Sabarlah! Hati Yulia berbisik begitu melihat kelakuan suaminya. Tiba-tiba saja ia bisa memahami kenapa pria tua yang begitu menyayangi lelaki yang tengah tidur ini khawatir meninggalkan sendiri. Wyatt tidak akan bisa menghadapi semuanya sendiri.“Kamu uruslah sendiri!” kata Wyatt. Ia berbalik, menghadapkan punggungnya pada Yulia.“Kamu tidak bisa begini, Wyatt! Kakekmu baru sehari meninggal. Bagaimana bisa kamu berlaku semacam tidak terjadi apa-apa di rumah ini?” tetapi, Yulia sedang lelah saat ini. Ia yakin kalau tidak akan bersabar. Ia yakin kalau tidak akan sanggup melakukan hal yang dibisikan hatinya.“Apa kakekku akan bangkit dari kuburnya kalau aku tidak ikut pengajian ini?”Mata Yulia terbelalak mendengarnya. Bagaimana bisa Wyatt mengatakan hal yang mengerikan seperti itu. Tidak. Bagaimana bisa orang yang baru saja kehilangan berbicara hal menyakitkan seperti itu?“Apa kehilangan Kakek sama sekali tidak berarti apa-apa olehmu? Kamu menangis kemarin dan sekarang seolah tidak ter
“Bagaimana dengan bunga tambahan yang dipesan kemarin? Apa sudah datang dan dipasang?” teriak salah satu pekerja yang mengawasi pernikahan yang akan dilaksanakan pukul dua siang ini.“SUDAH!” teriak lebih keras pekerja lain.Pertanyaan lain menyusul soal katering yang belum juga datang sampai saat ini. Beberapa pekerja kemudian berlari masuk ke dalam rumah besar tempat Esme mengintip dari jendela kamarnya sendiri. Kepanikan yang terjadi di luar sana membuatnya tidak nyaman. Perasaan Esme menjadi tidak menentu sekarang.“Kamu akan bertanya lagi apakah semuanya baik-baik saja?”Padahal Esme baru saja berbalik ke belakang, menatap Yulia yang secara khusus diundang dan kemudian di tempatkan di kamarnya. Wanita yang sudah menikah hampir enam bulan itu tetap duduk di dalam kamar saat Eme dirias.“Bagaimana caramu menebak apa yang mau aku tanyakan?” Esme bergerak kepayahan karena gaun pengantin yang dipakai. Pakaian itu tak disangkanya menjadi cukup berat setelah ditambahi di sana sini denga
“Bukankah Esme terlihat sangat cantik?” tanya Yulia saat ia telah duduk di samping Wyatt setelah Esme dan mamanya berjalan menuju ke meja tempat Dominic dan ayah Esme menunggu.“Tentu saja, mereka mengucurkan banyak uang untuk membuatnya tampil seperti itu.” Wyatt benar-benar tidak tertarik tampak seperti apa Esme sekarang. Atau bagaimana proses pernikahan itu berjalan. Ia hanya ingin mengucapkan selamat dan pulang. Tidak mau beramah tamah pada orang-orang yang bahkan tidak menggulurkan tangan untuk Anna.Didengarnya Yulia bernapas kasar. Marah atas sesuatu yang tidak disadari dilakukan oleh Wyatt. Ia hanya memiringkan kepala, menatap Yulia yang balas mempelototinya. “Tidak bisakah kamu bersikap selayaknya teman?” tanya Yulia pada Wyatt.“Teman? Kamu bercanda, kan? Aku harus memperlakukan kedua orang itu seperti teman?” Ia terbelalak. Seolah mendengar Yulia berkata kalau langit akan runtuh sore ini. Atau kakeknya, Albert akan bangkit dari kubur kalau ia tak mengosok giginya dengan ben
Pandangan mata wanita itu kosong melihat ke satu titik di mana tidak ada yang dicari di sana. Wyatt berdiri tak jauh dari wanita tua dengan pakaian lusuh dan rambut acak-acakan itu. Di depannya seorang pria klimis berusia sekitar 40 tahun berdiri, memandang ke arah yang sama.“Jadi, keadaannya sudah lebih tenang dibandingkan saat pertama kali masuk, kan Dokter?” tanya Wyatt.“Beberapa kali dia masih mencoba untuk melarikan diri. Tetapi, belakangan dia sudah tidak melakukannya.” Dokter menatap sebentar lagi kemudian menaruh perhatiannya pada Wyatt. “Saya harap secepatnya beliau bisa menerima kenyataan!”“Menerima kenyataan, ya?” Wyatt bergumam.Dokter yang ditemui pergi. Katanya akan menyediakan semua berkas untuk membawa pulang ibunya Anna. Kini Wyatt merjalan mendekati wanita tua itu. Rambutnya baru saja selesai di sisir. Di pangkuannya ada boneka cantik yang didapatkan dari salah satu suster.“Apa Nyonya menyukai tempat ini?” tanya Wyatt langsung.Eren, ibunya Anna mengangkat kepala
“Aku bisa mendengar keluhanmu di depan!” Dominic menyeringai pada Wyatt.Pria itu tampak senang sekali karena akhirnya Wyatt yang katanya pulang untuk makan siang kembali ke kantor dan mengurus pekerjaannya lagi. Semuanya tidak sesuai dengan keinginan Dominic saat asisten yang dibencinya itu tidak ada.“Anda terlalu keras pada mereka!” kata Wyatt. “Dan kenapa Anda tidak memperbolehkan saya untuk keluar makan siang di rumah!” Wyatt tampak kesal, sama sekali tidak menyembunyikan kekesalannya itu.Hal yang seperti ini malah tidak menganggu Dominic sama sekali. ia merasa bisa bersikap tanpa perlu menyembunyikan sesuatu, seperti kemarahan, ketidak sukaannya kepada pria itu, juga penghargaan setiap kali Wyatt berhasil menebak apa yang diinginkan.“Kenapa kamu pergi makan siang bersama istrimu, sementara aku hanya menerima makanan kotak di kantor?”“Anda cemburu pada keromantisan saya? Kalau begitu sudah istri Anda belajar memasak juga!” Wyatt meletakan beberapa berkas yang telah dikebutya u
Azzar meletakan kopi yang baru saja di buat di atas tempat duduk. Ia akan selesai sebentar lagi, kemudian pergi tidur. Ia sudah tidak menghubungi siapapun sejak beberapa bulan lalu. Ia mengirimkan hadiah untuk pernikahan Esme tepat waktu. Itu bukan hadiah yang mewah, tetapi Azzar yakin kalau wanita itu bisa memakainya kapan pun. “Aku selalu merasa aneh padamu, Azzar.” Teman sekamar Azzar di mess muncul dengan gelas kopi yang lebih besar dibandingkan miliknya sendiri. Ia berhenti di dekat meja tempat Azzar duduk. Lalu kemudian ia menarik kursi dan duduk di sana supaya bisa melihat wajah Azzar. “Apa yang aneh denganku?” tanya Azzar datar. Ia sepertinya tidak ingin mengobrol, tetapi juga tidak bisa mengusir. “Saat semua orang berlomba-lomba menghabiskan gajinya untuk membeli banyak barang yang tidak diperlukan, kamu tetap di sini tetap diam saja!” Teman Azzar itu kembali beralasan. “Memang apa yang harus aku beli?” tanya Azzar kembali. Teman sekamar itu kembali berpikir sebentar. Ia
Esme terbangun di tengah malam. Perutnya sakit sekali. Seolah-olah yang berada di dalam sana mendesak keluar. Ia menahan diri, berpikir kalau ini hanya karena kelelahan saja setelah hubungan intim mereka. Tetapi, rasa sakit itu tidak juga berakhir sehingga ia memutuskan untuk membangunkan Dominic.“Dominic! Dom!” teriaknya sambil menarik-narik bahu pria itu.Dominic mengeliat, kemudian mengerjapkan mata. Ia baru saja tidur. “Apa?” tanyanya dengan malas.“Perutku sakit! Sakit sekali!” Esme mulai menangis. Ia bahkan tidak sanggup untuk duduk dengan benar.Dominic yang mendengar kalau Esme kesakitan melonjak bangun dari ranjang. Ia kemudian menarik sang istri untuk duduk di kepala ranjang, menambahkan beberapa bantal supaya punggung Esme merasa sangat nyaman.“Sebelah mana yang sakit?” tanya pria itu kepada istrinya yang terus-terusan mengernyit.Esme bergerak sedikit kemudian menyentuh perutnya yang membesar. “Gimana ini Dom. Sakit sekali,” katanya sambil mulai terisak.Dominic tidak ta
“Astaga, Azzar! Benar Azzar, kan?” Wanita itu berlari dari teras begitu melihat sebuah taksi berhenti di halaman dan dari dalam taksi keluar Azzar.Azzar baru saja turun dan menunggu kopernya diturunkan. Ia menoleh begitu mendengar seruan dan berniat melarikan diri. Sesaat ia bertanya-tanya kenapa wanita ini ada di sini, tetapi kemudian ia ingat kalau wanita yang memanggilnya dengan gembira itu adalah majikan keduanya saat ini.“Saya senang bertemu dengan Anda, Nyonya!”Langkah kaki wanita itu berhenti seketika. Ia menjaga jarak beberapa langkah dari Azzar kini.Taksi yang mengantar Azzar menutup jok belakang tempat keluar kopernya keras-keras. Suaranya membuat kaget wanita itu dan Azzar jadi berpikir untuk menegurnya. Tetapi, sopir itu bahkan tidak menaruh perhatian kepadanya lagi setelah menerima ongkos. Mesin mobil taksi yang sepertinya sudah tua itu menderu pergi dengan berisik, meninggalkan kepulan asap berbau bensin.“Aku tidak mendengar kalau kamu akan kembali!” Wanita itu mend