“Apa kamu yakin akan menikahi aku?” ragu Amelia tergambar jelas.“Iya. Bukankah kamu ingin hidup bersama Kenzo.” Lembut William selaras dengan tatapannya.“Iya, tapi bukan berarti merebut kebahagiaan kalian.”“Nitara tidak akan tahu, aku akan mengusahakannya dan menjamin itu.”“Bagaimana dengan papa dan mama kamu?”“Papa tahu, tapi mama tidak akan tahu. Mama masih sangat lemah.” Terdapat desahan lirih dalam suaranya.“Bukankah dalam pernikahan perlu restu dari kedua orangtua selama orangtua masih ada.” Bukan bahagia yang ditunjukan Amelia melainkan sendu.“Maaf, karena jika mama tahu aku menikahimu setelah menikahi Nitara mungkin kondisi mama akan semakin memburuk, kami bisa memberi tahunya nanti setelah mama pulih.”Adhinatha menyaksikan dan mendengar obrolan Amelia dan William, tidak diragukan lagi keduanya memang memiliki hubungan insten. Pria ini berdeham. “Besok bawa papamu kesini, kalian akan menikah!”“Pa ....” Amelia menatap lemah pada sang ayah, “kenapa Papa memaksa William?”
Gaun yang digunakan Amelia sangat simple, ini adalah rancangan Bagaswara karena menyesuaikan dengan keadaan putrinya. Si pria memiliki banyak kenalan, tentu saja tidak sulit baginya mendapatkan perancang propesional yang mampu mengabulkan keinginannya kurang dari dua puluh empat jam. Maka, kini Amelia berjalan seperti biasanya, leluasa walau harus dengan bantuan Sopia. Saat di dalam toilet barulah dirinya benar-benar sendiri. “Wil, kamu yakin akan menikahiku?” Amelia ingin memastikannya sekali lagi maka sambungan di udara segera tersambung pada William.“Kenapa kamu harus menanyakannya lagi, Mei?” Kini, William sedang berada di sisi Bagaswa yang sedang mengemudi. Hanya dua orang saja yang akan menghadiri pernikahan tidak biasa ini. Keduanya tidak dapat membawa siapapun lagi karena nama keluarga besar taruhannya. Prinsip Bagaswara adalah semakin banyak saksi maka semakin besar kemungkinan pernikahan William dan Amelia akan terbongkar. Maka, tidak satu pun sanak saudara terlibat dalam a
Waktu mengalir cukup cepat, kini Bagaswara dan William sudah meninggalkan rumah sakit. Keduanya duduk di dalam mobil dengan tatapan yang tak mampu dijelaskan. Sejak tadi suasana sudah sangat hening hingga William bicara. “William berjanji akan membawa Kenzo ke kediaman tuan Adhinatha setelah Amei sembuh.” “Iya, bawalah. Sesekali Papa akan menjenguk Kenzo.” Tatapan Bagaswara tidak bergeser sedikit pun saat William menatapnya. “Apa Papa baik-baik saja berpisah dengan Kenzo?” “Sebenarnya tidak, tapi harus bagaimana lagi sejak awal Papa tidak bisa menolak permintaan tuan Adhinatha untuk menikahkan putrinya denganmu.” “Maaf ....” Wajah William turun dengan lembut karena keputusannya membuat sang ayah bersedih. Kali ini Bagaswara melirik putranya. “Sudahlah. Sekarang kita harus segera kembali. Kasihan Nitara.” Malam ini William memang tetap milik istrinya karena pernikahannya dengan Amelia hanya sebatas untuk memersatukan ibu dan anak. Di dalam ruangannya, Erland kembali menunjukan rea
Cristy menjamu Amelia dengan teh hangat, tidak lama Nitara muncul dengan sikap manis. “Mei, ini hadiah buat Kenzo.” Bahkan senyumannya seolah telah mengembalikan Nitara yang dulu. Jadi, Amelia tidak menyia-nyiakan sikap Nitara ini walau dirinya tahu jika ini hanya sebuah akting di hadapan Cristy.“Terimakasih, Tara. Pasti Kenzo sangat suka.” Senyuman bahagia Amelia bukan kepalsuan.Cristy segera berpendapat, “Tara, apa kamu mulai menyukai bayi? Hm ... kalau seperti ini sih pasti kamu dan William akan segera mendapatkan keturunan.” Tentu saja kalimatnya ini digunakan Nitara untuk menusuk Amelia.“Kami memang tidak menunda, bahkan aku sedang menjalani program kehamilan.” Kini Nitara tampak besar kepala, khusus pada Amelia.“Itu bagus. Karena selain keluarga kalian menjadi lengkap, aku juga akan mendapatkan pelanggan baru di butik. Hihi ....”“Aku dan William akan menjadi pelanggan tetap untuk urusan perlengkapan anak kami. Hihi ....” Nitara semakin menjadi, memanasi Amelia. Namun, orang
Nitara menjerit di dalam hatinya. ‘Aku yang menyebabkan Erland terbaring, bagaimana reaksi William jika suatu saat dia tahu!’ William adalah separuh hidupnya, dia adalah suami yang tidak pernah terbayangkan bahkan tidak pernah sekali pun Nitara memimpikannya, tetapi takdir memersatukan mereka maka wanita ini tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan.Sopir masih sering melirik nyonya muda lewat pantulan kaca, semua pekerja di kediaman Bagaswara sangat hatam pada kejadian dua tahun lalu, Bagaswara tidak merahasiakannya sama sekali termasuk TKP. ‘Ini adalah tempat kecelakaan tuan Erland seperti yang dikatakan tuan Bagaswara, mengapa nyonya Nitara sangat panik, apa keluarganya juga pernah tertimpa kemalangan di daerah ini atau ....’Hari ini Nitara meninggalkan rumah mertuanya, berdiam diri di kediaman sepupunya. Mereka memuji-muji nasib baik dirinya yang berhasil mendapatkan pria keturunan orang paling hebat dalam berbisnis. Nama Bagaswara adalah salah satu nama yang tid
“Amei sudah melepaskan Tio. Sekarang dia tidak perlu menunggu jawaban Amei.” Ceritanya pada Amanda.“Keputusan ada pada kamu, Mei ....” Amanda tidak dapat menyarankan apapun, dirinya hanya berperan menjadi sandaran setiap saat dan memberikan usulan saat dibutuhkan, tetapi tidak masuk terlalu dalam menyelami kehidupan Amelia.“Kasihan sekali dia. Apakah aku jahat?”Amanda menggeleng halus. “Tidak sama sekali, Mei. Justru kamu akan sangat jahat jika membiarkan Tio menunggu harapan kosong.”“Hm ....” Wajahnya turun sesaat, “kali ini Amei hanya ingin menjalankan peran sebagai istrinya William. Hanya itu.”“Itu juga keputusan yang bagus, Mei ....” Senyuman teduh Amanda. Sejak tadi Sopia melihatnya, maka dirinya mendengus kasar.Beberapa jam berlalu, tiba-tiba saja Sopia menyodorkan sebuah surat dengan cap resmi miliknya. “Sudah terlalu lama kamu menemani saya dan hidup bersama keluarga saya, sudah saatnya kamu cuti,” titah nyonya besar pada asisten pribadinya.Amanda mengerjap sebelum mene
Kini, Sopia tersenyum bahagia dalam hatinya, kemudian membelai putrinya dengan leluasa. “Mama memang masih membutuhkan Amanda, tapi Amanda juga punya keluarga Mama tidak bisa egois.” Senyuman hangatnya yang disambut senyuman kecil Amelia.Beberapa hari berlalu, Amelia mulai kembali ke perusahaan, sedangkan Kenzo diasuh oleh bibi karena Sopia tidak selalu bisa menjaga cucunya. Namun, sekarang tugas bibi sudah diganti, kini wanita itu adalah baby sitter Kenzo. Kehadiran malaikat kecil menimbulkan pro dan kontra dari keluarga besar Adhinatha maupun Sopia, tetapi bagaimanapun kali ini keduanya tetap mempublikasikan Kenzo sebagaimana cucunya hanya saja tidak pada netizen.“Selamat datang kembali, Mei,” sambutan hangat Adhinatha.Senyuman kecil dibentuk Amelia. “Terimakasih, Pa ..., tapi ... mungkin Amelia melupakan banyak hal karena absen bekerja bukan satu hari, dua hari. Hihi,” godanya.“Tidak apa, kamu bisa mulai dari awal lagi kan,” kelakar Adhinatha. Pria yang pernah direncanakan untu
Tepatnya pukul tujuh malam sebelum makan malam William membahasnya. “Apa benar kamu menggosipkan Amelia, untuk apa, Sayang?”“Meng-gossipkan?” Nitara segera gagap karena dirinya tidak menyangka jika hal ini tiba pada ruang dengar suaminya.“Iya, aku dengar kamu mengatakan kalau Amelia hamil di luar nikah!”Nitara tersentak. “Ba-bagaimana mungkin aku mengatakannya.” Kali ini Nitara memilih tidak jujur karena kehamilan Amelia sangat kental kaitannya dengan suaminya sendiri.“Aku harap kamu tidak membuatku kecewa. Karena kalau sampai kehamilan Amelia terkuak, aku juga akan tersered, aku yang menghamili Amelia di masa lalu, Kenzo juga akan merasakan akibatnya padahal balita itu tidak memiliki dosa sama sekali, tidak sepantasnya Kenzo ikut menanggung dosa kami, bahkan papa, mama dan semua keluargaku akan malu. Aku harap kamu menjaga ucapan, Sayang.” Tatapan William sudah mencerminkan kekecewaan, jika benar Nitara mengungkit hal itu.“Sa-sayang ..., jangan menuduhku seperti itu.” Wajah Nita