Bab 35
POV Mila
Aku tunggu sampai laki-laki itu keluar dari ruangan. Siapa tahu itu benar Dini, baby sitter plus-plusnya suamiku.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 22.30. Aku masih menunggu Mas Hendra selesai ditangani oleh dokter. Tidak lama kemudian, laki-laki yang tadi dipanggil oleh suster pun ke luar. Laki-laki itu duduk sambil memegang kepalanya. Keningnya terlihat mengernyit, seperti orang yang sedang cemas. Aku coba tanyakan padanya siapa yang ia tunggu. "Maaf, Mas. Nunggu siapa di dalam?" tanyaku."Adik saya, Mbak. Keadaannya kritis." Laki-laki yang terlihat sepantaran dengan Mas Hendra itu pun menyandar.
"Adiknya Mas wanita?" Ia pun mengangguk.
"Ya, sedang proses dipindahkan ke ruang ICU." Laki-laki yang belum kuketahui namanya itu pun menjawab dengan singkat.
"Maaf, adiknya sakit apa?" tanyaku penasaran. Belum sempat menanyakan nama panjangnyaBab 36POV Mila"Aku di rumah sakit? Maaf ya, ngerepotin," lirihnya pelan. Suaranya belum kuat bicara keras-keras.Kemudian, pintu pun terbuka, ada mama datang untuk menggantikan aku sebentar. Ya, aku butuh nutrisi agar tetap sehat."Mas, Mama sudah datang, aku pamit ke kantin dulu, ya!" Aku meraih tangannya, lalu mengecup punggung tangannya yang diselipkan selang infus."Mila, terima kasih telah merawatku. Maaf ya, ngerepotin!" lirihnya lagi, aku hanya tersenyum sambil berbalik badan dan pamit pada mama."Mah, aku sarapan dulu, nanti dokter dan team medis datang untuk mengambil darah Mas Hendra.""Iya, Mila. Kamu sarapan yang banyak dan bergizi ya, supaya sehat," pesan mama.Aku pun bergegas ke kantin untuk sekadar mengisi perutku ini. Setibanya di kantin rumah sakit. Aku bertemu kembali dengan laki-laki tadi. Namun, kali ini ia duduk dengan seseorang. Aku
Bab 37POV MilaAku terperanjat ketika laki-laki yang berkulit putih itu menunjukkan foto Mas Hendra, mataku membulat, tenggorokan rasa kering setelah mendengar pertanyaannya."Bukan, Mas Hendra yang kami maksud jelek, tidak setampan itu!" cetus Rika sembari tunjuk foto yang sebenarnya adalah Mas Hendra. Namun, ia terpaksa berbohong untuk melindungi sepupunya itu.Kemudian, aku mengembuskan napas lega, syukurlah Rika menyelamatkan aku. Mata orang itu menyipit, ia tampak tak percaya."Maaf, saya salah orang ya. Saya pikir Hendra mantan adik saya," celetuk laki-laki itu."Ya, nggak apa-apa, Mas," sahut Rika, lalu ia duduk kembali. Laki-laki itu pun menyodorkan tangannya untuk berkenalan dengan Rika."Oh ya, saya Wisnu, boleh tahu nama kamu?" tanya laki-laki yang ternyata bernama Wisnu."Saya, Rika. Ini sepupu saya, Mila." Laki-laki itu menyodorkan tangannya, tak lama kemudian
Bab 38POV MilaKini, posisi dudukku sudah bersebelahan dengan Rika dan berhadapan dengan Wisnu dan Deni. Tangan Rika berada di atas meja dengan mengepal. Aku berusaha tenang dengan duduk bersandar di sandaran kursi."Kenapa tadi kalian berbohong?" tanya Wisnu. Rika pun menoleh ke arahku."Aku akan jelaskan, Mas. Tapi, aku minta kalian tenang. Dan satu pertanyaanku, kenapa kalian balik lagi ke sini?" tanyaku juga penasaran dengan kedatangan mereka secara tiba-tiba."Awalnya ponsel adikku, Dini, ada alarm berdering. Tertulis di alarmnya bahwa hari ini akan bertemu dengan Mila. Dan aku teringat, bahwa kamu tadi menyebutkan nama itu. Apa betul kalian ada janji hari ini?" tanya Wisnu. Aku pun mengingat kembali, apa pernah melakukan janji dengan Dini alias Tini.Tiba-tiba aku teringat, pesan yang sudah kutandai sudah dibaca, padahal sepatah katapun belum terbaca olehku. Ya, aku segera membuka layar ponsel
Bab 39POV Mila"Suster, saya titip Rika dulu, nanti saya susul ke UGD!" pesanku pada suster yang sedang membawa Rika. Keadaannya pun masih dalam keadaan sadar."Mbak Mila, kamu urus Mas Hendra aja dulu, aku baik-baik saja. Ada suster yang menangani." Aku pun mengangguk. Kemudian, pergi bergegas ke tempat Mas Hendra.Aku melangkah dengan setengah berlari, tidak terlalu cepat, tidak juga lambat. Setiap kali melangkah, aku selalu membayangkan peliknya rumah tangga. Apa salahku hingga Tuhan memberikan cobaan yang terlalu berat?Terlebih-lebih jika Mas Hendra dinyatakan positif, bagaimana nantinya? Sanksi sosial juga pasti ada. Aku tidak bisa membayangkan itu semua, anakku dijauhi oleh banyak orang hanya karena akibat dari perbuatan papanya.Dosa memang ia sendiri yang tanggung, tapi efeknya pasti banyak untuk sekelilingnya.Kubuka pintu kamar, kemudian segera menemui dokter yang
Bab 40POV Mila"Kamu baik-baik saja, kan Rika?""Alhamdulillah, Mbak. Cuma cenat cenut tadi beling banyak yang masuk, tapi sudah ditindak dokter bedah tadi," sahut Rika."Dokter bedah?" tanyaku tersentak."Iya operasi kecil tadi, Mbak.""Yang terpenting sekarang kamu sudah baik-baik saja," tutupku. Tidak lama kemudian, laki-laki tadi datang bersama satpam rumah sakit, Wisnu dan Deni menghampiri kami."Maaf, Bu. Apa ibu baik-baik saja?" tanya satpam tersebut. Aku melirik ke arah mereka berdua, kedua laki-laki itu pun menundukkan wajahnya."Saya baik-baik saja, Pak.""Oh, ya. Apa kasus tadi mau dipolisikan Atau bisa diselesaikan secara kekeluargaan?" tanya satpam. Aku dan Rika beradu pandangan. Lalu kuserahkan ini semua pada Rika."Semua terserah kamu, Rika," pungkasku."Maaf, saya benar-benar ingin minta maaf pada kamu, apa pun yang kalian
Bab 41POV Mila"Rika, bukankah itu Tante Wulan, ibumu?" Aku memberi tahu Rika sambil membuka gorden penyekat.Rika berusaha beranjak dari tempat tidurnya, ia pun dibantu oleh Wisnu dan temannya untuk melihat apa yang kulihat."Astaga, iya itu mama papaku. Mbak, tolong antar aku ke situ!" pinta Rika."Kamu di sini aja, biar aku yang lihat korban kecelakaan," imbuh Wisnu."Mas, itu benar orang tuaku. Tolong antar aku ke situ!" tegas Rika. Wisnu menatapku seraya izin, aku pun mengangguk. Kemudian, Rika pun diantarkan ke bilik sebelah, tapi petugas mencegahnya."Maaf, Mbak. Korban sedang ditindak oleh Dokter," cegah suster. Aku pun berusaha menenangkan Rika dengan menyuruhnya berbaring sambil menunggu dokter selesai memberikan tindakan medis untuk orang tuanya."Kamu berbaring di sini, tunggu dokter memberikan pertolongan pada orang tuamu.""Mbak,
Bab 42POV MilaKami semua serentak terkejut, dan saling bertatapan. Jantungku berdegup kencang. Perlahan korban berjatuhan dan meninggal di UGD. Astaga, apakah Tante Wulan dan Om Johan dapat diselamatkan?Kami menunggu keluarnya jenazah kedua, di dalam dokter sedang berusaha memberikan pertolongan ke semua korban. Kami hanya membantu doa. Semoga para korban termasuk orang tuanya Rika dapat diselamatkan.Tidak lama kemudian, keluarlah jenazah kedua yang sudah diselimuti kain putih."Sus, tunggu, saya mau lihat korbannya!" cegah Rika."Korbannya wanita, bernama Wulan," ungkap suster membuat Rika sontak tak percaya. Ia menutup mulutnya dan menangis histeris."Mama! Nggak mungkin ini Mama!" teriaknya. Ia tak berani membuka kain itu. Lututnya sudah terlihat lemas tak kuat menopang kedua kakinya. Mama dan aku berusaha menggandengnya sekuat tenaga."Aku saja yang melihat jenazah i
Bab 43Pov RikaKenapa semua ini terjadi padaku? Apakah ini teguran dari Tuhan untukku atas perbuatan yang telah kulakukan?Mama yang ingin sekali menimang cucu dariku, kini berbaring di pembaringan terakhirnya. Ya Tuhan, semoga saja papa masih bisa diselamatkan.Suster sudah membawa jenazah mama, kini giliran kabar papa yang ia bawa."Sus, cepat katakan, bagaimana kondisi papaku?" sentakku. Masih ada Bude Soraya dan Mbak Mila yang mengelus punggungku agar terus bersabar dan kuat."Bu Rika, silahkan masuk ke dalam, papanya ingin bicara," ujarnya membuatku langsung ikut masuk ke dalam."Mbak, Bude, aku masuk dulu. Kalian tunggu di sini ya, tolong beri tahu saudara yang lain untuk segera menjemput jenazah mama." Sebelum masuk, aku berpesan pada Mbak Mila dan Bude Soraya. Mereka pun mengangguk seraya mengindahkan ucapanku.Aku masuk ke dalam, meskipun sakit kurasakan akib