Share

Dada dan Atma

Penulis: MeilyyanaM
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Bangunlah,” ujar Atma, tangan kekarnya mengulurkan segelas air mineral untuk Clarita.

Alih-alih menerima uluran gelas Atma yang Clarita lakukan justru menatapnya dingin. Ia menatap Atma curiga. “Kau mau apa ke sini? Aku bukan wanita murahan yang akan dengan mudah memberikan tubuhku padamu.”

“Mengapa kau berpikir begitu?”

Clarita berdecih malas dan berkata, “Bukankah itu trik pria-pria kaya sepertimu, Tuan? Membantu wanita lemah semacamku, datang bak pahlawan membuat mereka seolah berhutang budi lantas meminta bayaran dengan dilayani di ranjang? Setelah itu? kalian akan mencampakkan wanita bak pakaian kotor.”

“Bukankah pakaian kotor akan dicuci dan digunakan lagi?” sahut Atma tak mau kalah.

“Benar, dan ketika pakaian itu telah lusuh kau akan membuang dan menggantinya dengan yang baru. Begitukan roda kehidupan ranjang seorang ceo seperti anda, Tuan?” balas Clarita sinis.

Tatapan Atma melembut tak sepenuhnya tetapi ia mengerti situasi yang tengah di alami Clarita, dugaannya akan fakta kehamilan Clarita semakin nyata. “Apa kau salah satu pakaian kotor itu?”

Clarita menatapnya nyalang, ia tak menyangka jika Atma akan melayangkan pertanyaan yang berhasil membuatnya terdiam. Ia sendiri tak tahu apakah ia pakaian kotor atau ia masih menjadi pakaian yang telah dicuci? Ia sendiri bingung, yang ia ingat ia hanya menghadiri pesta ulang tahun teman kampus dan ketika terbangun ia sudah berada di dalam kamar dalam keadaan tak berpakaian. Ia tak menemukan siapapun dalam kamar itu. Ia juga tak menemukan petunjuk apapun akan siapa pria yang berhasil menggagahinya.

“Diam berarti iya,” tukas Atma setelah keheningan menyelimuti keduanya.

“Aku sendiri tak tahu seperti apa aku menggambaran diriku sendiri,” akunya. “Minggir.” Clarita hendak turun dari ranjang, ia tak mau terus-terusan berbaring bak orang yang menderita sakit parah.

Namun sayang, keseimbangan tubuh Clarita goyah. Beruntung Atma yang berada di dekatnya dengan sigap menangkap tubuh mungil Clarita. Pandangan mata mereka terkunci satu sama lain, lagi-lagi perasaan tak asing menyelinap di keduanya. Clarita dengan perasaan curiga dan Atma dengan perasaan tenang, entah mengapa ia merasa tatapan Clarita mampu menenangkan hatinya. Padahal wanita itu sering melempar tatapan dingin, kesal dan juga dendam padanya.

“Permisi bapak ibu.” Pandangan keduanya segera teralih pada sosok wanita berseragam putih lengap dengan topi kecil sebagai identitasnya. “Ah maaf mengganggu,” ujarnya tak enak hati.

“Ada apa?” tanya Atma datar. Setelah ia berhasil membantu Clarita berdiri dengan tegap.

“Waktunya visit dokter, Pak. Juga memberi asi.” Atma mengangguk mendengar penjelasan perawat itu.

“Sus, bisa bantu saya ke toilet?” tanya Clarita setelah ia menahan hajatnya.

Perawat itu tampak ragu, berulang kali ia melirik Atma dari ekor matanya. Beruntung saat ia akan menyerukan pertanyaannya, dering ponsel Atma berdering. “Aku angkat telephone.”

Clarita hanya mengangguk dan kini pandangan matanya menatap perawat yang masih menundukkan kepala. “Apakah perawat di sini tak ada yang mau membantu pasiennya yang ingin ke kamar kecil?”

Sindiran Clarita ternyata membuat perawat itu tersadar dan tersenyum tak enak hati. “Ah bukan begitu, Bu. Mari saya bantu.” Perawat itu berjalan mendekati Clarita dan menuntun Clarita berjalan menuju kamar mandi.

Cukup lama Clarita menghabiskan waktu di kamar mandi. Sejak semalam ia menahan hajatnya karena ia belum sanggup turun dari ranjang seorang diri, dan pagi tadi terbukti ia belum bisa menyeimbangkan langkah kakinya.

Clarita keluar dari kamar kecil langkah kakinya terhenti kala menyaksikan pemandangan yang mungkin bagi seorang istri adalah menyejukkan, akan tetapi bagi Clarita pemandangan yang mengiris hati. Bagaimana tidak? Atma tengah menggendong sang putra ditemani dokter yang bertugas memantau kondisi Clarita.

“Ah nyonya sudah keluar, mari saya bantu,” tawar sang dokter seraya meraih sebelah tangan Clarita.

Clarita tersenyum tipis dan berkata lirih, “Terima kasih.”

Dokter dan perawat rumah sakit mulai menjalankan tugasnya, mulai dari mengganti infus, memeriksa tekanan darah dan juga memeriksa bekas jahitan yang belum sepenuhnya mengering. Jika boleh jujur, Clarita lebih memilih untuk melahirkan normal ketimbang ceasar, karena ia tak sanggup menahan sakit akibat jahitan yang mengganjal itu. Tetapi apa boleh buat, andai saja pagi itu ia sarapan dengan baik tentu ia tak akan pingsan di jalan dan melahirkan dadakan begini.

“Jika semuanya stabil hingga besuk hari, maka besuk sudah bisa pulang ya bu,” ujar sang dokter pada Clarita yang tampak tak senang.

“Terima kasih, Dok.” Bukan, itu bukan suara Clarita, melainkan Atma yang menjawab menggantikan Clarita. Sang dokter tersenyum tipis dan setelah itu wanita yang mengenakan jas putih berpamitan karena harus visit ke beberapa kamar lainnya.

“Silakan bu, untuk asinya.” Clarita mengangguk dan menerima uluran sang perawat.

Ia mulai memberikan asi setelah terdengar pintu kamar tertutup. Kini lagi dan lagi ia harus terjebak berdua bersama Atma, dalam situasi ia harus memberikan asi. “Bisakah kau menunggu di lain tempat,” pinta Clarita lirih.

Atma terkejut dengan nada bicara wanita yang baru saja berdebat dengannya. Namun, ia tak berniat menanyakan hal itu, ia lebih memilih untuk mengabulkan permintaan wanita itu dan bergegas menyingkir ke sisi lain dari ruangan itu.

Ruangan vvip yang dipesan Atma dapat dikatakan lengkap. Terdapat sofa panjang, tv, kulkas mini, almari pakaian, bed khusus untuk penunggu, dispenser dan ruang tamu mini. Pikiran Clarita melayang membayangkan seberapa besar biaya yang harus ia kocek untuk menebus dirinya dan juga anaknya agar dapat keluar dari rumah sakit semewah itu.

Ia tak bisa fokus memberikan asi-nya, pikirannya tak tenang. Ia gundah apakah harus keluar dari rumah sakit atau berdiam lebih lama di sana. Dua-duanya bukanlah pilihannya yang mudah, keduanya sama-sama berisiko. Keluar dari rumah sakit tanpa membayar biaya administrasi pun sama saja membiarkan sang putra dan putri tertahan. Berdiam diri lebih lama pun membuat biaya yang harus ia bayar semakin membengkak tak menentu.

“Kau memikirkan apa?” tanya Atma yang muncul dari balik gorden biru. “Clarita!” Untuk pertama kalinya, Atma mengucapkan nama wanita itu.

“Hah? Ada apa?” tanya Clarita terkejut.

Atma tak menjawab ia hanya menunjuk bagian dada Clarita menggunakan dagunya. Otak Clarita seketika berhenti berfungsi, butuh sekian menit untuk ia memproses apa yang Atma maksud.

Atma menghela nafas dan berkata, “Putramu.”

Sontak Clarita menunduk dan terkejut melihat apa terjadi. Namun, entah mengapa berada di dekat Atma membuat otaknya tak dapat berfungsi dengan baik. Bukannya membenarkan posisi sang Putra yang Clarita lakukan justru sebaliknya, ia memandang dada dan Atma bergantian hingga beberapa kali. Sebelum akhirnya ia berteriak kencang dan melemparkan bantal ke arah Atma.

Bukannya meredakan masalah kini ruangan berukuran 8x10 itu dipenuhi dengan suara tangisan yang saling bersahutan satu sama lain.

“Atma!‼!”

Bab terkait

  • Ayah Untuk Anakku   Selera yang Buruk

    Kini Atma dilanda kebingungan, pasalnya 3 orang menangis di waktu yang bersamaan. Ia memandang Clarita dan dua bayi tak bernama itu secara bergantian. Pikirannya buntu, ia tak pernah berada di situasi sepelik ini. Niatnya datang ke rumah sakit hanya untuk menyampaikan fakta bahwa ia telah melunasi semua biaya sehingga Clarita tak perlu khawatir.Tetapi yang terjadi justru di luar kendalinya, Atma melihat sesuatu yang sebenarnya sudah tak asing lagi baginya. Karena nyaris tiap malam ia menikmati pemandangan itu secara cuma-cuma tetapi entah mengapa melihat ‘milik’ Clarita mampu membangkitkan sisi nakal darinya. Beruntung kali ini ia dalam mood yang baik sehingga ia tak berniat mengambil alih hak dua bayi tak bernama itu.Setelah menenangkan diri dari pikiran nakalnya, Atma berjalan mendekati Clarita yang masih menangis dengan sebelah tangan ia jadikan bantalan bagi sang Putra dan sebelahnya ia gunakan menutup wajah. “Daripada menangis, lebih baik kau menutup ini,” ujar Atma seraya menu

  • Ayah Untuk Anakku   Menikahlah Sendiri!

    “Apa maksudmu?” tanya Clarita menyorot Atam tajam.Pria itu mengendikkan bahu acuh dan berjalan menjauhi Clarita. Tak berselang lama setelah kepergian Atma, dua orang wanita dengan pakaian putih khas perawat memasukki kamar Clarita. Mereka terkejut melihat apa yang tengah wanita itu lakukan.“Permisi Nyonya, ada yang bisa saya bantu?” tanya salah seorang perawat membuat Clarita terkejut.“Hah? Ah itu tidak, aku hanya ingin merapikan pakaianku saja.” Clarita bergegas membetulkan posisinya.Ia kini lebih leluasa pasalnya sejak pagi tadi, tangannya telah terbebas dari jarum suntik yang mengganggu pergerakannya. Wanita berusia 22 tahun itu tampak senang karena semua rencana yang telah ia susun akan segera terlaksana.“Maaf Sus, jika saya keluar nanti berapa biaya yang harus saya tanggung?” tanya Clarita berhati-hati.“Biaya?” Suster yang tengah memeriksa tekanan darah Clarita tampak terkejut mendengar pertanyaan polos Clarita.Clarita mengangguk pelan seraya melayangkan tatapan takut. “Te

  • Ayah Untuk Anakku   Ia Bersuami

    “Wah nak Clarita sudah lahiran. Kapan? Kok ndak bilang sama ibu?” sapa sang pemilik kos ketika berpapasan dengan Clarita yang hendak masuk ke kamarnya.“Iya bu, kemarin saya kecelakaan dan terpaksa melahirkan. Alhamdullilah orangnya bertanggung jawab.”Ibu kos tersenyum ramah dan berkata, “Syukurlah kalau begitu, yang penting kamu dan anakmu sehat ya.”Clarita hanya mengangguk dan tersenyum tipis, setelah berpamitan Clarita bergegas masuk ke dalam kamar kosnya. Ia membaringkan Yara dan Yandra dengan hati-hati ke atas bed tidurnya. Setelah itu ia mengganti pakaiannya dengan yang lebih santai. Ia mulai merapikan barang-barang pribadinya. Ia yakin betul jika setelah ini warga tak akan menerimanya lagi, karena ia pernah berkata jika suaminya akan kembali ketika ia telah melahirkan nanti. Dan sekarang jangankan suami ia saja tak tahu persis siapa ayah dari bayi kembar yang tengah tertidur pulas itu.“Loh kok langsung bersih-bersih, harusnya jangan banyak gerak dulu, Nak,” tegur ibu kos kep

  • Ayah Untuk Anakku   Butuh Ayahnya

    "Kau sendiri yang tahu isi hatimu. Apakah kau nyaman dekatnya atau kau hanya kasihan?”Atma menatap Bara bingung. “Kasihan?”Bara tertawa renyah, kemudian ia meraih kopi hitam yang masih mengepulkan asap menyeruputnya secara perlahan. “Kasihan karena ia melahirkan tanpa kehadiran suami. Mungkin.”“Yang pasti hatiku sudah mati akan cinta!” tegas Atma, Bara hanya mengendikkan bahu cuek.Detik berganti menit, menit berganti jam. Pagi ini, Clarita direpotkan dengan kedua bayinya yang menangis bersamaan. Clarita mencoba menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya perlahan ia melakukannya berulang kali, berusaha untuk menetralkan pikirannya. Clarita selalu melakukan hal itu jika ia tengah dilanda kebingungan.“Ada apa, Cla?” tanya Ibu kos yang entah sejak kapan sudah berdiri di ambang pintu kostnya.“Ah ini bu, maaf kalau mengganggu penghuni kos lain. Saya juga gak tahu kenapa Yara dan Yandra menangis begini. Padahal mereka sudah saya beri asi.”“Boleh ibu bantu? Sepertinya kamu kesulita

  • Ayah Untuk Anakku   Didorong Bukan Dilihat

    “Duduk sini mba.” Clarita mendongak pelan. hingga ditatapnya sosok wanita muda.“Hai mba, apa sudah ada yang dipanggil untuk interview?” tanya Clarita mencoba bersahabat kepada sosok wanita muda di sampingnya. Ia memprediksi jika usia wanita itu baru 19 tahun. Terlihat dari penampilan lugunya dan juga map coklat yang ia bawa.“Hai juga mba, sudah ada beberapa mba. Tersisa segini,” sahutnya sopan.“Segini?” tanya Clarita memastikan.“Iya mba, tadi pagi jauh lebih banyak. Oh iya mba, saya Deandra, panggil saja Dean.”Clarita membalas uluran tangan Dean dan berkata, “Aku Clarita, senang berkenalan denganmu, Mba.”Clarita dan Dean terlibat pada obrolan sederhana namun keduanya terlihat nyaman dan akrab. Tanpa sadar kini hanya tersisa ia, Dean dan 5 pelamar lainnya. Mereka berbincang mulai dari makanan kesukaan hingga pengalaman kerja. Ia tak menyangka jika diusia Dean yang masih muda itu ia telah memiliki banyak pengalaman kerja, sangat berbeda dengannya. Yang hanya berkerja beberapa kali

  • Ayah Untuk Anakku   Masalah Percintaan!

    Di sana jelas berdiri dua sosok wanita dengan penampilan sederhana, tinggi tubuh mereka pun tak berbeda jauh. “Siapa At?” ulang Bara karena Atma tak memberi respon apapun pada pertanyaannya.Tanpa banyak kata, Atma menyalakan mesin mobilnya dan bergerak mengikuti angkutan umum di depannya. Bara mengernyitkan keningnya bingung, namun ia enggan bertanya pada pria di sampingnya. Lengan kekar Atma mencengkram erat stir mobil, sorot mata elang miliknya menatap lurus ke arah angkutan di depannya seakan ketika ia berkedip maka angkutan itu akan menghilang dari pandangannya.Bara tampak mendengus kasar, ia tak tahu ke mana Atma akan membawanya. Terlebih lagi beberapa pekerjaannya belum selesai. Kini Bara menyesali keputusannya untuk berangkat meeting satu mobil dengan Atma, seharusnya ia membawa mobilnya sendiri, sehingga ia tak perlu terjebak pada situasi yang membingungkan.Berbeda dengan Clarita, wanita itu tampak bercengkrama bersama dengan Dean. Setelah berbincang cukup lama dengan Dean,

  • Ayah Untuk Anakku   Dibuang atau Dipungut?

    “At!” panggil Bara yang mendapatkan tatapan tajam dari sang pemilik nama. Bara yang mengerti jika saat ini Atma sedang tak ingin mendengarkannya pun memilih untuk diam dan menikmati setiap adegan roman yang mungkin akan tersuguh.Clarita berjalan tertatih, di belakangnya turut serta gadis dengan rambut sepinggang. Jendela kaca Atma yang tak ditutup sepenuhnya membuat ia berhasil mencuri dengar perbincangan keduanya. “Mba, mba tuh nyari siapa?” tanya Dean bingung.“Dean gak akan tahu siapa!” pekik Clarita tanpa sadar.“Ya makanya mba kasih tahu dong! Kalau mba diam saja bagaimana Dean tahu!” teriak Dean tak kalah tingginya.Bahu Clarita melemah, ia gelisah. Apakah ia harus berkata yang sesungguhnya pada Dean?“Mba, Dean sudah anggap mba seperti kakak Dean sendiri walau kita baru kenal. Dean sudah menceritakan semuanya, Mba masih gak percaya?”“Kita baru saja kenal, De.”Dean mendesah pasrah. “Memangnya kenapa, Mba? Bukannya mba sendiri yang bilang mba di sini seorang diri? Mba sendiri

  • Ayah Untuk Anakku   Berapa Bayarannya?

    “Bu Ranti, Kembalikan anak saya!”“Kalau kamu mau anakmu kembali bayar tunggakanmu dulu, baru ambil anakmu. Lagi pula aku butuh anak kecil ini untuk mempertahankan harta keluarga suamiku, haha.”Clarita dan Dean tampak terkejut mendengar ucapan wanita paruh baya di depannya. Ia tak menyangka jika sosok yang ia kira baik ternyata memanfaatkan dirinya. “Bu Ranti gak bisa begini dong, Bu!” pekik Clarita kesal.“Apa sih Cla. Kamu ini hamil nganggur, daripada jadi aib lebih baik anak kamu sama saya!”Bola mata Clarita membulat sempurna mendengar ucapan dari sang pemilik kost yang selama ini telah ia anggap sebagai sosok pengganti ibunya. Wanita berusia 44 tahun itu memang tak punya anak, tetapi apakah ia harus berkata sedemikian rupa?“Anak tanpa bapak? Ibu pengangguran? Daripada anak ini besar sama kamu dan cuman jadi perempuan penghibur sepertimu lebih baik sama saya, lebih terjamin!” ujar Bu Ranti sinis.“Maksud ibu apa ya?” tanya Clarita tak terima.“Hamil tanpa suami? Memang kamu kira

Bab terbaru

  • Ayah Untuk Anakku   Kembang Api Perpisahan

    “Saya sebagai orang tua kandung Danila Ayudia tentu menyerahkan semua keputusan di tangan putri kami. Kebahagiannya adalah kebahagian kami juga,” sahut Ganesha mengabaikan pertanyaan Danila. “Apa? Orang tua kandung? Maksudnya?” tanya Danila bingung ia pun melemparkan tatapan menuntut ke arah Bram. “Sayang, Tante Ratasya dan Om Ganesha adalah orang tua kandung kamu, yang selama ini disembunyikan oleh Pak Brahma, mereka –“ “Apaa‼” pekik Danila tak percaya. “Jadi? Yang kalian bicarakan saat persidangan itu aku?” tanya Danila tak percaya. “Iya sayang, kami memang orang tua kandungmu. Semua bermula dari … .” Ganesha mulai menceritakan awal mula Brahma merebut Danila darinya. Mulai saat Brahma merebut harta miliknya hingga ke kasus penculikan juga penyekapannya. Danila menyimak ucapan orang tuanya dengan begitu seksama, ia tak mau terlewatkan barang satu kata pun. Hingga ia sampai pada cerita tentang percobaan pembunuhan yang Brahma lakukan pada mereka, Danila mengeram tertahan, selama

  • Ayah Untuk Anakku   Bram Menjual Danila?

    “Aku ingin selalu seperti ini selamanya? Bisa ‘kan?” “Kamu ini bikin mas hampir jantungan saja. Sayang, hanya maut yang bisa memisahkan kisah cinta kita. Aku akan selalu berusaha selalu berada di sampingmu,” tutur Byan membuat hati Clarita menghangat dan kupu-kupu si perutnya berterbangan. “Mas nanti malam kita pakai ini saja ya? Acaranya kan di tepi pantai, aku juga gak bisa kalau pakai baju terbuka, alergi dingin. Untung suami aku gak dingin,” canda Clarita seraya menatap sang Suami manja. “Sayangg,” ujar Byan salah tingkah, pria itu menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal itu. Matahari pun mulai bergeser, menyisakan langit berwarna jingga dengan suara hiruk pikuk mobil yang berlalu lalang. Clarita baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di kepalanya, sedangkan sang Suami masih berkutat di meja kerjanya yang bersebelahan dengan kamar tidur mereka, Byan sengaja mendesain ruang kerjanya di dalam kamar hanya dengan memberi sekat kaca yang membatasi antara kama

  • Ayah Untuk Anakku   Sebentar Saja

    “Perusahaan koleps, seluruh perusahaan besar menunda penanda tangannya MOU. Harga saham menurun drastis, beberapa vendor menagih pelunasan segera, kau ke mana saja?” ucap Mahen seraya membiarkan putranya membaca seluruh isi mapnya.“Kita bisa menangani ini sem –““Dengan cara apa? Sekarang saja perusahaan sudah tak ada kerja sama, oke masih ada tetapi itu hanya project remahan, kamu pikir itu bisa membayar semua tagihan? Belum lagi gaji pegawai. Seharusnya kamu memikirkan itu, kamu fokus membesarkan perusahaan ini bukan justru sibuk mengurus wanita dan anaknya yang penyakitan itu!”“Shut up, Pah! Apa papah tahu aku jadi seperti ini karena siapa? Karena anda! Anda yang selalu mengagalkan percintaanku anda yang selalu menghancurkan urusan hidupku sendiri. Kenapa? Karena anda terlalu ingin terlihat sempurna, padahal anda jauh lebih busuk daripada bangkai tikus.” Atma ber

  • Ayah Untuk Anakku   Bukan Barbie di Minimarket

    “Gak papa kok, ya sudah kita masuk lagi yuk? Kayanya sudah waktunya mulai lagi persidangannya.” Mereka pun mengangguk setuju dengan ucapan Byan. Mereka pun kembali berjalan beriringan memasuki ruang sidang, siang ini mereka akan mendengar keputusam hakim atas perbuatan Brahma bertahun-tahun lalu.“Mas,” lirih Clarita mencekal lengan Byan. Pria itu menoleh dan menatap teduh sang Istri. “Aku takut.”“Pasrahkan semua ke Allah, ya. Semua akan baik-baik saja.” Clarita menghela napas seraya mengeratkan genggamannya di tangan sang Suami.Hakim dan seluruh jajaran pun mulai memasuki ruangan, setelah itu Brahma selaku tersangka utama telah hadir kembali di ruang sidang. Setelah persidangan kembali dibuka Jaksa penuntut umum kembali membacakan dakwaannya.“Dengan ini, kami memutuskan untuk menjatuhkan hukuman kepada Brahma Wijaya dengan pasal tersebut selama 25 tahun kurungan.”Bola mata Clarita nyaris terlepas dari tempatnya kala mendengar putusan hakim kepada pria yang selama ini anggap sebag

  • Ayah Untuk Anakku   Meminta Imbalan

    “Kita hanya bisa berpasrah diri, Dan. Kita sudah berusaha menegakkan keadilan semoga semua sesuai dengan harapan kita ya.”Waktu seakan begitu cepat berlalu, hari-hari berlalu begitu cepat. Sejak persidangan pertama kemarin kehidupan Danila terasa begitu nikmat dan ringan. Ia masih bekerja di toko kue milik sang Kakak. Sedangkan hubungan asmaranya masih terjalin dengan baik. Bram tak pernah menuntut hubungan ranjang pria itu justru mengarahkan Danila menjadi wanita yang lebih elegant.Lain halnya dengan Atma, pria itu justru semakin gencar mendekati Hanna. Ia bahkan tak peduli dengan penolakan yang terus Hanna berikan padanya. Hanna adalah harapan terakhir untuknya mendapatkan warisan dari sang Nenek, ia pun tak menyerah untuk mendapatkan Hanna kembali.“Han, percayalah padaku. Aku tak hanya membutuhkan Bayu, sejujurnya aku masih menyimpan rasa padamu, tetapi aku terlalu malu untuk mengakuinya. Apa tida

  • Ayah Untuk Anakku   Pemeran Jahat

    “Katakan apa yang sedang kau rencanakan?” tanya Hanna dengan tatapan penuh selidik.“Begini, aku dituntut untuk memiliki seorang anak. Dan kamu butuh sumsumku bukan? Bagaimana jika kita bekerja sama? Aku akan mencukupi semua kebutuhanmu dan Bayu tetapi menikahlah denganku.”Hanna pun tersenyum miring. “Jadi benar ‘kan dugaanku? Kamu mengejarku dan berbuat baik padaku itu tidak tulus dari dalam hati, apa ini memang sifat aslimu?”“Ayolah, Han. Aku butuh kerja sama ini, agar aku bisa terlepas dari ayahku. Aku akan menghidupi kalian dengan baik, aku juga akan memperlakukanmu dengan baik. Aku hanya butuh Bayu dan status ini agar warisan nenekku bisa segera aku miliki.”“Kamu berubah, At! Ini bukan Atma yang aku kenal!” pekik Hanna seraya berjalan menjauhi pria itu.“Han aku berubah begini karenamu! Aku tak lagi p

  • Ayah Untuk Anakku   Apakah Masih Ingat?

    Tanpa mendengar ucapan karyawannya Clarita segera berjalan menuju tokonya. Ia menapaki setia anak tangga, samar-samar ia mendengar pertikaian dua orang wanita dan benar saja, ketika langkahnya tiba di lantai dua ia menemukan Danila tengah berdebat dengan seorang wanita paruh baya.“Danila tidak akan mau mencabut tuntutan Danila! Kalian berdua itu licik!” pekik Danila di depan wanita setengah baya. Dari posisinya berdiri Clarita tak dapat melihat dengan jelas siapa sosok yang tengah bertengkar dengannya.Langkah kaki Clarita semakin mendekat ke arah Danila, ia pun tiba di samping tubuh wanita yang menjadi lawan bicara adiknya itu. “Maaf ada apa ya?”“Clarita!” ujar wanita itu terkejut melihat sosok ayu Clarita berdiri di sampingnya. “Kau juga! Mengapa kau tidak tahu terima kasih? Suamiku mengurusmu sejak kecil! Jika tidak ada suamiku maka –“&ldquo

  • Ayah Untuk Anakku   Bercocok Tanam Terus

    “Kamu ngomong apa sih sayang? Tanpa diminta pun aku akan segera meminangmu. Aku tidak akan membuang kamu begitu saja. Sesuai janjiku padamu, dan juga kamu berhasil membuatku merasakan getaran yang sudah lama tak pernah aku rasakan lagi, bahkan kamu ada untukku di kala aku down kemarin. Kamu ingat ‘kan?” Danila pun mengangguk dan mengulas senyum. Ia lantas kembali melanjutkan aktivitas ranjangnya. Matahari semakin berani menampakkan dirinya, ia mulai menyinari langit kota Semarang menjadi teman warga di sana memulai aktivitasnya. Ada yang berangkat ke sekolah, ada yang berangkat bekerja, ada juga yang berangkat bergosip. Dua insan yang baru saja berubah status percintaannya masih asyik bergelung di dalam selimut tebal dengan tubuh tanpa sehelai benang pun. Selepas shubuh tadi mereka memang kembali mengulang kegiatannya hingga tertidur karena kelelahan. Ketukan dan suara tangis bayi membangunkan keduanya. Clarita mengerjapkan kedua matanya, ia lantas bangkit dari tidurnya dan memilih

  • Ayah Untuk Anakku   Maaf Kebangun?

    “Ini semua adalah dosa yang harus aku tanggung! Tetapi kenapa harus Bayu? Aku … aku tidak bisa hidup tanpanya.”Kening Atma semakin berkerut, ia semakin bingung dengan ucapan Hanna, wanita itu seolah membuat teka-teki untuknya. “Seharusnya malam itu aku tidak melakukan perbuatan dosa, dan berakhir seperti ini. Ke mana aku harus mencari pendonor yang cocok?”“Donor?”Saat Hanna akan menjelaskan ucapannya, pintu UGD terbuka menampilkan sosok wanita setengah baya dengan jas putih yang melekat di tubuhnya. “Dengan keluarga pasien?”“Saya ibunya, Dok!” Hanna berjalan cepat mendekati dokter itu.“Begini bu, kondisi adik Bayu semakin mengkhawatirkan. Kita harus segera menemukan pendonor tulang sumsum belakang untuk keselamatan putra Ibu. Karena kelainan darah bawaan yang Bayu idap sudah di tahap mengkhawatirkan. Saya berharap ibu bisa segera menemukan pendonor yang tepat, untuk saat ini kami hanya bisa memberikan transfusi darah namun itu tidak bisa kita lakukan terus menerus.”Mendengar per

DMCA.com Protection Status