Bab 17
Aku perlihatkan foto sosok dua wanita yang pernah singgah di hati Mas Hendra.
"Ini Della dan Tini? Apa mereka sahabatan?" tanya Mas Hendra keheranan.
"Ini biodata Tini, dia bukan Tini," tegasku. Kemudian, mama merampas foto mereka berdua. Mas Hendra masih fokus menelaah dan mencerna data Tini yang kuberikan.
"Astaga, wanita ini, bukankah yang hadir dalam pernikahanmu hingga nangis-nangis?" tanya mama. Mas Hendra pun terdiam, ia seperti syok ketika membaca biodata Tini alias Dini."Dini adik dari Della? Aku tidak pernah tahu tentang ini. Della nggak pernah cerita," sahut Mas Hendra.
"Bukan hanya itu, Della sudah meninggal karena bunuh diri," ucapku membuat mama melempar foto tersebut. Mulutnya ditutup oleh kedua telapak tangannya. "Apa kamu bilang, Mila? Jangan becanda!" cetus Mas Hendra. Mungkin ia takut sekaligus tidak percaya, karena kini ia malah berhubungan gelap denganBab 18Pov HendraBaby sitter itu adalah selingkuhanku, aku dikenalkan oleh Rika ketika Mila sedang berada di luar kota. Meskipun wanita yang masih belia itu sudah tak per*wan lagi, tapi permainannya sungguh amat menggugah hati. Ia seakan memberikan kenikmatan hingga sampai pada puncaknya.Tini, wanita yang tiba-tiba masuk dalam rumah tanggaku itu seakan-akan sudah lihai dalam menghadapi pria yang sedang haus dan membuat kepuasan tersendiri.***Flashback perkenalan"Hendra, kenalkan ini Tini, dia baru lulus SMA," ucap Rika mengenalkan wanita yang memakai rok mini baju seksi warna hitam, membuat jantungku seketika berdenyut amat cepat. Terlebih lagi ketika melihat dandanan Tini yang polos, dikunci dua bak gadis desa."Kenalkan, nama saya Tini, senang berkenalan dengan Anda," ucapnya semakin membuatku penasaran, suara lembutnya itu pasti membuat laki-laki manapun klepek-klepek.
Bab 19Pov HendraNetraku tertuju pada dua wanita yang masuk tiba-tiba ke dalam rumah tangga aku dan Mila."Jawablah, Dini!" tekanku lagi."Dini?" tanya Rika sembari mengernyitkan dahi. Kemudian,aku menyorotnya tanpa kedip.Sebuah rahasia yang telah mereka sembunyikan dariku, biodata asli Tini. Untuk apa kalau tidak ada motif di dalamnya. Pasti ada udang di balik batu.Aku akan terus menyecar mereka, jika alasan Dini untuk membalas dendam, lalu kenapa ia menggoda dan mau ditidu*i?Lalu Rika juga untuk apa ia menyodorkan aku seorang wanita, kalau hanya untuk menginginkan harta, ia sudah memiliki itu semua, meskipun ada sebagian usaha yang berhasil dikembangkan dari modal yang aku berikan."Jawab Dini, jawab! Kamu mau balas dendam atas kematian kakakmu? Aku tidak tahu mengenai hal itu, jadi salahku di mana hingga kau mau membalas dendam?" cecarku kesal."Mas, jika aku
Bab 20"Ya, kamu mengorbankan kakakku untuk itu," sanggah Dini. Wajahnya sudah sembab akibat menangis saat mengenang kakaknya."Aku nggak tahu akan menjadi seperti ini, tolong jangan limpahkan kesalahan ini padaku!" pintaku padanya."Siapa yang melimpahkan, kamu menuduhku balas dendam, aku tidak seperti itu. Cintaku ini hanya untukmu, Mas. Tolong, jangan sampai perlakukan aku sama seperti Kak Della!" lirihnya. Ia menggenggam tanganku.Rasanya tak adil untuk Mila, jika ia yang aku korbankan. Sedangkan dengan Dini, aku tak pernah mengikat janji dengannya."Jadi, kakakmu meninggal karena Mas Hendra, hebat kamu, Mas, bisa membuat wanita sampai tergila-gila seperti Della!" cetus Rika yang mendengarkan percakapan kami.Tak ada yang merasa hebat jika ada yang cinta buta kepada dirinya hingga putus asa, justru rasa bersalah akan terus menerus menghantui."Ri
Bab 21Pov Hendra"Pelanggan apa sih? Kalau ngomong yang jelas!" tegasku tapi laki-laki itu malah pergi. Rika dan Dini pun melarang untuk mengejarnya.Kemudian, kusingkirkan tangan Dini dan Rika yang sengaja meleraikan perdebatan tadi. Lalu, aku bergegas ke rumah sakit untuk melihat keadaan papa.Ada rasa penasaran dengan apa yang kedua laki-laki itu bicarakan tentang Dini. Kenapa ia begitu dikenal banyak pria?Aku menginjak gas dengan kecepatan tinggi, meskipun pikiranku ini masih berada di cafe tadi. Namun, dari penuturan Dini dan Rika, aku sedikit terbuka dan merasa bersalah pada Mila.Sepertinya aku harus minta maaf atas segala kekhilafanku ini. Wanita yang bernama Dini tidak lain adik dari mantanku yang sudah meninggal. Penyebabnya pun aku sendiri, Bisa-bisa aku akan terus menerus dihantui rasa bersalah jika melanjutkan hubungan dengan Dini.Hubunganku dengannya pun takk
Bab 22POV Hendra"Memang keluarganya dari dulu seperti itu, sudahlah, Mama ingin fokus dengan kesehatan Papa terlebih dahulu," elak mama membicarakan hal ini. Aku pun hanya bisa mengangguk.Jam dinding telah bergulir, sebentar lagi papa akan dipindahkan ke ruang rawat inap. Semoga saja ia cepat pulih, dan mau memaafkan segala kesalahanku.Sambil menunggu kabar dari suster, aku coba cari tahu tentang Dini melalui jejaring sosial medianya. Kucari nama akunnya yang asli. Ya, selama ini aku berteman hanya dengan akun palsunya yang bernamakan Tini.Kubaca dan kusamakan profilnya. Lalu scroll segala sesuatu yang mengenai Dini. Di sana akunnya lama tidak update. Terakhir kalinya ia foto dengan memakai baju seksi.Kemudian aku klik fotonya dan membaca komentar para komentator di foto tersebut. Salah satu komentar yang aku baca membuat penasaran dengan profilnya si komentator.[Makin seksi padahal sudah ber
Bab 23Pov MilaAku klik rekaman yang sudah siap untuk diperdengarkan. Aku yakin ini adalah rekaman penting."Maaf, Pak. Kalau boleh tahu kenal Dini di mana, ya?""Saya pelanggannya, Mas. Memang Dini itu luar biasa.""Pelanggan apa maksudnya?""Ah, masa sih nggak ngerti?""Beneran, saya nggak paham.""Itu loh, dia itu wanita panggil*n.""Pak, maaf, tahu dari mana kalau dia wanita panggilan? Siapa tahu lagi suntuk aja ketemu dengan Bapak.""Saya tahu dia dari teman, jadi dari teman ke teman. Wanita itu masih muda, beruntung yang mendapatkan pertama kalinya saat dia masih per*wan. Sudah tak perawan saja masih enak.""Jadi, kalau boleh tahu, Dini mulai jadi wanita plus-plus itu sejak kapan?""Dia pernah cerita, sedih mendengar ceritanya. Semenjak kakaknya meninggal, dia frustasi dan mengisi hari-harinya dengan menyenangkan diri sendiri seperti itu.""Teri
Bab 24POV Mila"Jangan lupa, periksakan kondisi Ibu, ya!" serunya. Aku mengangguk dengan melontarkan senyuman. Kemudian, kulangkahkan kaki ini dengan pelan sambil melamunkan rumitnya rumah tanggaku.Detektif yang kusewa ini sudah mulai perhatian, sebaiknya aku harus jaga jarak juga dengannya. Agar tidak menimbulkan fitnah maupun perasaan lain yang timbul karena sering bertemu. Aku akan selalu ingat, martabat seorang Ibu adalah mencontohkan kesetiaan pada anaknya. Kecuali, jika memang sudah resmi bercerai, itu lain ceritanya.Aku berjalan pelan, sebaiknya secepatnya aku periksakan kondisiku. Terlihat dari kejauhan ruangan dokter khusus penyakit dalam. Lebih baik aku antri dulu ke bagian pendaftaran. Lebih cepat lebih baik, aku harus percepat pemeriksaan ini, agar bisa segera diobati jika terindikasi.Setelah berhasil mendaftar, kebetulan antrian juga kosong, aku langsung dipanggil oleh suster yang menjadi asisten dokte
Bab 25Pov Mila"Mila!" teriak orang tuaku yang tiba-tiba ada di rumah sakit ini. Dari kejauhan, aku sudah melihatnya, mau menyapa ada Mas Hendra di hadapanku sedang bertanya perihal resi yang ia lihat. Beruntungnya, mama yang lebih dulu menyapa.Mas Hendra pun menoleh ke belakang. Kemudian, ia melupakan pertanyaan yang dilontarkan padaku.Kami berdua menghampiri mama dan papaku. Jangan sampai mereka menemukan titik kejanggalan pada rumah tanggaku ini."Mah, mau jenguk Papa?" tanyaku."Iya, Mama heran sama kamu, mertua sakit kok nggak beritahu Mama? Kenapa Mama harus tahu dari Mbok Asih?" cecarnya. Astaga, aku sampai melupakan mama, ia tak diberi kabar tentang ini, saking sibuknya dengan urusan rumah tanggaku."Maafin Mila, ya Mah.""Ayo, Mah, Pah, kita ke arah sana!""Ayo!"Mas Hendra mengajak kedua orang tuaku ke ruang rawat inap tempat papa di rawat. Aku pun belum menengok ke
Ekstra Part"Halo, Mbak Mila, kami sudah berada di Indonesia lagi," cetus Rika ketika ia menghubungiku."Syukurlah, aku amat bahagia dengarnya, apakah jenazah Dini dibawa ke Indonesia?" tanyaku."Nggak, ia meminta dikubur di sana, katanya tidak ingin membuat kita semua bersedih." Aku menghela napas sejenak, tak kusangka Dini yang berusia belia, sudah memikirkan ke arah sana."Astaga, anak itu, benar-benar mandiri sekali," ungkapku. "Lalu kalian sudah di rumah? Aku sedang tes lanjutan di rumah sakit.""Iya, kami di rumah orang tuaku, Mbak. Nanti aku hubungi lagi ya," celetuknya lalu telepon pun terputus.Setelah surprise yang diberikan oleh Dini alias Tini. Aku dan Mas Hendra memutuskan untuk melakukan pengobatan yang lebih rutin, uang yang diberikan olehnya, juga bukan sekadar hanya untuk berobat saja. Ya, kami sudah putuskan untuk membuat yayasan rehabilitasi, barangkali uang ini akan menjadi amal jariyah untuk Dini,
Bab 49Setibanya di rumah sakit, aku menanyakan di mana tempat Mas Hendra dirawat. Bagian informasi pun memberitahukan pada kami semua.Aku, Ayu, Mama, Papa, dan Mbok Asih pun segera bergegas ke kamarnya. Ruang VVIP tempat papa kemarin dirawat inap.Kulebarkan daun pintu dengan perlahan, khawatir Mas Hendra hendak tertidur. Namun, ketika aku membuka pintunya, karangan bunga muncul di hadapanku."Selamat ulang tahun, Mbak Mila," ucap Rika yang berada di balik karangan bunga itu. Aku pun memeluknya, dan menerima bunga tersebut."Terima kasih, ya Rika."Aku terharu dengan kejutan yang Rika berikan. Kemudian, kulihat wajah Mas Hendra yang sedang terbaring di ranjangnya. Ia tersenyum sambil memegang sesuatu.Aku langkahkan kaki ini ke arahnya, dan berhenti tepat di samping Mas Hendra."Selamat ulang tahun, Mila. Maafkan segala kesalahanku. Mungkin ini terakhir kalinya aku dapat memberikan kejutan
Bab 48Suster menganggukkan kepalanya di hadapan kami berdua, itu artinya benar adanya bahwa Mas Hendra dan Dini ada perkembangan."Sus, anak saya sadar?" tanya Mama mertuaku."Adik saya juga sadar?" tanya Mas Wisnu.Kami semua berharap kabar baik itu datang. Jadi dengan antusias Mas Wisnu selalu menyambar ucapan yang belum terlontarkan dari mulut suster."Jadi, kami punya harapan, kan Sus?" sambar Mas Wisnu kembali. Tangan Rika menarik lengannya, kemudian mengelus pundak Mas Wisnu."Mas, biarkan Suster bicara dulu, kita dengarkan suster terlebih dahulu, jangan nyerobot terus," tutur Rika mencoba cegah Mas Wisnu untuk tenang. Seberapa besar Mas Wisnu antusias dan berharap ada keajaiban untuk adiknya, mungkin sama rasanya dengan harapan Mama mertuaku yang berharap Mas Hendra sembuh."Baik, jadi untuk pasien Pak Hendra dan Dini, mereka sudah melewati masa kritisnya. Tadi kondisi Dini meman
Bab 47POV Mila"Aku pasrah, karena Dini telah melakukan hubungan bebas sudah hitungan tahun, sepertinya ini sulit untuk disembuhkan." Mas Wisnu pun sudah putus asa, ia tidak berharap banyak atas kesembuhan adiknya."Segala sesuatu, jika diiringi dengan doa pasti ada keajaiban di dalamnya," celetuk mama yang tiba-tiba ikut nimbrung. Mertuaku datang dengan memberikan ketenangan pada kami semua."Penyakit berbahaya sekalipun, jika sudah Allah berikan kesembuhan, maka akan sembuh. Mumpung baru jam sembilan pagi, kalian pergi ke mushola, lakukan salat taubat dan dhuha, doakan Hendra dan Dini." Mama mertuaku memberikan saran yang membuatku terenyuh. Ya, sudah lama sekali wajah ini tak menyentuh air wudhu.Aku bangkit, dan mengulurkan tangan ini pada Rika, lalu mengajaknya untuk melakukan apa yang mama mertuaku sarankan.
Bab 46POV WisnuFlashback ketika Pak Johan belum meninggal.Aku baru saja tiba di kota ini, kota yang kutinggal sejak lama hanya untuk mencari ketenangan di luar kota.Teringat pesan kedua orang tuaku, jika menetap di kota lagi. Tolong balas budi atas apa yang telah dilakukan oleh Pak Johan. Ia sangat berpengaruh dengan apa yang kami dapatkan sampai detik ini. Rumah yang kami miliki beserta perusahaan-perusahaan adalah jasa dari Pak Johan.Aku mencari keberadaannya. Ternyata ia ada di kota yang sama dimana tempat Dini tinggal.Aku menghubunginya. Namun, ia bilang akan keluar kota sore ini. Jadi, sebelum ia pergi, Pak Johan memintaku untuk menemuinya.Setibanya di kantor tempat Pak Johan, aku dipersilakan duduk olehnya."Kamu usia berapa Wisnu?" tanyanya."Sudah cukup umurlah, Pak," jawabku dengan canda."Mau kah kamu menikah dengan anakku? Ya, berharap j
Bab 45Pov MilaTernyata suami dari Rika itu adalah kakaknya Dini. Aku terkejut ketika ia menghampiri Mas Hendra. Tidak mungkin acara proses pemakaman akan berlangsung kisruh gara-gara perkelahian. Aku takkan membiarkan kekacauan pada suasana yang sedang berkabung ini."Mau apa kamu, Mas Wisnu?" tanyaku dengan cemas, tubuh ini sudah menghalangi ia agar tidak mendekati Mas Hendra. Bukan karena membela pezina, tapi aku hanya ingin menghormati keluarga almarhum tanteku."Hendra, kamu kah yang bernama Hendra?" tanyanya lembut membuat kami sedikit terkejut. Kukira ia akan memukuli, tapi justru membuat kami terbelalak dengan memberikan pertanyaan lembut."Iya, maafkan aku, Mas. Telah membuat adiknya, Mas, Della bunuh diri." Mas Hendra mengakui kesalahannya."Justru aku ingin meminta maaf, gara-gara Dini balas dendam, kamu dan keluarga kena imbasnya."Kini, aku bernapas lega, mereka sama-sama mengakui kesalahan.
Bab 44Pov RikaAku terkejut ketika melihat sosok laki-laki yang berada di sampingku. Pria yang baru saja membuatku cidera."Wisnu?" Aku terkejut, mulutku terbuka lebar ketika menyebutkan namanya."Ya, mungkin ini yang dinamakan jodoh," pungkas laki-laki yang tidak lain kakaknya Dini."Kalian sudah saling kenal?" tanya Bude Soraya. Aku tak mungkin menjelaskan bahwa Wisnu adalah kakaknya Dini alias Tini. Bisa-bisa ia akan syok mendengar penuturanku."Ya, Bude," sahutku sambil mengangguk."Kalau begitu, segerakan akadnya, Pak ustadz," pinta papa sambil memegang dadanya."Baiklah, kita mulai ya, para saksi, siap ya," ucap ustadz yang menjadi penghulu kami berdua.Namaku dan nama Mas Wisnu sudah ia pegang, kami segera menjalankan perintah papa. Meskipun aku tak ingin ini adalah permintaan terakhir kedua orang tuaku, tapi tidak ada salahnya menuruti keinginannya. Kami akan
Bab 43Pov RikaKenapa semua ini terjadi padaku? Apakah ini teguran dari Tuhan untukku atas perbuatan yang telah kulakukan?Mama yang ingin sekali menimang cucu dariku, kini berbaring di pembaringan terakhirnya. Ya Tuhan, semoga saja papa masih bisa diselamatkan.Suster sudah membawa jenazah mama, kini giliran kabar papa yang ia bawa."Sus, cepat katakan, bagaimana kondisi papaku?" sentakku. Masih ada Bude Soraya dan Mbak Mila yang mengelus punggungku agar terus bersabar dan kuat."Bu Rika, silahkan masuk ke dalam, papanya ingin bicara," ujarnya membuatku langsung ikut masuk ke dalam."Mbak, Bude, aku masuk dulu. Kalian tunggu di sini ya, tolong beri tahu saudara yang lain untuk segera menjemput jenazah mama." Sebelum masuk, aku berpesan pada Mbak Mila dan Bude Soraya. Mereka pun mengangguk seraya mengindahkan ucapanku.Aku masuk ke dalam, meskipun sakit kurasakan akib
Bab 42POV MilaKami semua serentak terkejut, dan saling bertatapan. Jantungku berdegup kencang. Perlahan korban berjatuhan dan meninggal di UGD. Astaga, apakah Tante Wulan dan Om Johan dapat diselamatkan?Kami menunggu keluarnya jenazah kedua, di dalam dokter sedang berusaha memberikan pertolongan ke semua korban. Kami hanya membantu doa. Semoga para korban termasuk orang tuanya Rika dapat diselamatkan.Tidak lama kemudian, keluarlah jenazah kedua yang sudah diselimuti kain putih."Sus, tunggu, saya mau lihat korbannya!" cegah Rika."Korbannya wanita, bernama Wulan," ungkap suster membuat Rika sontak tak percaya. Ia menutup mulutnya dan menangis histeris."Mama! Nggak mungkin ini Mama!" teriaknya. Ia tak berani membuka kain itu. Lututnya sudah terlihat lemas tak kuat menopang kedua kakinya. Mama dan aku berusaha menggandengnya sekuat tenaga."Aku saja yang melihat jenazah i