Bab 20
"Ya, kamu mengorbankan kakakku untuk itu," sanggah Dini. Wajahnya sudah sembab akibat menangis saat mengenang kakaknya.
"Aku nggak tahu akan menjadi seperti ini, tolong jangan limpahkan kesalahan ini padaku!" pintaku padanya. "Siapa yang melimpahkan, kamu menuduhku balas dendam, aku tidak seperti itu. Cintaku ini hanya untukmu, Mas. Tolong, jangan sampai perlakukan aku sama seperti Kak Della!" lirihnya. Ia menggenggam tanganku. Rasanya tak adil untuk Mila, jika ia yang aku korbankan. Sedangkan dengan Dini, aku tak pernah mengikat janji dengannya. "Jadi, kakakmu meninggal karena Mas Hendra, hebat kamu, Mas, bisa membuat wanita sampai tergila-gila seperti Della!" cetus Rika yang mendengarkan percakapan kami. Tak ada yang merasa hebat jika ada yang cinta buta kepada dirinya hingga putus asa, justru rasa bersalah akan terus menerus menghantui. "RiBab 21Pov Hendra"Pelanggan apa sih? Kalau ngomong yang jelas!" tegasku tapi laki-laki itu malah pergi. Rika dan Dini pun melarang untuk mengejarnya.Kemudian, kusingkirkan tangan Dini dan Rika yang sengaja meleraikan perdebatan tadi. Lalu, aku bergegas ke rumah sakit untuk melihat keadaan papa.Ada rasa penasaran dengan apa yang kedua laki-laki itu bicarakan tentang Dini. Kenapa ia begitu dikenal banyak pria?Aku menginjak gas dengan kecepatan tinggi, meskipun pikiranku ini masih berada di cafe tadi. Namun, dari penuturan Dini dan Rika, aku sedikit terbuka dan merasa bersalah pada Mila.Sepertinya aku harus minta maaf atas segala kekhilafanku ini. Wanita yang bernama Dini tidak lain adik dari mantanku yang sudah meninggal. Penyebabnya pun aku sendiri, Bisa-bisa aku akan terus menerus dihantui rasa bersalah jika melanjutkan hubungan dengan Dini.Hubunganku dengannya pun takk
Bab 22POV Hendra"Memang keluarganya dari dulu seperti itu, sudahlah, Mama ingin fokus dengan kesehatan Papa terlebih dahulu," elak mama membicarakan hal ini. Aku pun hanya bisa mengangguk.Jam dinding telah bergulir, sebentar lagi papa akan dipindahkan ke ruang rawat inap. Semoga saja ia cepat pulih, dan mau memaafkan segala kesalahanku.Sambil menunggu kabar dari suster, aku coba cari tahu tentang Dini melalui jejaring sosial medianya. Kucari nama akunnya yang asli. Ya, selama ini aku berteman hanya dengan akun palsunya yang bernamakan Tini.Kubaca dan kusamakan profilnya. Lalu scroll segala sesuatu yang mengenai Dini. Di sana akunnya lama tidak update. Terakhir kalinya ia foto dengan memakai baju seksi.Kemudian aku klik fotonya dan membaca komentar para komentator di foto tersebut. Salah satu komentar yang aku baca membuat penasaran dengan profilnya si komentator.[Makin seksi padahal sudah ber
Bab 23Pov MilaAku klik rekaman yang sudah siap untuk diperdengarkan. Aku yakin ini adalah rekaman penting."Maaf, Pak. Kalau boleh tahu kenal Dini di mana, ya?""Saya pelanggannya, Mas. Memang Dini itu luar biasa.""Pelanggan apa maksudnya?""Ah, masa sih nggak ngerti?""Beneran, saya nggak paham.""Itu loh, dia itu wanita panggil*n.""Pak, maaf, tahu dari mana kalau dia wanita panggilan? Siapa tahu lagi suntuk aja ketemu dengan Bapak.""Saya tahu dia dari teman, jadi dari teman ke teman. Wanita itu masih muda, beruntung yang mendapatkan pertama kalinya saat dia masih per*wan. Sudah tak perawan saja masih enak.""Jadi, kalau boleh tahu, Dini mulai jadi wanita plus-plus itu sejak kapan?""Dia pernah cerita, sedih mendengar ceritanya. Semenjak kakaknya meninggal, dia frustasi dan mengisi hari-harinya dengan menyenangkan diri sendiri seperti itu.""Teri
Bab 24POV Mila"Jangan lupa, periksakan kondisi Ibu, ya!" serunya. Aku mengangguk dengan melontarkan senyuman. Kemudian, kulangkahkan kaki ini dengan pelan sambil melamunkan rumitnya rumah tanggaku.Detektif yang kusewa ini sudah mulai perhatian, sebaiknya aku harus jaga jarak juga dengannya. Agar tidak menimbulkan fitnah maupun perasaan lain yang timbul karena sering bertemu. Aku akan selalu ingat, martabat seorang Ibu adalah mencontohkan kesetiaan pada anaknya. Kecuali, jika memang sudah resmi bercerai, itu lain ceritanya.Aku berjalan pelan, sebaiknya secepatnya aku periksakan kondisiku. Terlihat dari kejauhan ruangan dokter khusus penyakit dalam. Lebih baik aku antri dulu ke bagian pendaftaran. Lebih cepat lebih baik, aku harus percepat pemeriksaan ini, agar bisa segera diobati jika terindikasi.Setelah berhasil mendaftar, kebetulan antrian juga kosong, aku langsung dipanggil oleh suster yang menjadi asisten dokte
Bab 25Pov Mila"Mila!" teriak orang tuaku yang tiba-tiba ada di rumah sakit ini. Dari kejauhan, aku sudah melihatnya, mau menyapa ada Mas Hendra di hadapanku sedang bertanya perihal resi yang ia lihat. Beruntungnya, mama yang lebih dulu menyapa.Mas Hendra pun menoleh ke belakang. Kemudian, ia melupakan pertanyaan yang dilontarkan padaku.Kami berdua menghampiri mama dan papaku. Jangan sampai mereka menemukan titik kejanggalan pada rumah tanggaku ini."Mah, mau jenguk Papa?" tanyaku."Iya, Mama heran sama kamu, mertua sakit kok nggak beritahu Mama? Kenapa Mama harus tahu dari Mbok Asih?" cecarnya. Astaga, aku sampai melupakan mama, ia tak diberi kabar tentang ini, saking sibuknya dengan urusan rumah tanggaku."Maafin Mila, ya Mah.""Ayo, Mah, Pah, kita ke arah sana!""Ayo!"Mas Hendra mengajak kedua orang tuaku ke ruang rawat inap tempat papa di rawat. Aku pun belum menengok ke
Bab 26FlashbackPov Papa Haris"Dok, tolong bilang pada yang berada di luar, aku harus mendapatkan penanganan medis lebih. Anggap saja saya minta tolong, agar anak saya ini tidak semena-mena lagi dan menyesal atas perbuatannya.""Maaf, Pak. Tidak bisa, nanti rumah sakit ini akan jelek di mata orang jika untuk mempermainkan orang lain.""Saya ingin memberikan sebuah pelajaran untuk anak saya, agar ia lebih menghargai hidup."Aku memintanya dengan amat memohon. Sebab, cara inilah yang ingin kutunjukkan pada Hendra. Terlebih ketika mendengar ucapannya yang meminta jangan dihapus dari daftar ahli waris.Akhirnya dokter pun bersedia, tapi hanya sebentar tidak boleh berlama-lama.***Pov Mila kembali"Jadi begitu ceritanya.""Papa, kamu tuh!" pekik mama mertuaku."Jadi, sakit jantung kemarin hanya pura-pura?" Aku terperangah dengan pengakuan papa."Benar, Papa punya riwayat jant
Bab 27POV Mila"Emm, Rika, apa Bude boleh minta tolong?" Tiba-tiba Mama Soraya mengalihkan pembicaraan."Tolong apa, Bude?" tanya Rika balik."Tolong belikan makan, Bude belum makan sejak tadi," ucap Mama mertuaku. Kemudian, Rika mengangguk sembari mengangkat kedua alisnya, lalu mendesah seraya kesal. Mungkin di batinnya tak suka disuruh-suruh."Baik, Bude, Rika jalan ke kantin. Mbak Mila mau ikut?" tanya Rika, aku pun menggelengkan kepala, ia pun mengangguk kali ini ia mengecap diiringi diangkatnya bibirnya yang tipis.Kemudian, aku pastikan Rika sudah jauh dari ruangan, barulah setelah itu menutup pintu kembali. Ada perasaan aneh terpancar di wajah Mas Hendra.Kedua alisnya sudah menyatu, tangannya pun menahan dagu seraya bertanya-tanya ada apa dengan Papa Haris."Pah, ada apa sih? Kelihatannya serius, hingga Rika disuruh pergi," cetus Mas Hendra. Benar dugaanku, ia bingu
Bab 28POV Mila"Kenapa kamu menangis?" tanya mama sambil menyeka air matanya."Aku sudah tahu apa maksud dari Mama dan Papa," sahut Mas Hendra dengan isak tangis. Aku agak sedikit tersentak melihat penuturan Mas Hendra. Apa yang ia tahu tentang Dini sebenarnya? Kira-kira ia tahu dari mana berita tersebut.Kemudian, Mas Hendra menghela napas, ia mulai bercerita tentang apa yang ia tahu."Jadi, aku melihat akun sosial media milik Tini yang tidak lain adalah Dini, ternyata banyak laki-laki yang komentar, salah satunya orang yang kutemui di sebuah cafe. Aku cari tahu melalui messenger, dan akhirnya tahu bahwa Dini adalah wanita yang sudah lama bergonta-ganti pasangan. Ia depresi karena meninggalnya Della, hingga terobsesi untuk membunuhku secara perlahan."Ungkapan yang mengharukan untuk seorang ibu yang mendengarkan curahan hati anaknya. Kekhilafan Mas Hendra kini berujung malapetaka untuk dirinya sendiri. T