taman di depan dan belakangnya itu mungkin dibeli sebagai permintaan maaf dan juga permulaan baru untuk hubungan mereka. “Kamu membuatku takut saja!” Yulia tertawa
“Kamu bertengkar dengan Wyatt?” Neneknya bertanya beberapa saat setelah membukakan pintu. Apakah keputusan Wyatt untuk menceraikannya bisa disebut sebagai pertengkaran? Ia bahkan tidak sempat bereaksi sama sekali saat mendengar hal itu dari Wyatt. Suaminya memberi sebuah rumah yang cukup luas untuk ditinggali sendiri, uang setiap bulannya walau ia tak memiliki anak. Seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan Yulia.Tetapi, hatinya seperti diremas-remas, bagaikan sedang ditumbuk menjadi halus. Sakit. “Yulia?” Sang Nenek memandang khawatir cucunya itu. Yulia terpaksa harus tersenyum. Bersikap seolah tidak terjadi hal buruk. Bersikap seolah ia tidak mendengar apapun sebelumnya. “Tidak ada! Hanya rindu pada nenek saja! Kakek ada di mana?” tanyanya. “Sejak temannya, Albert meninggal dia pikir sebaiknya melakukan semua hal yang tak sempat dilakukan semasa muda! Sekarang dia mengunjungi hampir semua temannya setiap hari.” Sang nenek tertawa kecil setelah menceritakannya. “Setia
“Bisakah kamu memberiku anak?”Sendok berisi makanan yang akan masuk ke dalam mulut Wyatt berhenti dan turun kembali. Ia memeriksa telinganya kalau kalau salah satu indranya mengalami gangguan. Disentuhnya sedikit, kemudian ditarik tetapi tidak ada rasa sakit. Telinga Wyatt sangat baik.“Kamu baru saja bilang apa?” Wyatt memastikan sekali lagi. Ia mungkin saja salah memahami. Atau suara Yulia terlalu kecil untuk ditangkap oleh telinganya.“Aku ingin seorang anak darimu! Bisakah kamu memberiku anak?” Wyatt segera membanting sendoknya. Tidak peduli dengan air mata Yulia yang sudah siap terjun dari pelupuk mata. Ia tidak peduli pada sakit hati yang diderita oleh wanita itu. “Kamu gila, ya?” tanya Wyatt.Air mata yang sejak tadi ditahan Yulia mengalir deras. di pipinya. Walau begitu Wyatt melihat tidak ada kegentaran ditetapkan wanita itu.“Aku istrimu! bagaimana bisa kamu mengatakan istrimu gila karena ia menginginkan anak darimu?” Suara Yulia terdengar bergetar. “Kamu tahu un