Bab 31
Pov Rika
Aku meraih kertas yang telah ia berikan, di situ tertera diagnosis dokter untuknya. Aku baca dan cerna isi dari diagnosis dokternya yang Dini berikan.
"Positif? Kamu positif HIV? Jadi penyakit itu bukan penyakit sejenis kanker atau penyakit kelamin lainnya?" tanyaku sambil menelan salivaku. "Iya, aku juga baru melakukan sebagian tes, dan aku bahagia, akan menyusul Kak Della," celetuk Dini membuat mataku membulat. Tiba-tiba saja terlintas wajah Ayu, ia akan kehilangan kedua orang tuanya? Anak kacil yang tidak tahu menahu persoalan orang dewasa. Lantas, jika ia besar nanti mengetahui persoalan ini, apakah tidak kecewa pada kehidupan dan takdir. Aku sedikit mundur, dudukku kini bersandar dan memegang kepala. Ya Tuhan, ternyata Dini memiliki riwayat penyakit HIV dan tentunya sudah ditularkan pada Mas Hendra dan juga Mbak Mila. Aku tak menyangka ini semua terjadi karena dendamku. "KeBab 32POV RikaSetelah sekian bulan bekerja sama dengan Dini, akhirnya Mas Hendra mengetahui semuanya. Kala itu, aku memang harus berpura-pura padanya, agar ia tak curiga.Di sebuah cafe, Mas Hendra bertemu dengan para lelaki yang pernah tidur dengan Dini. Namun, aku berpura-pura bodoh agar terlihat tidak disalahkan.Di cafe, aku pun melihat Hermawan sekilas. Namun, ia tak mempedulikanku. Apa ia sedang memata-matai aku? Akhirnya kami pergi karena khawatir terbongkar semua, Mas Hendra tak boleh tahu tentangku.***Kembali ketika sudah terungkap semuaTiba-tiba aku teringat Hermawan, apa jangan-jangan ia yang mengintaiku. Hingga semua tahu lebih dulu. Kalau iya, itu artinya, Hermawan akan semakin membenciku karena telah membuat Mila sakit."Aku kok jadi nyesel, kenapa aku melakukan ini terhadap keluargaku sendiri!" pungkasku sambil menutup muka ini dengan kedua tanganku. Rasanya terlalu ke
Bab 33Pov MilaAku tak menyangka bahwa ucapan mertuaku membuat saudaranya sendiri sakit hati. Itulah kenapa manusia diingatkan untuk selalu menjaga lisannya. Sebab, kita tidak tahu hati seseorang, apakah ia menerima apa yang kita lontarkan.Hubungan yang tidak baik terhadap Tuhan, mampu dihapuskan hanya dengan taubat. Namun, bila hubungan yang tidak baik terhadap manusia, jika manusia yang disakiti tak menerima, sampai kapanpun hidup kita takkan tenang.Dendam Rika kembali mengingatkan aku dengan tajamnya lidah manusia pada manusia lain. Tidak menutup kemungkinan, tanpa disadari, aku juga pasti pernah menyakiti hati orang lain.Rika pun pergi dari ruangan ini, aku dan keluarga berembuk berempat."Mah, kita tidak bisa menyalahkan Rika, ia termakan api dendam, kita harus introspeksi diri sendiri," cetus papa mertuaku. Laki-laki yang menyaksikan perdebatan sengit tadi."Aku tak
Bab 34POV Mila"Iya, Mah. Tapi harus cek lagi setelah satu bulan," sahutku.Setelah setengah jam ia konsultasi dan tes, Mas Hendra pun kembali ke ruangan pagi ini. Namun, saat ia baru duduk beberapa menit, kami kedatangan Rika kembali.Mama masih belum bisa menerima apa yang telah Rika lakukan, tapi sepertinya di mata Rika ada air mata penyesalan. Terlihat ketika ia sujud di kaki mama.Aku dan Mas Hendra menghampiri Rika, dan memberikan secarik kertas hasil tes tersebut."Ini hasil tes milikku, kamu tak perlu sujud seperti ini." Aku mencoba membantunya untuk bangkit.Ia buka lembaran itu, lalu menyergap tubuhku ini."Negatif, syukurlah. Ayu masih membutuhkan kamu, Mila.""Ya, seharusnya sebelum membuat masalah, kamu harus pikirkan dulu ke depannya!" cetus mama mertuaku lagi. Rika pun menundukkan wajahnya."Bude, Pakde, aku s
Bab 35POV MilaAku tunggu sampai laki-laki itu keluar dari ruangan. Siapa tahu itu benar Dini, baby sitter plus-plusnya suamiku.Jam dinding sudah menunjukkan pukul 22.30. Aku masih menunggu Mas Hendra selesai ditangani oleh dokter. Tidak lama kemudian, laki-laki yang tadi dipanggil oleh suster pun ke luar.Laki-laki itu duduk sambil memegang kepalanya. Keningnya terlihat mengernyit, seperti orang yang sedang cemas. Aku coba tanyakan padanya siapa yang ia tunggu."Maaf, Mas. Nunggu siapa di dalam?" tanyaku."Adik saya, Mbak. Keadaannya kritis." Laki-laki yang terlihat sepantaran dengan Mas Hendra itu pun menyandar."Adiknya Mas wanita?" Ia pun mengangguk."Ya, sedang proses dipindahkan ke ruang ICU." Laki-laki yang belum kuketahui namanya itu pun menjawab dengan singkat."Maaf, adiknya sakit apa?" tanyaku penasaran. Belum sempat menanyakan nama panjangnya
Bab 36POV Mila"Aku di rumah sakit? Maaf ya, ngerepotin," lirihnya pelan. Suaranya belum kuat bicara keras-keras.Kemudian, pintu pun terbuka, ada mama datang untuk menggantikan aku sebentar. Ya, aku butuh nutrisi agar tetap sehat."Mas, Mama sudah datang, aku pamit ke kantin dulu, ya!" Aku meraih tangannya, lalu mengecup punggung tangannya yang diselipkan selang infus."Mila, terima kasih telah merawatku. Maaf ya, ngerepotin!" lirihnya lagi, aku hanya tersenyum sambil berbalik badan dan pamit pada mama."Mah, aku sarapan dulu, nanti dokter dan team medis datang untuk mengambil darah Mas Hendra.""Iya, Mila. Kamu sarapan yang banyak dan bergizi ya, supaya sehat," pesan mama.Aku pun bergegas ke kantin untuk sekadar mengisi perutku ini. Setibanya di kantin rumah sakit. Aku bertemu kembali dengan laki-laki tadi. Namun, kali ini ia duduk dengan seseorang. Aku
Bab 37POV MilaAku terperanjat ketika laki-laki yang berkulit putih itu menunjukkan foto Mas Hendra, mataku membulat, tenggorokan rasa kering setelah mendengar pertanyaannya."Bukan, Mas Hendra yang kami maksud jelek, tidak setampan itu!" cetus Rika sembari tunjuk foto yang sebenarnya adalah Mas Hendra. Namun, ia terpaksa berbohong untuk melindungi sepupunya itu.Kemudian, aku mengembuskan napas lega, syukurlah Rika menyelamatkan aku. Mata orang itu menyipit, ia tampak tak percaya."Maaf, saya salah orang ya. Saya pikir Hendra mantan adik saya," celetuk laki-laki itu."Ya, nggak apa-apa, Mas," sahut Rika, lalu ia duduk kembali. Laki-laki itu pun menyodorkan tangannya untuk berkenalan dengan Rika."Oh ya, saya Wisnu, boleh tahu nama kamu?" tanya laki-laki yang ternyata bernama Wisnu."Saya, Rika. Ini sepupu saya, Mila." Laki-laki itu menyodorkan tangannya, tak lama kemudian
Bab 38POV MilaKini, posisi dudukku sudah bersebelahan dengan Rika dan berhadapan dengan Wisnu dan Deni. Tangan Rika berada di atas meja dengan mengepal. Aku berusaha tenang dengan duduk bersandar di sandaran kursi."Kenapa tadi kalian berbohong?" tanya Wisnu. Rika pun menoleh ke arahku."Aku akan jelaskan, Mas. Tapi, aku minta kalian tenang. Dan satu pertanyaanku, kenapa kalian balik lagi ke sini?" tanyaku juga penasaran dengan kedatangan mereka secara tiba-tiba."Awalnya ponsel adikku, Dini, ada alarm berdering. Tertulis di alarmnya bahwa hari ini akan bertemu dengan Mila. Dan aku teringat, bahwa kamu tadi menyebutkan nama itu. Apa betul kalian ada janji hari ini?" tanya Wisnu. Aku pun mengingat kembali, apa pernah melakukan janji dengan Dini alias Tini.Tiba-tiba aku teringat, pesan yang sudah kutandai sudah dibaca, padahal sepatah katapun belum terbaca olehku. Ya, aku segera membuka layar ponsel
Bab 39POV Mila"Suster, saya titip Rika dulu, nanti saya susul ke UGD!" pesanku pada suster yang sedang membawa Rika. Keadaannya pun masih dalam keadaan sadar."Mbak Mila, kamu urus Mas Hendra aja dulu, aku baik-baik saja. Ada suster yang menangani." Aku pun mengangguk. Kemudian, pergi bergegas ke tempat Mas Hendra.Aku melangkah dengan setengah berlari, tidak terlalu cepat, tidak juga lambat. Setiap kali melangkah, aku selalu membayangkan peliknya rumah tangga. Apa salahku hingga Tuhan memberikan cobaan yang terlalu berat?Terlebih-lebih jika Mas Hendra dinyatakan positif, bagaimana nantinya? Sanksi sosial juga pasti ada. Aku tidak bisa membayangkan itu semua, anakku dijauhi oleh banyak orang hanya karena akibat dari perbuatan papanya.Dosa memang ia sendiri yang tanggung, tapi efeknya pasti banyak untuk sekelilingnya.Kubuka pintu kamar, kemudian segera menemui dokter yang