Bab 23
Pov Mila
Aku klik rekaman yang sudah siap untuk diperdengarkan. Aku yakin ini adalah rekaman penting.
"Maaf, Pak. Kalau boleh tahu kenal Dini di mana, ya?""Saya pelanggannya, Mas. Memang Dini itu luar biasa."
"Pelanggan apa maksudnya?"
"Ah, masa sih nggak ngerti?"
"Beneran, saya nggak paham."
"Itu loh, dia itu wanita panggil*n."
"Pak, maaf, tahu dari mana kalau dia wanita panggilan? Siapa tahu lagi suntuk aja ketemu dengan Bapak."
"Saya tahu dia dari teman, jadi dari teman ke teman. Wanita itu masih muda, beruntung yang mendapatkan pertama kalinya saat dia masih per*wan. Sudah tak perawan saja masih enak.""Jadi, kalau boleh tahu, Dini mulai jadi wanita plus-plus itu sejak kapan?" "Dia pernah cerita, sedih mendengar ceritanya. Semenjak kakaknya meninggal, dia frustasi dan mengisi hari-harinya dengan menyenangkan diri sendiri seperti itu.""Teri
Bab 24POV Mila"Jangan lupa, periksakan kondisi Ibu, ya!" serunya. Aku mengangguk dengan melontarkan senyuman. Kemudian, kulangkahkan kaki ini dengan pelan sambil melamunkan rumitnya rumah tanggaku.Detektif yang kusewa ini sudah mulai perhatian, sebaiknya aku harus jaga jarak juga dengannya. Agar tidak menimbulkan fitnah maupun perasaan lain yang timbul karena sering bertemu. Aku akan selalu ingat, martabat seorang Ibu adalah mencontohkan kesetiaan pada anaknya. Kecuali, jika memang sudah resmi bercerai, itu lain ceritanya.Aku berjalan pelan, sebaiknya secepatnya aku periksakan kondisiku. Terlihat dari kejauhan ruangan dokter khusus penyakit dalam. Lebih baik aku antri dulu ke bagian pendaftaran. Lebih cepat lebih baik, aku harus percepat pemeriksaan ini, agar bisa segera diobati jika terindikasi.Setelah berhasil mendaftar, kebetulan antrian juga kosong, aku langsung dipanggil oleh suster yang menjadi asisten dokte
Bab 25Pov Mila"Mila!" teriak orang tuaku yang tiba-tiba ada di rumah sakit ini. Dari kejauhan, aku sudah melihatnya, mau menyapa ada Mas Hendra di hadapanku sedang bertanya perihal resi yang ia lihat. Beruntungnya, mama yang lebih dulu menyapa.Mas Hendra pun menoleh ke belakang. Kemudian, ia melupakan pertanyaan yang dilontarkan padaku.Kami berdua menghampiri mama dan papaku. Jangan sampai mereka menemukan titik kejanggalan pada rumah tanggaku ini."Mah, mau jenguk Papa?" tanyaku."Iya, Mama heran sama kamu, mertua sakit kok nggak beritahu Mama? Kenapa Mama harus tahu dari Mbok Asih?" cecarnya. Astaga, aku sampai melupakan mama, ia tak diberi kabar tentang ini, saking sibuknya dengan urusan rumah tanggaku."Maafin Mila, ya Mah.""Ayo, Mah, Pah, kita ke arah sana!""Ayo!"Mas Hendra mengajak kedua orang tuaku ke ruang rawat inap tempat papa di rawat. Aku pun belum menengok ke
Bab 26FlashbackPov Papa Haris"Dok, tolong bilang pada yang berada di luar, aku harus mendapatkan penanganan medis lebih. Anggap saja saya minta tolong, agar anak saya ini tidak semena-mena lagi dan menyesal atas perbuatannya.""Maaf, Pak. Tidak bisa, nanti rumah sakit ini akan jelek di mata orang jika untuk mempermainkan orang lain.""Saya ingin memberikan sebuah pelajaran untuk anak saya, agar ia lebih menghargai hidup."Aku memintanya dengan amat memohon. Sebab, cara inilah yang ingin kutunjukkan pada Hendra. Terlebih ketika mendengar ucapannya yang meminta jangan dihapus dari daftar ahli waris.Akhirnya dokter pun bersedia, tapi hanya sebentar tidak boleh berlama-lama.***Pov Mila kembali"Jadi begitu ceritanya.""Papa, kamu tuh!" pekik mama mertuaku."Jadi, sakit jantung kemarin hanya pura-pura?" Aku terperangah dengan pengakuan papa."Benar, Papa punya riwayat jant
Bab 27POV Mila"Emm, Rika, apa Bude boleh minta tolong?" Tiba-tiba Mama Soraya mengalihkan pembicaraan."Tolong apa, Bude?" tanya Rika balik."Tolong belikan makan, Bude belum makan sejak tadi," ucap Mama mertuaku. Kemudian, Rika mengangguk sembari mengangkat kedua alisnya, lalu mendesah seraya kesal. Mungkin di batinnya tak suka disuruh-suruh."Baik, Bude, Rika jalan ke kantin. Mbak Mila mau ikut?" tanya Rika, aku pun menggelengkan kepala, ia pun mengangguk kali ini ia mengecap diiringi diangkatnya bibirnya yang tipis.Kemudian, aku pastikan Rika sudah jauh dari ruangan, barulah setelah itu menutup pintu kembali. Ada perasaan aneh terpancar di wajah Mas Hendra.Kedua alisnya sudah menyatu, tangannya pun menahan dagu seraya bertanya-tanya ada apa dengan Papa Haris."Pah, ada apa sih? Kelihatannya serius, hingga Rika disuruh pergi," cetus Mas Hendra. Benar dugaanku, ia bingu
Bab 28POV Mila"Kenapa kamu menangis?" tanya mama sambil menyeka air matanya."Aku sudah tahu apa maksud dari Mama dan Papa," sahut Mas Hendra dengan isak tangis. Aku agak sedikit tersentak melihat penuturan Mas Hendra. Apa yang ia tahu tentang Dini sebenarnya? Kira-kira ia tahu dari mana berita tersebut.Kemudian, Mas Hendra menghela napas, ia mulai bercerita tentang apa yang ia tahu."Jadi, aku melihat akun sosial media milik Tini yang tidak lain adalah Dini, ternyata banyak laki-laki yang komentar, salah satunya orang yang kutemui di sebuah cafe. Aku cari tahu melalui messenger, dan akhirnya tahu bahwa Dini adalah wanita yang sudah lama bergonta-ganti pasangan. Ia depresi karena meninggalnya Della, hingga terobsesi untuk membunuhku secara perlahan."Ungkapan yang mengharukan untuk seorang ibu yang mendengarkan curahan hati anaknya. Kekhilafan Mas Hendra kini berujung malapetaka untuk dirinya sendiri. T
Bab 29Pov MilaAku tidak tahu bagaimana caranya meredam emosi ketika tahu bahwa Rika malah tertawa di saat kami marah. Ia begitu santai menanggapi apa yang telah ia lakukan terhadap keluarga kami."Kamu sadar apa yang telah kau lakukan ini merugikan keluarga Hendra, saudaramu sendiri?" cecar mama."Ya, kami semua sadar," cetusnya. Kami semua katanya? Aku agak sedikit heran dengannya. Kenapa ia bilang seperti itu?Kemudian, mama dan Mas Hendra mulai geram, ia menarik tangan Rika. Lalu agak sedikit melemparnya ke depan pintu.Rika kembali tertawa lepas, kali ini dengan nada sedikit tinggi. Apa yang ia lakukan ini sungguh membuatku merasa heran.Langkah kaki Rika kembali membuat kami sekeluarga tegang, dengan kejutan dari sikapnya, kami berempat berhasil menjadi emosi."Kamu mau apa?" Rika berusaha terus mendekati mama."Bude, pernahkah Bude inga
Bab 30POV Rika"Ingat itu, Bude?" tanyaku lagi.Mereka tercengang dengan apa yang kuceritakan barusan."Hanya ucapan seperti itu membuatmu sakit hati dan melakukan pembalasan yang sangat merugikan keluarga kami?" tanya Bude Soraya dengan lirihnya. Aku pun tak segan-segan mentertawakannya. Ia bilang hanya ucapan. Wanita seharusnya lebih tahu perasaan wanita lain."Aku sudah puas atas hancurnya rumah tangga anakmu, Bude. Ini untuk pelajaran kalian, jika bicara sebaiknya diatur terlebih dahulu, disaring dulu apakah tidak membuat orang lain sakit hati!" terangku pada mereka, terutama Bude Soraya.Mila menutup mulutnya dengan telapak tangan sebelah kiri. Ia begitu syok mendengar penuturanku barusan."Kamu syok, Mila?" Ia bergeming, tak menjawab apa pun yang dilontarkan olehku."Oh ya, uang yang kamu berikan untuk usaha yang telah diinvestasikan, akan se
Bab 31Pov RikaAku meraih kertas yang telah ia berikan, di situ tertera diagnosis dokter untuknya. Aku baca dan cerna isi dari diagnosis dokternya yang Dini berikan."Positif? Kamu positif HIV? Jadi penyakit itu bukan penyakit sejenis kanker atau penyakit kelamin lainnya?" tanyaku sambil menelan salivaku."Iya, aku juga baru melakukan sebagian tes, dan aku bahagia, akan menyusul Kak Della," celetuk Dini membuat mataku membulat. Tiba-tiba saja terlintas wajah Ayu, ia akan kehilangan kedua orang tuanya? Anak kacil yang tidak tahu menahu persoalan orang dewasa. Lantas, jika ia besar nanti mengetahui persoalan ini, apakah tidak kecewa pada kehidupan dan takdir.Aku sedikit mundur, dudukku kini bersandar dan memegang kepala. Ya Tuhan, ternyata Dini memiliki riwayat penyakit HIV dan tentunya sudah ditularkan pada Mas Hendra dan juga Mbak Mila. Aku tak menyangka ini semua terjadi karena dendamku."Ke