POV Fadli a.k.a JerichoHarusnya, malam ini menjadi malam yang sempurna untukku merasakan kehangatan keluarga.Berkumpul bersama Ibu dan Ayah mertuaku serta istri dan anakku.Sejak aku terbangun dari koma pasca cidera kepala yang aku alami, semua memang berubah.Aku merasa hidupku lebih berarti. Lebih indah. Lebih bermakna.Tazkia menjelma menjadi istri yang sempurna di mataku dan kepintaran Rafa, membuatku bangga menjadi Ayahnya. Bahkan, kebaikan dan perhatian kedua orang tua Tazkia membuatku merasakan kasih sayang orang tua yang sudah lama tak aku dapatkan.Entah bagaimana kehidupanku di masa lalu, semua memang masih menjadi misteri bagiku.Aku masih terus berusaha untuk mengumpulkan dan menyusun setiap keping ingatan yang hadir dalam benakku hingga aku mengetahui bahwa kini, di dalam kepalaku, terdapat sebagian otak milik Jervian. Saudara kembarku sendiri.Jervian yang dikenal masyarakat sebagai pembunuh berantai yang sangat keji.Awalnya, aku merasa frustasi akan hal itu.Aku keta
Regi, jika surat ini sampai ke tanganmu, itu artinya aku sudah tidak ada di dunia ini lagi.Pertama, aku ingin mengucapkan terima kasih atas semua budi baikmu yang telah membiayai pengobatan istriku hingga dia sembuh total dari penyakitnya. Sampai detik ini, aku tak akan pernah bisa melupakan semua itu.Mungkin, ini waktunya aku membalas semua kebaikanmu dulu dengan memberitahukan fakta tentang Fadli.Aku memang tidak tau pasti bagaimana cerita awalnya Fadli dan saudara kembarnya bisa berbarengan masuk ke rumah sakit. Aku bahkan baru tau malam itu bahwa sebenarnya Fadli memiliki saudara kembar bernama Jervian yang diketahui oleh semua orang sebagai pembunuh berantai yang selama ini menjadi incaran polisi. Yang aku tahu, malam itu, kondisi Fadli kritis karena sebagian otaknya hancur. Itulah sebabnya profesor Bergas mengambil keputusan untuk melakukan operasi transplantasi otak milik Jervian. Dan yang melakukan operasi itu adalah Adnan Al-Hakim. Ternyata, dia masih hidup! Dan kami, para
POV Fadli a.k.a JerichoAku berjalan ling lung setelah sosok Regi sudah tak tampak dari pandanganku.Terseok-seok dan tertatih, aku melangkah melewati lorong koridor rumah sakit yang sepi.Seperti kehilangan arah tujuan, kehilangan pijakan, kehilangan segala-galanya, aku seolah tak menemukan jalan untuk pulang.Bahkan aku tak tahu, apakah kini aku sanggup untuk bertatap muka lagi dengan Tazkia?Malam itu, untuk yang terakhir kalinya, aku pun melihat keadaan Tazkia di dalam ruangan ICU.Regi mengekor langkahku hingga ambang pintu ruangan ICU, seolah takut aku akan mencelakai Tazkia.Tatapan lelaki itu terus mengawasiku di sana.Melihat keadaan Tazkia yang kini terbaring lemah tak sadarkan diri, hatiku terenyuh, sakit."Maafkan aku, Kia..." ucapku lirih seraya meraih jemari Tazkia. Mengecupnya lembut dan menempelkannya di pipiku. Jemari Tazkia saat itu terasa dingin."Mungkin, ini akan menjadi pertemuan terakhir kita, Kia. Aku akan menyerahkan diri ke polisi setelah aku menyelesaikan se
Keesokan harinya, Regi dan Angela sudah tak mendapati keberadaan Fadli di kediamannya.Regi memang tak memberitahu Angela mengenai siapa Fadli sebenarnya, entah hal apa yang membuat Regi percaya bahwa Fadli tidak akan berbohong dengan apa yang sudah lelaki itu ucapkan. Itulah sebabnya, Regi memilih menyimpan fakta itu untuk dirinya sendiri sementara waktu ini, toh jika Fadli nanti sudah menyerahkan diri ke polisi, semua orang termasuk Angela akan tahu kebenarannya.Hari itu, setelah memakamkan jenazah kedua orang tua Tazkia dan juga jenazah janin Tazkia dan Fadli, Regi mengajak Rafa pulang ke kediamannya dulu bersama Tazkia.Dia hendak memperlihatkan kamar yang sudah dia sediakan selama ini untuk sang putra tercintanya.Regi menuntun Rafa ke lantai dua dan dia menengok ekspresi putranya yang ternyata masih sama. Rafa masih terlihat kebingungan."Lumahnya gede banget, Om? Nggak kayak lumah Lapa, kecil," gumamnya Rafa dengan polosnya.Regi hanya tersenyum tipis. "Dulu, Om pernah tinggal
Hari itu, Regi memang sengaja mengundang Angela ke kediamannya untuk menemani Rafa bermain, karena sore nanti dia harus kembali ke rumah sakit untuk menemani Tazkia.Rafa sedang asik bermain mobil remot ditemani Regi di halaman belakang kediaman Regi saat Angela datang membawakan makan siang untuk mereka."Ayo makan dulu." teriak Angela saat itu.Mereka makan bersama dengan Regi yang tampak telaten menyuapi Rafa."Om Legi baik ya Ante. Kalo di lumah cama Bunda, Lapa halus makan cendili. Kalo Ayah mau cuapin Lapa aja, Ayah malah di malah-malahin cama Bunda, nggak boleh." Celoteh Rafa dengan mulutnya yang menggembung penuh dengan makanan.Mendengar hal itu Regi dan Angela jadi tertawa."Rafa kan sudah besar, benar apa kata Bunda, Rafa memang harus sudah bisa makan sendiri. Tapi, berhubung sekarang nggak ada Bunda, Rafa nggak usah bilang-bilang Bunda kalau Rafa makan di suapin sama Om Regi ya?" ucap Regi saat itu.Rafa mengangguk paham diiringi cengirannya yang bertambah lebar.Selesai m
"Sayangnya, Tazkia akan sangat membencimu jika dia sampai tahu siapa kamu sebenarnya! Terlebih, tentang kisah masa lalu mu dengannya! Tentang alasan mengapa dulu kamu selalu menstalkingnya sewaktu kalian masih SMA. Bukan karena kamu yang menyukainya, tapi karena kamu yang ingin membunuhnya!""Dari mana kamu tahu soal itu?" Tanya Fadli cepat. Lelaki itu benar-benar terkejut.Karina tersenyum miring. Melipat kedua tangan di depan dada, dia kembali duduk di sofa. "Pertanyaan yang kamu ajukan itu kedengarannya sangat lucu bagiku, Jer! Jelas-jelas, kamu sendiri yang sudah menceritakan semua rahasia pribadimu padaku. Semua rencana pembunuhanmu, termasuk siapa target pembunuhanmu selanjutnya jika saja malam itu Jervian tidak menghentikanmu! Aku tau semuanya, Jer..."Fadli yang mulai termakan omongan Karina lekas mendekat dan mengambil posisi duduk di sisi wanita itu. Menarik kedua bahu Karina agar duduk menghadapnya. "Coba, katakan, katakan semua rahasia pribadiku yang kamu ketahui, jika mem
Sore ini Tazkia sadar setelah seharian kemarin dia mengalami koma pasca pendarahan hebat yang dialaminya.Masih dengan tubuh yang sangat lemah Tazkia hanya bisa mengedipkan mata, bahkan untuk sekadar menoleh saja dia merasa kesulitan.Tazkia tidak mendapati keberadaan siapapun di dalam ruangan rawatnya saat itu.Dalam diam, kedua bola mata Tazkia mengerjap saat hawa panas menjalarinya. Memancing bendungan air mata yang perlahan menetes di pelipisnya.Sekelebat bayangan jasad kedua orang tuanya yang tergantung dengan keadaan yang mengerikan kembali terlintas dalam benak Tazkia saat itu."Ibu... Bapak..." gumamnya dalam tangis.Pintu ruang rawat yang terbuka membuat tatapan Tazkia teralihkan.Melalui lirikan matanya saat itu, Tazkia menangkap samar sesosok tubuh lelaki yang perlahan mendekatinya.Buru-buru Tazkia memejamkan mata.Berpura-pura belum sadar."Bu Tazkia belum sadar, Pak." ucap suara asing yang tertangkap indra pendengaran Tazkia."Dokter sudah memeriksa keadaannya hari ini?
Bergas mengutuk kebodohannya yang sudah termakan bujuk rayu Tristan.Nyatanya, selama ini dirinya sudah dibohongi oleh Tristan yang merupakan kaki tangan Syarif.Syarif dan Tristan bekerjasama memanfaatkan dirinya agar terjalin kerjasama diantara Bergas dengan Perusahaan Gen Corporation di mana pemilik perusahaan itu ternyata adalah Regi Haidarzaim yang merupakan mantan suami Tazkia yang kini menikah dengan Fadli."Jadi selama ini, anda sudah menipu saya, Pak?" Tanya Bergas pada Syarif dalam pertemuan rahasia mereka. "Setelah apa yang sudah saya lakukan untuk anda, tapi apa yang anda lakukan pada saya?" teriak Bergas lagi saat dia mengetahui bahwa izin penelitiannya sudah benar-benar dicabut. Bahkan Syarif melarang Bergas untuk melakukan tes DNA terhadap para Ibu hamil terduga memiliki keturunan dengan Gen Psikopat.Penelitian itu resmi dihentikan dan ditutup untuk selama-lamanya setelah salah seorang peneliti lain yang merupakan anak buah Syarif mengumumkan ke publik bahwa penelitian