Di seluruh istana Sofraz, yang disebut bangsawan muda adalah orang Istana kalangan atas yang belum menikah. Para putra-putri bangsawan dari seluruh Sofraz memang sering diundang dalam acara seperti itu, setiap satu tahun sekali. Selama ini, Putra Mahkota tidak pernah menghadiri acara itu setelah 3 tahun berlalu. 3 tahun lalu, Festival Bangsawan Muda juga dilakukan di Istana Gag, dan disitulah awal mula Pangeran Gag memusuhinya sampai datang dan mengacaukan acara pertunangannya. Tiga tahun lalu, Pangeran Gag menyukai seorang putri dari negeri Marlan, namun putri Marlan malah menyukai Pangeran Sofraz, tak pernah melepaskan pandangannya pada pangeran negeri selaksa warna itu, tak peduli seberapa gencarnya Pangeran Gag berusaha mendekatinya dalam pesta. Masa itu, Tirza Antara tidak ikut menghadiri festival karna sedang menjalani masa pelatihan ketat. Pangeran Gag sempat menyindir Pangeran Sofraz, karna merasa cemburu. Dia bahkan berusaha memancing amarah putra tunggal Raja Satra Aldara i
Pangeran Avdar menarik Tirza masuk ke sebuah lorong yang menyerupai terowongan entah di bagian istana yang mana. Tirza melakukan gerakan menepis yang cepat, dan sesaat kemudian dialah yang menggenggam pergelangan sang pangeran, menyatakan gerakan dimana dia bisa membanting Pangeran Avdar saat itu juga." Aku tidak abermaksud jahat." ucap Pangeran Negeri Gag itu dengan suara rendah. Di matanya yang biasa muncul tatapan main-main kini terlihat serius. "Kau mau bawa aku kemana?""Sebuah tempat. Kau bisa terus memegang tanganku kalau kau mau." Kini kedipan nakalnya muncul lagi, membuat gadis bermata nilakandi itu melepaskan tangannya dengan cepat. "Aku akan ikut di belakangmu."Pangeranr Avdar tersenyum dan kemudian melanjutkan langkahnya. Tirza Antara berjalan waspada di belakangnya. Terowongan itu berakhir, bersamaan dengan cercah matahari yang menerpa pupil mata mereka."Ini untukmu." ungkap Pangeran Avdar pula.Tirza tidak melihat apapun di tangan sang pangeran, dia hanya melihat ke
Tirza Antara merasa ada sentakan dalam dirinya yang membuat dia terhenti di pendopo gedung keratuan, wajahnya yang jelita tampak sedikit pucat. "Apa ini?" batinnya dengan perasaan tidak enak. Dia memeriksa simbol mandaranya dan menghela nafas lega mendapati simbol perlindungan miliknya tidak bereaksi. Pangeran Sofraz baik-baik saja, dan itu membuatnya sedikit lega. "Kau dimana?" suara Pangeran Sofraz mengiang di telinganya. Pemuda itu mengirimkan acazana kepadanya. Entah mengapa Tirza merasa sedikit jengkel. Pangeran itu, dengan seenaknya meninggalkan dirinya pada Pangeran Avdar dan sekarang menanyakan keberadaannya? Rasa-rasanya gadis itu hendak berteriak,"Bukan urusanmu!" Namun kesadaran akan tugasnya dan siapa adanya dia membuat Tirza mengubur segala bentuk perasaannya rapat-rapat. Telunjuk kirinya diletakkan di tengah keningnya "Aku di pendopo gedung Keratuan. Hendak menuju gedung Patvan (gedung tamu kehormatan). Ada masalah?" Acazana si gadis.Namun tak ada lagi balasan setelah
"Bagaimana kau bisa melakukan ini pada kami Mandara Sofraz?!" seru Frazia Farza dengan raut frustasii"Fandita, aku tidak melakukan pengkhianatan apapun, lebih baik bagiku untuk mati daripada berkhianat." berkata Antara Dafruz dengan tandas. "Kau bisa membunuhku, tapi lepaskan Ratu Sofraz.""Sepertinya kau sudah berubah pikiran, Mandara Kerajaan. Atau ini hanya trikmu semata agar ratu percaya bahwa kau bersih dari pengkhianatan? Dimana Raja Sofraz?" Lelaki itu memandang berkeliling. "Jika Raja Sofraz tidak muncul juga dalam hitungan yang ke lima, maka maafkan jika aku menyatukan ratumu dengan alam ini!" Lelaki nephila itu menekan pisaunya, membuat leher halus sang ratu tergores dan mengucurkan darah. Perempuan itu menahan ringisannya."Satu!" teriakan berat sang penyandera menggema, "Dua!""Tiga!"Terdengar bunyi hembusan angin dan sesaat kemudian sesosok tubuh muncul dari udara, berdiri memunggungi Antara Dafruz, memandang tajam lelaki yang menyandera sang ratu. Raja Satra Aldara te
Tirza Antara menghilang. Gadis itu tidak terlihat dimana pun. Semua orang yang tengah berduka tentu tidak akan memusingkan itu, kecuali tentu saja sang Ibu. Andan Pandara merasa khawatir sang putri akan melukai dirinya sendiri. Dia memberitahu Davar untuk mencari sang adik. Awalnya Davar mengatakan bahwa Tirza pasti akan kembali, namun permohonan ibunya membuatnya tak tega. Kakak kandung Tirza Antara itu pun memacu kudanya keluar dari istana ketika tidak menemukan sang adik dimanapun. Sebenarnya cukup sulit bagi Davar Antara untuk mengetahui keberadaan Tirza karna satu-satunya orang yang dapat mendeteksi dan mencium aroma mandaranya hanyalah Pangeran Sofraz. Namun tentu saja pemuda itu tidak mau mengecewakan sang ibu. Davar Antara mengikuti nalurinya yang membawanya ke hutan pemburu. Putra sulung Antara Dafruz itu turun dari kudanya dan memasuki hutan itu sepembawa kakinya. Dia mengaktifkan indra pemburunya untuk mengantisipasi serangan binatang buas, berusaha mencium aroma manusia
Tirza sudah tidak ada minat berdekatan dengan kakaknya lagi. Gadis cantik tinggi semampai iti berlalu dari sana dengan langkah lebar, dia menyusul Putri Nilam Rencana sebelum gadis itu menuju gedung fandita. Dia berhasil mencegat langkah anggun Nilam Rencana saat gadis itu sedang berjalan diikuti dua orabg faidaranya.Mematuhi protokol, Tirza membungkuk pada perempuan itu."Hm, ini adalah hal yang langka." Gumam Nilam Rencana. Sikap lembut dan rapuhnya lenyap saat dia berhadapan dengan perempuan bermata seterang langit siang itu."Ada apa kau menemui diriku, Tirza?"Mandara Angin Nava Satra memandang lekat-lekat wajah sang putri. "Hamba ingin Anda membatalkan permintaan Putri pada kakak Hamba."Nilam melebarkan matanya dengan raut mengejek. "Siapa kau sehingga berani memerintah diriku seperti itu? Davar sendiri bahkan tidak keberatan sama sekali.""Apa Anda tahu seberapa berbahaya permintaan Anda, Putri? Permata Nilakandi berada di puncak pegunungan Fordaz, di jaga oleh roh alam yang
Pegunungan Fordaz adalah salah satu pegunungan yang membatasi Sofraz dengan negeri luar. Puncak-puncaknya berselimut kabut, namun udara anehnya terasa hangat. Putra Sulung Mendiang Mandara Kerajaan Davar Antara mendaratkan tunggangannya di puncak tertinggi pegunungan Fordaz, Puncak Nilakandi. Puncak Nilakandi adalah puncak tertinggi pegunugan Fordaz. Ketika Davar berdiri di sana, dia merasakan aroma bebatuan bercampur dengan udara hangat. Adalah aneh, seharusnya itu terasa dingin. Pemuda bermata emas itu memandang berkeliling, sejauh mata memandang dia hanya melihat batuan aneka warna dalam berbagai bentuk dan ukuran. Terlihat cantik, namun entah mengapa Davar Antara merasakan energi kuat yang menekannya dari segala arah. Sunyi. Tak ada suara. Seolah kehidupan tak menancapkan kukunya disana. Dia melangkah terus menerus dan menemukan kawah mati di puncak Nilakandi. Tak seperti kawah mati umumnya yang akan tampak kering dan tandus, Davar justru disuguhi pemandangan memanja mata, batu
Davar Antara tersadarkan, dia melihat sinar matahari senja yang hampir purna. Pemuda itu melihat melihat dahan-dahan pohon diatasnya yang mengindikasikan kalau dirinya terbaring di alam bebas. Pemuda bermata emas itu berusaha bergerak bangkit. Tubuhnya terasa begitu remuk. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan namun tidak menemukan siapapun. Kakak Tirza Antara itu menghela nafas lambat, kemudian mencoba untuk mengobati luka luar maupun dalam yang diderita tubuhnya. Memorinya berusaha mengingat kejadian itu. Dia yakin melihat Tirza Antara muncul disana. Lalu, mengapa dia ada disini? Davar akhirnya menyadari kalau ini adalah hutan di kaki pegunungan paling timur, menoleh ke kanan dia melihat difra miliknya yang sedang meringkuk memandangnya."Tirza yang membawaku kesini? Dimana dia sekarang?" batin Davar Antara. Dia mencoba bangkit, namun tubuhnya terasa begitu lemah. Setelah mengumpulkan segenap kekuatannya, Davar menaiki difra miliknya. Pemuda itu menarik nafas sebentar menyadari kegagala