Share

Memberi Asi?

Author: MeilyyanaM
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Kenapa?”

Clarita hanya menggeleng cepat sebagai jawaban dari pertanyaan Atma, lidahnya terasa kelu bahkan ia tak sadar jika sedari tadi ia menahan nafas. “Bernafaslah, kau tak mau anakmu besar tanpa ibu, ‘kan?”

Clarita ingin mengumpat mendengar ucapan Atma namun entah mengapa lidahnya seakan enggan berfungsi dengan baik, bahkan otak cerdasnya tak mampu berkerja dengan baik.

“Mengapa aku bisa melahirkan?” tanya Clarita polos.

“Karena kau mengandung.” Atma menjawab dengan santai. Ia bahkan tak mengalihkan pandangannya dari pemandangan di balik jendela rumah sakit.

Clarita memutar bola mata malas. “Ck. Nenek-nenek jompo juga tahu itu. Mana ada orang melahirkan tanpa mengandung. Maksudku, mengapa sekarang?”

“Karena tidak nanti.”

Lagi-lagi jawaban Atma berhasil membuat Clarita berdecak kesal. Ia ingat betul jika siang tadi ia masih berkeliling mengunjungi satu persatu perusahaan yang membuka lowongan. Tetapi tepat saat ia akan kembali ke kosnya, ia berhenti di tengah jalan dan … “Kau menabrakku?”

Tuduhan Clarita berhasil membuat Atma menoleh dan menatapnya dengan menaikkan sebelah alisnya.

Bertepatan dengan itu pintu ruangan Clarita terbuka dan menampilkan dua orang perawat tengah mendorong brankar bayi mendekat ke arah Clarita. Pandangan mata Clarita dan Atma teralih pada dua bayi menggemaskan.

“Silakan diberikan asi pertama, Bu,” ujar sang perawat pada Clarita.

“Ini bayi pertamanya, Bu. Ia laki-laki.” Tangan lembut perawat menyerahkan salah satu bayi ke atas ranjang Clarita.

“Apakah sudah diberi nama? Jika sudah kami akan membantu mengurus aktanya,” tanya salah seorang perawat lainnya.

Clarita tampak terdiam ia tak tahu harus berkata apa, pasalnya tak pernah terpikirkan dalam benak Clarita untuk menyiapkan nama bagi sang buah hati. “Em .. anu … itu –“

“Nanti saja sus, biar saya yang mengurus sendiri aktanya,” sahut Atma seakan mengerti keadaan Clarita.

“Baiklah kalau begitu kami permisi Pak, Bu.” Kedua perawat itupun berlalu dari kamar rawat Clarita.

Kini tinggallah Clarita dan Atma di dalam keheningan ruangan, tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun hanya denting jarum jam yang mengisi ruangan. Bahkan kedua bayi Clarita tertidur dengan pulas seakan mengerti situasi yang tengah terjadi.

“Aku akan keluar.” Clarita tak menjawab ucapan pria di depannya, ia hanya diam dan memalingkan wajahnya.

Clarita masih tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Bagaimana ia bisa melahirkan, mengapa ia bersama dengan pria itu. lamunan Clarita pun teralihkan oleh pergerakan kecil sang buah hati. Ia mengusap lembut kepala sang bayi dan menepuk pelan punggungnya. Manik mata Clarita tak henti-hentinya menatap wajah sang buah hati yang hingga kini belum memiliki nama.

Manik mata hazel, hidung mancung, bibir tipis membuat bayi laki-lakinya itu terlihat begitu sempurna. Saat ia tengah asyik mengamati wajah bayi laki-lakinya, terdengar tangisan halus dari samping ranjangnya. Tangisan halus yang kian lama kian mirip dengan jeritan. Clarita berusaha menggapai brankar sang putri dengan susah payah ia mencoba meraihnya. Ia bahkan lupa jika jahitan di perutnya belum mengering sepenuhnya. Ia tetap memaksa menggapai brankar itu hingga ia tak sengaja menjatuhkan gelas membuat tangisan sang putri semakin mengeras, bahkan tak hanya sang putri kini bayi yang tengah dalam pelukannya pun ikut menangis karena terkejut.

Pintu ruangan Clarita terbuka lebar dan menampilkan Atma yang menatapnya panik namun secepat kilat pria berpotongan rambut polem –poni lempar, itu menetralkan kembali raut wajahnya. Tanpa banyak kata, Atma berjalan menghampiri ranjang Clarita. Ia menoleh sejenak, setelah itu berusaha menggapai bayi perempuan yang masih setia menangis.

“Ssst ssstt,” lirih Atma seraya mengusap halus punggung bayi yang baru saja lahir itu. Tanpa disangka tangisannya mereda dalam hitungan detik.

Begitu juga dengan tangisan bayi laki-laki yang ada di pelukan Clarita, seakan bertemu sang Penjinak keduanya kembali tenang. Clarita mengernyitkan keningnya bingung. “Apakah benar?” tanyanya dalam hati.

Tak hanya Clarita, Atma sendiri bingunng dengan situasi yang terjadi saat ini. Selama ini ia tak pernah berhasil menenangkan bayi, jangankan menenangkan bayi. Anak kecil saja melihatnya sudah menangis ketakutan. Dan kini, Atma bak malaikat yang menenangkan.

Clarita terus menatap Atma was-was, selama ini ia tak pernah berusaha 100% untuk mencari siapa bapak dari anak yang ia kandung. Pria tak bertanggung jawab yang dengan mudah menggagahinya hingga ia harus hidup dengan penuh penderitaan.

Atma yang merasa diawasi pun menoleh, netra keduanya bertabrakan dan saling mengunci satu sama lain. Atma seakan mengenal netra itu, begitu juga dengan Clarita namun wanita itu memilih untuk memutuskan pandangannya terlebih dahulu. Ia tak mau terlarut dalam pesona pria yang baru saja ia kenal, ah belum, Clarita belum mengenalnya secara langsung.

“Aku Atma,” ujarnya dingin, sorot mata tajam pria itu masih setia menghunus ke arah Clarita yang tengah mengalihkan pandangannya dengan menatap sang buah hati.

“Clarita,” sahut Clarita tak kalah dingin.

Sejak kejadian malam itu Clarita memang membangun tembok dingin untuk para pria. Ia merasa jika semua pria akan sama saja, setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, mereka akan mencampakkannya begitu saja. Terlebih dari kabar yang Clarita dengar, pria yang memberinya obat perangsa itu adalah sosok yang begitu ia percaya. Sosok yang selama ini menjadi pelindungnya. Namun, ia telah salah mengira dan berakhir dengan segala ketragisan di hidupnya.

Setelah perkenalan singkat itu keduanya kembali hening, Atma memilih untuk duduk di sofa yang tersedia sedangkan Clarita memilih untuk memberikan asi kepada sang buah hati dengan gorden biru sebagai pembatas antara Atma dan Clarita.

Clarita hendak memberikan asi kepada bayi perempuannya, namun ia kesulitan untuk meraihnya. Ia menimbang apa yang harus ia lakukan, berusaha bangkit atau meminta bantuan pada Atma? Rasa gengsinya begitu besar, hingga ia memutuskan untuk berusaha meraih brankar itu dengan sekuat tenaga.

“Tuhan menciptakan mulut untuk berbicara,” ujar Atma dingin seraya berjalan mendekat ke arah Clarita.

“Dan Tuhan menciptakan tangan untuk bekerja sendiri,” balas Clarita tak kalah dingin.

“Cih.” Atma mengangkat tubuh mungil berjenis kelamin perempuan itu dan menyerahkannya pada Clarita, kemudian ia meraih sang jagoan yang telah terlelap dengan wajah yang begitu tenang. Sepintas ia seperti mengenal garis wajah bayi itu. Ia memandang dan menganggumi wajah tenang itu. “Pasti ayahnya tampan, tapi kenapa tak muncul?” lirih Atma dalam hati. Ia masih waras untuk tak bertanya hal sensitif begitu terlebih ia dan Clarita tak memiliki kedekatan apapun untuk saling berbagi masalah hidup.

“Kau ingin melihat aku memberi asi?” sindir Clarita membuat Atma tersadar dan bergegas menjauh dari ranjang Clarita.

Atma kembali mendaratkan tubuhnya pada sofa empuk yang ada di sudut ruangan itu, pikirannya sibuk memikirkan alasan apa yang akan ia berikan jika sang ayah menginterogasinya nanti. Seharusnya hari ini ia sedang melakukan fitting baju untuk acara pertunangannya. Tetapi yang terjadi, ia justru terjebak pada wanita yang melahirkan tanpa kehadiran seorang suami. Ia bisa saja pergi begitu saja dan bertingkah seolah ia tak tahu apapun. Tetapi entah mengapa hatinya enggan meninggalkan Clarita dan kedua anaknya. Padahal selama ini ia tak pernah mau jika berada didekat anak kecil.

Jika Atma tengah sibuk memikirkan alasan kepada sang Ayah maka berbeda dengan Clarita, wanita yang baru saja menjadi ibu itu tengah memikirkan cara untuk membesarkan sang buah hati. Ia tak memiliki pekerjaan dan sekarang ia harus menghidupi dua orang anak seorang diri, tanpa suami dan tanpa keluarga.

Suara tangis halus membuat kening Atma mengernyit bingung. Ia melangkahkan kaki berjalan menuju ranjang Clarita sesaat setelah ia menimbang beberapa kemungkinan yang terjadi. Lengan kekar Atma menyibakkan gorden biru yang menjadi penghalang antara dirinya dan Clarita.

Bola matanya membulat sempurna kala menyaksikan apa yang tersuguh di depannya. “Kau?”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Erina Situmeang
apa mungkin Atma adalah ayah si kembar...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ayah Untuk Anakku   Tanpa Suami?

    Clarita menoleh dengan mata sembab dan pipi yang masih basah kala mendengar suara Atma yang berdiri tak jauh darinya. “Apa!” pekik Clarita.Atma mengernyitkan kening bingung, ia tak tahu asal usul wanita di depannya begitupun sebaliknya. Tetapi ia tak mungkin diam saja melihat seorang wanita yang baru saja melahirkan bayi kembar tengah menangis tersedu-sedu, terlebih lagi wanita itu tengah merengkuh tubuh putrinya.Entah setan mana yang merasuk ke dalam tubuh Atma, tangan kekarnya terulur mengambil alih bayi yang baru beberapa jam merasakan dunia luar itu. Bak membawa sebuah barang yang mudah rapuh, Atma menggendongnya dengan hati-hati, seakan sedikit saja ia salah langkah maka bayi yang ada di dalam gendongannya akan hancur lebur.Terlalu berlebihan untuk pria sekelas Atma, pria tak tersentuh yang entah mengapa begitu peduli pada bayi kembar dan juga wanita yang ada di depannya. Setelah berhasil meletakkan kembali sang putri ke keranjangnya, ia bergegas keluar memanggil perawat.Tak

  • Ayah Untuk Anakku   Lelaki Tua dan Mesum

    Ucapan Bara terus terngiang di benak Atma, kini ia mulai bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Selama ini Atma tak pernah mengambil pusing identitas wanita yang dekat dengannya. Ia pria normal, ibarat kucing, mau jenis apapun jika disuguhkan daging pasti akan menikmatinya.Sama halnya dengan Atma, wanita-wanita itulah yang menawarkan surga dunia padanya, dan ia akan menerima dengan senang hati. Tetapi jika nantinya terjadi hal di luar kendalinya, maka Bara-lah yang akan turun tangan merapikan semuanya hingga tak berbekas. Kejam? Bukan, sebagai pewaris tunggal Atma dituntut untuk selalu terlihat sempurna. Tak hanya paras, citra dan image juga harus ia jaga sedemikian rupa.Di lain sisi, Clarita masih sibuk meratapi nasibnya setelah hari ini. Ia tak menyangka jika ia mengandung bayi kembar, selama ini ia tak pernah memeriksakan kandungannya. Bukan karena malu melainkan ekonominya yang tak bisa ia gunakan untuk sekedar mengunjungi bidan di kampung. Ia hanya mengandalkan instingnya untuk

  • Ayah Untuk Anakku   Dada dan Atma

    “Bangunlah,” ujar Atma, tangan kekarnya mengulurkan segelas air mineral untuk Clarita.Alih-alih menerima uluran gelas Atma yang Clarita lakukan justru menatapnya dingin. Ia menatap Atma curiga. “Kau mau apa ke sini? Aku bukan wanita murahan yang akan dengan mudah memberikan tubuhku padamu.”“Mengapa kau berpikir begitu?”Clarita berdecih malas dan berkata, “Bukankah itu trik pria-pria kaya sepertimu, Tuan? Membantu wanita lemah semacamku, datang bak pahlawan membuat mereka seolah berhutang budi lantas meminta bayaran dengan dilayani di ranjang? Setelah itu? kalian akan mencampakkan wanita bak pakaian kotor.”“Bukankah pakaian kotor akan dicuci dan digunakan lagi?” sahut Atma tak mau kalah.“Benar, dan ketika pakaian itu telah lusuh kau akan membuang dan menggantinya dengan yang baru. Begitukan roda kehidupan ranjang seorang ceo seperti anda, Tuan?” balas Clarita sinis.Tatapan Atma melembut tak sepenuhnya tetapi ia mengerti situasi yang tengah di alami Clarita, dugaannya akan fakta k

  • Ayah Untuk Anakku   Selera yang Buruk

    Kini Atma dilanda kebingungan, pasalnya 3 orang menangis di waktu yang bersamaan. Ia memandang Clarita dan dua bayi tak bernama itu secara bergantian. Pikirannya buntu, ia tak pernah berada di situasi sepelik ini. Niatnya datang ke rumah sakit hanya untuk menyampaikan fakta bahwa ia telah melunasi semua biaya sehingga Clarita tak perlu khawatir.Tetapi yang terjadi justru di luar kendalinya, Atma melihat sesuatu yang sebenarnya sudah tak asing lagi baginya. Karena nyaris tiap malam ia menikmati pemandangan itu secara cuma-cuma tetapi entah mengapa melihat ‘milik’ Clarita mampu membangkitkan sisi nakal darinya. Beruntung kali ini ia dalam mood yang baik sehingga ia tak berniat mengambil alih hak dua bayi tak bernama itu.Setelah menenangkan diri dari pikiran nakalnya, Atma berjalan mendekati Clarita yang masih menangis dengan sebelah tangan ia jadikan bantalan bagi sang Putra dan sebelahnya ia gunakan menutup wajah. “Daripada menangis, lebih baik kau menutup ini,” ujar Atma seraya menu

  • Ayah Untuk Anakku   Menikahlah Sendiri!

    “Apa maksudmu?” tanya Clarita menyorot Atam tajam.Pria itu mengendikkan bahu acuh dan berjalan menjauhi Clarita. Tak berselang lama setelah kepergian Atma, dua orang wanita dengan pakaian putih khas perawat memasukki kamar Clarita. Mereka terkejut melihat apa yang tengah wanita itu lakukan.“Permisi Nyonya, ada yang bisa saya bantu?” tanya salah seorang perawat membuat Clarita terkejut.“Hah? Ah itu tidak, aku hanya ingin merapikan pakaianku saja.” Clarita bergegas membetulkan posisinya.Ia kini lebih leluasa pasalnya sejak pagi tadi, tangannya telah terbebas dari jarum suntik yang mengganggu pergerakannya. Wanita berusia 22 tahun itu tampak senang karena semua rencana yang telah ia susun akan segera terlaksana.“Maaf Sus, jika saya keluar nanti berapa biaya yang harus saya tanggung?” tanya Clarita berhati-hati.“Biaya?” Suster yang tengah memeriksa tekanan darah Clarita tampak terkejut mendengar pertanyaan polos Clarita.Clarita mengangguk pelan seraya melayangkan tatapan takut. “Te

  • Ayah Untuk Anakku   Ia Bersuami

    “Wah nak Clarita sudah lahiran. Kapan? Kok ndak bilang sama ibu?” sapa sang pemilik kos ketika berpapasan dengan Clarita yang hendak masuk ke kamarnya.“Iya bu, kemarin saya kecelakaan dan terpaksa melahirkan. Alhamdullilah orangnya bertanggung jawab.”Ibu kos tersenyum ramah dan berkata, “Syukurlah kalau begitu, yang penting kamu dan anakmu sehat ya.”Clarita hanya mengangguk dan tersenyum tipis, setelah berpamitan Clarita bergegas masuk ke dalam kamar kosnya. Ia membaringkan Yara dan Yandra dengan hati-hati ke atas bed tidurnya. Setelah itu ia mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai. Ia mulai merapikan barang-barang pribadinya. Ia yakin betul jika setelah ini warga tak akan menerimanya lagi, karena ia pernah berkata jika suaminya akan kembali ketika ia telah melahirkan nanti. Dan sekarang jangankan suami ia saja tak tahu persis siapa ayah dari bayi kembar yang tengah tertidur pulas itu.“Loh kok langsung bersih-bersih, harusnya jangan banyak gerak dulu, Nak,” tegur ibu kos kep

  • Ayah Untuk Anakku   Butuh Ayahnya

    "Kau sendiri yang tahu isi hatimu. Apakah kau nyaman dekatnya atau kau hanya kasihan?”Atma menatap Bara bingung. “Kasihan?”Bara tertawa renyah, kemudian ia meraih kopi hitam yang masih mengepulkan asap menyeruputnya secara perlahan. “Kasihan karena ia melahirkan tanpa kehadiran suami. Mungkin.”“Yang pasti hatiku sudah mati akan cinta!” tegas Atma, Bara hanya mengendikkan bahu cuek.Detik berganti menit, menit berganti jam. Pagi ini, Clarita direpotkan dengan kedua bayinya yang menangis bersamaan. Clarita mencoba menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya perlahan ia melakukannya berulang kali, berusaha untuk menetralkan pikirannya. Clarita selalu melakukan hal itu jika ia tengah dilanda kebingungan.“Ada apa, Cla?” tanya Ibu kos yang entah sejak kapan sudah berdiri di ambang pintu kostnya.“Ah ini bu, maaf kalau mengganggu penghuni kos lain. Saya juga gak tahu kenapa Yara dan Yandra menangis begini. Padahal mereka sudah saya beri asi.”“Boleh ibu bantu? Sepertinya kamu kesulita

  • Ayah Untuk Anakku   Didorong Bukan Dilihat

    “Duduk sini mba.” Clarita mendongak pelan. hingga ditatapnya sosok wanita muda.“Hai mba, apa sudah ada yang dipanggil untuk interview?” tanya Clarita mencoba bersahabat kepada sosok wanita muda di sampingnya. Ia memprediksi jika usia wanita itu baru 19 tahun. Terlihat dari penampilan lugunya dan juga map coklat yang ia bawa.“Hai juga mba, sudah ada beberapa mba. Tersisa segini,” sahutnya sopan.“Segini?” tanya Clarita memastikan.“Iya mba, tadi pagi jauh lebih banyak. Oh iya mba, saya Deandra, panggil saja Dean.”Clarita membalas uluran tangan Dean dan berkata, “Aku Clarita, senang berkenalan denganmu, Mba.”Clarita dan Dean terlibat pada obrolan sederhana namun keduanya terlihat nyaman dan akrab. Tanpa sadar kini hanya tersisa ia, Dean dan 5 pelamar lainnya. Mereka berbincang mulai dari makanan kesukaan hingga pengalaman kerja. Ia tak menyangka jika diusia Dean yang masih muda itu ia telah memiliki banyak pengalaman kerja, sangat berbeda dengannya. Yang hanya berkerja beberapa kali

Latest chapter

  • Ayah Untuk Anakku   Kembang Api Perpisahan

    “Saya sebagai orang tua kandung Danila Ayudia tentu menyerahkan semua keputusan di tangan putri kami. Kebahagiannya adalah kebahagian kami juga,” sahut Ganesha mengabaikan pertanyaan Danila. “Apa? Orang tua kandung? Maksudnya?” tanya Danila bingung ia pun melemparkan tatapan menuntut ke arah Bram. “Sayang, Tante Ratasya dan Om Ganesha adalah orang tua kandung kamu, yang selama ini disembunyikan oleh Pak Brahma, mereka –“ “Apaa‼” pekik Danila tak percaya. “Jadi? Yang kalian bicarakan saat persidangan itu aku?” tanya Danila tak percaya. “Iya sayang, kami memang orang tua kandungmu. Semua bermula dari … .” Ganesha mulai menceritakan awal mula Brahma merebut Danila darinya. Mulai saat Brahma merebut harta miliknya hingga ke kasus penculikan juga penyekapannya. Danila menyimak ucapan orang tuanya dengan begitu seksama, ia tak mau terlewatkan barang satu kata pun. Hingga ia sampai pada cerita tentang percobaan pembunuhan yang Brahma lakukan pada mereka, Danila mengeram tertahan, selama

  • Ayah Untuk Anakku   Bram Menjual Danila?

    “Aku ingin selalu seperti ini selamanya? Bisa ‘kan?” “Kamu ini bikin mas hampir jantungan saja. Sayang, hanya maut yang bisa memisahkan kisah cinta kita. Aku akan selalu berusaha selalu berada di sampingmu,” tutur Byan membuat hati Clarita menghangat dan kupu-kupu si perutnya berterbangan. “Mas nanti malam kita pakai ini saja ya? Acaranya kan di tepi pantai, aku juga gak bisa kalau pakai baju terbuka, alergi dingin. Untung suami aku gak dingin,” canda Clarita seraya menatap sang Suami manja. “Sayangg,” ujar Byan salah tingkah, pria itu menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal itu. Matahari pun mulai bergeser, menyisakan langit berwarna jingga dengan suara hiruk pikuk mobil yang berlalu lalang. Clarita baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di kepalanya, sedangkan sang Suami masih berkutat di meja kerjanya yang bersebelahan dengan kamar tidur mereka, Byan sengaja mendesain ruang kerjanya di dalam kamar hanya dengan memberi sekat kaca yang membatasi antara kama

  • Ayah Untuk Anakku   Sebentar Saja

    “Perusahaan koleps, seluruh perusahaan besar menunda penanda tangannya MOU. Harga saham menurun drastis, beberapa vendor menagih pelunasan segera, kau ke mana saja?” ucap Mahen seraya membiarkan putranya membaca seluruh isi mapnya.“Kita bisa menangani ini sem –““Dengan cara apa? Sekarang saja perusahaan sudah tak ada kerja sama, oke masih ada tetapi itu hanya project remahan, kamu pikir itu bisa membayar semua tagihan? Belum lagi gaji pegawai. Seharusnya kamu memikirkan itu, kamu fokus membesarkan perusahaan ini bukan justru sibuk mengurus wanita dan anaknya yang penyakitan itu!”“Shut up, Pah! Apa papah tahu aku jadi seperti ini karena siapa? Karena anda! Anda yang selalu mengagalkan percintaanku anda yang selalu menghancurkan urusan hidupku sendiri. Kenapa? Karena anda terlalu ingin terlihat sempurna, padahal anda jauh lebih busuk daripada bangkai tikus.” Atma ber

  • Ayah Untuk Anakku   Bukan Barbie di Minimarket

    “Gak papa kok, ya sudah kita masuk lagi yuk? Kayanya sudah waktunya mulai lagi persidangannya.” Mereka pun mengangguk setuju dengan ucapan Byan. Mereka pun kembali berjalan beriringan memasuki ruang sidang, siang ini mereka akan mendengar keputusam hakim atas perbuatan Brahma bertahun-tahun lalu.“Mas,” lirih Clarita mencekal lengan Byan. Pria itu menoleh dan menatap teduh sang Istri. “Aku takut.”“Pasrahkan semua ke Allah, ya. Semua akan baik-baik saja.” Clarita menghela napas seraya mengeratkan genggamannya di tangan sang Suami.Hakim dan seluruh jajaran pun mulai memasuki ruangan, setelah itu Brahma selaku tersangka utama telah hadir kembali di ruang sidang. Setelah persidangan kembali dibuka Jaksa penuntut umum kembali membacakan dakwaannya.“Dengan ini, kami memutuskan untuk menjatuhkan hukuman kepada Brahma Wijaya dengan pasal tersebut selama 25 tahun kurungan.”Bola mata Clarita nyaris terlepas dari tempatnya kala mendengar putusan hakim kepada pria yang selama ini anggap sebag

  • Ayah Untuk Anakku   Meminta Imbalan

    “Kita hanya bisa berpasrah diri, Dan. Kita sudah berusaha menegakkan keadilan semoga semua sesuai dengan harapan kita ya.”Waktu seakan begitu cepat berlalu, hari-hari berlalu begitu cepat. Sejak persidangan pertama kemarin kehidupan Danila terasa begitu nikmat dan ringan. Ia masih bekerja di toko kue milik sang Kakak. Sedangkan hubungan asmaranya masih terjalin dengan baik. Bram tak pernah menuntut hubungan ranjang pria itu justru mengarahkan Danila menjadi wanita yang lebih elegant.Lain halnya dengan Atma, pria itu justru semakin gencar mendekati Hanna. Ia bahkan tak peduli dengan penolakan yang terus Hanna berikan padanya. Hanna adalah harapan terakhir untuknya mendapatkan warisan dari sang Nenek, ia pun tak menyerah untuk mendapatkan Hanna kembali.“Han, percayalah padaku. Aku tak hanya membutuhkan Bayu, sejujurnya aku masih menyimpan rasa padamu, tetapi aku terlalu malu untuk mengakuinya. Apa tida

  • Ayah Untuk Anakku   Pemeran Jahat

    “Katakan apa yang sedang kau rencanakan?” tanya Hanna dengan tatapan penuh selidik.“Begini, aku dituntut untuk memiliki seorang anak. Dan kamu butuh sumsumku bukan? Bagaimana jika kita bekerja sama? Aku akan mencukupi semua kebutuhanmu dan Bayu tetapi menikahlah denganku.”Hanna pun tersenyum miring. “Jadi benar ‘kan dugaanku? Kamu mengejarku dan berbuat baik padaku itu tidak tulus dari dalam hati, apa ini memang sifat aslimu?”“Ayolah, Han. Aku butuh kerja sama ini, agar aku bisa terlepas dari ayahku. Aku akan menghidupi kalian dengan baik, aku juga akan memperlakukanmu dengan baik. Aku hanya butuh Bayu dan status ini agar warisan nenekku bisa segera aku miliki.”“Kamu berubah, At! Ini bukan Atma yang aku kenal!” pekik Hanna seraya berjalan menjauhi pria itu.“Han aku berubah begini karenamu! Aku tak lagi p

  • Ayah Untuk Anakku   Apakah Masih Ingat?

    Tanpa mendengar ucapan karyawannya Clarita segera berjalan menuju tokonya. Ia menapaki setia anak tangga, samar-samar ia mendengar pertikaian dua orang wanita dan benar saja, ketika langkahnya tiba di lantai dua ia menemukan Danila tengah berdebat dengan seorang wanita paruh baya.“Danila tidak akan mau mencabut tuntutan Danila! Kalian berdua itu licik!” pekik Danila di depan wanita setengah baya. Dari posisinya berdiri Clarita tak dapat melihat dengan jelas siapa sosok yang tengah bertengkar dengannya.Langkah kaki Clarita semakin mendekat ke arah Danila, ia pun tiba di samping tubuh wanita yang menjadi lawan bicara adiknya itu. “Maaf ada apa ya?”“Clarita!” ujar wanita itu terkejut melihat sosok ayu Clarita berdiri di sampingnya. “Kau juga! Mengapa kau tidak tahu terima kasih? Suamiku mengurusmu sejak kecil! Jika tidak ada suamiku maka –“&ldquo

  • Ayah Untuk Anakku   Bercocok Tanam Terus

    “Kamu ngomong apa sih sayang? Tanpa diminta pun aku akan segera meminangmu. Aku tidak akan membuang kamu begitu saja. Sesuai janjiku padamu, dan juga kamu berhasil membuatku merasakan getaran yang sudah lama tak pernah aku rasakan lagi, bahkan kamu ada untukku di kala aku down kemarin. Kamu ingat ‘kan?” Danila pun mengangguk dan mengulas senyum. Ia lantas kembali melanjutkan aktivitas ranjangnya. Matahari semakin berani menampakkan dirinya, ia mulai menyinari langit kota Semarang menjadi teman warga di sana memulai aktivitasnya. Ada yang berangkat ke sekolah, ada yang berangkat bekerja, ada juga yang berangkat bergosip. Dua insan yang baru saja berubah status percintaannya masih asyik bergelung di dalam selimut tebal dengan tubuh tanpa sehelai benang pun. Selepas shubuh tadi mereka memang kembali mengulang kegiatannya hingga tertidur karena kelelahan. Ketukan dan suara tangis bayi membangunkan keduanya. Clarita mengerjapkan kedua matanya, ia lantas bangkit dari tidurnya dan memilih

  • Ayah Untuk Anakku   Maaf Kebangun?

    “Ini semua adalah dosa yang harus aku tanggung! Tetapi kenapa harus Bayu? Aku … aku tidak bisa hidup tanpanya.”Kening Atma semakin berkerut, ia semakin bingung dengan ucapan Hanna, wanita itu seolah membuat teka-teki untuknya. “Seharusnya malam itu aku tidak melakukan perbuatan dosa, dan berakhir seperti ini. Ke mana aku harus mencari pendonor yang cocok?”“Donor?”Saat Hanna akan menjelaskan ucapannya, pintu UGD terbuka menampilkan sosok wanita setengah baya dengan jas putih yang melekat di tubuhnya. “Dengan keluarga pasien?”“Saya ibunya, Dok!” Hanna berjalan cepat mendekati dokter itu.“Begini bu, kondisi adik Bayu semakin mengkhawatirkan. Kita harus segera menemukan pendonor tulang sumsum belakang untuk keselamatan putra Ibu. Karena kelainan darah bawaan yang Bayu idap sudah di tahap mengkhawatirkan. Saya berharap ibu bisa segera menemukan pendonor yang tepat, untuk saat ini kami hanya bisa memberikan transfusi darah namun itu tidak bisa kita lakukan terus menerus.”Mendengar per

DMCA.com Protection Status