Hari ini, Fadli ada jadwal Check Up ke rumah sakit.Karena jadwalnya berbarengan dengan jadwal Check up kandungan Tazkia, jadilah mereka berpisah di lobi rumah sakit."Nanti kalau kamu selesai duluan, telepon aku ya?" Ucap Fadli saat itu."Iya Mas.""Hati-hati," ucap Fadli seraya membelai pipi Tazkia. Lelaki itu tersenyum tulus.Hampir satu bulan berlalu sejak dirinya siuman dari koma, Tazkia terus mendampinginya. Menjaganya siang dan malam.Bahkan dalam kondisi sang istri yang kini sedang hamil tua, Tazkia tak sama sekali mengeluh.Beribu perhatian tulus, kesabaran dan kelembutan Tazkia perlahan menghadirkan perasaan lain dalam batin Fadli.Sebuah perasaan yang Fadli sendiri tak tahu bagaimana cara mendefinisikannya.Perasaan ini terasa asing, tapi menyenangkan. Membuatnya damai.Berada di sisi Tazkia membuat Fadli bahagia."Selamat pagi, Dok." Sapa Fadli ketika memasuki ruangan sang dokter."Pagi, Dokter Fadli. Bagaimana keadaannya? Masih ada keluhan?" tanya seorang dokter bedah sya
Tazkia sudah selesai diperiksa, dokter kandungannya mengatakan bahwa kandungan Tazkia sehat dan dalam kondisi baik.Setelah mengambil vitamin di apotik Tazkia hendak menemui sang suami ke bagian bedah syaraf, ketika tanpa sengaja, Tazkia melihat Angela baru saja keluar bersama seorang lelaki dari sebuah ruangan di koridor yang hendak dia lewati.Saat Tazkia meneliti sosok lelaki yang berjalan dengan Angela lebih jelas, napas Tazkia mendadak tercekat.Mas Regi?Gumamnya membatin. Debar dadanya tiba-tiba saja mengencang, tak beraturan.Ada sebuah keinginan besar dalam dirinya yang mendorong untuk melakukan sesuatu, mengejar atau memanggil, hanya saja, sebagian dirinya yang lain justru menahan hal itu.Hingga akhirnya, Tazkia hanya mampu terpaku di tempatnya berdiri, menatap punggung Angela dan sang mantan suami yang semakin menjauh.Melangkah lesu ketika dua manusia itu sudah tak lagi terlihat oleh pandangannya, Tazkia kini sudah berada di depan pintu sebuah ruangan ICU.Merasa penasara
"Semua akan baik-baik saja, Kia. Jika memang kamu merasa takut, Aster dan Milly akan menginap di rumahmu malam ini. Percayalah, Fadli akan baik-baik saja ""Tapi, jika memang benar di kepala Mas Fadli sekarang terdapat otak Jervian, aku khawatir Mas Fadli akan menjadi seperti Jervian...""Tidak-tidak akan. Semua bisa diatasi dengan cara memperlakukan Fadli dengan baik. Beri dia perhatian lebih. Ketulusan cintamu. Kasih sayang. Aku yakin, semua itu mampu meluruhkan sisi jahat dari otak Jervian yang ada di kepala Fadli saat ini. Semua kembali pada dirimu. Kamu yang harus memperjuangkan Fadli agar dia bisa tetap menjadi dirinya yang dulu. Seorang suami yang baik untukmu."*Itulah sederetan kalimat wejangan dari Angela saat tadi Tazkia hendak berpamitan pulang.Sampai detik ini Tazkia bahkan belum menengok keadaan Fadli di kamar mereka karena sejak kepulangan mereka dari kediaman Angela dan Edhie tadi, Tazkia langsung mengurung diri di kamar Rafa.Kenyataan bahwa perubahan yang terjadi p
Hari berganti seiring detak jarum jam yang terus berputar.Sejak pertemuannya dengan Adnan dua minggu yang lalu, Fadli memang terus berusaha menggali lebih dalam memori ingatannya yang terpecah.Kejadian demi kejadian mengerikan itu datang silih berganti dalam ingatannya.Sejauh ini, Fadli berusaha untuk tidak terhasut kata-kata Adnan yang mengatakan bahwa dialah pembunuh yang sesungguhnya.Bukan Jervian.Fadli terus memungkiri hal itu dan mencoba menjalani kehidupannya dengan baik bersama Tazkia, juga Rafa.Bahkan niatnya untuk mencari tahu siapa sebenarnya orang bernama Bergas dan Syarif itu dia urungkan karena Fadli yang memang terlalu takut menghadapi kenyataan.Selama dia bisa meredam naluri membunuh dalam dirinya, Fadli pikir dia tak perlu mengkhawatirkan apapun lagi.Hari ini, adalah hari pertama Fadli kembali bekerja di rumah sakit.Seperti biasa, setelah sarapan, Tazkia pun mengantar kepergian sang suami di teras."Kamu yakin bisa nyetir sendiri Mas?" Tanya Tazkia saat itu. "
POV Fadli a.k.a JerichoHarusnya, malam ini menjadi malam yang sempurna untukku merasakan kehangatan keluarga.Berkumpul bersama Ibu dan Ayah mertuaku serta istri dan anakku.Sejak aku terbangun dari koma pasca cidera kepala yang aku alami, semua memang berubah.Aku merasa hidupku lebih berarti. Lebih indah. Lebih bermakna.Tazkia menjelma menjadi istri yang sempurna di mataku dan kepintaran Rafa, membuatku bangga menjadi Ayahnya. Bahkan, kebaikan dan perhatian kedua orang tua Tazkia membuatku merasakan kasih sayang orang tua yang sudah lama tak aku dapatkan.Entah bagaimana kehidupanku di masa lalu, semua memang masih menjadi misteri bagiku.Aku masih terus berusaha untuk mengumpulkan dan menyusun setiap keping ingatan yang hadir dalam benakku hingga aku mengetahui bahwa kini, di dalam kepalaku, terdapat sebagian otak milik Jervian. Saudara kembarku sendiri.Jervian yang dikenal masyarakat sebagai pembunuh berantai yang sangat keji.Awalnya, aku merasa frustasi akan hal itu.Aku keta
Regi, jika surat ini sampai ke tanganmu, itu artinya aku sudah tidak ada di dunia ini lagi.Pertama, aku ingin mengucapkan terima kasih atas semua budi baikmu yang telah membiayai pengobatan istriku hingga dia sembuh total dari penyakitnya. Sampai detik ini, aku tak akan pernah bisa melupakan semua itu.Mungkin, ini waktunya aku membalas semua kebaikanmu dulu dengan memberitahukan fakta tentang Fadli.Aku memang tidak tau pasti bagaimana cerita awalnya Fadli dan saudara kembarnya bisa berbarengan masuk ke rumah sakit. Aku bahkan baru tau malam itu bahwa sebenarnya Fadli memiliki saudara kembar bernama Jervian yang diketahui oleh semua orang sebagai pembunuh berantai yang selama ini menjadi incaran polisi. Yang aku tahu, malam itu, kondisi Fadli kritis karena sebagian otaknya hancur. Itulah sebabnya profesor Bergas mengambil keputusan untuk melakukan operasi transplantasi otak milik Jervian. Dan yang melakukan operasi itu adalah Adnan Al-Hakim. Ternyata, dia masih hidup! Dan kami, para
POV Fadli a.k.a JerichoAku berjalan ling lung setelah sosok Regi sudah tak tampak dari pandanganku.Terseok-seok dan tertatih, aku melangkah melewati lorong koridor rumah sakit yang sepi.Seperti kehilangan arah tujuan, kehilangan pijakan, kehilangan segala-galanya, aku seolah tak menemukan jalan untuk pulang.Bahkan aku tak tahu, apakah kini aku sanggup untuk bertatap muka lagi dengan Tazkia?Malam itu, untuk yang terakhir kalinya, aku pun melihat keadaan Tazkia di dalam ruangan ICU.Regi mengekor langkahku hingga ambang pintu ruangan ICU, seolah takut aku akan mencelakai Tazkia.Tatapan lelaki itu terus mengawasiku di sana.Melihat keadaan Tazkia yang kini terbaring lemah tak sadarkan diri, hatiku terenyuh, sakit."Maafkan aku, Kia..." ucapku lirih seraya meraih jemari Tazkia. Mengecupnya lembut dan menempelkannya di pipiku. Jemari Tazkia saat itu terasa dingin."Mungkin, ini akan menjadi pertemuan terakhir kita, Kia. Aku akan menyerahkan diri ke polisi setelah aku menyelesaikan se
Keesokan harinya, Regi dan Angela sudah tak mendapati keberadaan Fadli di kediamannya.Regi memang tak memberitahu Angela mengenai siapa Fadli sebenarnya, entah hal apa yang membuat Regi percaya bahwa Fadli tidak akan berbohong dengan apa yang sudah lelaki itu ucapkan. Itulah sebabnya, Regi memilih menyimpan fakta itu untuk dirinya sendiri sementara waktu ini, toh jika Fadli nanti sudah menyerahkan diri ke polisi, semua orang termasuk Angela akan tahu kebenarannya.Hari itu, setelah memakamkan jenazah kedua orang tua Tazkia dan juga jenazah janin Tazkia dan Fadli, Regi mengajak Rafa pulang ke kediamannya dulu bersama Tazkia.Dia hendak memperlihatkan kamar yang sudah dia sediakan selama ini untuk sang putra tercintanya.Regi menuntun Rafa ke lantai dua dan dia menengok ekspresi putranya yang ternyata masih sama. Rafa masih terlihat kebingungan."Lumahnya gede banget, Om? Nggak kayak lumah Lapa, kecil," gumamnya Rafa dengan polosnya.Regi hanya tersenyum tipis. "Dulu, Om pernah tinggal