"Haz, anakku sayang, ayo berangkat!" seru Daniel dari lantai bawah. "Ayah, kalian bisa pergi duluan saja. Aku ada sedikit urusan penting. Nanti aku pakai mobilku." jawab Hazel berteriak dari lantai dua. "Dia bilang apa?" Istri Daniel bertanya karena tidak bisa mendengar jelas suara anaknya."Kita duluan saja, dia ada urusan penting katanya." balas Daniel. Sebenarnya orangtua Hazel khawatir karena harus jalan terpisah, tapi kalau anaknya yang meminta, maka sudah seperti itu saja, "Kalau begitu kita duluan saja." kata Daniel. "Baiklah, kita juga belum membeli hadiah untuk saudari ipar kita." kata Istrinya mengingatkan. Mereka harus berangkat lebih awal agar tidak terlambat. "Haz, kami berangkat duluan ya! Jangan lupa belikan bibi iparmu hadiah juga!" Daniel kembali berseru dengan suara setengah berteriak. Hazel masih berkutat dengan laptopnya, beberapa menit yang lalu Rivaldi menelponnya dan memberitahu bahwa ada kesalahan penulisan berita yang dia input. Rivaldi meminta perbaikan
Kembali ke beberapa menit yang lalu, "Baiklah, aku duluan ya!" seru Keyra yang bergegas keluar dari mobil. Reyhan yang hendak melaju ke tempat parkir di depan berhenti ketika melihat tas kecil Keyra yang tertinggal di kursi sebelahnya, "Astaga, dia melupakan tasnya." kata Reyhan. Reyhan segera keluar dan berlari menyusul Keyra. Dia tahu kalau istrinya datang kesana membantu teman kantor yang tidak sempat membawa dompet dan handphonenya. Apa gunanya Keyra mendatangi temannya kalau dia juga tidak membawa ponsel dan dompetnya. "Key, tasmu!" Reyhan berlari menyusul dari belakang. Kemana perginya cepat sekali? tanya Reyhan membatin. Jeda satu menit saja bisa membuatnya kehilangan batang hidung istrinya. "Permisi, apa anda melihat perempuan cantik dengan dress putih dan cardingan biru. Rambutnya gelombang panjang, tingginya segini," ucap Reyhan yang menafsirkan tinggi Keyra dengan tangannya. Suara Reyhan terdengar sedikit memburu karena aktivas berlari yang terus ia lakukan tanpa henti
"Bagaimana ini? Apa ada yang melihat kita tadi?" tanya Janice. "Kakak benar-benar merepotkan yah," gerutu Reyhan. Tok... tok... tok... CklekSeorang dokter masuk ke ruangan itu, "Astaga, selamat malam senior!" katanya menyapa Daniel.Daniel mengapa balik dokter juniornya. Dia adalah Dokter Wawan, salah satu dokter junior yang sempat magang di Rumah Sakitnya sekitar 13 tahun yang lalu. "Apa pasien ini anak Anda?" tanya Dokter Wawan lagi. Sebelumnya Wawanlah yang memperban lengan Hazel. Dia kembali ke ruangan itu untuk mengantar beberapa obat dan mengkonfirmasi hasil pemeriksaannya. "Astaga!" pekik Wawan saat melihat sosok Janice di ruangan itu. Betapa terkejutnya dia melihat seorang aktris dan musisi yang biasanya ia tonton dengan istrinya di TV. "A-anda kan Janice? Ahhh, pantas saja di luar mulai ramai, aku bertanya-tanya apa yang bisa membuat rumah sakit kecil ini seramai itu, ternyata ada Anda, ta-tapi kenapa Anda ada di sini sekarang?" tanyanya terbata-bata. Reyhan bangun da
Dua mobil dengan warna hitam legam tiba di depan pintu utama kediaman Dirgantara. Beberapa pelayan penjaga pintu turun tangga untuk membantu majikan mereka membuka pintu mobil. Reyhan membopong istrinya masuk ke dalam. Beberapa pelayan wanita baik tua maupun muda langsung berbisik-bisik melihat Tuan mereka yang membopong seseorang tak dikenal. Keluarga Dirgantara sangatlah ketat dalam menerima tamu. Tidak sembarangan orang bisa menyentuh tempat itu. Sebab itulah mereka sangat penasaran dengan siapa yang Reyhan bawa. Reyhan tak peduli dengan keributan itu dan hanya fokus mengantar istrinya ke tempat istrahat. "Haz, pergilah makan dulu, setelahnya tolong urusi bibimu." kata Reyhan pada Hazel. Mereka semua belum ada yang sempat makan dari tadi. Dengan kondisi perut yang keroncongan tidak mungkin mereka akan baik-baik saja. "Apa yang kalian lihat?" tanya Hazel pada beberapa pelayan yang terus sibuk bergosip. "Nona, siapa perempuan yang Tuan bawa?""Oh, itu istri paman." kata Hazel sa
Hazel mengelap setetes air mata yang keluar dari mata kanannya, "Tidak apa-apa kak, tidak perlu minta maaf seperti itu."Hazel tertawa lepas karena ternyata apa yang dia bayangkan selama ini tentang Bibi iparnya jauh dari prediksi. Dia mengira Bibi iparnya akan pemalu dan tidak berani berargument saat tiba di kediaman. Hanya saja ini Keyra, dia terbiasa mengomentari banyak hal. Grek...Torli makanan yang berderit pelan memasuki ruang makan. Para pelayan dengan cekatan menurunkan setiap makanan yang telah dimasak untuk Keyra. Hazel mulai menyantap sup yang tersaji di depannya. Ia berhenti sejenak saat melihat Keyra yang belum mulai makan dan hanya celingukan. "Kakak tidak makan?" tanya Hazel. Keyra malah kebingungan melihat Hazel yang sudah main makan saja padahal yang lain belum tiba, "Dimana yang lain? Apa mereka tidak makan?""Ah, itu. Mereka sudah makan dari tadi.""Apa? Mereka sudah makan? Lalu semua makanan ini untuk siapa?" Keyra memandangi seluruh makanan yang telah tersedi
Reyhan memacu mobilnya dengan kecepatan penuh. Beberapa menit yang lalu dia mendapat telepon dari Lintang tentang kondisi kakeknya. Lintang mengabari bahwa jantung kakeknya sempat berhenti berdetak beberapa detik. "Bagimana kondisinya? Apa yang terjadi?" tanya Reyhan sesampainya di ruangan kakek. "Duduklah dulu." kata Lintang menenangkan. Seperti biasa, mereka berdua berdiskusi di ruang inaq Kakek Reyhan. Rambo dan beberapa penjaga lainnya di suruh menjauh dari tempat itu. "Tadi adalah masa yang kritis. Jantung kakek tiba-tiba berenti berdetak untuk beberapa saat. Beruntung alarm bahaya cepat berbunyi dan beberapa tim medis ku masih di rumah sakit. Sekarang kakek sudah kembali ke kondisi awalnya. Tapi aku hanya ingin memberitahu satu hal. Potensi siuman beliau sangatlah rendah jika melihat data kerusakan otaknya. Aku hanya bisa bilang, kali ini hanya takdir yang bisa membuatnya bangun kembali." jelas Lintang. Semenjak ditugaskan menjadi dokter tetap kakek Reyhan. Lintang melakuka
"Haz! Hazel! " Panggil Keyra berulang-ulang. Hazel langsung menaiki mobil yang sudah terpakir rapi lengkap dengan sopir di depan kediaman. Keyra berlarian mengejar, langkah Keyra terhenti saat menyaksikan halaman depan kediaman Dirgantara yang hampir sebesar glora Bung Karno. "Apa ini? Dimana gerbang keluarnya?" tanya Keyra kebingungan. "Pak, berhenti pak!" kata Hazel memberi perintah. Dia dengan segera keluar dari mobil dan menghampiri Keyra yang tampak kebingungan. "Ada apa? Kakak kembali ke dalam saja. Aku sedang tidak mau berbicara dengan pamanku. Kakak akan kebingungan kalau mau keluar.""Kalau begitu biarkan aku ikut denganmu.""Kakak tidak akan berangkat dengan Paman Reyhan?"Keyra langsung menggandeng tangan Hazel, "Aku akan berangkat denganmu saja, ayo." kata Keyra sembari mendorong tubuh Hazel untuk kembali masuk ke dalam mobil. Keyra terdiam membisu saat sopir mobil itu menurunkan mereka di gerbang utama, "Nona sudah sampai."Hazel menarik tangan Keyra untuk segera kel
Keyra mendapati keributan di lantai staff sekretaris. "Bagaimana ini, kita dilarang bergosip dan membahas hal ini. Tapi Miki membuat kita ingin terus membahasnya," kata Nadine setengah berbisik. "Benar juga. Bagaimana mungkin satu kantor tidak bergosip jika kelakuan Miki seperti itu pada Pak CEO." sahut Surya. Kini Miki tengah membawa buket bunga segar di tangan kirinya dan sebuah rantang makanan di tangan kanannya. Miki seperti biasa masuk ke ruangan Reyhan tanpa permisi. Penampilannya sekarang mirip sekali seperti seorang istri yang mengantarkan makan siang suaminya. Keyra yang menyadari apa yang terjadi langsung masuk ke ruang Reyhan, "Permisi, apa anda ada urusan dengan Pak Reyhan? Beliau sedang inspeksi di luar kantor." kata Keyra mengabarkan. Miki yang sedari tadi tengah mengatur bunga segarnya di atas meja Reyhan kini beralih menatap tajam ke arah Keyra, "Kamu bahkan tidak mengetuk pintu saat masuk? Dimana sopan santunmu?" tanya Miki kesal. Keyea tak habis pikir deng