Home / Romansa / Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat! / Bab 83. Lorong yang Gelap

Share

Bab 83. Lorong yang Gelap

Author: Lemongrass
last update Last Updated: 2025-02-10 20:00:50

Cahaya mentari di pagi hari menyelinap melalui sela-sela gorden. Rainer duduk di tepi ranjang, pandangannya tertuju pada jendela yang masih tertutup rapat.

Cahaya lampu dari lorong menyelinap melalui celah pintu yang tidak tertutup sempurna. Seperti biasa, setiap kali dia bangun dari tidur, tubuhnya terasa lemah. Entah apa yang sebenarnya terjadi.

Entah beberapa hari Rainer berada di rumah ini, semakin hari keganjilan itu tampak lebih jelas dan terus membayangi. Ada sesuatu yang hilang, seperti potongan puzzle yang terselip, menghalangi gambaran utuh yang seharusnya dia pahami.

“Kenapa selalu begini? Padahal aku selalu merasa baik-baik saja,” keluh Rainer lirih.

Kepala Rainer terasa sakit setiap kali mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak bisa terus begini dan harus segera bertindak.

Dia bangkit perlahan, membiarkan tubuhnya terbiasa dengan kelemahan yang terus membelenggu. Langkahnya terhenti saat menyadari keanehan l
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 84. Pergi Sebentar

    Sebuah pesan masuk, membuat Mia menghentikan aktivitasnya sejenak. Dia menatap layar ponsel dengan ekspresi serius. Gerakan tangan yang sebelumnya lincah kini terhenti. Isi pesan itu lebih merajuk ada sebuah perintah yang tak bisa diabaikan. Setelah membaca isi pesan itu, Mia menghela napas pendek, lalu mengangguk kecil pada dirinya sendiri, seperti membuat keputusan mendadak.“Dev, aku akan pergi keluar, sepertinya akan lebih lama. Mungkin sebentar lagi ayah juga akan kembali. Kamu baik-baik di rumah,” ujar Mia setelah memastikan makan siang Rainer habis.Rainer pun mengangguk dan tersenyum tipis.Sebelum melangkah pergi, Mia memanggil salah satu orang kepercayaannya dan memberi instruksi singkat.“Awasi dia. Jangan sampai ada celah.”Tatapannya tajam, dia tak perlu khawatir tentang pergerakan Rainer karena dia telah memasukkan obat tidur ke dalam makanannya. Orang itu mengangguk cepat, sementara Mia segera bersiap. Tanpa menu

    Last Updated : 2025-02-10
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 85. Pertemuan Rahasia

    Kesenyapan menggantung di antara dua sosok yang saling menatap tajam. Jean berdiri dengan posisi tegas, tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Di depannya, Mia berdiri santai namun dengan tatapan penuh kewaspadaan. Suara aliran air dari sungai kecil di dekat mereka nyaris tenggelam oleh ketegangan yang menyelimuti.“Ada apa sampai memanggilku ke sini?” tanya Mia.Ya, Jean adalah orang yang membuat Mia buru-buru pergi dari rumahnya.“Kamu tidak pernah memberi laporan yang jelas tentang Tuan Rainer, apa kamu sudah bosan hidup?” ucap Jean penuh penekanan.“Dia baik-baik saja. Aman. Kamu tidak perlu khawatir dan tidak usah menampakkan tampang seperti itu.” Mia berbicara dengan nada tenang, mencoba mempertahankan kendali.Jean mendekat selangkah, jaraknya kini hanya sejengkal dari Mia. Sorot matanya menghunus, penuh peringatan. Dia selalu mengawasi gerak-gerik Mia dan juga Rainer dan mulai menemukan kecurigaan.“Pastikan tetap begitu. Kamu tahu apa yang akan terjadi jika terjadi apa-apa deng

    Last Updated : 2025-02-11
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 86. Laporan

    Pintu terbuka perlahan, memunculkan siluet seorang pria yang berdiri dengan tenang di ambang. Tatapan dingin salah satu anak buah Danar bertemu dengan majikannya yang sedang sibuk meneliti laporan.“Ada apa?” tanya Danar."Pria itu. Maksud saya Jean, dia sudah bergerak. Dia bertemu dengan seseorang,” ucap pria itu.Danar berhenti membaca, alisnya sedikit terangkat, mengisyaratkan bahwa dia ingin mendengar laporan itu lebih lanjut."Lokasi pertemuannya ada di dekat perbatasan antara Singapura dan Malaysia, Johor Bahru. Kami berhasil mencari identitas wanita itu, Mia Scholastika. Ini adalah biodata wanita itu.” Pria itu memberikan data lengkap Mia pada Danar “Mereka berbicara cukup intens. Belum ada indikasi ancaman langsung, tetapi pergerakan ini mencurigakan,” imbuh pria itu.Danar menyandarkan tubuhnya ke kursi, lalu membaca sekilas tentang Mia, jemarinya mengetuk meja dengan irama teratur. Dia berpikir keras, memetakan skenari

    Last Updated : 2025-02-11
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 87. Gembel

    Keringat mengalir di pelipis Rainer, kaki terasa seperti bukan miliknya lagi saat dia keluar dari kapal setelah perjuangan mengamankan diri sendiri selama beberapa hari berada di kapal.Aroma asin dan lembap masih menempel di hidungnya, mengingatkan pada perjalanan yang begitu menyesakkan di kapal itu. Sesekali, matanya menyapu sekeliling, memastikan tidak ada wajah yang dikenalnya. Tempat ini terasa asing, mungkin selama dia menjadi Rainer belum pernah datang ke tempat ini. “Akhirnya aku sampai di sini? Aduh, aku lapar sekali,” gumam Rainer.Tubuh Rainer terasa lelah, tetapi pikirannya lebih berat lagi, memikirkan bagaimana cara bertahan di tempat asing ini tanpa uang sepeser pun. Rambut yang kusut dan wajah penuh jambang membuat pria itu tampak seperti pria yang kehilangan segalanya, gelandangan.“Apa ini aku? Ternyata aku masih cukup tampan meski seperti gembel,” gumam Rainer.Rainer mengusap wajah, ujung jarinya menyentuh jambang yan

    Last Updated : 2025-02-12
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 88. Berpapasan

    Langkah Rainer cepat menjauh dari gudang, matanya menyapu jalanan, mencari jalur yang aman untuk melanjutkan perjalanan. Kepalanya masih terasa berat, seolah ada yang mencoba mengunci ingatannya. Namun, seperti gelombang kecil yang menggerus batu, memori-memori itu mulai menyeruak ke permukaan.“Aku beruntung, kota ini tidak kulupakan,” gumam Rainer.Sejak tadi kilatan wajah seorang wanita muncul di benaknya. Senyum lembut dan suara hangat. Dia mencoba menggali lebih dalam, tetapi rasa sakit seperti menghantam pelipisnya. Nama wanita itu mengambang di ujung lidah, tetapi tidak pernah benar-benar terucap.Rainer ingat, saat di kapal, ada anak kecil menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. Bocah itu memegang boneka lusuh dan bertanya, “Om mau ke mana?” Rainer hanya tersenyum samar, tetapi pertanyaan itu menggema di kepalanya. Ke mana dia harus pergi? Pertanyaan sederhana itu membuka pintu lain dalam ingatannya.Wajah seorang pria muncul—so

    Last Updated : 2025-02-12
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 89. Emosi

    Pecahan kaca melayang di udara, menyusul suara dentuman yang memecah keheningan. Asap hitam mulai membubung, menyelusup ke setiap sudut ruangan. Bau tajam bahan kimia seperti gas LPG bercampur dengan panas yang menyengat.Mia tersentak, tubuhnya kaku ketika getaran mengguncang lantai di bawah kakinya. Dia memutar tubuh, langkahnya goyah menuju pintu, tapi gagangnya tak mau bergerak. Dia menarik dengan sekuat tenaga, namun pintu tetap terkunci. "Apa yang terjadi?" desisnya, panik mulai menguasai.Teriakan menggema dari luar ruangan. Ayahnya, yang baru saja memerintahkannya untuk tenang, kini berada di lorong, berusaha menendang pintu. Dua anak buahnya tampak di belakang pria itu, berkutat mencoba membuka jendela atau pintu lain. Suara mereka bersahutan, panik bercampur rasa putus asa.“Pintu ini terkunci dari luar!” suara serak ayah Mia terdengar samar di tengah gemuruh api yang mulai mengamuk."Nona Mia! Cepat keluar dari situ!" teriak s

    Last Updated : 2025-02-13
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 90. Berpapasan

    Jean tersenyum tipis. Senyuman yang terlihat dingin dan tak tergoyahkan. "Lakukan apa yang kamu mau, Levi. Tapi ingat satu hal, aku tidak pernah, dan tidak akan pernah, mengkhianati tuan kita. Aku justru membantunya melenyapkan pengganggu."Levi tidak menjawab lagi. Dengan napas berat, dia meraih dokumen-dokumen itu dan berbalik, meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun. Jean menatap punggung Levi yang menjauh, senyum dinginnya perlahan memudar. Dia berbalik ke jendela, pandangannya kembali terlempar jauh, sementara pikirannya dipenuhi rencana berikutnya.“Tuan Rainer harus segera ditemukan,” gumam Jean.Levi berjalan pemandangan kota dengan hampa, kedua tangannya mengepal erat, sementara mulutnya terus menggerutu. "Breng sek! Sejak kapan anak itu menjadi psiko pat? Membuat keputusan sewenang-wenang, bertindak seperti paling tahu segalanya! Rainer terlalu memanjakan dan percaya padanya! Dia juga sudah kurang ajar hanya memanggilku dengan nama,

    Last Updated : 2025-02-13
  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 91. Sudah Selesai

    Rainer memilih jalan yang sedikit memutar demi menghindari Camelia. Camelia sendiri tidak menyadari keberadaan suaminya. Dia melangkah menuju gedung utama. Namun, dia sempat menangkap sekelebat sosok yang nampak familiar di ingatannya.Perasaaan yang sama seperti kemarin, saat dia melihat sosok yang juga mirip seperti hari ini.“Rainer?”Camelia sedikit memutar tubuh, dan berjalan cepat hendak mengejar sosok laki-laki itu.“Camelia!” Namun, sebuah seruan harus menghentikan langkahnya.“Mau ke mana? Aku sengaja datang lebih cepat untuk rapat kita pagi ini,” ujar Danar dengan santai.Dengan sedikit keragu-raguan Camelia akhirnya menyapa Danar.“Aku hanya seperti mengenali seseorang, tapi sepertinya aku salah orang.”Danar mengerutkan keningnya?“Siapa?” tanya Danar. Matanya liar ikut mencari sosok yang Camelia maksud.“Hhhmmm, sudahlah, sepertinya aku salah lihat. Ayo kita masuk.”Kedua orang itu berjalan beriringan masuk ke gedung.Dari kejauhan Rainer mengepalkan tangan, berjuang mel

    Last Updated : 2025-02-17

Latest chapter

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 126 Berakhir Bahagia

    Tirai putih menjuntai dari langit-langit, menghiasi aula dengan kemewahan yang menenangkan. Rangkaian bunga mawar putih dan lilin-lilin tinggi menghiasi sisi-sisi jalan menuju altar. Denting piano mengalun lembut, menggiring langkah Levi yang berdiri tegap menanti di ujung sana. Jas hitamnya melekat rapi, dasi kupu-kupu menghiasi lehernya, dan senyum gugup itu tidak bisa bersembunyi meski wajahnya berusaha tampak tenang.Anne melangkah perlahan, gaun putihnya jatuh anggun menyapu lantai, taburan payet menyala lembut. Mata mereka saling mengunci, dan dunia seakan hening, hanya mereka berdua, dan debar yang berkejaran di dada.Suara tawa kecil menyelingi isakan haru, ketika Levi dengan suara sedikit gemetar mengucapkan janji suci. Anne menatapnya, mata yang dulu ragu kini bersinar penuh keyakinan. Ketika mereka saling mengikat janji, tamu-tamu bersorak dan di antara mereka, Camelia mengusap sudut matanya yang basah, sementara Rainer menepuk punggung Levi saat keduanya turun dari altar

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 125 Pertentangan

    Suara kursi yang digeser Clay terdengar tegas. Bocah itu berdiri, menatap ayahnya dengan ekspresi serius yang jarang muncul di wajah polosnya.“Aku nggak setuju, Pi,” ucap Clay langsung pada intinya.Danar mengangkat alis, meletakkan dokumen kerjanya ke samping. “Apa yang kamu maksud?”“Aku nggak setuju punya mama baru, kalau bukan Tante Camelia,” jawab bocah itu, tegas.Wajah Danar melembut, bibirnya membentuk senyum kecil yang tak sepenuhnya ceria. “Kamu masih suka Tante Camelia karena dia baik, dan karena kamu terbiasa sama dia. Tapi kamu juga harus ingat, Tante Camelia sudah bahagia bersama Om Rainer dan juga Reyaga. Orang lain bisa salah paham jika kamu bicara seenaknya seperti itu,” balas Danar dengan penuh pengertian.Clay memeluk tubuhnya sendiri, menghindari tatapan Danar. “Iya aku tahu tapi aku tidak suka liat Papa dekat dengan perempuan lain.”Danar menghela napas, bangkit dari sofa, lalu berjongkok di depan putranya. “Clay, dengarkan Papi. Papi juga tidak sedang dalam

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 124. Menyatakan Cinta

    Dua insan duduk saling berhadapan. Gelas mocktail dengan irisan jeruk nipis itu diletakkan kembali sebelum isinya menyentuh bibir. Cahaya remang menggantung di antara keduanya, seolah ikut menahan napas. Suasana restoran seharusnya membantu, namun hati Levi justru berdebar semakin kacau. Tangannya terlipat di atas meja, matanya menatap lurus ke arah gadis di hadapannya.“Jadi apa yang ingin kamu bicarakan sampai mengajakku makan malam di tempat seperti ini?” tanya Anne yang mulai tidak sabar karena Levi lebih banyak diam hari ini, berbeda dengan biasanya.Sebelum menjawab pertanyaan itu, Levi menghela panas lalu berdehem.“Kamu pernah suka pada seseorang, tapi takut itu cuma perasaan sepihak?” Ternyata yang keluar dari bibirnya bukanlah jawaban. Melainkan sebuah pertanyaan.Anne membulatkan mata, seolah tidak menduga arah pembicaraan. Jemarinya yang memegang sendok tiba-tiba berhenti. “Kamu sedang bertanya soal aku, atau soal kamu?”Levi menautkan jemarinya di atas meja.“Aku hanya

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 123. Orang Masa Lalu

    Sunyi.Mata Camelia menyapu wajah suaminya. Di dalam pantulan manik kelam itu, ada satu bahasa yang tidak perlu diterjemahkan, cinta yang utuh, dan kebanggaan yang tidak bisa ditutupi.Rainer membalas pandangan itu, ujung bibirnya naik pelan.“Namanya akan kami umumkan saat acara syukuran nanti,” jawab Rainer diiringi dengan senyuman.Levi mengangkat alis.“Nggak asyik. Padahal aku sudah tidak sabar ingin memanggil namanya.”“Makanya menikah, biar kamu juga bisa merasakan betapa bahagiannya punya junior dan memanggil namanya untuk pertama kali,” balas Rainer.Levi berdecak, tapi tidak menanggapi, daripada dia harus mendengar ucapan Rainer yang menjengkelkan.*Gelak tawa menggema, aroma bunga segar dan makanan rumahan memenuhi udara, berbaur dengan hangatnya percakapan para tamu. Beberapa rekan bisnis Rainer berdiri dengan gelas di tangan, menyelam dalam obrolan santai. Daisy tampak sibuk mempersilakan orang-orang untuk duduk, sementara Anne dengan cekatan menjaga jalannya hidangan.

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 122. Kebahagiaan yang Lengkap

    Di sepanjang perjalanan, tangan Rainer tidak pernah lepas dari Camelia. Jari-jarinya mengusap punggung istrinya, suaranya terus berbisik lembut, meskipun kegelisahan jelas terbaca. Sesampainya di rumah sakit, semuanya terasa seperti kekacauan yang teratur. Rainer pikir Camelia bisa segera melakukan persalinan ternyata mereka harus menunggu karena belum waktunya. “Dokter, apa tidak bisa lebih cepat? Lihatlah istriku sudah sangat kesakitan,” ujar Rainer. Dokter hanya tersenyum, sepanjang dia menjadi dokter, sudah sering melihat suami yang panik seperti itu. Rainer terus menemani Camelia menjalani proses menuju persalinan, seakan-akan ikut merasakan kesakitan yang dialamai istrinya. Setelah lebih dari sepuluh jam berada di rumah sakit, Camelia akhirnya siap untuk melakukan persalinan. Dokter dan perawat sigap membawa Camelia ke ruang bersalin. Rainer tidak peduli pada siapapun selain wanita yang sekarang terbaring di ranjang dengan ekspresi menahan sakit. Dia menggenggam tan

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 121. Panik dan Mendebarkan

    Rainer tersenyum, melirik istrinya, lalu mengaduk minumannya dengan santai. "Kamu terlalu memikirkan mereka, Sayang. Benar-benar seperti emak-emak yang sedang mencarikan jodoh untuk anaknya," ujar Rainer. "Jelas aku memikirkan mereka! Anne itu orang terdekatku saat ini setelah kamu. Levi orang terdekatmu setelah aku, apalagi dia memohon-mohon cuti pada bosnya yang kejam ini agar bisa berkencan dengan seorang wanita," balas Camelia cepat. "Oh iya, tentang Levi, dia selalu bersikap seolah-olah paling mengerti hubungan, paling berpengalaman, layaknya pakar cinta seperti yang kamu bilang. Tapi sekarang? Kenapa dia malah seperti ini? Bikin aku gregetan," imbuh Camelia. Rainer terkekeh, mengangkat bahu. "Levi selalu berhati-hati dalam setiap langkahnya. Dia bukan tipe yang terburu-buru. Terlalu banyak berpikir sebelum bertindak, itulah sebabnya dia belum memiliki kekasih padahal usianya sudah kepala tiga." "Ya, tapi kalau terus seperti ini, Anne bisa bosan, bisa-bisa aku jodoh

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 120. Pamer

    “Selamat malam, Nyonya-nyonya.” Suara berat itu menyusup di antara obrolan, membuat Camelia dan Vanessa menoleh. Danar berdiri dengan setelan abu-abu yang rapi. Ekspresinya santai, tapi sorot mata itu tidak bisa menyembunyikan perasaan yang bergulat di dalam dada. Danar dan Camelia bertemu pandang, wanita itu menyunggingkan senyum yang celakanya masih membuat hati Danar berdesir. "Kamu benar-benar sulit ditemui sekarang,” ujar Danar. "Wajar, dia sekarang lebih sibuk dengan keluarga kecilnya," kata Vanessa menimpali sambil tersenyum. Tatapan Danar turun ke perut Camelia yang mulai membuncit. Ada kebahagiaan yang dia rasakan karena itu sebuah tanda jika hidup wanita itu lebih baik dan yang pasti, bahagia. Tetapi juga sesuatu yang tertahan di balik senyum tipisnya. Sejenak, hatinya terasa kosong. Camelia menangkap tatapan itu, tetapi memilih untuk bersikap biasa saja. “Apa kabar, Pak Danar?” Ada sesuatu di hati Danar, Camelia bahkan sudah tidak memanggilnya ‘kakak’ lagi.

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 119. Orang Lama

    “Selamat malam, Nyonya-nyonya.” Suara berat itu menyusup di antara obrolan, membuat Camelia dan Vanessa menoleh. Danar berdiri dengan setelan abu-abu yang rapi. Ekspresinya santai, tapi sorot mata itu tidak bisa menyembunyikan perasaan yang bergulat di dalam dada. Danar dan Camelia bertemu pandang, wanita itu menyunggingkan senyum yang celakanya masih membuat hati Danar berdesir. "Kamu benar-benar sulit ditemui sekarang,” ujar Danar. "Wajar, dia sekarang lebih sibuk dengan keluarga kecilnya," kata Vanessa menimpali sambil tersenyum. Tatapan Danar turun ke perut Camelia yang mulai membuncit. Ada kebahagiaan yang dia rasakan karena itu sebuah tanda jika hidup wanita itu lebih baik dan yang pasti, bahagia. Tetapi juga sesuatu yang tertahan di balik senyum tipisnya. Sejenak, hatinya terasa kosong. Camelia menangkap tatapan itu, tetapi memilih untuk bersikap biasa saja. “Apa kabar, Pak Danar?” Ada sesuatu di hati Danar, Camelia bahkan sudah tidak memanggilnya ‘kakak’ lagi.

  • Ayo Bercerai, Tuan CEO Terhormat!   Bab 118. Panik

    “Halo, dengan Tuan Rainer Wijaya, kami dari rumah sakit, ingin memberi tahu jika Nyonya Camelia pingsan dan dibawa ke rumah sakit.” Jantungnya berdegup lebih cepat. “Ada apa, Rai?” “Camelia dibawa ke rumah sakit, Lev.” Tidak menunggu waktu yang lama Rainer langsung bergegas menuju rumah sakit. Tangan Rainer mencengkram kemudi dengan erat, buku-buku jarinya memutih. Napas memburu, tubuh terasa panas, tapi bukan karena udara di dalam mobil—melainkan ketakutan yang perlahan-lahan merayap naik. Camelia pingsan. Rumah sakit. Mungkin aritmianya kambuh? Tiga hal itu terus berputar di kepalanya, memukul saraf-saraf kewaspadaan hingga jantungnya berdegup tak karuan. Steve. Itu pasti karena pria itu. Jika dia tahu pertemuan sialan itu akan membawa dampak sebesar ini, dia tak akan membiarkan Camelia keluar rumah. Sial. Harusnya dia lebih waspada. Harusnya dia tidak meremehkan dampaknya. Mobil berhenti dengan hentakan kasar di depan pintu gawat darurat. Rainer keluar tanpa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status