Daniel duduk di sofa sambil menatap Yasmin yang sedang berbaring di tempat tidur. Yasmin sangat kurus dan dia benar-benar tidak bisa disiksa terlalu lama.Daniel duduk selama beberapa menit, kemudian dia berdiri.Dia duduk di tepi tempat tidur dan bayangannya menutupi wajah Yasmin.Daniel mengulurkan tangannya. Dia menyentuh pipi Yasmin dengan punggung tangannya. Lembut dan sedikit hangat.Yasmin yang sedang tidur merasa nyaman, jadi dia menyandarkan pipinya sedikit. Rasa yang agak kasar itu pun tidak membuatnya geli. Dia malah menangkap tangan Daniel dan membuatnya menjadi bantal. Dia seolah-olah takut Daniel akan pergi.Irene menunggu sampai langit menjadi gelap dan lampu-lampu menyala. Namun, dia tidak melihat Daniel.Jadi, dia menelepon sekali lagi. "Daniel, berapa lama lagi? Orang-orang Dukcapil sudah mau pulang kerja. Kalau kamu nggak bisa datang tepat waktu, apa kamu bisa memberi tahu orang Dukcapil dulu?"Daniel menempel ponselnya di telinga sambil menatap Yasmin dan tangannya
Andy mengerutkan alisnya. Dari awal dia merasa tidak seharusnya Irene dan Daniel mendaftar akta nikah.Dan memang telah terjadi masalah.Akan tetapi, kata-kata seperti itu tidak boleh dikatakan kepada Irene yang sedang sedih. Itu hanya akan membuat Irene makin sedih."Ayah, bantu aku." Irene bangkit, lalu menghampiri Andy. Dia menarik tangan Andy dan berkata, "Ayah, suruh Yasmin kembalikan Daniel kepadaku. Dia nggak menyukai Daniel, jadi kenapa dia terus mengganggu Daniel? Aku nggak bisa hidup tanpa Daniel. Suruh dia memaafkan apa yang dulu pernah kulakukan padanya. Aku bersedia melakukan apa pun selama dia nggak merebut Daniel dariku. Ayah, kamu berbicaralah dengannya. Dia pasti akan mendengarkanmu ...."Irene menangis tersedu-sedu.Andy merasa sakit hati. Dia menghela napas. "Ayah pergi mencari tahu dulu. Nanti Ayah akan memberimu jawaban."Irene mengangguk. Dia tampak sangat sedih.Sebagai seorang ayah, Andy tidak mungkin bisa berdiam diri saja. Dia pun terpaksa bertindak.Tengah ma
"Aku sudah sembuh." Yasmin melihat Daniel sedang memegang telur dan bertanya, "Kamu bisa menggoreng telur?""Apa yang sulit?" Daniel memegang telur dengan kedua tangannya. Dia terlihat sangat terampil. Satu detik kemudian, telur itu hancur.Seluruh telur dan cangkangnya jatuh ke dalam panci."Pft!" Yasmin tertawa.Daniel memberinya tatapan peringatan, lalu Yasmin baru menahan diri."Em .... Kamu nggak usah terlalu kuat," kata Yasmin kepada Daniel.Daniel membuang isi panci, lalu mau memecahkan telur lagi.Kali ini meskipun dia sudah mengontrol kekuatannya, beberapa cangkang telur masih jatuh ke dalam panci.Yasmin ingin berkata tidak apa-apa, tapi Daniel langsung membuangnya dan mencoba lagi.Daniel berhasil pada percobaan ketiga. Isi telur masuk ke dalam panci tanpa cangkangnya.Yasmin tidak melihatnya lagi. Dia berbalik dan hendak pergi.Namun, pergelangan tangannya ditarik.Daniel meletakkan tangannya di dahi Yasmin. Bulu mata Yasmin pun bergetar sedikit."Pergi minum obat," kata Da
Daniel bangkit. Dia berjalan ke sofa di ruang tamu, kemudian mengambil jasnya dan memakainya.Dia mempunyai tubuh yang tegap dan tinggi, serta aura yang mengintimidasi.Dia berbalik sedikit untuk melihat Yasmin yang sedang duduk di depan meja makan.Yasmin baru ingin menggigit telur gorengnya ketika dia merasakan ada aura kuat yang mendekat. Punggungnya pun tanpa sadar menegang.Daniel membungkuk sedikit dari belakang Yasmin. Dia meletakkan satu tangannya di tepi meja dan dadanya menempel seluruh kepala bagian belakang Yasmin. Dia menggunakan tangannya yang lain untuk mengangkat dagu Yasmin, kemudian dia menundukkan kepalanya untuk mencium bibir Yasmin.Daniel mengernyit dan bertanya, "Terlalu asin, ya?"Dengan napas terengah-engah, Yasmin berkata, "Kamu baru sadar? Kamu memasukkan setengah botol garam, ya?"Daniel tampak malu karena apa yang dikatakan Yasmin benar.Tanpa mengalihkan pandangannya dari mata Daniel, Yasmin berkata, "Nggak apa-apa. Yang penting aku memakannya dengan nasi.
Daniel menghilang pasti membuat Irene gelisah.Yasmin baru keluar dan ponselnya yang berada di dalam tas berdering.Meskipun ada telepon masuk ke ponselnya yang itu, ia tidak akan berbunyi.Dia mengeluarkan ponselnya dan melihat penelepon adalah Irene. Yasmin pun tidak mengangkatnya.Dia barusan memasukkan ponselnya ke dalam tas ...."Yasmin?"Yasmin tercengang. Dia menoleh dan melihat ayahnya, Andy, keluar dari garasi. Andy sendiri tampak terkejut."Ayah ....""Kamu ada di sini?" tanya Andy."Aku ... datang untuk melihat hasil renovasi," jawab Yasmin sembari mengalihkan pandangannya sedikit.Andy memercayainya. Bagaimanapun juga, Andy tidak akan pernah menyangka kalau Daniel tinggal di sebelah Yasmin."Apa kamu menyukai hasil renovasinya?""Suka," jawab Yasmin.Andy melihat muka Yasmin dan bertanya, "Ada apa? Apa kamu sakit?""Dua hari ini aku demam. Aku bahkan tidur di apartemen," kata Yasmin."Kamu demam?" Andy buru-buru mengulurkan tangan untuk meletakkannya di dahi Yasmin, tapi se
Yasmin tidak tahu dari mana ayahnya mendapatkan kepercayaan diri untuk berpikir Irene mau menjaganya yang sakit.Atau menurut ayahnya, Irene hanyalah putri keras kepala yang tidak memiliki niat buruk."Ayah, bagaimana kalau aku bilang aku juga menyukai Daniel?""Apa?" Andy terkejut dan hampir kehilangan kendalinya pada setir mobil.Yasmin berkata, "Kalau nggak, kenapa aku melahirkan anaknya? Dan Ayah, aku lebih cocok menikah dengan Daniel daripada Irene. Bagaimanapun juga, aku barulah ibu kandung dari anak-anak. Lebih baik Ayah menasihati Irene."Andy tidak bisa berkata-kata.Dia tidak pernah menduga Yasmin menyukai Daniel.Kalau tidak, dia tidak akan mengatakan itu."Maaf, Ayah nggak berpikir dengan baik," kata Andy kepada Yasmin. "Selama ini aku mengira kamu membenci Daniel ... dan karena hubunganmu dengan ibumu, dia nggak baik padamu.""Itu hanya sebuah kesalahpahaman." Yasmin tidak ingin berbicara lagi. Dia merasa sangat lelah.Andy menoleh dan melihat Yasmin telah memejamkan matan
"Aku sudah pulang." Setelah Yasmin mengatakan itu, hanya ada keheningan yang panjang di ujung telepon. Itu membuatnya merasa tertekan, jadi dia bergegas mengganti topik pembicaraan. "Tadi aku turun dan berpapasan dengan ayahku. Untungnya, dia nggak melihatku keluar dari pintu mana.""Kamu takut?""Aku merasa bersalah," kata Yasmin dengan jujur."Apa yang dia katakan padamu?""Dia bilang kamu mau mendaftar akta nikah, tapi menghilang.""Itu gara-gara siapa?" tanya Daniel di telepon."Aku demam gara-gara siapa?""Bukankah kamu suka?"Yasmin memanyunkan bibirnya dan ekspresinya menjadi canggung. Topik ini makin berbahaya. "Kamu nggak usah mengirim makanan. Aku ada di sini. Ayahku menyiapkan banyak makanan untukku. Pergi temani tunanganmu. Pada saat ini, dia mau kamu menghiburnya.""Kamu cemburu?" tanya Daniel dengan suara serak. Sepertinya suasana hatinya bagus.Yasmin tidak menjawab.Daniel menyadari suasana hati Yasmin menjadi aneh. Setelah beberapa detik, dia bertanya, "Bagaimana peras
Yasmin sedang tidur dengan lelap, tapi dia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Seseorang sedang mengganggunya.Dia bergumam tidak jelas, kemudian dia berbalik dan menarik selimut sampai menutupi kepalanya. Dia berusaha mengecilkan dirinya.Namun, orang itu tidak berhenti mengganggunya dan bahkan menarik selimut dari kepalanya."Hentikan. Aku mau tidur .... Aaa!" Wajah merah Yasmin terlihat kesal, kemudian dia menjerit terkejut dan mundur ke belakang.Dia memelototi Daniel yang sedang duduk di tepi tempat tidurnya."Ini yang kamu maksud dengan makan siang?"Yasmin mengambil ponselnya di meja samping tempat tidur, lalu melihat waktu. Sudah lewat jam dua belas.Dia meletakkan ponselnya dan lanjut meringkuk. "Aku nggak lapar ....""Aku membawakanmu makanan. Bangun."Yasmin menolehkan kepalanya di atas bantal, lalu dia menatap lurus Daniel dan bertanya, "Kamu makan siang dengan Irene?"Daniel menatap baliknya tanpa berkedip."Itu bukan makanan sisa kalian, 'kan? Aku nggak mau. Aku lebih m